Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM

AGROKLIMATOLOGI
Pengukuran Curah Hujan

Oleh :
Arum Setiawati (19024010051)
Muhammad Hafidhul Wahyi (19024010074)
Dian Enggar Lintang Pertiwi (19024010121)

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hujan merupakan satu bentuk presipitasi yang berwujud cairan yang terbentuk
apabila titik air yang terpisah jatuh ke bumi dari awan. Hujan memainkan peran
penting dalam siklus hidrologi. Lembaban dari laut mnguap, berubah menjadi
awan, terkumpul menjadi awan mendung, lalu turun kembali ke bumi, dan
akhirnya kambali ke laut melalui sungai untuk menanggulangi daur ulang itu.

Data hujan dianalisa untuk mengetahui jeluknya( rainfall depth ), jujuh hujan
(rainfall duration) dan kelebatan hujan ( rainfall intensity ). Sifat-sifat hujan
tersebut penting diketahui karena ia berperan atas terjadinya ruoff (limpasan),
erosi, dan dapat menentukan dan berpengaruh pada peristiwa dan kejadian alam,
peristiwa boiligik, dan lain-lainnya. Pendataan hujan, seperti pendataan unsur-
unsur iklim lainnnya diperlakukan untuk digunakan dalam hampir setiap
perencanaan di bidang pertanian, pembangunan jembatan, gedung dan lain-lain.
Pendataan hujan dan unsur iklim lainnya sering diperlukan untuk menunjang
penelitian yang berkenaan dengan alam.

Untuk mengetahui rata-rata curah hujan diperlukan data curah hujan dari
beberapa stasiun yang berada ada wilayah tersebut. Data dari beberapa stasiun
pengamatan tersebut rata-rata aritmatika, rata-rata berbobot (poligon hiessen) atau
dari rata-rata menurut isohyet (dari luasan sub wilayah). Isohyet adalah garis yang
menghubungkan tempaat-tempat yang menerima curah huajn yang sama. Jumlah
air hujan di ukur menggunakan pengukur hujan atau omborometer. Ia dinyatakan
sebagai kedalaman air yang terkumpul pada permukaan datar, dan diukur kurang
lebih 0,25mm. Satuan curah hujan menurt SI adalah millimeter, yang merupakan
penyingkatan dari liter per meter persegi.

Curah hujan dibatasi sebagai tinggi air (dalam mm) yang diterima di
permukaan sebelum mengalami aliran permukaan, evaporasi dan peresapan/
perembesan ke dalm tanah. Jumlah hari hujan umumnya di batasi dengan jumlah
dengan curah hujan 0,5 mm atau lebih. Jumlah hari hujan dapat dinyatakan per-
minggu,dekade,bulan,tahun atau periode tanam (tahap pertumbuhan tanaman).
Intensitas hujan adalah curah hujan dibagi dengan selang waktu terjadinya hujan.

Demikian pula untuk kelebatan atau intensitas hujan. Pada satu kejadian hujan
kelebatan hujan dapat berubah-ubah. Hujan konvektif adalah suatu jenis hujan
yang dihasilkan dari naiknya udara yang hangat dan lembab karena mendapat
radiasi yang kuat. Hujan orografis adalah tipe hujaan yang terbentuk dari naiknya
udara secara paksa oleh penghalang lereng-lereng gunung. Hujan siklonik adalah
hujan yang dihasilkan oleh awan udara yang bergerak dalam skala besar akibat
dari pembelokkan konvergensi angin secara secara vertical karena terdapatnya
tekanan rendah. Hujan frontal adalah yang terbentuk dari massa udara panas yang
dipaksa naik melintasi lapisan massa udara dingin.

Distribusi curah hujan dilapangan beragam menurut waktu dan tempat. Untuk
memperoleh gambaran curah hujan yang respresentatif disuatu wilayah yang luas
diperlukan waktu pengamatan yang cukup panjang dan kerapatan alat yang
propesional. Kerapatan penempatan alat dengan pertimbangan sebaran tipe
hujan ,tofografi dengan lingkungan dari suatu tempat. Hujan merupakan salah satu
penentu dan pengendali iklim ,saat datang hujan dan periode musim hujan pun
bisa berbeda untuk setiap kawasan yang berbeda. Sifat-sifat hujan perlu diketahui
karena itu berperan atas terjadinya limpasan ,erosi dan dapat menentukan dan
berpengaru pada peristiwa dan kejadian alam,peristiwa biologic dan lain-lain.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dilakukannya praktikum pengukuran curah hujan adalah untuk


memahami cara pengukuran curah hujan dengan umbrometer tipe observatorium.

1.3 Manfaat

Adapun tujuan dilakukannya praktikum pengukuran curah hujan yaitu agar


praktikan memahami proses dan teknik pengukuran curah hujan, serta mengetahui
jumlah dan intensitasnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Hujan adalah kebasahan yang jatuh ke bumi dalam bentuk cair. Butir-butir
hujan mempunyai garis tengah 0,08 – 6 mm. Hujan terdapat dalam beberapa
macam yaitu hujan halus, hujan rintik-rintik dan hujan lebat. Perbedaan terutama
pada besarnya butir-butir. Hujan lebat biasanya turun sebentar saja jatuh dari
awan cumulonimbus. Hujan semacam ini dapat amat kuat dengan intensitas yang
besar.

Curah hujan dapat diukur dengan alat pengukur curah hujan otomatis atau
yang manual. Alat-alat pengukur tersebut harus diletakkan pada daerah yang
masih alamiah, sehingga curah hujan yang terukur dapat mewakili wilayah yang
luas. Salah satu tipe pengukur hujan manual yang paling banyak dipakai adalah
tipe observatorium (obs) atau sering disebut ombrometer. Curah hujan dari
pengukuran alat ini dihitung dari volume air hujan dibagi dengan luas mulut
penakar. Alat tipe observatorium ini merupakan alat baku dengan mulut penakar
seluas 100 cm2 dan dipasang dengan ketinggian mulut penakar 1,2 meter dari
permukaan tanah (jumin, 2002)

Alat pengukur hujan otomatis biasanya memakai prinsip pelampung,


timbangan dan jungkitan. Keuntungan menggunakan alat ukur otomatis ini antara
lain seperti, waktu terjadinya hujan dapat diketahui, intensitas setiap terjadinya
hujan dapat dihitung, pada beberapa tipe alat, pengukuran tidak harus dilakukan
tiap hari karena periode pencatatannya lebih dari sehari, dan beberapa keuntungan
lain (Sutedjo, Mul Suryani dan Kartasapoetra. 2005).

Curah hujan dapat diklasifikasikan berdasarkan bentuk atau unsur-unsur


presipitasi yakni pertama, hujan. Hujan adalah butir-butir air yang jatuh ke bumi
dalam bentuk cair. Butir-butir hujan mempunyai garis tengah 0,08 – 6 mm.
Macam hujan yaitu hujan halus, hujan rintik-rintik dan hujan lebat. Perbedaan
terutama pada besarnya butir-butir. Hujan lebat biasanya turun sebentar saja dari
awan cumulonimbus. Hujan semacam ini dapat amat kuat dengan intensitas yang
besar. Kedua salju, terjadi karena sublimasi uap air pada suhu dibawah titik beku.
Bentuk dasar dari slju adalah hexagonal akan tetapi hal ini tergantung dari suhu
dan cepatnya sublimasi. Dan yang ketiga, hujan ES. Hujan es jatuh pada waktu
hujan guntur dari awan cumulonimbus.

Di dalam awan terdapat konveksi dari udara panas dan lembab. Dalam udara
panas dan lembab yang naik secara konvektif, dan terjadilah sublimasi. Bilamana
aliran menjadi lemah, butir-butir air akan turun sehingga sampai pada bahagian
bawah, disini mengisap air sehingga sebagian membeku oleh inti yang sangat
dingin itu. Curah hujan dapat diukur dengan alat pengukur curah hujan otomatis
atau yang manual. Alat-alat pengukur tersebut harus diletakkan pada daerah yang
masih alamiah, sehingga curah hujan yang terukur dapat mewakili wilayah yang
luas.

Salah satu tipe pengukur hujan manual yang paling banyak dipakai adalah tipe
observatorium (obs) atau sering disebut ombrometer. Curah hujan dari
pengukuran alat ini dihitung dari volume air hujan dibagi dengan luas mulut
penakar. Alat tipe observatorium ini merupakan alat baku dengan mulut penakar
seluas 100 cm2 dan dipasang dengan ketinggian mulut penakar 1,2 meter dari
permukaan tanah. ( Jumin, 2002).

Informasi curah hujan diperlukan mengenai jumlah hujan, jumlah hari hujan
dan sebarannya menurut waktu. Kelembaban berkaitan dengan pertumbuhan hama
dan penyakit tertentu pada berbagai tanaman. Suhu berkatan dengan umur
tanaman, pertumbuhan generatif, pembentukan biji, buah dan gangguan fisiologis
lainnya. Angin diperlukan untuk penguapan, penyerbukan, keseimbangan
kandungan udara, bahkan tenaga angin dapat dipakai untuk menggerakan berbagai
alat mekanik pertanian.

Suhu, radiasi surya dan curah hujan mempengaruhi pertumbuhan dan hasil
padi melalui dua cara. Pertama secara langsung, iklim mempengaruhi proses
fisiologis tanaman, seperti pertumbuhan vegetatif, susunan organ-organ
penyimpanan dan pengisian gabah. Kedua secara tidak langsung mempengaruhi
hasil gabah melalui kerusakan oleh hama dan penyakit yang menyerang tanaman.
nformasi iklim yang diperlukan untuk pertanian praktis sifatnya agak bebeda
dengan informasi iklim yang ada sekarang ini tersedia. Yang diperlukan lebih
spesifik antara lain:

1. Informasi wilayah
Berdasarkan sifat iklim suatu wilayah, komoditas pertanian apa yang sesuai di
daerah tersebut untuk dikembangkan mungkin dapat dibedakan atas komoditas
sesuai dan sesuai bersyarat.

2. Informasi Komoditas
Sebagai contoh bila ada orang mau menanam mangga. Dimana daerah yang cocok
iklimnya untuk tanaman tersebut. Kalau dapat dilengkapi dengan informasi sifat
tanah, luas areal, social ekonomi dan lain sebagainya, yang mendukung
pertumbuhan dan produksi mangga. Contoh lain, kalau di Padang Sidempuan
iklim mikro dan sifat tanah telah cocok untuk bertanam Salak dengan
pertumbuhan dan produksi telah maksimal, seharusnya didaerah itu jangan
dikembangkan lagi komoditas lain yang dapat mengganggu areal Salak seperti
Kelapa Sawit dan Karet serta pemukiman.

3. Pola Curah hujan


Pola curah hujan selama satu musim atau satu tahun yang akan datang, sangat
diperlukan untuk merencanakan pertanian. Kapan, berapa lama, berapa banyak
curah hujan pada suatu lokasi tertentu. Secara terinci dapat diinformasikan berapa
persen peluang curah hujan sejumlah yang diharapkan dapat diperoleh. Hal ini
dapat berbeda untuk komoditas yang berbeda pula. Untuk mendukung ini
sebenarnya dari zaman Belanda sampai era tahun 70-an masih sangat banyak
pengamatan curah hujan di Sumatera Utara dengan system kerja sama antara
BMG dengan instansi terkait lainnya. Namun belakangan ini makin sedikit
pengamatan yang berkesinambungan dilaksanakan. Tentu saja berakibat informasi
ini tidak setiap tempat dapat tersedia, padahal dengan system kerja sama tersebut
BMG menyediakan alat dan hasil analisisnya. Instansi terkait yang melakukan
pengamatan dan mengirim data ke BMG.

4. Peluang Kekeringan
Tidak hanya pola curah hujan yang perlu diprakirakan. Peluang terjadinya
kekeringan pun perlu dikaji dengan seksama. Berapa persen peluang terjadinya
kekeringan pada satu waktu didaerah tertentu. Kapan akan terjadinya pun
sebenarnya dapat diprakirakan. Hal ini semua hanya dapat dilakukan jika data
tersedia dengan lengkap di daerah-daerah sentra pertanian khususnya.

5. Peta Iklim
Peta iklim untuk pertanian seyogianya selalu dapat diperbaharui secara berkala,
terutama untuk pola curah hujan dengan data-data mutakhir. Dewasa ini walaupun
Sumatera Utara telah memiliki peta iklim (zone agroklimat menurut Oldeman)
yang disusun tahun 90-an sebenarnya harus selalu di up dating secara berkala
sesuai dengan data-data mutakhir. Persoalan kita adalah data-data mutakhir
volumenya makin menurun. Salah satu penyebabnya adalah, sebelumnya semua
stasiun hujan yang ada, BMG bekerjasama dengan Diperta, Disbun, Dishut dan
PU Pengairan Tk I Sumut, namun setelah Otonomi Daerah belum ada kejelasan
Stasiun Hujan kerjasama yang ada di daerah siapa yang bertanggung jawab secara
structural.
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum Pengukuran Curah Hujan ini di laksanakan pada hari Selasa,


Tanggal 17 Maret 2020. Pukul 13.00-15.00 WIB. Bertempat di Laboratorium
Biologi Dasar, Fakultas Pertanian, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”
Jawa Timur , Surabaya.

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat
1. Umbrometer tipe observatorium
2. Gelas ukur satuan tinggi hujan
3. Alat tulis
4. Selang air dan kran air (kondisi tidak hujan)

3.2.2 Bahan
1. Air
2. Lembar pengamatan (modul)

3.3 Cara Kerja


1. Menyiapkan Alat dan Bahan.
2. Meletakkan Umbrometer di tempat yang datar
3. Menyiram Umbrometer dari atas secara terurai menggunakan selang air
selama 15 menit tanpa jeda
4. Mengukur volume air yang tertampung pada Umbrometer menggunakan
gelas ukur satuan tinggi hujan
5. Menghitung data air yang terkumpul
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan


Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Pengukuran Curah Hujan

Percobaan Waktu Hasil


ke-
Awal (ml) Akhir (ml) Intensitas hujan

1 60 95300 mm3 758,75 mm 3035 mm/jam


menit

4.2 Pembahasan
Hujan merupakan penentu dan pengendali iklim. Hujan di suatu tempat
biasanya tidak sama dengan tempat lain walau sekali pun lokasinya berdekatan.
Saat datang hujan dan periode musim hujan pun bisa berbeda untuk setiap
kawasan yang berbeda. Menurut pola dalam satu hari saat turunnya hujan suatu
daerah bias berbeda-beda ketika sudah memasuki musim hujan. (S. NurMuin,
2008)
Praktikum pengukuran curah hujan dilakukan menggunakan alat penakar
curah hujan tipe Observatorium (Obs) yang disebut Ombrometer. Data yang
didapatkan alat ukur ini berupa curah hujan harian. Curah hujan dari pengukuran
alat ini dihitung dari volume air hujan dibagi luas mulut penakar (S. Nur
Muin,2008).
Prinsip kerja alat ukur curah hujan ini, Jika curah hujan diperkirakan
melebihi ukuran tabung gelas pengukur, maka kran harus ditutup dulu dan
lakukan pembacaan pada tabung gelas pengukur yang sudah berisi air hujan dan
dicatat pada kertas tersendiri. Air yang sudah ditakar tidak boleh dibuang, tetapi
ditampung sementara di tempat lain. Hal ini dilakukan jika terjadi kesalahan
dalam pembacaan awal masih bisa diulangi. Selanjutnya lakukan pembacaan
berikutnya dari air yang tersisa melalui tabung gelas pengukur sampai air yang
ada di dalam penakar hujan habis. Hasil dari catatan yang pertama dan hasil
pengukuran-pengukura berikutnya dijumlahkan sebagai hasil pengukuran curah
hujan yang terjadi pada hari pengamatan tersebut
(Soekirno, 2010).
Curah hujan rata-rata yang turun di berbagai tempat di Indonesia dalam
setahun berkisar antara 500 mm sampai lebih dari 5.000 mm, maka sebenarnya
tidak seluruh wilayah Indonesia mempunyai iklim tropis basah. Curah hujan
sebesar 500 mm setahun sebenarnya sudah mendekati gurun untuk daerah panas.
Ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya iklim “hampir gurun” di beberapa
tempat di Indonesia, di antaranya adalah: (1) letak daerah di pesisir yang arah
pantainya sejajar dengan arah angin, dan (2) letaknya di balik gunung atau
pegunungan yang tinggi (Tukidi, 2007). Intensitas curah hujan berbeda – beda
tergantung pada lamanya curah hujan dan frekuensinya. Kejadiannya curah hujan
setiap wilayah berbeda – beda, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu garis
lintang, faktor ketinggian tempat, faktor jarak dari sumber air, arah angin,
hubungan dengan deretan pegunungan, faktor perbedaan suhu tanha, faktor luas
daratan (Suroso, 2006)
Polacurahhujanspesifikdanberintensitastinggiseperti di Indonesia
membutuhkanpengembangan model prediksicurahhujan terintegrasi
untukmeningkatkanakurasiperkiraancurahhujanlebat yang berpotensibanjir.
Pemodelanitumengacukondisiinteraksidinamislautdanatmosfer di Indonesia, yang
sebagianbesarwilayahnyalautan.Pemodelancurahhujansangatdiperlukan, terutama
di perkotaanterkaitpenataanruangdanmitigasibanjir. (BayongTjasjono, 2007)

Hujanadalahpresipitasi yang jatuhkebumidalambentuk air.


Hujandibedakandariukuranbutir (0,08 – 8 mm), dankejadiannya.
Menurutukurandiameternya :hujangerimis (<2 mm), rintik-rintik (2-4 mm)
danderas (>4 mm). (HasanBasriJumin, 2002). Hasil pengamatan menunjukan dari
luas bidang sebesar 212664 mm2 dengan volume air total 953000 mm 3 dan dalam
waktu selama 15 menit dapat menghasilkan curah hujan sebesar 758,75 mm dan
intensitas hujan sebesar 3035mm/jam.Dilihat dari kategori klasifikasi intensitas
curah hujan tersebut termasuk golongan hujan lebat.
BAB V
KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
1. Hujan merupakan penentu dan pengendali iklim.Pola dalam satu hari saat
turunnya hujan suatu daerah bisa berbeda-beda ketika sudah memasuki
musim hujan.
2. Praktikum pengukuran curah hujan dilakukan menggunakan alat penakar
curah hujan tipe Observatorium (Obs) yang disebut Ombrometer untuk
mendapat data berupa curah hujan harian yang dihitung dari volume air
hujan dibagi luas mulut penakar.
3. Prinsip kerja alat ukur curah hujan yaitu jika curah hujan diperkirakan
melebihi ukuran tabung gelas pengukur, maka kran harus ditutup dulu dan
lakukan pembacaan pada tabung gelas pengukur yang sudah berisi air
hujan dan dicatat pada kertas tersendiri.
4. Curah hujan rata-rata yang turun di Indonesia dalam setahun berkisar
antara 500 mm sampai lebih dari 5.000 mm, yang artinya tidak seluruh
wilayah Indonesia mempunyai iklim tropis basah tetapi mendekati gurun
untuk daerah panas. Beberapa hal yang menyebabkan terjadinya iklim
“hampir gurun” di beberapa tempat di Indonesia adalah:
(1) Letak daerah di pesisir yang arah pantainya sejajar dengan arah angin,
(2) Letaknya di balik gunung atau pegunungan yang tinggi
5. Hasil pengamatan menunjukan dari luas bidang sebesar 212664 mm 2
dengan volume air total 953000 mm3 dan dalam waktu selama 15 menit
dapat menghasilkan curah hujan sebesar 758,75 mm dan intensitas hujan
sebesar 3035mm/jam yang dapat dikategorikan dalam intensitas curah
hujan golongan hujan lebat.

5.2 Saran
Mungkinmelakukanpraktikumpengukuranhujaninilebihbaiksaatturunhujan
agar mendapat data secaranyata.
DAFTAR PUSTAKA

BayongTjasjono, 2007. KlimatologiDasar Landasan Pemahaman Fisika


Atmosfer dan Unsu-unsur Iklim Jurusan Geofisika dan Meteorologi.
FMIPA-IPB: Bogor.

Jumin, HasanBasri, 2002, Dasar-DasarAgronomi, Jakarta: PT. Rajagrafindo.

Muin N.S.2008, PenuntunPraktikumAgroklimatologi. Universitas Bengkulu:


Bengkulu.

Soekirno. 2010. IlmuIklim dan Pengairan. Bina Cipta. Bandung

Suroso, 2006. Analisiscurahhujanuntukmembuatkurva intensity – duration


frequention (IDF) di kawasankabupatenBanyumas. Jurnaltekniksipil.
Vol 3. No. 1 pumakarta :UniversitasJendral Sudirman.

Sutedjo, Mul Suryani dan Kartasapoetra. 2005. Pengantar Ilmu Tanah. PT RINEKA

CIPTA, Jakarta.

Tukidi. 2007. Meteorologi dan Klimatologi. Semarang: JurusanGeografi FIS


UNNES
LAMPIRAN 1. DokumentasiPraktikum

Gambar 6.1
Pengukurancurahhujan
LAMPIRAN 2. Perhitungan Data

Perhitungan:
Volume 953 ml= 953000 mm3 , r=2 cm = 20 mm
luasbidangalatpenakar (L0) = π x r2
=3,14 x 20 mm2
=1256 mm2
Curah hujan harian = CH = V:L
= 953000:1256
= 758,75 mm
Intensitas hujan = I = CH:W
= 758,75:0,25
= 3035 mm/jam

Anda mungkin juga menyukai