Anda di halaman 1dari 7

Sabtu, 14 Mei 2022

LAPORAN PRAKTIKUM AGROKLIMATOLOGI

ACARA 2

PENGUKURAN CURAH HUJAN MENGGUNAKAN OMBROMETER


SEDERHANA

Disusun oleh:
Nama: Sinta Alfiani
NIM: 2104020022

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN DAN PERIKANAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2022
ACARA 2

PENGUKURAN CURAH HUJAN MENGGUNAKAN OMBROMETER


SEDERHANA

A. TUJUAN
1. Untuk mengetahui hasil pengamatan dari alat ombeometer sederhana
2. Untuk mengetahui mekanisme alat ombrometer sederhana
3. Untuk mengetahui perbandingan hasil ombrometer sederhana dengan Balai
BPSB Jateng Wil Banyumas
B. DASAR TEORI
Klimatologi merupakan ilmu yang mencari gambaran dan penerangan sifat iklim,
mengapa iklim pada banyak sekali tempat pada bumi berbeda , dan bagaimana kaitan
antara iklim dan menggunakan kegiatan manusia. Lantaran klimatologi memerlukan
interpretasi menurut data2 yang banyak sehingga memerlukan statistik pada
pengerjaannya, orang2 tak jarang pula mengatakan klimatologi menjadi meteorologi
statistik. (Heksaputra & Dadang, 2013).
Unsur-unsur iklim yang menunjukan pola keragaman yang jelas adalah dasar
pada melakukan pembagian terstruktur mengenai iklim. Unsur iklim yang tak jarang
digunakan merupakan suhu dan curah hujan (presipitasi). Klasifikasi iklim biasanya
sangat khusus yg berdasarkan atas tujuan penggunaannya, contohnya buat pertanian,
penerbangan atau kelautan. Pengklasifikasian iklim yang spesifik tetap memakai data
unsur iklim menjadi landasannya, namun hanya menentukan data unsur-unsur iklim
yang berhubungan dan secara pribadi menghipnotis kegiatan atau objek pada bidang-
bidang tersebut (Lakitan, 2002).
Hujan adalah unsur fisik lingkungan yang paling majemuk baik dari waktu juga
tempat dan hujan pula adalah faktor penentu dan faktor pembatas bagi aktivitas
pertanian secara umum, oleh karenanya klasifikasi iklim buat daerah Indonesia (Asia
Tenggara umumnya) seluruhnya dikembangkan menggunakan memakai curah hujan
menjadi kriteria utama (Lakitan, 2002). Dengan adanya interaksi sistematik antara
unsur iklim menggunakan pola tanam global sudah melahirkan pemahaman baru
mengenai penjabaran iklim, dimana menggunakan adanya hubungan antara tanaman &
unsur suhu atau presipitasi mengakibatkan indeks suhu atau presipitasi digunakan
menjadi kriteria pada pengklasifikasian iklim. (Anna & Kusumawati, 2021)
Hujan merupakan bentuk endapan yang tak jarang dijumpai dan diIndonesia yang
dimaksud endapan merupakan curah hujan [1]. Curah hujan adalah galat satu unsur
iklim yang sangat krusial bagi kehidupan pada bumi. Jumlah curah hujan dicatat pada
satuan inci atau millimeter, jumlah curah hujan 1 mm ialah tinggi air hujan yang dua
menutupi bagian atas per satuan luas (m ) sebanyak 1 mm, bila air tadi tidak meresap ke
pada tanah, menguap ke atmosfer ataupun mengalir. Hujan memainkan peranan krusial
pada daur hidrologi yang mensugesti kesetimbangan asal daya air pada bagian atas
bumi. Dengan adanya asal daya air pada bagian atas dampak berdasarkan curah hujan
maka bisa dimanfaatkan sang insan buat memenu hikebutuhan hayati & menaikkan
kesejahteraan menggunakan mengelolanya pada bentuk irigasi pertanian, perikanan &
kebutuhan tenaga dan cadangan air. (Syaifullah & M. Djazim, 2014)
Curah hujan adalah parameter yang taraf variabilitasnya tinggi baik terhadap
lokasi juga ketika yg meliputi variasi harian, bulanan, musiman, dan tahunan (Kumar,
dkk., 2006). Variasi-variasi curah hujan tadi akan mempengaruh bidang-bidang yang
berhubungan dengan pemanfaatan data curah hujan. Variasi curah hujan disebabkan
oleh banyak faktor, baik lokal juga dunia. Untuk daerah tropis, termasuk Indonesia,
kenyataan monsoon/Inter Tropical Convergence Zone (ITCZ), El Nino Southern
Oscilation (ENSO) & Madden-Julian Oscillation (MJO), tropical cyclone/extra tropics
forcing, Indian Ocean Dipole Mode (IODM) merupakan fenomena dunia yang
mensugesti pola curah hujan pada daerah ini (Satiadi, 2010).
Cuaca dan iklim adalah salah satu komponen ekosistem alam sebagai akibatnya
kehidupan manusia, hewan & tumbuh-tumbuhan tidak terlepas menurut efek alam
menggunakan segala prosesnya. Cuaca dan iklim mempunyai interaksi bergerak maju
terhadap unsur-unsur cuaca yang lain misalnya kelembaban udara, temperatur udara
dan curah hujan (Gunarsih, 2008)
Curah hujan adalah ketinggian air hujan yang terkumpul pada tempat yang datar,
tidak menguap, tidak meresap & tidak mengalir (Handoko, 1993). Curah hujan juga
didefinisikan menjadi tinggi air (mm) yang diterima bagian atas sebelum mengalami
aliran bagian atas, evaporasi & peresapan kedalam tanah. Kelembaban udara
merupakan jumlah uap air pada udara (atmosfer) dalam waktu & tempat tertentu.
Kelembaban udara dipengaruhi oleh jumlah uap air yang terkandung pada pada udara.
Temperatur udara merupakan keadaan panas atau dinginnya udara (Lakitan 2002).
Curah hujan adalah karakeristik lahan yang dipakai menjadi salah satu
persyaratan tumbuh tanaman, lantaran curah hujan adalah salah unsur yang memilih
ketersediaan air pada pada tanah buat pertumbuhan tanaman. (Sukarman, dll, 2018).
Curah hujan adalah salah satu rabic iklim selain suhu, kelembaban, radiasi
matahari, evaporasi, tekanan udara dan kecepatan angin. Hujan merupakan air yang
jatuh ke bagian atas bumi menjadi dampak terjadinya kondensasi menurut partikel-
partikel air dilangit. Jumlah curah hujan diukur menjadi volume air yang jatuh pada
atas bagian atas bidang datar pada periode ketika eksklusif, yaitu harian, mingguan,
bulanan, atau tahunan. Hujan merupakan sebuah proses kondensasi uap air pada
atmosfer sebagai buah air yg relatif berat buat jatuh dan umumnya datang pada bagian
atas. Hujan umumnya terjadi lantaran pendinginan suhu udara atau penambahan uap air
ke udara. Hal tadi nir tanggal menurut kemungkinan akan terjadi bersamaan. Turunnya
hujan umumnya nir tanggal menurut imbas kelembaban udara yang memacu jumlah
titik- titik air yang masih ada dalam udara. Indonesia mempunyai wilayah yang dilewati
garis khatulistiwa dan sebagian akbar wilayah pada Indonesia adalah wilayah tropis,
andaipun demikian beberapa wilayah pada Indonesia mempunyai intensitas hujan yang
relatif besar. Air yang jatuh pada atas bagian atas tanah yang datar dipercaya sama
tinggi. Volume air hujan dalam luas bagian atas eksklusif menggunakan gampang bisa
dihitung apabila tingginya bisa diketahui. Maka langkah krusial pada pengukuran hujan
ditujukan rabica pengukuran tinggi yang rabicaative menurut hujan yang jatuh selama
jangka ketika eksklusif (Ariffin, dkk, 2010).
Faktor yang mensugesti curah hujan merupakan monsum (angin musim).
Monsum Asia dan Monsum Australia menerangkan karakter yg berbeda. Monsum Asia
lebih lembab ketimbang munsom Australia. Monsum Asia dianggap Monsum Barat
yaitu dalam bulan Desember, Januari, Februari. Kondisi tadi mengakibatkan terjadi
animo hujan pada Indonesia yaitu dalam bulan Oktober sampai April. Monsum Timur
yaitu dalam bulan Juni, juli, dan Agustus, mengakibatkan kering pada Indonesia dalam
bulan April hingga Oktober (Tjahyono, 2006).
C. PEMBAHASAN
Pada praktikum yang telah saya lakukan di Green House dapat diketahui jika
pengamatan tidak dilakukan setiap hari, karena hujan tidak selalu turun di setiap
harinya. Pada praktikum kali ini alat yang digunakan untuk mengukur curah hujan
adalah ombrometer. Ombrometer tipe observasi termasuk alat pengukur curah hujan
secara manual. Penakar ini terdiri dari corong (mulut penampung air hujan) dengan
permukaan horizontal. Jumlah air hujan yang tertampung diukur dengan gelas ukur
yang telah dikonversi dalam gelas ukur yang kemudian dibagi 10 karena luas
penampangnya 100 cm sehingga dihasilkan mm. Pengamatan dilakukan sekali dalam
24 jam yaitu pada pagi hari. Hujan yang diukur pada pagi hari adalah hujan kemarin
bukan hari ini. Bagian dasar dari corong tersebut terdiri dari pipa sempit yang menjulur
ke dalam tabung kolektor dan dilengkapi dengan kran. Jumlah air yang tertampung
dalam tabung diketahui bila kran dibuka kemudain air diukur dengan gelas ukur.
Setelah dilakukannya pengamatan, dapat diketahui jika pada pengamatan hari
pertama yaitu pada tanggal 15 Mei 2022 di Green House menghasilkan curah hujan 420
ml (535 mm) dengan diukur menggunakan gelas ukur. Sedangkan pada data curah
hujan di Balai BPSB Jateng Wil Banyumas menghasilkan curah hujan  12 (15,2 mm).
Pada tanggal 16 Mei 2022  curah hujan di Balai BPSB Jateng Wil Banyumas
menghasilkan curah hujan  1,3 mm. Sedangkan di Green House tidak ada pengamatan
karena tidak hujan. Pengamatan selanjutnya yaitu pada tanggal 19 Mei 2022 di Green
House menghasilkan data curah hujan 100 ml (127,4 mm) sedangkan pada curah hujan
di Balai BPSB Jateng Wil Banyumas menghasilkan data curah hujan 3,8. Pada tanggal
20 dan 21 Mei 2022 data curah hujan di Balai BPSB Jateng Wil Banyumas
menghasilkan 5,1 dan 12,7. Sedangkan pada tanggal 20 dan 21 Mei 2022 di Green
House tidak hujan. Pada pengamatan tanggal 22 Mei 2022 yang dilakukan di Green
House dapat diketahui data curah hujan yang menghasilkan 200 ml (254,7 mm)
sedangkan data curah hujan di Balai BPSB Jateng Wil Banyumas menghasilkan 44,6.
Pada pengamatan tanggal 23 Mei 2022 data curah hujan di Balai BPSB Jateng Wil
Banyumas menghasilkan 2,5 sedangkan di Green House tidak ada data karena tidak
hujan. Pada pengamatan tanggal 25 Mei 2022 di Green House menghasilkan data curah
hujan yaitu 190 ml (242 mm) sedangkan data curah hujan di Balai BPSB Jateng Wil
Banyumas menghasilkan 24,2. Pada pengamatan tanggal 27 Mei 2022 yang dilakukan
di Green House memghasilkan data curah hujan yaitu 50 ml (63,6 mm) sedangkan data
curah hujan di Balai BPSB Jateng Wil Banyumas menghasilkan 26,8. Pada pengamatan
tanggal 28 Mei 2022 yang dilakukan di Green House memghasilkan data curah hujan
yaitu 40 ml (60 mm) sedangkan data curah hujan di Balai BPSB Jateng Wil Banyumas
menghasilkan 35,7. Pada pengamatan tanggal 2 Juni 2022 data curah hujan di Balai
BPSB Jateng Wil Banyumas menghasilkan 1,3 sedangkan di Green House tidak ada
data karena tidak hujan. Pada pengamatan tanggal 3 Juni 2022 di Green House
menghasilkan data curah hujan yaitu 40 ml (50,9 mm) sedangkan data curah hujan di
Balai BPSB Jateng Wil Banyumas menghasilkan 2,5. Pada pengamatan tanggal 5 Juni
2022 data curah hujan di Balai BPSB Jateng Wil Banyumas menghasilkan 20,4
sedangkan di Green House tidak ada data karena tidak hujan. Pada pengamatan tanggal
6 Juni 2022 di Green House menghasilkan data curah hujan yaitu 300 ml (382,1 mm)
sedangkan data curah hujan di Balai BPSB Jateng Wil Banyumas menghasilkan 1,3.
tanggal 7 dan 8 Jumi 2022 data curah hujan di Balai BPSB Jateng Wil Banyumas
menghasilkan 6,7 dan 1,3. Sedangkan pada tanggal 7 dan 8 Juni 2022 di Green House
tidak hujan. Pada pengamatan tanggal 9 Juni 2022 di Green House menghasilkan data
curah hujan yaitu 230 ml (293 mm) sedangkan data curah hujan di Balai BPSB Jateng
Wil Banyumas menghasilkan 21,7. Pada pengamatan tanggal 11 Juni 2022 di Green
House menghasilkan data curah hujan yaitu 280 ml (356,6 mm) sedangkan data curah
hujan di Balai BPSB Jateng Wil Banyumas menghasilkan 26,8. Pada pengamatan
tanggal 12 Juni 2022 di Green House menghasilkan data curah hujan yaitu 50 ml (63,6
mm) sedangkan data curah hujan di Balai BPSB Jateng Wil Banyumas menghasilkan
3,8. Pada pengamatan tanggal 13 Juni 2022 data curah hujan di Balai BPSB Jateng Wil
Banyumas menghasilkan 1,3 sedangkan di Green House tidak ada data karena tidak
hujan. Untuk rata-rata data curah hujan  di Green House UMP adalah 80,96 sedangkan
rata-rata di Balai BPSB Jateng Wil Banyumas adalah 8,6. Setelah data curah hujan
sudah terkumpul langkah selanjutnya adalah menghitung pengukuran curah hujan yang
mana hasil dari data curah hujan di Balai BPSB Jateng Wil Banyumas memperoleh
hasil 15,3 mm. Untuk hasil keseluruhan data curah hujan di Green House UMP
memperoleh hasil 535 mm.
Pada hasil pengamatan diatas dapat diketahui jika hujan tidak selalu turun setiap
hari dan hujan bisa turun berbeda pada setiap daerahnya. mengapa hal ini bisa terjadi?
karena semua hujan yang turun terjadi akibat dua faktor: kelembaban udara – yang akan
membentuk awan – dan aliran udara. Ketika udara yang mengandung air bergerak naik
menuju awan, udara akan mendingin dan kandungan air di dalamnya berubah menjadi
tetesan air yang sangat kecil. selain itu faktor jarak dari sumber
penguapan, perbedaan suhu, arah angin, ketinggian tempat, pengaruh lokasi, dan
deretan pegunungan itu juga yang menyebabkan hujan pada tiap daerah berbeda-beda.
D. KESIMPULAN
Dari praktikum kali ini disimpulkan :
1. Hasil dari pengamatan ombrometer sederhana memiliki rata-rata 80,96mm
sedangkan di Balai BPSB Jateng Wil Banyumas memiliki rata-rata 8,6mm
2. Ombrometer bekerja dengan cara menampung air hujan yang turun,
ditampung pada botol aqua yang ada di tanah
3. Hasil pengamatan di greenhpuse dengan hasil di Balai BPSB Jateng Wil
Banyumas tidak begitu jauh hanya terpaut 0,36mm

Anda mungkin juga menyukai