Anda di halaman 1dari 25

HUJAN

1.Pengertian Hujan

Hujan adalah jatuhnya partikel-partikel air dengan diameter 0.5 mm atau lebih ke permukaan bumi. Jika
jatuhnya sampai ketanah maka disebut hujan, akan tetapi apabila jatuhannya tidak dapat mencapai tanah karena
menguap lagi maka jatuhan tersebut disebut Virga. Hujan juga dapat didefinisikan dengan uap yang
mengkondensasi dan jatuh ketanah dalam rangkaian proses hidrologi.
Hujan merupakan salah satu bentuk presipitasi uap air yang berasal dari awan yang terdapat di atmosfer.
Bentuk presipitasi lainnya adalah salju dan es. Untuk dapat terjadinya hujan diperlukan titik-titik kondensasi,
amoniak, debu dan asam belerang. Titik-titik kondensasi ini mempunyai sifat dapat mengambil uap air dari
udara. Satuan curah hujan selalu dinyatakan dalam satuan millimeter atau inchi namun untuk di Indonesia
satuan curah hujan yang digunakan adalah dalam satuan millimeter (mm).
Curah hujan merupakan ketinggian air hujan yang terkumpul dalam tempat yang datar, tidak menguap, tidak
meresap, dan tidak mengalir. Curah hujan 1 (satu) milimeter artinya dalam luasan satu meter persegi pada
tempat yang datar tertampung air setinggi satu milimeter atau tertampung air sebanyak satu liter.
Intensitas hujan adalah banyaknya curah hujan persatuan jangka waktu tertentu. Apabila dikatakan
intensitasnya besar berarti hujan lebat dan kondisi ini sangat berbahaya karena berdampak dapat menimbulkan
banjir, longsor dan efek negatif terhadap tanaman.
Hujan merupakan unsur fisik lingkungan yang paling beragam baik menurut waktu maupun tempat dan hujan
juga merupakan faktor penentu serta faktor pembatas bagi kegiatan pertanian secara umum. Oleh karena itu
klasifikasi iklim untuk wilayah Indonesia (Asia Tenggara umumnya) seluruhnya dikembangkan dengan
menggunakan curah hujan sebagai kriteria utama ( Lakitan, 2002). Bayong (2004) mengungkapkan bahwa
dengan adanya hubungan sistematik antara unsur iklim dengan pola tanam dunia telah melahirkan pemahaman
baru tentang klasifikasi iklim, dimana dengan adanya korelasi antara tanaman dan unsur suhu atau presipitasi
menyebabkan indeks suhu atau presipitasi dipakai sebagai kriteria dalam pengklasifikasian iklim.

2. Tipe Hujan
Hujan dibedakan menjadi empat tipe, pembagiannya berdasarkan factor yang menyebabkan terjadinya hujan
tersebut :
a. Hujan Orografi
Hujan ini terjadi karena adanya penghalang topografi, udara dipaksa naik kemudian mengembang dan
mendingin terus mengembun dan selanjutnya dapat jatuh sebagai hujan. Bagian lereng yang menghadap angin
hujannya akan lebih lebat dari pada bagian lereng yang ada dibelakangnya. Curah hujannya berbeda menurut
ketinggian, biasanya curah hujan makin besar pada tempat-tempat yang lebih tinggi sampai suatu ketinggian
tertentu.
b. Hujan Konvektif
Hujan ini merupakan hujan yang paling umum yang terjadi didaerah tropis. Panas yang menyebabkan udara
naik keatas kemudian mengembang dan secara dinamika menjadi dingin dan berkondensasi dan akan jatuh
sebagai hujan. Proses ini khas buat terjadinya badai guntur yang terjadi di siang hari yang menghasilkan hujan
lebat pada daerah yang sempit. Badai guntur lebih sering terjadi di lautan dari pada di daratan.
c. Hujan Frontal
Hujan ini terjadi karena ada front panas, awan yang terbentuk biasanya tipe stratus dan biasanya terjadi hujan
rintik-rintik dengan intensitas kecil. Sedangkan pada front dingin awan yang terjadi adalah biasanya tipe
cumulus dan cumulunimbus dimana hujannya lebat dan cuaca yang timbul sangat buruk. Hujan front ini tidak
terjadi di Indonesia karena di Indonesia tidak terjadi front.
d. Hujan Siklon Tropis
Siklon tropis hanya dapat timbul didaerah tropis antara lintang 0°-10° lintang utara dan selatan dan tidak
berkaitan dengan front, karena siklon ini berkaitan dengan sistem tekanan rendah. Siklon tropis dapat timbul
dilautan yang panas, karena energi utamanya diambil dari panas laten yang terkandung dari uap air. Siklon
tropis akan mengakibatkan cuaca yang buruk dan hujan yang lebat pada daerah yang dilaluinya.

3. Distribusi Hujan
Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena keragamannnya sangat tinggi baik
menurut waktu maupun menurut tempat. Oleh karena itu kajian tentang iklim lebih banyak diarahkan pada
hujan. Berdasarkan pola hujan, wilayah Indonesia dapat dibagi menjadi tiga (Boerema, 1938), yaitu pola
Monsoon, pola ekuatorial dan pola lokal.
Pola Moonson dicirikan oleh bentuk pola hujan yang bersifat unimodal (satu puncak musim hujan yaitu
sekitar Desember). Selama enam bulan curah hujan relatif tinggi (biasanya disebut musim hujan) dan enam
bulan berikutnya rendah (bisanya disebut musim kemarau). Secara umum musim kemarau berlangsung dari
April sampai September dan musim hujan dari Oktober sampai Maret.
Pola equatorial dicirikan oleh pola hujan dengan bentuk bimodal, yaitu dua puncak hujan yang biasanya
terjadi sekitar bulan Maret dan Oktober saat matahari berada dekat equator. Pola lokal dicirikan oleh bentuk
pola hujan unimodal (satu puncak hujan) tapi bentuknya berlawanan dengan pola hujan pada tipe moonson
(Gambar 1).
Gambar 1. Pembagian wilayah Indonesia menurut pola (Modified from DPI-Australia, 2002)
Curah hujan diukur dalam satuan milimeter (mm). Pengukuran curah hujan dilakukan melalui alat yang
disebut penakar curah hujan dan diukur setiap jam 07 pagi waktu setempat.

ALAT UKUR KLIMATOLOGI

1.1Kajian Teori
Lama penyinaran surya adalah lamanya surya bersinar cerah sampai kepermukaan bumi dalam periode satu hari,
diukur dalam jam. Halangan terhadap sinar matahari kepermukaan bumi terutama awan, aerosols dan kabut.
Kecerahan dapat juga terganggu oleh benda-benda penyusun atmosfer lainnya. Lama penyinaran ditulis dalam
satuan jam sampai nilai-nilai persepuluhan atau sering ditulis dalam nilai persen perhari. (Anonim,2007 )Suhu
dinyatakan sebagai derajat panas atau dingin yang diukur berdasarkan Skala tertentu dengan menggunakan
termometer. Satuan Suhu yang biasa digunakan adalah derajat celcius, sedangkan di Inggris dan dibeberapa
negara lainnya dinyatakan dengan derajat fahrenheit.

Termometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur suhu (derajat panas atau dingin) suatu
benda.Termometer menggunakan zat yang mudah berubah sifat akibat perubahan suhu (sifat termometrik
benda). Raksa (Hg) dan Alkohol mudah memuai akibat perubahan suhu, sifat termometrik inilah yang dipakai
pada termometer zat cair.
Pembuatan skala pada termometer memerlukan dua titik referensi yaitu titik tetap bawah dan titik tetap
atas. Titik tetap bawah dipilih titik beku air dan titik tetap atas dipilih titik didih air pada tekanan udara 1
atmosfer.

Termohigrograf merupakan kombinasi dari termograf dan higrograf yang menggunakan selembar pias dengan
dua skala. Pada alat ini terdapat dua sensor yaitu sensor bimetal dan sensor rambut. Bimetal adalah gabungan
dari dua macam logam yang berbeda koefisien mjuainya sehingga apabila terpanaskan akan berubah bentuk
(melengkung). Salah satu ujung dari bimetal dijepit pada kerangka alat dan ujung yang lainnya dihubungkan
dengan tangkai pena pencatat. Sensor rambut dapat menggunakan rambut ekor kuda atau rambut manusia.
Rambut ini akan memanjang dan memendek menurut kandungan air yang ada diudara. Sensor dihubungkan
dengan tangkai pencatat yang menekan pada pena. Termohigrograf ini digunakan untuk mencatat suhu dan
kelembapan secara kontinyu

Termometer tanah adalah sebuah termometer yang khusus dirancang untuk mengukur suhu tanah. Alat ini
berguna pada perencanaan penanaman dan juga digunakan oleh para ilmuwan iklim, petani, dan ilmuwan tanah.
Suhu tanah dapat memberikan banyak informasi yang bermanfaat, terutama pemetaan dari waktu ke waktu.
Ciri-ciri dari termometer tanah adalah pada bagian skala dilengkungkan, namun ada juga yang tidak
dilengkungkan. Hal ini dibuat untuk memudahkan dalam pembacaan termometer dan menghindari kesalahan
paralaks.
Suhu tanah adalah kunci dalam mengambil keputusan penanaman. Jika tanah terlalu dingin, tanaman
bisa mati. Sebagian orang dapat menggunakan pedoman seperti tanggal terbaru, suhu udara ruangan, dan waktu
tahun, namun pengukuran suhu tanah bisa sangat penting untuk memastikan bahwa tanah tersebut siap untuk
musim tanam. Demikian pula orang yang memonitor iklim dan kondisi tanah menggunakan termometer tanah
dalam pekerjaan mereka.
Prinsip kerja termometer tanah hampir sama dengan termometer biasa, hanya bentuk dan panjangnya
berbeda. Pengukuran suhu tanah lebih teliti daripada suhu udara. Perubahannya lambat sesuai dengan sifat
kerapatan tanah yang lebih besar daripada udara.

Termometer Higrometer adalah sejenis alat untuk mengukur tingkat kelembapan pada suatu tempat. Biasanya
alat ini ditempatkan di dalam bekas (container) penyimpanan barang yang memerlukan tahap kelembapan yang
terjaga seperti dry box penyimpanan kamera. Kelembapan yang rendah akan mencegah pertumbuhan jamur
yang menjadi musuh pada peralatan tersebut.
Hygrometer mempunyai prinsip kerja yaitu dengan menggunakan dua thermometer.

Termometer higrometer otomatis Sebuah hygrometer / h aɪ ɡ r ɒ m ɪ t ə / adalah alat yang digunakan untuk
mengukur kadar air di lingkungan. Kelembaban instrumen pengukuran biasanya mengandalkan pengukuran dari
beberapa kuantitas lainnya seperti suhu, tekanan, massa atau perubahan mekanis atau listrik di suatu zat sebagai
kelembaban diserap. Dengan kalibrasi dan perhitungan, jumlah ini diukur dapat menyebabkan pengukuran
kelembaban. Perangkat elektronik modern menggunakan suhu kondensasi, atau perubahan listrik kapasitansi
atau resistensi untuk mengukur perubahan kelembaban.

Termometer maks min, Termometer Maksimum dan Minimum adalah alat untuk mengukur suhu maksimum
dan minimum dalam jangka waktu tertentu. Termometer dipasang dengan alat penunjuk skala yang terletak
diatas permukaan air raksa. Termometer jenis ini pertama kali diperkenalkan oleh James Six Bellani yang
kemudian lebih dikenal dengan termometer maksimum-minimum six bellani.
Termometer Maksimum Minimum bekerja dengan adanya katup pada leher tabung dekat bohlam. Saat suhu
naik, air raksa didorong ke atas melalui katup oleh gaya pemuaian. Saat suhu turun, air raksa tertahan pada
katup dan tidak dapat kembali ke bohlam membuat air raksa tetap di dalam tabung. Pembaca kemudian dapat
membaca temperatur maksimum selama waktu yang telah ditentukan. Untuk mengembalikan fungsinya,
termometer harus diayun dengan keras.

Psikometer sling, Psikrometer terdiri dari Termometer Bola Basah (TBB) dan Termometer Bola Kering (TBK).
TBK menunjukan suhu udara, TBBdigunakan untuk mencatat kelembaban udara dengan bantuan Table. Pada
TBB, bola air raksaharus selalu basah dengan menggunakan Kain muslin yang selalu basah oleh air murni.
RHdibaca dari tabel pembacaan TBB terhadap ∆TBK-TBB. Pada waktu pembacaan terlebih dulu dibaca
termometer bola kering kemudian termometer bola basah. Suhu udara yangditunjukkan oleh termometer bola
kering lebih mudah berubah daripada suhu termometer bola basah
Kelebihan psikrometer tipe sling:
• Memiliki ketelitian yang cukup tinggi dibanding psikometer lain
• Mudah dioperasikan karena relatif sederhana
Kekurangan alat ini:
• Perhitungannya agak rumit karena harus menghitung temperatur pada TBB danTBK dulu
• Pengukuran tidak optimal karena mendapat pengaruh dari pengamat/ pengukur ketika mengoperasikan alat ini

Anemometer adalah sebuah perangkat yang digunakan untuk mengukur kecepatan angin, dan merupakan salah
satu instrumen yang digunakan dalam sebuah stasiun cuaca. Istilah ini berasal dari kata Yunani anemos, yang
berarti angin. Anemometer pertama adalah alat pengukur jurusan angin yang ditemukan oleh oleh Leon Battista
Alberti. Anemometer dapat dibagi menjadi dua kelas: yang mengukur angin dari kecepatan, dan orang-orang
yang mengukur dari tekanan angin, tetapi karena ada hubungan erat antara tekanan dan kecepatan, yang
dirancang untuk satu alat pengukur jurusan angin akan memberikan informasi tentang keduanya.

Higrometer rambut adalah sebuah alat pengukur kelembaban udara dengan satuan persen yang menggunakan
prinsip muai panjang rambut dimana rambut akan memanjang ketika kelembaban udara bertambah. Adapun
rambut yang digunakan adalah rambut manusia atau kuda yang sudah dihilangkan lemaknya yang kemudian
dikaitkan dengan pengungkit (engsel) yang dihubungkan dengan jarum yang menunjuk kepada skala sehingga
memperbesar perubahan skala dari perubahan kecil dari panjangnya rambut.Secara umum kelembaban (Relative
Humidity) adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan jumlah uap air yang ada di udara dan
dinyatakan dalam persen dari jumlah uap air maksimum dalam kondisi jenuh. Dan alat yang dapat digunakan
untuk mengukur kelembaban udara (Relative Humidity) adalah Higrometer.

Alat Pengukur Curah Hujan & Cara Kerjanya


Hujan merupakan peristiwa dimana turunnya titik-titik air atau kristal hujan es dari awan sampai ke
permukaan tanah.
Curah hujan (dalam satuan mm) merupakan ketinggian air hujan yang terkumpul dalam tempat yang
datar, tidak menguap, tidak meresap, dan tidak mengalir.
Alat untuk mengukur jumlah curah hujan yang turun ke permukaan tanah (per satuan luas) disebut
dengan penakar hujan. Jadi, curah hujan yang diukur sebenarnya adalah tebalnya atau tingginya permukaan air
hujan yang menutupi suatu daerah luasan di permukaan bumi.
Sebagai contoh: Di satu lokasi pengamatan curah hujannya 10 mm, itu berarti lokasi tergenang oleh air hujan
setinggi atau tebalnya sekitar 10 mm (millimeter).
Berdasarkan mekanismenya, alat pengukur curah hujan dibagi menjadi dua golongan yaitu penakar hujan tipe
manual dan penakar hujan tipe otomatis (perekam).
A. Penakar Hujan Tipe Manual

Alat penakar hujan manual pada dasarnya hanya berupa container atau ember yang telah diketahui diameternya.
Pengukuran hujan dengan menggunakan alat ukur manual dilakukan dengan cara air hujan yang tertampung
dalam tempat penampungan air hujan tersebut diukur volumenya setiap interval waktu tertentu atau setiap satu
kejadian hujan. Dengan cara tersebut hanya diperoleh data curah hujan selama periode tertentu. Alat penakar
hujan manual ada dua jenis, yaitu:

Corong

Penampung

Kran

Gelas Ukur

1. Penakar Hujan Ombrometer Biasa

Penakar hujan ini tidak dapat mencatat sendiri (non recording),bentuknya sederhana terbuat dari seng plat
tingginya sekitar 60cm di cat alumunium, ada juga yang terbuat dari pipa paralon tingginya 100 cm.
Prinsip kerja Ombrometer menggunakan prinsip pembagian antara volume air hujan yang ditampung dibagi
luas mulut penakar. Ombrometer biasa diletakan pada ketinggian 120-150 cm. Kemudian luas mulut penakar
dihitung, volume air hujan yang tertampung juga dihitung. Cara pengamatan:

 Pengamatan dilakukan setiap hari pada pukul 07.00 waktu setempat atau pada jam-jam tertentu
 Letakan gelas penakar di bawak kran dan kran dibuka agar airnya tertampung ke dalam gelas ukur
 Jika curah hujan melebihi 25mm sebelum mencapai skala 25mm kran dapat ditutup dahulu dan
dilakukan pencatatan. Lalu dilanjutkan sampai air dalam baik habis dan dicatat
 Pembacaan curah hujan pada gelas penakar dilakukan tepat pada dasar menikusnya
 Bila dasar menikus tidak tepat pada garis skala, diambil garis skala yang terdekat dengan menikusnya
 Bila dasar menikus tepat pada pertengahan antara dua garis skala, diambil atau dibaca ke angka ganjil,
misal 17,5mm menjadi 17mm, 24,5 mm menjadi 25 mm.
2. Penakar Hujan Ombrometer Observatorium

Penakar hujan tipe observatorium adalah penakar hujan manual yang menggunakan gelas ukur untuk
mengukur air hujan. Penakar hujan ini merupakan penakar hujan yang banyak digunakan di Indonesia dan
merupakan standar di Indonesia. Penakar ombrometer observatorium memiliki kelebihan, yaitu mudah
dipasang, mudah dioperasikan, dan pemeliharaanya juga relatif mudah.
Kekurangannya adalah data yang didapat hanya untuk jumlah curah hujan selama periode 24 jam, beresiko
kerusakan gelas ukur, dan resiko kesalahan pembacaan dapat terjadi saat membaca permukaan dari tinggi air di
gelas ukur sehingga hasilnya dapat berbeda. Prinsip kerja alat ini adalah:
 Saat terjadi hujan (baca: jenis-jenis hujan), air masuk ke dalam corong penakar.
 Air yang masuk ke dalam penakar dialirkan dan terkumpul di dalam tabung penampung.
 Pada jam-jam pengamatan air hujan yang tertampung diukur dengan menggunakan gelas ukur.
 Apabila jumlah curah hujan yang tertampung melebihi kapasitas gelas ukur, maka pengukuran
dilakukan beberapa kali hingga air hujan yang tertampung dapat terukur semua.

B. Penakar Hujan Tipe Otomatis

Alat ukur hujan otomatis adalah alat penakar hujan yang mekanisme pencatatan hujannya bersifat otomatis
( perekam ). Dengan menggunakan alat ini dapat mengukur curah hujan tinggi maupun. Dengan demikian
besarnya intensitas curah hujan dapat ditentukan.

Pada dasarnya alat hujan otomatis ini sama dengan alat pengukur manual yang terdiri dari tiga komponen
yaitu corong, bejana pengumpul dan alat ukur. Perbedaanya terletak pada komponen bejana dan alat ukurnya
dibuat secara khusus. Alat Penakar hujan otomatis diantaranya:

3. Penakar Hujan Tipe Hellman

Pada umumnya penakar hujan tipe Hellman yang dipakai oleh BMKG yaitu Rain Fues yang diimpor dari
Jerman, walaupun ada penakar tipe ini yang buatan dalam negeri.
Cara kerja penakar hujan tipe ini yaitu:
 Jika hujan turun, air hujan masuk melalui corong, kemudian terkumpul dalam tabung tempat
pelampung
 Air hujan ini menyebabkan pelampung serta tangkainya terangkat atau naik ke atas
 Pada tangkai pelampung terdapat tongkat pena yang gerakannya selalu mengikuti tangkai pelampung
 Gerakan pena dicatat pada pias
 Jika air di tabung hampir penuh, pena akan mencapai tempat teratas pada pias
 Setelah air mencapai lengkungan selang gelas, maka berdasarkan sistem siphon otomatis air dalam
tabung akan keluar sampai ketinggian ujung selang dan tabung.
 Bersamaan dengan keluarnya air tangki pelampung dan pena turun dan menggoreskan garis vertikal
 Jika hujan masih turun, maka pelampung akan naik kembali
 Curah hujan dihitung dengan menghitung garis-garis vertikal

4. Penakar Hujan Tipe Bendix

Penakar hujan otomatis yang lainnya yaitu tipe bendix yang sekilas terlihat seperti tiang bendera namun ini
merupakan salah satu penakar hujan otomatis yang cara kerjanya cukup simple.
Cara kerja penakar hujan tipe bendix ini adalah:
 Penakar hujan tipe bekerja dengan cara menimbang air hujan
 Air hujan ditampung dalam timbangan yang sudah disediakan.
 Melalui cara mekanis hasil dari timbangan ini ditransfer melalui jarum petunjuk berpena (alat
pencatat)
 Maka akan diketahui curah hujan melalui penimbangan air yang ditransferkan dari jarum petunjuk ke
dalam kertas pias

5. Penakar Hujan Tipe Tilting Siphon

Ada pula penakar hujan otomatis tipe tilting siphon. Alat ini mengukur curah hujan dari intensitas hujan secara
kontinyu. Cara kerja dari penakar hujan tipe ini adalah:
 Prinsip kerja alat tipe siphon ini yaitu air hujan ditampung di dalam tabung penampung
 Bila penampung penuh maka tabung menjadi miring
 Siphon mulai bekerja mengeluarkan air dalam tabung ketika penampun dalam keadaan penuh
 Setiap pergerakan air dalam tabung tercatat pada pias sama seperti alat penakar hujan otomatis lainnya
 Maka dapat diketahui curah hujan yang terkumpul dari pergerakan airnya
 Biasanya waktu pengukurannya dilakukan selama 24 jam dan akan di cek setiap harinya dalam waktu
yang tidak sama
6. Penakar Hujan Tipping Bucket

Pengukuran yang dilakukan dengan tipping bucket cocok untuk akumulasi hujan yang berjumlah di atas 200
mm/jam atau lebih. Prinsip kerjanya sederhana, yaitu:
 Air hujan akan masuk melalui corong penakar, dan kemudian mengalir untuk mengisi bucket.
 Setiap jumlah air hujan yang masuk sebanyak 0.5 mm atau sejumlah 20 ml maka bucket akan
berjungkit dimana bucket yang satunya akan dan siap untuk menerima air hujan yang masuk
berikutnya.
 Pada saat bucket berjungkit inilah pena akan menggores pias 0.5 skala (0.5 mm).
 Pena akan menggores pias dengan gerakan naik dan turun.
 Dari goresan pena pada skala pias dapat diketahui jumlah curah hujannya.

7. Penakar Hujan Tipe Floating Bucket

Penakar hujan otomatis lainnya adalah penakar hujan tipe floating bucket. Penakar hujan tipe ini digunakan
untuk memfasilitasi perekaman hujan jarak jauh.
Prinsip mekanisme kerja alat penakar hujan otomatis floating bucket adalah:
 Corong menerima air hujan, yang dikumpulkan dalam wadah persegi panjang.
 Dengan memanfaatkan gerakan naik pelampung yang ada dalam bejana akibat tertampungnya hujan.
 Pelampung ini berhubungan dengan sistem pena perekam di atas kertas berskala yang menghasilkan
rekaman data hujan.
 Alat ini dilengkapi dengan sistem pengurasan otomatis
 Pada saat air hujan yang tertampung mencapai kapasitas penerimaanya akan dikeluarkan dari bejana
dan pena akan kembali pada posisi dasar kertas rekaman data hujan.
8. Penakar Hujan Tipe Weighing Bucket

Jenis alat penakar hujan ini terdiri dari corong penangkap air hujan yang ditempatkan di atas ember penampung
air yang terletak di atas timbangan yang dilengkapi dengan alat pencatat otomatis.
Cara kerja alat ini adalah:
 Alat pencatat otomatis pada timbangan dihubungkan ke permukaan kertas grafik yang tergulung pada
sebuah kaleng silinder.
 Dengan demikian setiap terjadi hujan, air hujan tertampung oleh corong akan dialirkan ke dalam ember
yang terletak di atas timbangan.
 Setiap ada penambahan air hujan ke dalam ember dapat tercatat pada kertas grafik.
 Setiap periode waktu tertentu gulungan kertas dilepaskan untuk dianalisis.

9. Penakar Hujan Tipe Optical

Penakar hujan tipe optical memiliki sensor untuk menangkap curah hujan sehigga disebut juga sebagai optical
sensor. Penakar hujan ini bekerja dengan sensor lokal karena baru terekam ketika hujan mengenai sensor yang
terpasang. Cara kerja dari penakar hujan tipe optical adalah:

 Penakar hujan tipe ini memiliki beberapa saluran.


 Di setiap saluran terdapat diode laser dan photoresistor detector untuk mendeteksi gambar yang
terekam oleh sensor.
 Saat air (baca: ekosistem air) telah terkumpul untuk membuat single drop lalu jatuh ke batang laser.
 Sensor diatur di angle yang tepat sehingga laser bisa langsung mendeteksi seperti lampu flash.
 Flash dari photodeterctor ini bisa dibaca dan dikirim ke recorder.

Itulah tadi jenis-jenis alat pengukur curah hujan yang digunakan untuk mencatat curah hujan di berbagai
wilayah bumi.

CURAH HUJAN DAN PERIODE ULANG

A. Frekwensi Curah Hujan

Cara perkiraan untuk mendapatkan frekwensi kejadian curah hujan dengan intensitas tertentu yang
digunakan dalam perhitungan pengendalian banjir , rancangan drainasi dan lain – lain adalah hanya dengan
menggunakan data pengamatan yang lalu. Jika data pada sebuah titik pengamatan itu lebih dari 20 tahun,
maka frekwensi atau perkiraan data hidrologi itu dapat diperoleh dengan cara perhitungan kemungkinan
tersebut.

Perhitungan frekwensi ini adalah cara seperti yang digunakan Amerika Serikat, yakni cara tahun-
stasiun (station - year method) yang menjumlahkan banyaknya titik-titik pengamatan dengan banyaknya
tahun - tahun pengamatan. Cara ini memperkirakan frekwensi dengan menjumlahkan banyaknya tahun
pengamatan pada titik – titik pengamatan dalam daerah tersebut. Umpamanya jika terdapat data selama 20
tahun pada setiap 10 titik pengamatan, maka dianggap bahwa harga maksimum dari data-data ini
mempunyai frekwensi sekali dalam 10 x 20 = 200 tahun, yang kedua (maksimum) sekali dalam 200 x ½ =
100 tahun dan ketiga (maksimum) sekali dalam 200 x 1/3= 67 tahun.

Cara ini adalah cara yang paling sederhana, tanpa penyelesaian secara statistik. Penerapannya cara
ini dapat diadakan untuk daerah yang mempunyai kondisi meteorologi yang sama, bukan seperti daerah
pegunungan.

B. Distribusi Curah Hujan dan Periode Ulang (return period)

1. Distribusi curah hujan

Distribusi curah hujan adalah berbeda – beda sesuai dengan jangka waktu yang ditinjau yakni
curah hujan tahunan ( jumlah curah hujan dalam setahun), curah hujan bulanan (jumlah curah hujan
sebulan), curah hujan harian ( jumlah curah hujan 24 jam), curah hujan perjam. Harga – harga yang
diperoleh ini dapat digunakan untuk penentuan prospek dikemudian hari dan akhirnya untuk
perancangan sesuai dengan tujuan yang dimaksud.

Distribusi curah hujan (rainfall) di suatu daerah digambarkan dengan Isohyet (garis) , dapat
menggunakan data tahunan hasilnya berupa Isohyet tahunan, data bulanan bahkan data harian. Peta
Isohyet yang dibuat ketelitiannya tergantung pada kepadatan pos penangkaran hujan (jumlah pos
penangkaran hujan per satuan luas). Distribusi hujan yang jatuh di suatu wilayah dari waktu ke waktu
polanya tidak sama.

Umpamanya data curah hujan disusun dan dibagi dalam selang 10 mm. Frekwensi tiap bagian
dapat diperoleh dan dinyatakan dalam histogram (grafik). Jika frekwensi itu dinyatakan dengan garis
lengkung yang baik, maka dapat diperoleh sebuah kurva frekwensi. Gambar dibawah ini menunjukkan
kurva – kurva frekwensi data curah hujan tahunan, curah hujan bulanan, curah hujan 10 hari dan curah
hujan harian. Dari gambar – gambar ini dapat dilihat bahwa distribusi curah hujan adalah distribusi
asymetris, meskipun distribusi curah hujan jangka waktu yang panjang seperti curah hujan tahunan
hampir mendekati distribusi symmetris.

Setelah fungsi distribusi yang


paling cocok untuk distribusi itu didapat,
maka hal – hal sebagai berikut dapat
diketahui:

berapa panjang rata – rata perioda


kejadian atau berapa banyak kali rata –
rata terjadinya suatu curah hujan harian
melampaui suatu harga tertentu dalam
suatu perioda tertentu.

Adapun distribusi frekwensi normal


(lengkung frekwensi normal) yang persamaannya menurut Gauss ialah :
Distribusi menurut lengkung ini merupakan suatu distribusi simetris, berbentuk seperti topi, distribusi
kontinyu, secara teoritis menyatakan distribusi dari kesalahan – kesalahan sembarang terhadap rata –
ratanya atau yang disebut Hukum Gauss tentang kesalahan – kesalahan, atau juga Hukum Gaaus
tentang probabilitas Probabilitas adalah suatu ukuran mengenai kemungkinan – kemungkinan obyektif
untuk terjadinya suatu peristiwa sembarang.

Hukum Gauss tentang probabilitas adalah alat dasar dan alat yang paling sederhana untuk analisa
frekwensi. Karena itu hukum ini dipakai untuk analisa banjir – banjir pada masa – masa permulaan
dahulu.

2. Kemungkinan terlampau dan kemungkinan tak terlampau (probability of exceedance and non –
exceedanc)

Kemungkinan W(xi) data hidrologi (curah hujan, debit dan lain - lain) (x) melampaui suatu harga
tertentu (xi), disebut kemungkinan terlampau dari (xi), dan kemungkinan S(xi) data (x) tidak melampaui
suatu nilai tertentu (xi), disebut kemungkinan tidak terlampau dari (xi).

Umpama suatu data curah hujan tahunan telah di catat selama n tahun. Data ini disusun mulai
dari harga terkecil, kemudian dibuatkan kurva frekwensi sesuai cara dikemukakan dalam (1). Kurva ini
disebut kurva kemungkinan kerapatan (probability censity curve) dan fungsi yang sesuai dengan kurva ini
disebut fungsi kemungkinan kerapatan.

Umpanya fungsi itu adalah f(x) Kemungkinan terlampau dari xi W(xi) adalah luas bagian
bergaris pada gambar. 3-10 yakni:
3. Periode ulang ( return period)

Jika laju suatu suatu data hidrologi (x) mencapai sesuatu harga tertentu xi atau kurang dari
(xi). Di perkirakan terjadi kurang sekali dalam T tahun, maka T tahun ini di anggap sebagai periode
ulang dari (xi). (xi) ini disebut data dengan kemungkinan T tahun. (Jika data itu berupa data curah hujan
harian, maka disebut curah hujan harian kemungkinan T tahun). Kemungkinan suatu curah hujan harian
melampaui 200 mm dinyatakan dengan rumus (3.27):

W(xi)= f(x) dx

Jadi, umpamanya jumlah hari hujan rata – rata dalam satu tahun adalah i, maka dalam satu
tahun dapat diperkirakan bahwa kemungkinan curah hujan harian itu melampaui 200 mm adalah nW(x)
dan dalam T tahun adalah nW(x)T. Panjang tahun T dengan kemungkinan sama dengan 1 disebut
perioda ulang (return period).

Seperti telah dikemukakan diatas, periode ulang itu dapat dengan mudah dihitung jika fungsi
kerapatan f(x) dari curah hujan yang telah diketemukan.

Periode ulang adalah perioda waktu rata – rata yang diharapkan terjadi di antara dua kejadian
yang berurutan. Hal ini sering kali di salah artikan sebagai suatu hal yang secara statiska dibenarkan
bahwa dua hal (peristiwa banjir misalnya) akan terjadi secara berurutan dengan waktu yang tetap.
Perioda ulang ( Tr) adalah bilangan terbalik dari kementakan (p):

Tr =1/p…………………………………………..(6.19)

Katakanlah bahwa curah hujan satu hari dengan intensitas 300 mm (banjir besar) akan terjadi
100 kali dalam kurun waktu 1000 tahun. Kementakan untuk terjadinya banjir besar sekali dalam waktu
1000 tahun adalah 0,1 (100/1000). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa perioda ulang banjir di
tempat tersebut adalah 10 tahun (1/0,1). Tetapi, pada periode waktu tahun 10 tahun tersebut ada
kemunkinan terjadi beberapa kali banjir besar atau tidak sama sekali. Menjadi jelas bahwa data debit/
curah hujan 10 tahun tidak memadai untuk memprakirakan terjadinya banjir 10 tahunan.

Menyadari keterbatasan persamaan ( 6.19), maka Tr biasanya diprakirakan dari data curah
hujan serial tahunan dengan bentuk persamaan :
Tr= (n + 1)/m …………………………………..……….. (6.20)
n = jumlah tahun yang diamati,
m = peringkat (ranking) yang akan ditentukan dari data curah hujan/debit.

Curah hujan/debit terbesar dalam kurun waktu 10 tahun ditentukan sebagai peringkat 1, curah
hujan terbesar kedua sebagai peringkat 2, dan demikian seterusnya. Katakanlah untuk peringkat 2
adalah curah hujan dengan intensitas 12 cm dalam 24 jam. Jadi besarnya periode ulang, Tr = (10 +
1)/2= 5,5 tahun untuk curah hujan 12 cm atau lebih besar.
Berikut ini adalah langkah-langkah yang harus dilakukan untuk membuat kurva frekuensi
banjir (flood-frequency cuerva) seperti:
a. Susun data curah hujan/debit menurut peringkatnya, dari nilai terbesar ke nilai terkecil
b. Tentukan kedudukan plot dari rumus p= m(n+1)

Dalam analisis distribusi peluang untuk menentukan suatu variat dengan nilai tertentu yang dapat
diharapkan terjadi dari suatu penomena dengan nilai tertentu yang dapat diharapkan terjadi dari suatu
penomena hidrologi pada periode ulang tertentu, sudah pasti mengandung suatu resiko kehancuran atau
kegagalan (risk of failure), atau kemungkinan nilai dari variat tersebut terjadi sekali atau lebih selama
umur proyek (life time). Secara umum besarnya resiko tersebut dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan sebagai berikut :

Berdasarkan persamaan (3.105), maka dapat diperkirakan tingkat resiko dari suatu proyek
yang tergantung dalam penentuan periode ulang.

C. Cara Memperkirakan Kemungkinan Curah Hujan

Hal – hal utama yang telah dikemukakan adalah analisa frekwensi data hidrologi, bagaimana
fungsi f (x) yang menggambarkan distribusi asymetris dari kurva kemungkinan kerapatan dan bagaimana
harga kemungkinan terlampau W(x) yang kecil itu atau harga kemungkian tak terlampau S(x) itu telah
diperkirakan.

Penyelidikan – penyelidikan yang banyak mengenai distribusi curah hujan telah berlangsung terus.
Penyelidikan – penyelidikan itu dapat diklasifikasikan sebagai berikut
(1) cara yang menggunakan distribusi normal : cara ini adalah untuk menghitung distribusi normal yang
didapat dengan merubah variable distribusi asymetris (x) ke dalam logaritma kedalam akar pangkat n,
cara ini disebut juga cara iwai.
(2) cara yang menggunakan langsumg kurva asymetris kemungkinan kerapatan ; cara – cara yang
digunakan adalah jenis distribusi eksponensial dan distribusi harga ekstrim.
(3) cara yang mengkombinasikan cara 1 dan 2.

Cara iwai

Kurva kemungkinan kerapatan dari curah hujan harian maksimum atau debit air maksimum
dalam 1 tahun, tidak merupakan sebuah kurva distribusi normal tetapi sebuah kurva asymmetris.
Perhitungan cara Iwai dapat diterangkan dengan sebuah contoh dimana :
Perkiraan kasar periode ulang atau curah hujan yang mungkin, lebih mudah dilakukan dengan
menggunakan kertas kemungkinan. Kertas kemungkinan normal (normal probability paper) digunakan
untuk curah hujan tahunan yang mempunyai distribusi yang hampir sama dengan distribusi normal dan
kertas kemungkinan logaritmis normal (logarithmic – normal probability paper) digunakan untuk
curah hujan harian maksimum dalam setahun yang mempunyai distribusi normal logaritmis.

Contoh data Grafik perkiraan curah hujan harian yang mungkin dengan kertas yang kemungkinan
logaritmis, dengan data sebagai berikut :
Perioda ulang (tahun) 10 50 100 200 500
Curah hujan harian yang 215 295 330 365 410
mungkin (mm)

Gmb. 3-12 Perkiraan curah hujan harian yang mungkin dengan kertas kemungkinan logaritmis (1)

RUMUS DAN CONTOH SOAL KLASIFIKASI IKLIM MENURUT SCHMIDT-FERGUSON

Klasifikasi iklim menurut Schmidt-Ferguson berdasarkan jumlah rata-rata bulan basah dan bulan kerring. Bulan
basah adalah bulan dengan rata-rata curah hujan dalam satu bulan kurang dari 60 mm/bln. Sedangkan bulan
basah adalah bulan dengan rata-rata curah hujan dalam sebulan lebih dari 100mm/bln. Curah hujan rata-rata
perbulan 60-100mm/bln diabaikan.
Klasifikasi iklim menurut Schmidt-Ferguson dilambangkan dengan nilai Q. Nilai Q diperoleh dari hasil
pembangian jumlah bulan kering dibagi jumlah bulan basah dikali 100 %.
Rumus:
Q = Jumlah bulan kering / Jumlah bulan basah x 100 %
Setelah diketahui nilai Q yang diperoleh dari hasil pembangian jumlah bulan kering dibagi jumlah bulan basah.
Langkah berikutnya dalah mencari nilai Q dalam tabel klasifikasi nilai Q menurut tipe iklim Schmidt-Ferguson.
Tabel tipe iklim menurut Schmidt-Ferguson
Tipe Iklim Nilai Q Keterangan
A 0,000 - 0,143 Sangat basah
B 0,143 - 0,333 Basah
C 0,333 - 0,600 Agak basah
D 0,600 - 1,000 Sedang
E 1,000 - 1,670 Agak Kering
F 1,670 - 3,000 Kering
G 3,000 - 7,000 Sangat kering
H > 7,000 Luar biasa kering
Contoh 1 Mudah:
Sebuah kota memiliki jumlah bulan kering sebanyak 3 bulan dan jumlah bulan basah sebnyak 6 bulan. Menurut
Schmidt-Ferguson, tipe kota tersbut adalah tipe iklim?
a. basah d. agak kering
b. agak basah e. kering
c. sedang
Jawab:
Q = jmlh bulan kering / jmlh bulan basah x 100 %
Q = 3 / 6 x 100 %
Q = 0,5 x 100 %
Q = 50 %
Q = 0,5 ( dijadikan angka desimal)
Lihat tabel tipe iklim menurut Schmidt-Ferguson, angka Q=0,5 terdapat pada tipe iklim C yaitu antara 0,333 -
0,600. Jadi, klasifikasi iklim kota tersebut menurut Schmidt-Ferguson adalah tipe iklim C = agak basah
Contoh 2 Sedang:
Perhatikan tabel curah hujan di bawah ini: (mm/bln)
Januari 120 Juli 35
Pebuari 110 Agustus 40
Maret 80 September 101
April 70 Oktober 109
Mei 45 Nopember 130
Juni 50 Desember 160
Berdasarkan data di atas, menurut Schmidt-Ferguson kota tersebut memiliki tipe iklim?
Jawab:
Jumlah bln kering (curah hujan <60mm/bln) = 4 bln
Jumlah bln basah (curah hujan >100mm/bln) = 6 bln
Q = jmlh bln kering / jmlh bln basah x 100 %
Q = 4 / 6 x 100 %
Q = 0,667 x 100 %
Q = 66,7 %
Q = 0,667
Lihat tabel tipe iklim menurut Schmidt-Ferguson, angka Q=0,667 terdapat pada tipe iklim D yaitu antara 0,666
- 1,000. Jadi, klasifikasi iklim kota tersebut menurut Schmidt-Ferguson adalah tipe iklim D = sedang.

CARA MENENTUKAN PERHITUNGAN CURAH HUJAN

Dalam studi pengembangan sumber daya air, seperti studi tentang neraca air, diperlukan data atau informasi
tentang besarnya presipitasi rata – rata di suatu DAS. Adanya variabilitas spesial curah hujan di suatu tempat
mengharuskan penempatan alat yg realistik. penakar hujan sedemikian rupa sehingga dapat diperoleh prakiraan
besarnya presipitasi rata – rata di daerah kajian yang lebih realistik.
Cara – cara perhitungan curah hujan dari pengamatan curah hujan di beberapa titik misalnya cara rerata
aljabar, cara polygon Thiessen, cara garis isohyets, cara garis potongan antara ( intersection line method), dan
cara dalam elevasi ( depth-elevation method).

1. CARA RERATA ALJABAR


Cara yang paling sederhana adalah adalah dengan melakukan perhitungan rata – rata arimatik (aljabar)
dari rerata presipitasi yang diperoleh dari seluruh alat penakar hujan yang digunakan. Cara ini dianggap cukup
memadai sepanjang digunakan di daerah yang relative landai dengan variasi curah hujan yang tidak terlalu besar
serta penyebaran alat penakar hujan diusahakan seragam. Kedaan seperti ini sering tidak dapat dijumpai
sehingga perlu cara lain yang lebih memadai.

Keterangan :
R = Curah hujan rerata tahunan ( mm )
n = Jumlah stasiun yang digunakan
R1 + R2 + R3 +Rn = Curah hujan rerata tahunan di tiap titik pengamatan (mm)

2. CARA POLIGON THIESSEN


Metode ini digunakan secara luas karena dapat memberikan data memberikan data presipitasi yang lebih
akurat, karena setiap bagian wilayah tangkapan hujan diwakili secara proposional oleh suatu alat penakar hujan.
Dengan cara ini, pembuatan gambar polygon dilakukan sekali saja, sementara perubahan data hujan per titik
dapat diproses secara cepat tanpa menghitung lagi luas per bagian poligon.

Keterangan :
R = Curah hujan rerata tahunan (mm)
R1,R2,R3 = Curah hujan rerata tahunan di tiap titik pengamatan (mm)
Rn = Jumlah titik pengamatan
A1,A2 = Luas wilayah yang dibatasi polygon
A = Luas daerah penelitian
Cara membuat polygon Thiessen

a. Mengambil peta lokasi stasiun hujan di suatu DAS


b. Menghubungkan garis antar stasiun 1 dan lainnya hingga membentuk
segi tiga
c. Mencari garis berat kedua garis, yaitu garis yang membagi dua sama
persis dan tegak lurus garis
d. Menguhubungkan ketiga garis berat dari segi tiga sehingga membuat
titik berat yang akan membentuk polygon.

3. CARA GARIS ISOHYET


Peta Isohyet digambarkan pada peta topografi berdasarkan data curah hujan (interval 10 – 20 mm) pada
titik pengamatan di dalam dan sekitar daerah yang dimaksud.
Luas bagian daerah antara dua garis isohyets yang berdekatan diukur dengan planimeter. Harga rata – rata dari
garis – garis isohyets yang berdekatan yang termasuk bagian – bagian daerah itu dapat dihitung. Curah hujan
daerah dihitung menurut persamaan seperti dibawah ini,

Keterangan :
R = Curah hujan rerata tahunan
A1, A2 = Luas bagian antar dua garis isohyets
R1, R2, Rn = Curah hujan rata – rata tahunan pada bagian A1, A2, …. ,
An

Cara ini adalah cara rasoinal yang terbaik jika garis – garis isohyets dapat digambarkan dengan teliti.
Akan tetapi jika titik – titik pengamatan itu banyak sekali dan variasi curah hujan di daerah bersangkutan besar,
maka pada pembuatan peta isohyets ini akan terdapat kesalahan – kesalahan si pembuat ( individual error).
Namun teknik perhitungan curah hujan dengan menggunakan metode ini menguntungkan karena
memungkinkan dipertimbangkannya bentuk bentang lahan dan tipe hujan yang terjadi, sehingga dapat
menunjukkan besarnya curah hujan total secara realistis.

4. CARA GARIS POTONGAN ANTARA (Intersection line method)


Merupakan penyederhanaan dari cara isohyets. Garis – garis potong (biasanya dengan jarak 2 – 5 km)
berupa kotak digambar pada peta isohyets. Curah hujan pada titik perpotongan dihitung dari perbandingan jarak
titik ke garis – garis isohyets yang terdekat. Rata – rata jarak curah hujan titik – titik perpotongan di ambil
sebagai curah hujan daerah. Ketelitian cara ini agak kurang apabila dibandingkan dengan isohyet.

5. CARA DALAM ELEVASI (Depth elevation method)


Teori yang menyatakan curah hujan semakin besar seiring kenaikan elevasi, sehingga dapat dibuat
diagram mengenai hubungan elevasi titik – titik pengamatan dan curah hujan. Kurva ini (biasanya berbentuk
garis lurus) dapat dibuat dengan cara kuadrat terkecil ( Least square method) skala 1/50.000 atau yang lainnya,
luas bagian antara garis kontur selang 100m sampai 200m dapat diukur. Curah hujan untuk setiap elevasi rata –
rata dapat diperoleh dari diagram tersebut, sehingga pada daerah yang bersangkutan dapat dihitung menurut
persamaan sebagai berikut

Keterangan :
R = Curah hujan rerata tahunan
A1, A2 = Luas bagian antar dua garis isohyets
R1, R2, Rn = Curah hujan rata – rata tahunan pada bagian A1, A2, …. , An
Cara ini adalah cara rasional yang terbaik jika garis-garis Isohyet dapat digambar dengan teliti. Akan
tetapi jika titik-titik pengamatan itu banyak sekali dan variasi curah hujan didaerah bersangkutan besar, maka
pada pembuatan peta Isohyet ini akan terdapat kesalahan-kesalahan si pembuat (individual error).

Perhitungan Hujan Rencana dengan Distribusi Probabilitas Log Pearson Type III

rumus yang digunakan dalam metode Distribusi Probabilitas Log Pearson Type III adalah sebagai
berikut :
_____
Log XT = Log X + (KT x S Log X)

Keterangan rumus :
Log XT = nilai logaritma hujan rencana dengan periode ulang T
_____
Log XT = nilai rata-rata dari log X = Σ Log Xi
______

n
0,5
S Log X = Deviasi standar dari Log X =
S Log X = Σ(Log Xi – LogX)2
_____________
10 -1
KT = variabel standar, besarnya tergantung koefisien kepencengan (Cs atau G pada tabel frekuensi K T untuk
Distribusi Log Perason Type III)
Contoh Perhitungan !
Untuk contoh perhitungan kita masih gunakan data curah hujan maksimum (Xi) yang digunakan pada
pembahasan sebelumnya dan kita akan coba hitung hujan rencana periode ulang 2 tahun, 5, 20, 50 dan 100
tahun menggunakan metode Distribusi Probabilitas Log Pearson Type III
Tahun Xi (mm) Log Xi ____ ____
( Log Xi – Log X )2 ( Log Xi – Log X )3

2004 134 2,1271 0,0049 -0,00034


2005 173 2,2380 0,0016 0,00006
2006 241 2,3820 0,0341 0,00632
2007 131 2,1172 0,0063 -0,00050
2008 121 2,0827 0,0130 -0,00149
2009 126 2,1003 0,0093 -0,00090
2010 106 2,0253 0,0295 -0,00507
2011 138 2,1398 0,0032 -0,00018
2012 234 2,3692 0,0296 0,00509
2013 245 2,3891 0,0368 0,00708
Σ 1649 21,9711 0,1688 0,01005

Rata-rata 164,9 2,1971 0,0168 0,00100

*) Hitung nilai rata-rata Log X :


____
Log X = Σ Log Xi
______
n

= 21,9711
________
10
= 2,1971

*) Hitung S log X (deviasi standar dari Log X)

Pertama cari nilai Cs terlebih dahulu :*) Hitung nilai KT


____
Cs = n x Σ(Log Xi – LogX) 3 10 x 0,00100
_________________ = _________________ = 0,054

(n-1) (n-2) (S Log X)3 (10-1) (10-2) (0,1369)3

Nilai Cs yang sudah didapat dipakai untuk mencari nilai T pada lampiran Tabel Frekuensi KT untuk Distribusi
Log Pearson Type III, maka didapat :
T = 2 dan Cs = 0,541 maka nilai KT = - 0,018
T = 5 dan Cs = 0,541 maka nilai KT = 0,837
T = 20 dan Cs = 0,541 maka nilai KT = 1,685
T = 50 dan Cs = 0,541 maka nilai KT = 2,108
T = 100 dan Cs = 0,541 maka nilai KT = 2,401
Hujan rencana untuk periode ulang 2 tahun (X2) :
_____
1. Log X2 = Log X + (KT x S Log X) = 2,1971 + (-0,018 x 0,1369)
= 2,1946
X2 = 156,53 mm
2. Hujan rencana untuk periode ulang 5 tahun (X5) :
_____
Log X5 = Log X + (KT x S Log X) = 2,1971 + (0,837 x 0,1369)
= 2,3116
X5 = 204,92 mm
3. Hujan rencana untuk periode ulang 20 tahun (X20) :
_____
Log X20 = Log X + (KT x S Log X) = 2,1971 + (1,685 x 0,1369)
= 2,4277
X20 = 267,73 mm
4. Hujan rencana untuk periode ulang 50 tahun (X50) :
_____
Log X50 = Log X + (KT x S Log X) = 2,1971 + (2,108 x 0,1369)
= 2,4856
X50 = 305,91 mm
5. Hujan rencana untuk periode ulang 100 tahun (X100) :
_____
Log X100 = Log X + (KT x S Log X) = 2,1971 + (2,401 x 0,1369)
= 2,5257
X100 = 335,50 mm
Demikianlah hasil perhitungan hujan rencana dengan metode Distribusi Probabilitas Log Pearson Type
III, untuk periode ulang 2 tahun, 5, 20, 50 dan 100 tahun. (*)
Perhitungan Ulang Distribusi Probabilitas Gumbel
Beberapa waktu lalu telah dibahas perhitungann hujan rencana dengan Distribusi Probabilitas Gumbel
tapi tidak secara gamblang dan periode ulang tahunnya pun tidak sinkron dengan beberapa periode ulang yang
dibahas pada metode berikutnya yakni 2 tahun, 5, 20, 50 dan 100 tahun. Oleh karena itu harus disinkronkan
periode ulangnya agar bisa dilakukan perbandingan antar empat metode yang digunakan dalam perhitungan
hujan rencana.
Nah, berikut rumus untuk perhitungan Distribusi Probabilitas Gumbel di bawah ini. Kelihatannya agak
berbeda dari rumus sebelumnya, itu cuma kelihatannya saja tapi sebenarnya sama saja, karena rumus
sebelumnya merupakan penjabaran dari rumus ini
___
XT = X + S x K
dimana :
XT = hujan rencana (mm)
_
X = nilai rata-rata dari hujan
S = Standar deviasi dari data hujan
K = Faktor frekuensi Gumbel : K = Yt – Yn
_______

Sn
Yt = reduced variate (lampiran tabel)
Sn = reduced standar (lampiran tabel)
Yn = reduced mean (lampiran tabel)
Contoh Perhitungan
Diketahui data hujan harian maksimum 10 tahun pengamatan seperti tertera dalam tabel. Hitunglah besar curah
rencana dengan periode ulang 2 tahun, 5, 20, 50 dan 100 tahun berdasarkan Distribusi Probabilitas Gumbel.
Tabel Perhitungan Parameter Statistik
__
Tahun Xi (mm) (Xi – X )2 *) Hitung nilai rata-rata ( X )
2004 134 954,81 __
X = Σ (Xi)
2005 173 65,61 ______
2006 241 5791,21
2007 131 1149,21 n

2008 121 1927,21 = 1649


2009 126 1513,21 ________
2010 106 3469,21
10
2011 138 723,61
2012 234 4774,81 = 164,9
2013 245 6416,01 *) Hitung Deviasi Standar (S)
Σ 1649 26784,9
_ 0,5 0,5
Rata-rata 164,9
S = Σ( Xi – X) 2
= 26784,9
Stand dev 54,55 _______ _______ (bentuk akar bisa
disederhanakan menjadi X 0,5)

10 -1 9

= 54,55
*) Hitung Faktor Frekuensi (K) dan Hujan Rencana (XT)
Dengan jumlah data (n) = 10 maka didapat nilai Sn dan Yn yang diambil dari lampiran :
Sn 0,9497
Yn 0,4952
Nilai Yt yang diambil lampiran
Periode Ulang Yt
T (tahun)
2 0,3065
5 1,4999
20 2,9702
50 3,9019
100 4,6001
Lalu kemudian hitung hujan rencana untuk periode ulang 2 tahun, 5, 20, 50 dan 100 tahun dengan Y t untuk
masing-masing periode ulang dan hasil perhitungannya tertera dalam tabel di bawah ini;
Tabel Perhitungan Hujan Rencana dengan Distribusi Probabilitas Gumbel
Periode Ulang Yt K (Faktor Frekuensi) Hujan Rencana (mm)
T (tahun) ___
K = Yt – Yn XT = X + (S x K)
_____
Sn
2 0,3065 -0,1986 154,06
5 1,4999 1,0579 222,61
20 2,9702 2,6060 307,07
50 3,9019 3,5871 360,59
100 4,6001 4,3223 400,69
Rekap Hasil Perhitungan Hujan Rencana Untuk Empat Metode yang Dipakai
Periode Ulang Hujan Rencana (mm)
Gumbel Normal Log Normal Log Pearson Type III
1 2 3 4 5
X2 tahun 154,06 164,9 157,43 156,53
X5 tahun 222,61 210,72 205,11 204,92
X20 tahun 307,07 254,36 264,00 267,73
X50 tahun 360,59 276,72 295,12 305,91
X100 tahun 400,69 292,00 328,15 335,50

EVAPORASI DAN EVAPOTRANSPIRASI


Penguapan / evaporasi ialah proses perubahan molekul dalam kondisi cair (seperti air) dengan spontan menjadi
gas (uap air). Proses ini ialah kebalikan dari kondensasi.
Kondensasi / pengembunan ialah perubahan wujud benda ke wujud yang lebih padat, contohnya gas menjadi
cairan. Kondensasi terjadi saat uap didinginkan menjadi cairan, tapi dapat juga terjadi jika sebuah uap
dikompresi (tekanan ditingkatkan) menjadi cairan atau mengalami kombinasi dari pendingin serta kompresi.
Cairan yang sudah terkondensasi dari uap dikenal dengan kondensat.
Kondensasi uap menjadi cairan ialah lawan dari penguapan (evaporasi) & menggunakan proses eksothermik
(melepas panas). Air yang sudah Nampak di luar gelas air yang dingin di hari yang panas ialah kondensasi.

Umumnya penguapan bisa dilihat dari lenyapnya cairan secara terus menerus saat terpapar pada gas dengan
volume signifikan.

Rata-rata molekul tak mempunya energi yang cukup untuk lepas dari cairan. Jika tidak cairan akan berubah
menjadi uap dengan cepat. Saat molekul-molekul saling bertumbuhkan mereka saling bertukar energi di
berbagai derajat, tergantung bagaimana mereka bertumbukan. Kadang transfer energi ini sangat berat sebelah
sehingga salah satu molekul memperoleh energi yang cukup buat menembus titik didih cairan. Jika ini terjadi di
dekat permukaan cairan molekul itu bisa terbang ke dalam gas dan menguap.

Ada cairan yang Nampak tak menguap pada suhu tertentu di dalam gas tertentu (contoh: minyak makan di suhu
kamar). Cairan ini mempunyai molekul-molekul yang cenderung tak menghantar energi satu sama lain dalam
pola yang cukup buat member satu molekul “kecepatan lepas” energi panas yang dibutuhkan untuk berubah
menjadi uap. Tapi cairan ini sebenarnya menguap, hanya saja prosesnya lebih lambat dan karenanya lebih tak
terlihat.
Penguapan ialah bagian esensial dari siklus air. Uap air di udara akan berkumpul dan menjadi awan.
Lantaran pengaruh suhu, partikel uap air yang berukuran kecil bisa bergabung (berkondensasi) menjadi butiran
air dan turunlah hujan. Siklus air terjadi terus-menerus. Energi surya menggerakkan penguapan air dari danau,
samudera, embun serta sumber air lainnya. Dalam hidrologi penguapan & transpirasi (yang melibatkan
penguapan di dalam stomata tumbuhan) dengan kolektif diistilahkan sebagai evapotranspirasi.

Dalam menghitung evapotranspirasi potensial banyak metode yang bisa digunakan, salah satu metode untuk
menghitung evapotranspirasi potensial yang paling sering dipakai yaitu metode Pennman Modifikasi. Rumus
Penmman Modifikasi membutuhkan lebih banyak data terukur, yaitu suhu udara bulanan rerata (t, 0C),
kelembaban relatif bulanan rerata (RH, %), kecerahan matahari bulanan (n/N, %),

kecepatan angin bulanan rerata (u, m/s), dan letak lintang daerah yang ditinjau. Perhitungan ETo berdasarkan
rumus Penmann di daerah Indonesia adalah sebagai berikut
ETo = c x ETo*
ETo* = W (0,75 Rs – Rn1) + (1 – W). f(u). (ea – ed)
dengan :
W = faktor yang berhubungan dengan suhu dan elevasi
Rs = radiasi gelombang pendek, dalam satuan evaporasi ekivalen (mm/hari)
Rs = (0,25 + 0,54 n/N) Ra
Ra = radiasi gelombang pendek yang memenuhi batas luar atmosfir atau angka angot (mm/hari)
Rn1 = radiasi bersih gelombang panjang (mm/hari)
Rn1 = f(t).f(ed).f(n/N) (2-31)
f(t) = fungsi suhu

f(t) =
f(ed) = fungsi tekanan uap
f(ed) = 0,34 – (0,044.ed0,5)
f(n/N) = fungsi kecerahan
f(n/N) = 0,1 + (0,9.n/N)
f(U) = fungsi kecepatan angin pada ketinggian 2 meter (m/dt)
f(U) = 0,27 (1 + 0,864 U)
(ea-ed) = perbedaan tekanan uap jenuh dengan tekanan uap yang sebenarnya
ed = ea . RH
ea = tekanan uap sebenarnya yang besarnya berhubungan t
RH = kelembaban udara relatif (%)
c = angka koreksi Pennman yang besarnya mempertimbangkan perbedaan cuaca

1. Metode Penman
Rumus dasar perhitungan evaporasi dari muka air bebas adalah:
keterangan:

E = evaporasi dari permukaan air bebas (mm/hari, 1 hari = 24 jam)


Ho = net radiation (cal/cm2/hari) = kemiringan kurva hubungan tekanan uap
yang diselidiki (mmHg/oC)
Konstanta Psychrometri (=0,485 mmHg/oC)
L = panas latent dari evaporasi sebesar 0,1 cm3 (= 59 cal)
Nilai Ex dapat dicari dengan:
Ex = 0,35 (0,5 + 0,5 U2) ( e Sat –e2)
Dengan:
V2 = kecepatan angin ketinggian 2 m (m/det)
e sat = tekanan uap jenuh (mmHg)
e2 = tekanan uap aktual ketinggian 2 m (mmHg)
Persamaan Penman tersebut dapat dijabarkan agar menjadi mudah perhitungannya, yaitu:

I. I. merupakan nilai  sebagai fungsi temperatur


II. merupakan nilai (a + b n/N)
a dan b = konstanta
n = lamanya sinar matahari
N = panjang hari 9 jam
III. nilai H yang merupakan fungsi garis lintang
IV. nilai dari 118.10-19 (273 + Tz)4, merupakan fungsi suhu
V. nilai dari , merupakan fungsi tekanan uap aktual pada ketinggian 2 m

VI. nilai dari 0.2+0.8 n/N


VII. nilai dari 0.485x0.35 (0.5+0.54u)
VIII. nilai dari tekanan uap (esat)
Contoh perhitungan penman, dalam tabel di bawah ini telah diketahui data data untuk menghitung model
penman

Bulan april Nilai


I 1,67
II 0,4144
III 835
IV 971,2
V 0,110
VI 0,42
VII 0,140
VIII 28,68
e2 21,78
E 4,409
Jawaban :
Bulan April

I T = 28,2 °C (dari data tabel 1) 1,67

II n/N = 0,28 (dari data tabel 2B) 0,4144

III = 10 x – 8200 = 8350


10 x = 8350
x = 8350/10
x = 835
IV T = 28,2 °C (dari data tabel 4) 971,2
V e2 = 21,78 (dari data tabel 5) 0,110
VI n/N = 0,28 (dari data tabel 6) 0,42
VII U2 = 0,58 (dari data tabel 7a) 0,140
VIII T = 28,2 °C (dari data tabel 8) 28,68

Dari data di atas maka dapat di hitung besar nya evaporasi , dengan menggunakan rumus :
E = (I/59 (0,94 x II x III-IV x V x VI)+ VII ( VIII-℮2))/(I+0,485)

E= (1,67/59 (0,94 x 0,4144x 835-971,2 x0,110x 0,42)+ 0,140 ( 28,68-21,78))/(1,67+ 0,485)

= (0,028 (325,26256-44,86944)+ 0,966)/2,155


= 4,409 mm/hari

2. Evapotranspirasi Metode Thornwaite

Contoh soal (evapotranspirasi model Thornthwaite) :


Kita akan menghitung evapotranspirasi potensial cara Thornthwaite untuk bulan Juli 1947 dengan suhu rata-rata
bulanan sebesar 30oC. Dari pengamatan bertahun-tahun didapat suhu rata-rata bulanan, yang dengan demikian
dapat dihitung indeks panasnya
seperti berikut :
Bulan troC I atau j
1 -5 0,00
2 0 0,00
3 5 1,00
4 9 2,43
5 13 4,25
6 17 6,38
7 19 7,55
8 17 6,38
9 13 4,25
10 9 2,43
11 5 1,00
12 0 0,00
Jumlah 35,67
Jawab :
Dik : to = 30oC
I = indeks panas total = 35,67
a = 675 x 10-9 I3 – 771 x 10-7 I2 + 178 x 10-4 I + 0,498
= 1,6 x 10-2 I + 0,5
= 1,6 x 10-2 x 35,67 + 0,5
a = 1,070
Dit : Ep ?
Jawab :
EP = 1.6 X (10 X T )^a / I
EP = 15, 45 cm/hari atau 154,5 mm/hari

3. Turc-Lungbein
Contoh perhitungan Turc-Lungbein jika diketahui data yang di perlukan dalam perhitungan metode
Turc-Lungbein seperti pada tabel di bawah ini
Data Bulan April
Lambang data Nilai
T 27.23
Eo 1.573,27264
Eo2 2.475.186,8
P 3.834
E 1.466,09876
Contoh Perhitungan di bulan april tahun 2004 Mencari nilai Eo
Menentukan nilai P Eo = 325 + 21 T + 0,9 T2
P = ∑ curah hujan tahunan T = rata-rata temperature tahunan
N= 3.834 = (∑▒〖T° januari-desember〗)/12
= 27,36

Eo = 325 + 21(27,23) + 0,9 (27,23)2 Mencari nilai E


= 325 + 574,56+ 0,9 (748,5696) E = P/√(0,9+ P²/Eo²)
= 325 + 1.248,27264 = (3.834 )/√(0,9+ ((3.834 )²)/((1.573,27264)²))
= 1.573,27264 = (3.834 )/√(0,9+ 14.669.556/2.475.186,8)
= (3.834 )/(√( ) 6,838766319)
= (3.834 )/2,615103501
= 1.466,09876 mm/hari
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Anda mungkin juga menyukai