Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Curah hujan wilayah merupakan curah hujan yang pengukurannya
dilakukan di suatu wilayah tertentu (wilayah regional). Curah hujan yang
dibutuhkan untuk menyusun suatu rencangan pemanfaatan air dan rencana
pengendalian banjir adalah curah hujan rata-rata diseluruh daerah yang
bersangkutan, bukan hanya curah hujan pada satu titik saja. Data curah hujan
dan debit merupakan data yang sangat penting dalam perencanaan waduk.
Analisis data hujan dimaksudkan untuk mendapatkan besaran curah hujan.
Perlunya menghitung curah hujan wilayah adalah untuk penyusunan suatu
rancangan pemanfaatan air dan rancangan pengendalian banjir
(Sosrodarsosno dan Takeda, 1977).
Oleh karena itu kerapatan pemasangan penakar hujan pada suatu
wilayah harus memperhatikan hujan dan kondisi wilayah. Penentuan hujan
wilayah yang   berdasarkan pada beberapa penakar hujan yang tersebar di
wilayah itu akan semakin baik data yang dihasilkan. Data ini yang kemudian
akan dianalisis hujan wilayahnya, ada 2 metode yang dapat digunakan yaitu
metode poligon Thiessen dan Isohit (Hidayat, 2008).
Tingkat curah hujan di suatu wilayah menjadi salah satu faktor yang
mempengaruhi kondisi lingkungan di daerah tersebut. Seiring dengan
meningkatnya intensitas curah hujan, biasanya selalu ada dampak negatif
yang timbul. Seperti terjadinya banjir dan longsor dimana faktor metrologi
dalam hal ini curah hujan diketahui menjadi penyebab utama bila dilihat dari
intensitas, durasi, serta distribusinya. Tjasyono (2007) menyebutkan khusus
untuk kejadian banjir, terjadinya kerusakan lingkungan dan perubahan fisik
permukaan tanah juga menjadi faktor penting yang dapat menunjang
terjadinya banjir dimana akibat hal tersebut kemampuan dari daya tamping
dan daya simpan terhadap air hujan menjadi berkurang.
Berdasarkan uraian diatas, maka dilakukan praktikum ini yakni
mengenail Analisis Data Curah Hujan Wilayah, karena Sebaran hujan dalam

1
suatu wilayah berbeda-beda, tergantung pada tipe hujan dan kondisi lahan.
Oleh karena itu perlu pengelolaan data curah hujan agar dapat dimanfaatkan
bagi kepentingan manusia dan alam.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum Analisa Curah Hujan Wilayah ini adalah
sebagai berikut:
1. Menentukan curah hujan wilayah
2. Mempelajari hubungan curah hujan dengan rencana kegiatan irigasi dan
drainase.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hujan
Hujan adalah peristiwa jatuhnya cairan (air) dari atmosfer ke
permukaan bumi. Hujan merupakan salah satu komponen input dalam suatu
proses dan menjadi faktor pengontrol yang mudah diamati dalam siklus
hidrologi pada suatu kawasan (DAS). Peran hujan sangat menentukan proses
yang akan terjadi dalam suatu kawasan dalam kerangka satu sistem
hidrologi dan mempengaruhi proses yang terjadi didalamnya (Bayong,
2004).
Air hujan yang terjadi memiliki berbagai macam tipe yaitu
berdasarkan terjadinya yaitu siklonal, zenithal, orografis, frontal dan muson.
Adapun tipe hujan di daerah tropis yaitu hujan konvektif, hujan frontal dan
hujan orografis. Hujan yang terjadi antara daerah satu dengan yang lainnya
berbeda, inilah yang disebut hujan wilayah. Penyusunan suatu rancangan
pemanfaatan dat hujan diperluan data rerata curah hujan di daerah tersebut,
curah hujan daerah dinyatakan dalam m. Sebaran hujan dalam suatu wilayah
tergantung pada tipe hujan dan kondisi lahan (Sosrodarsono, 1987).

2.2 Definisi Curah Hujan


Curah hujan yaitu jumlah air hujan yang turun pada suatu daerah
dalam waktu tertentu. Alat untuk mengukur banyaknya curah hujan disebut
Rain gauge. Curah hujan diukur dalam harian, bulanan, dan tahunan. Curah
hujan yang jatuh di wilayah Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor
antara lain adalah bentuk medan/topografi, arah lereng medan, arah angin
yang sejajar dengan garis pantai dan jarak perjalanan angina diatas medan
datar. Hujan merupakan peristiwa sampainya air dalam bentuk cair maupun
padat yang dicurahkan dari atmosfer ke permukaan bumi (Handoko, 2003).
Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh di permukaan tanah datar
selama periode tertentu yang diukur dengan satuan tinggi milimeter (mm)
diatas permukaan horizontal. Curah hujan juga dapat diartikan sebagai

3
ketinggian air hujan yang terkumpul dalam tempat yang datar, tidak
menguap, tidak meresap dan tidak mengalir (Bayong, 2004).

2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Curah Hujan


Curah hujan setiap wilayah berbeda-beda, hal ini disebabkan oleh
beberapa faktor diantaranya yaitu:
1. Faktor Garis Lintang menyebabkan perbedaan kuantitas curah hujan,
semakin rendah garislintang semakin tinggi potensi curah hujan yang
diterima, karena di daerah lintang rendahsuhunya lebih besar daripada suhu
di daerah lintang tinggi, suhu yang tinggi inilah yang akanmenyebabkan
penguapan juga tinggi, penguapan inilah yang kemudian akan menjadi
hujandengan melalui kondensasi terlebih dahulu.
2. Faktor Ketinggian Tempat, Semakin rendah ketinggian tempat potensi curah
hujan yang diterima akan lebih banyak, karena pada umumnya semakin
rendah suatu daerah suhunya akan semakin tinggi. Jarak dari sumber air
(penguapan), semakin dekat potensi hujanya semakin tinggi.
3. Arah angin, angin yang melewati sumber penguapan akan membawa uap
air, semakin jauhdaerah dari sumber air potensi terjadinya hujan semakin
sedikit. Hubungan dengan deretan pegunungan, banyak yang bertanya,
“kenapa di daerah pegunungan sering terjadi hujan?” hal itu disebabkan uap
air yang dibawa angin menabrak deretan pegunungan, sehingga uap tersebut
dibawa keatas sampai ketinggian tertentu akanmengalami kondensasi, ketika
uap ini jenuh dia akan jatuh diatas pegunungan sedangkandibalik
pegunungan yang menjadi arah dari angin tadi tidak hujan (daerah bayangan
hujan),hujan ini disebut hujan orografik contohnya di Indonesia adalah
angin Brubu.
4. Faktor perbedaan suhu tanah (daratan) dan lautan, semakin tinggi perbedaan
suhu antarakeduanya potensi penguapanya juga akan semakin tinggi.
5. Faktor luas daratan, semakin luas daratan potensi terjadinya hujan akan
semakin kecil, karena perjalanan uap air juga akan panjang (Suroso, 2006).

4
2.4 Metode Perhitungan Curah Hujan
Metode ini digunakan apabila penyebaran stasiun hujan di daerah yang
ditinjau tidak merata, pada metode ini stasiun hujan minimal yang
digunakan untuk perhitungan adalah tiga stasiun hujan. Hitungan curah
hujan rata-rata dilakukan dengan dengan memperhitungkan daerah pengaruh
dari setiap stasiun. Metode Poligon Thiessen banyak digunakan untuk
menghitung hujan rata-rata kawasan. Poligon Thiessen adalah tetap untuk
suatu jaringan stasiun hujan tertentu. Apabila terdapat perubahan jaringan
stasiun hujan seperti pemindahan atau penambahan stasiun, maka harus
dibuat lagi poligon yang baru (Triatmodjo, 2008).
Isohyet adalah garis yang menghubungkan titik-titik dengan kedalaman
hujan yang sama. Pada metode Isohyet, dianggap bahwa hujan pada suatu
daerah di antara dua garis Isohyet adalah merata dan sama dengan nilai rata-
rata dari kedua garis Isohyet tersebut. Metode Isohyet merupakan cara
paling teliti untuk menghitung kedalaman hujan rata-rata di suatu daerah,
pada metode ini stasiun hujan harus banyak dan tersebar merata, metode
Isohyet membutuhkan pekerjaan dan perhatian yang lebih banyak dibanding
dua metode lainnya. (Triatmodjo, 2008).

5
BAB III
METODELOGI PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum ini dilakukan pada hari Jumat, 20 Maret 2020 pukul 13.00-
14.40 WIB. Bertempat di Labolatorium Bioteknologi, Agroekoteknologi,
Fakultas Pertanian, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
3.2 Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan pada Praktikum Analisa Curah Hujan Wilayah
adalah Penggaris, alat tulis, dan kalkulator. Sedangkan bahan yang digunakan
pada praktikum ini adalah data atau peta curah hujan, millimeter block, dan kertas
HVS.

3.3 Cara Kerja


Adapun cara kerja pada praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan dalam praktikum ini.
2. Digambar peta curah hujan pada kertas millimeter block oleh praktikan.
3. Dijelaskan rumus dan juga cara perhitungannya oleh asisten laboratorium
mengenai data curah hujan dengan menggunakan metode Poligon dan Isohit.
4. Dihitung data curah hujan tersebut oleh praktikan.
5. Dicatat hasil perhitungan.

6
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Tabel 1. Hasil Curah Hujan Dengan Metode Poligon
Curah
Luas Area
Hujan AT An.Pn (mm) P
Poligon (An)
(Pn)
A1 = 32,81 km2 100 mm 3281
A2 = 22,88 km2 70 mm 1601,6
A3 = 22,05 km2 90 mm 1984,5
A4 = 23,3 km2 120 mm 177,06 km2 2796 100,12 mm
A5 = 22,6 km2 120 mm 2712
A6 = 27,27 km2 110 mm 2999,7
A7 = 26,15 km2 90 mm 2353,5
TOTAL An.Pn = 17728,3

Tabel 2. Hasil Curah Hujan Dengan Metode Isohit


Curah
Luas Area Isohit
Hujan AT An.Rn (mm) P
(An)
(Rn)
A1 = 7,89 km2 65 mm 512,85
A2 = 25,22 km2 75 mm 1891,5
A3 = 36,82 km2 85 mm 3129,7
A4 = 78,29 km2 95 mm 7437,55
386,55 km2 103,81 mm
A5 = 88,12 km2 105 mm 9252,6
A6 = 89,58 km2 115 mm 10301,7
A7 = 55,31 km2 125 mm 6913,75
A8 = 5,32 km2 130 mm 691,6
TOTAL An.Rn = 40131,25

7
4.2 Pembahasan
Praktikum kali ini yang berjudul “Analisa Curah Hujan Wilayah”
akan membahas mengenai analisa atau perhitungan data curah hujan pada
suatu wilayah dengan menggunakan dua metode, yakni metode polygon
dan metode isohit.
Curah hujan merupakan unsur iklim yang mempunyai variasi besar
baik sebaran waktu dan sebaran tempat. Curah hujan yang terjadi di suatu
wilayah disebut curah hujan wilayah satuan dalam mm. Menurut Wesli
(2008), yang mengatakan bahwa presipitasi (Intensitas curah hujan)
adalah jumlah curah hujan yang dinyatakan dalam tinggi hujan atau
volume hujan tiap satuan waktu, yang terjadi pada satu kurun waktu air
hujanter konsentrasi.
Menurut Loebis (1987), mengatakan bahwa metode yang digunakan
dalam perhitungan curah hujan rata-rata wilayah daerah aliran sungai
(DAS) ada tiga metode, yaitu metode rata-rata aritmatik (aljabar), metode
Poligon Thiessen dan metode Isohyet.
Pada praktikum kali ini digunakan dua metode dalam menganalisa
curah hujan wilayah, yaitu dengan metode Poligon Thiessen dan metode
Isohit. Metode polygon merupakan bobot dari masing-masing stasiun
yang mewakili luasan disekitarnya, biasanya dipakai apabila penyebaran
curah hujan ditempat yang ditinjau tidak merata. Metode polygon ini
banyak digunakan untuk menghitung hujan rata-rata kawasan. Cara kerja
dari metode ini yaitu dengan menghubungkan tiap penakar hujan pada
peta dengan garis tegak lurus antara penakar hujan pada peta dengan garis
tegak lurus antara penakar berdekatan. Gambar garis tegak, lurus yang
ditarik melalui tengah-tengah garis tadi sehingga membentuk poligon,
yang merupakan batas wilayah yang dipengaruhi oleh penakar hujan
bersangkutan. Luas poligon dihitung dengan menggunakan planimeter
atau kertas millimeter block. Sedangkan Metode isohit atau yang biasanya
dikenal sebagai metode rata-rata timbang merupakan metode penentuan
curah hujan wilayah berdasarkan kontur curah hujan wilayah. Kata isohit

8
memiliki pengertian garis yang menghubungkan titik-titik dengan
kedalaman hujan yang sama.
Berdasarkan rumus yang telah ditentukan, maka didapatkan hasil
perhitungan untuk metode polygon yaitu luas areal poligon 1 yaitu 32,81
km2, luas areal poligon 2 didapatkan yaitu 22,88 km2, untuk luas areal
poligon 3 yaitu sebesar 22,05 km2, luas areal poligon 4 yakni sebesar 23,3
km2, luas areal poligon 5 yaitu 22,6 km2, luas areal poligon 6 yaitu 27,27
km2, dan luas areal poligon 7 ialah sebesar 26,15 km2. Stasiun yang
memiliki luas terbesar yaitu stasiun 1 atau luas areal poligon 1 dengan
luas 32,81 km2, sedangkan stasiun yang memiliki luas terkecil yaitu
stasiun 3 dengan luas 22,05 km2. Sehingga didapatkan nilai rata-rata luas
areal totalnya ialah 177.06 km2. Sedangkan untuk curah hujan di masing-
masing stasiun penakar, diantaranya; pada stasiun 1 yaitu 100mm, pada
stasiun 2 yaitu 70mm, pada stasiun 3 yaitu 90mm, pada stasiun 4 ialah
120mm, pada stasiun 5 yaitu 120mm, pada stasiun 6 ialah 110mm, dan
pada stasiun 7 diperoleh 90mm. Wilayah stasiun yang memiliki curah
hujan tertinggi yaitu wilayah stasiun 4 dan 5 yang memiliki curah hujan
120mm, sedangkan wilayah stasiun yang memiliki curah hujan terendah
yaitu wilayah stasiun 2 yang memiliki curah hujan sebesar 70 mm.
Setelah didapatkan masing-masing nilai dari A maupun P maka dapat
diketahui hasil curah hujan rata-rata pada berbagai wilayah, dimana
hasilnya yaitu 100,12mm.
Sedangkan untuk metode isohit, luas area antara dua isohit pada A1
sampai A8 didapatkan secara berturut turut yaitu 7,89 km2, 25,22 km2,
36,82 km2, 78,29 km2, 88,12 km2, 89,58 km2, 55,31 km2, dan 5,32 km2.
Stasiun yang memiliki luas terbesar yaitu stasiun 6 dengan luas 89,58
km2, sedangkan stasiun yang memiliki luas terkecil yaitu stasiun 8 dengan
luas 5,32 km2. Sehingga diperoleh nilai rata-rata luas area total antara
dua isohit yaitu 386,55 km2. Dan untuk nilai curah hujan antara dua isohit
pada peta curah hujan didapatkan hasilnya secara berturut-turut dari P1
sampai P8 ialah 65, 75, 85, 95, 105, 115, 125, dan 130 mm. Wilayah
stasiun yang memiliki curah hujan tertinggi yaitu wilayah stasiun 8

9
dengan nilai sebesar 130mm, sedangkan wilayah stasiun yang memiliki
curah hujan terendah yaitu wilayah stasiun 1 yang memiliki hujan rata-
rata 65 mm. Dari data perhitungan diatas maka dapat diketahui hasil rata-
rata curah hujan pada berbagai wilayah yaitu sebesar 103, 81mm.
Menurut Kainama (2014) jumlah curah hujan yang tinggi menyebabkan
turunnya suhu di suatu wilayah.
Menurut Suwarto (2011) bahwa perubahan iklim mencakup
perubahan suhu atau temperatur udara, tekanan udara, angin, kelembaban
udara, dan curah hujan, yang terjadi secara berangsur-angsur dalam
jangka waktu yang panjang.
Masing-masing metode memiliki keunggulan dan kelemahannya
sendiri. Pada metode poligon, penentuan titik pengamatan akan
mempengaruhi ketelitian hasil yang didapat dan membutuhkan waktu
yang lebih lama karena proses perhitungan yang dilakukan memerlukan
ketelitian yang lebih. Dan untuk metode Isohit memberikan cara rasional
yang terbaik jika garis-garis isohit dapat digambar secara teliti, namun
tingkat kesalahan yang mungkin terjadi pada proses perhitungan lebih
besar.
Berdasarkan hasil rata-rata curah hujan yang diperoleh berdasarkan
dua metode, hasil perhitungannya sangat berbeda jauh. Dimana hasil rata-
rata curah hujan dengan metode poligon lebih rendah dibandingkan
dengan metode isohit. Hal tersebut dapat terjadi karena beberapa faktor,
antara lain; peneliti atau pengamat, perhitungan yang salah, penarikan
beberapa garis di kertas grafik pada metode polygon thiessen, dan lain-
lain. Pengamat yang melakukan perhitungan sangat mempengaruhi hasil
yang didapat karena ketelitian pengamat yang satu dengan pengamat
yang lainnya itu dapat berbeda Jadi ketelitian, kerapihan dan
keterampilan praktikan dalam hal ini sangat diperlukan.

10
BAB V
PENUTUP

5.1 Simpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan
bahwa curah hujan adalah jumlah air yang jatuh di permukaan tanah datar
selama periode tertentu yang diukur dengan satuan tinggi milimeter (mm)
diatas permukaan horizontal. Curah hujan juga dapat diartikan sebagai
ketinggian air hujan yang terkumpul dalam tempat yang datar, tidak menguap,
tidak meresap dan tidak mengalir.
Pada praktikum kali ini digunakan dua metode dalam menganalisa curah
hujan wilayah, yaitu dengan metode Poligon Thiessen dan metode Isohit.
Metode polygon merupakan bobot dari masing-masing stasiun yang mewakili
luasan disekitarnya, biasanya dipakai apabila penyebaran curah hujan
ditempat yang ditinjau tidak merata. Sedangkan Metode isohit atau yang
biasanya dikenal sebagai metode rata-rata timbang merupakan metode
penentuan curah hujan wilayah berdasarkan kontur curah hujan wilayah.
Berdasarkan hasil rata-rata curah hujan yang diperoleh berdasarkan dua
metode, hasil perhitungannya sangat berbeda jauh. Dimana hasil rata-rata
curah hujan dengan metode poligon lebih rendah dibandingkan dengan
metode isohit. Hal tersebut dapat terjadi karena beberapa faktor, antara lain;
peneliti atau pengamat, perhitungan yang salah, penarikan beberapa garis di
kertas grafik pada metode polygon thiessen, dan lain-lain.

5.2 Saran
Saran saya dalam praktikum ini adalah diharapkan dalam
pelaksanaannya lebih optimal lagi sehingga praktikum pun dapat berjalan
lebih lancar dan praktikan pun aktif atau responsif mengikuti praktikum ini
sehingga dapat terciptanya kondisi yang kondusif.

11
DAFTAR PUSTAKA

Bayong THK. 2004. Klimatologi. Bandung: ITB.


Handoko. 2003. Klimatologi Dasar. Bogor: FMIPA-IPB.
Hidayat, Fathoni. 2008.  Potensi Sumber Daya Air Bawah Tanah Berdasarkan
Sifat Kelistrikan Bumi. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Kainama, Carisz. 2014. Analisis Pola Distribusi Unsur-Unsur Cuaca di Lapisan
Atas Atmosfer pada Bulan Januari dan Agustus di Manado. Jurnal MIPA.
Vol 3 (1).
Sosrodarsono Suyono dan Takeda Kensaku. 1977. Bendungan Type Urugan.
Jakarta: Pradnya.
Sosrodarsono, Suyono. 1987.  Hidrologi untuk Pengairan. Jakarta: PT. Pradnya
Paramita.
Suroso. 2006. Analisis Curah Hujan untuk Membuat Kurva Intensity-Duration
Frequency (IDF) di Kawasan Rawan Banjir Kabupaten Banyumas. Jurnal
Teknik Sipil. Vol 3 (1).
Suwarto, Titania. 2011. Pengaruh Iklim dan Perubahannya terhadap Destinasi
Pariwisata Pantai Pangandaran. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota. Vol
22 (1).
Triatmodjo, Bambang. 2008. Hidrologi Terapan. Yogyakarta: Beta Offset.
Wesli. 2008. Drainase Perkotaan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

12
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
menganugerahkan banyak nikmat sehingga saya dapat menyelesaikan laporan
praktikum Klimatologi Pertanian ini dengan baik. Laporan ini berisi tentang
“Analisa Curah Hujan Wilayah”.
Laporan ini saya selesaikan secara cepat dengan bantuan dan dukungan
berbagai pihak. Saya ucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah
mendukung dalam pembuatan laporan ini, terutama kepada dosen pengampu yaitu
Ibu Sri Ritawati S.TP., M.Sc. serta asisten laboratorium yaitu saudari Ayunda
Mayadita Utami dan Meda Triramasari.
Dalam penyusunan laporan ini, saya menyadari bahwa hasil laporan
praktikum ini masih jauh dari kata sempurna. Sehingga saya selaku penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca sekalian.
Semoga laporan praktikum ini dapat memberikan manfaat untuk saya
khususnya, dan untuk pembaca umum. Akhir kata saya ucapkan terima kasih.

Serang, Mei 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................ii
DAFTAR TABEL................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1
1.1. Latar Belakang......................................................................................1
1.2. Tujuan...................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................3
2.1. Hujan ....................................................................................................3
2.2. Definis Curah Hujan.............................................................................3
2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Curah Hujan..................................4
2.4. Metode Penghitungan Curah Hujan......................................................5
BAB III METODE PRAKTIKUM....................................................................6
3.1 Waktu dan Tempat.................................................................................6
3.2 Alat dan Bahan.......................................................................................6
3.3 Cara Kerja..............................................................................................6
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.............................................................7
4.1 Hasil........................................................................................................7
4.2 Pembahasan ...........................................................................................8
BAB V PENUTUP...............................................................................................11
5.1 Simpulan.................................................................................................11
5.2 Saran ......................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................12
LAMPIRAN.........................................................................................................

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Hasil Curah Hujan dengan Metode Poligon.............................................7


Tabel 2. Hasil Curah Hujan dengan Metode Isohit.................................................7

iii
LAPORAN PRAKTIKUM
KLIMATOLOGI PERTANIAN
“ANALISA CURAH HUJAN WILAYAH”
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mata Kuliah Klimatologi Pertanian

Disusun oleh :
Nama : Afan Gafar
NIM : 4442180063
Kelas : 4B
Kelompok : 4 (Empat)

JURUSAN AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2020

Anda mungkin juga menyukai