Anda di halaman 1dari 8

“ CURAH HUJAN DAN PENGUKURAN ”

HIDROMETEROLOGI

Oleh :

NICHELL HAMAA | 20601021

FAKULTAS ILMU SOSIAL

JURUSAN ILMU GEOGRAFI

UNIVERSITAS NEGERI MANADO

2022
PEMBAHASAN

CURAH HUJAN DAN PENGUKURANNYA

1. Pengertian Curah Hujan.

Curah hujan adalah jumlah air hujan yang jatuh selama periode waktu tertentu yang pengukurannya
menggunakan satuan tinggi di atas permukaan tanah horizontal yang diasumsikan tidak terjadi infiltrasi, run off,
maupun evaporasi.
Definisi curah hujan atau yang sering disebut presipitasi dapat diartikan jumlah air hujan yang turun di daerah
tertentu dalam satuan waktu tertentu. Jumlah curah hujan merupakan volume air yang terkumpul di permukaan
bidang datar dalam suatu periode tertentu (harian, mingguan, bulanan, atau tahunan).
Curah hujan merupakan jumlah air yang jatuh di permukaan tanah datar selama periode tertentu yang diukur
dengan satuan tinggi milimeter (mm) di atas permukaan horizontal. Hujan juga dapat diartikan sebagai
ketinggian air hujan yang terkumpul dalam tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap dan tidak mengalir
(Suroso 2006). Pengertian curah hujan dapat juga dikatakan sebagai air hujan yang memiliki ketinggian tertentu
yang terkumpul dalam suatu penakar hujan, tidak meresap, tidak mengalir, dan tidak menyerap (tidak terjadi
kebocoran). Tinggi air yang jatuh ini biasanya dinyatakan dengan satuan milimeter. Curah hujan dalam 1 (satu)
millimeter artinya dalam luasan satu meter persegi, tempat yang datar dapat menampung air hujan setinggi satu
mm atau sebanyak satu liter.

2 Klasifikasi Curah Hujan

Berdasarkan ukuran butirannya, klasifikasi hujan dibedakan menjadi empat yaitu:


 Gerimis atau drizzle merupakan presipitasi hujan dengan jumlah sedikit bahkan bisa disebut ringan yang
umumnya memiliki diameter kurang dari 0.5 mm. Gerimis disebabkan oleh awan stratus kecil dan awan
stratocumulus.
 Hujan salju atau snow merupakan hujan dari kristal-kristal kecil air yang menjadi es dan memiliki temperatur di
bawah titik beku.
 Hujan batu es merupakan batu es yang turun dari awan yang memiliki temperatur dibawah 0° derajat celcius
yang terjadi pada cuaca panas.
 Hujan deras atau rain merupakan curahan air yang memiliki butiran kurang lebih 7 milimeter dan berasal dari
awan yang memiliki temperatur di atas 0°.

2
3. Pengukuran Curah Hujan

Penakar hujan merupakan alat pengukur jumlah curah hujan yang turun ke atas permukaan tanah per satuan
luas. Penakar hujan yang umumnya digunakan bernama ombrometer.
Prinsip alat ini adalah mengukur tinggi jumlah air yang masuk ke alat tersebut. Sebagai contoh: Di satu lokasi
pengamatan memiliki curah hujan 20 mm, artinya lokasi tersebut digenangi oleh air hujan setinggi 20 mm
(millimeter).

A. Ombrometer

Berdasarkan mekanismenya, ombrometer dibedakan menjadi dua yaitu ombrometer manual dan ombrometer
otomatis (perekam).
 Ombrometer Manual
Alat penakar hujan manual biasanya berupa ember atau suatu tempat yang sudah diketahui diameternya.
Pengukuran hujan secara manual dilakukan dengan mengukur volume air hujan yang ditampung dalam tempat
penampungan, volume air hujan diukur secara periodik dengan interval waktu tertentu. Dengan cara tersebut
didapatkan data curah hujan dengan periode waktu tertentu. Ombrometer manual terdiri dari dua jenis, yaitu:
 Penakar Hujan Ombrometer Biasa
Alat ini masih sangat sederhana yang terbuat dari plat seng dengan tinggi 60 cm. Ada juga yang  terbuat dari
pipa paralon dengan tinggi 100 cm. Prinsip kerja ombrometer jenis ini yaitu pembagian volume air hujan yang
ditampung dengan luas mulut penakar.
Parameter yang harus dihitung yaitu luas mulut penakar serta volume air hujan yang tertampung dalam
penampung. Alat ini biasa diletakkan di ketinggian 120-150 cm, namun alat ini belum bisa melakukan
pencatatan secara otomatis.
 Penakar Hujan Ombrometer Observatorium
Penakar hujan tipe observatorium merupakan salah satu alat penakar hujan manual, pengukurannya
menggunakan gelas ukur untuk mengukur hujan. Penakar hujan ini merupakan penakar hujan standar di
Indonesia dan banyak digunakan di Indonesia.
Kelebihan alat ini adalah pengoperasiannya yang mudah, pemasangan mudah, serta pemeliharaan yang relatif
mudah. Namun alat ini juga memiliki kekurangan yaitu data yang terbatas karena hanya dapat digunakan untuk
curah hujan dengan periode 24 jam saja. Pembacaan hasil dari posisi yang berbeda pun dapat menjadi kesalahan
dari alat ini karena menyebabkan hasil akhir yang berbeda.
 Ombrometer Otomatis
Ombrometer otomatis adalah alat pengukur curah hujan yang pencatatannya dilakukan secara otomatis,
sehingga lebih efisien jika dibandingkan dengan alat penakar hujan manual.
Alat ini bisa mengukur curah hujan tinggi maupun rendah. Besarnya intensitas hujan dapat ditentukan karena
pencatatan juga dilakukan untuk selang waktu tertentu. Contoh ombrometer otomatis yaitu:
a. Penakar Hujan Tipe Hellman
b. Penakar Hujan Tipe Bendix
c. Penakar Hujan Tipe Tilting Siphon
d. Penakar Hujan Tipping Bucket
e. Penakar Hujan Tipe Floating Bucket
f. Penakar Hujan Tipe Weighing Bucket
g. Penakar Hujan Tipe Optical

3
B. Automatic Weather Station

Automatic Weather Station (AWS) yaitu alat pengukur cuaca otomatis yang dapat digunakan secara lebih efisien
dari segi tenaga manusia yang digunakan, sehingga penggunaannya pun dapat dilakukan secara lebih luas.
AWS dapat melakukan pengukuran terhadap parameter-parameter cuaca seperti suhu, curah hujan, kelembaban,
lama penyinaran matahari, angin dan lain-lain.
Automatic Weather Station terdiri dari sensor- sensor yang memiliki fungsi berbeda-beda. Pemilihan sensor yang
digunakan disesuaikan dengan data apa saja yang dibutuhkan oleh pengguna. Alat ini dapat digunakan pada kondisi
ekstrem seperti kemarau dan badai.
Fungsi Automatic Weather Station adalah untuk merekam serta memantau perubahan cuaca secara otomatis
dan real-time. Hasil dari pemantauan AWS ini dapat dilihat dalam bentuk grafik. Selain itu, beberapa AWS
mempunyai ceilometer yang digunakan untuk mengukur ketinggian pada awan.

4. Penghitungan Curah Hujan yang Hilang

Seringkali data hujan tidak lengkap di suatu stasiun penakar hujan, oleh sebab itu diperlukan cara-cara untuk
membangun data agar data yang ada lengkap dan bisa digunakan.
Perhitungan curah hujan yang hilang dapat dilakukan dengan Metode Normal Ratio dan Inversed Square
Distance.
Metode Normal Ratio adalah salah satu metode yang digunakan untuk mencari data hujan yang hilang. Metode
perhitungan yang digunakan cukup sederhana yakni dengan memperhitungkan besarnya hujan di stasiun hujan
yang berdekatan untuk mencari data curah hujan yang hilang di stasiun tersebut. Variabel yang diperhitungkan
pada metode ini adalah daily rainfall (CH Harian) di stasiun lain dan jumlah curah hujan satu tahun pada stasiun
lain tersebut.
Adapun Metode Inversed Square Distance adalah salah satu metode yang digunakan untuk mencari data yang
hilang. Metode perhitungan yang digunakan hampir sama dengan Metode Normal Ratio, yakni
memperhitungkan stasiun yang berdekatan untuk mencari data curah hujan yang hilang di stasiun tersebut. Jika
pada Metode Normal Ratio yang digunakan adalah jumlah curah hujan dalam 1 tahun, pada metode ini variabel
yang digunakan adalah jarak stasiun terdekat dengan stasiun yang akan dicari data CH yang hilang.
Metode normal ratio termasuk metode yang menghasilkan data yang teliti, namun terdapat syarat yang harus
dipenuhi ketika menggunakan metode ini, yaitu apabila hujan tahunan normalnya pada masing-masing stasiun
pembanding lebih besar dari 10% terhadap stasiun yang hilang datanya (Ashruri 2015).

5. Proses Terjadinya Hujan

Proses pembentukan hujan ini termasuk ke dalam siklus hidrologi di mana air sebagai material utama yang
mengalami siklus. Sedangkan suhu, cahaya matahari, dan angin merupakan unsur yang berpengaruh dalam
proses pembentukan hujan. Hujan terjadi melalui proses yang tidak sederhana. Berikut merupakan sekilas
mengenai proses pembentukan hujan.

 Proses Penguapan (Evapotranspirasi)


Matahari merupakan sumber energi terbesar yang menyinari bumi secara terus menerus. Efek dari energi
matahari yang besar tersebut menjadi awal mula terjadinya hujan di permukaan bumi. Panas yang ditimbulkan
dari pancaran matahari menyebabkan semua benda yang mengandung air, kandungan airnya menguap ke udara.
Penguapan bisa terjadi dari badan air (laut, danau, sungai dan lainnya), daratan, serta makhluk hidup seperti
tumbuhan maupun hewan. Proses perubahan wujud dari zat cair menjadi gas disebut dengan proses penguapan.
 Pembentukan Awan
Uap air yang tercipta dari proses penguapan akan terus naik ke atmosfer hingga ketinggian tertentu dan
mengalami kondensasi. Kondensasi merupakan perubahan wujud dari uap menjadi cair.
Udara yang berkondensasi akan membentuk butiran air dalam ukuran tertentu. Peristiwa kondensasi ini terjadi
ketika suhu di sekitar uap air lebih rendah dari pada titik embun uap air. Suhu yang rendah menyebabkan uap air
berubah menjadi embun. Embun terbentuk karena udara menjadi dingin dan udara sudah tidak dapat
menampung semua uap air yang ada, maka uap air tersebut akan berubah manjadi embun.

4
 Perjalanan Awan
Dengan adanya tiupan angin, awan tersebut bergerak ke lain tempat. Lalu awan tersebut akan mengumpul dan
terbentuklah awan yang lebih besar. Awan yang terkumpul akan bergerak ke tempat yang lebih dingin dan membuat
air yang terkandung menjadi jenuh. Akibatnya warnanya menjadi semakin kelabu.
 Hujan Turun
Awan yang jenuh membuat titik-titik air semakin berat. Akibatnya titik-titik air tidak dapat terbendung lagi dan
membuat butiran-butiran air jatuh ke permukaan bumi yang biasa disebut dengan hujan.

6. Klimatologi Global berdasarkan Curah Hujan


Bumi kita ini memiliki rata-rata curah hujan global mencapai 990 milimeter. Terlepas dari itu wilayah-wilayah
di dunia memiliki kondisi curah hujannnya masing-masing yang diakibatkan bentuk topografi bumi yang
berbeda-beda.
Adapun kondisi klimatologi secara global dapat dibedakan menjadi empat, yaitu:

 Gurun (Curah Hujan sangat Sedikit)


Gurun merupakan wilayah dataran luas yang didominasi oleh pasir. Wilayah ini memiliki suhu yang sangat
tinggi pada siang hari dan suhu yang rendah pada malam hari. Dengan kondisinya yang kering, gurun memiliki
curah hujan kurang dari 250 mm per tahunnya.
 Wilayah Basah
Wilayah basah merupakan wilayah yang tanahnya memiliki kadar jenuh air yang tinggi. Tanah pada wilayah ini
selalu basah. Banyak faktor yang menyebabkan tanah di wilayah ini selalu basah di antaranya adalah hujan yang
tinggi. Kejadian hujan yang tinggi menyebabkan suhu menjadi rendah dan intensitas penguapan kecil.
Dampaknya wilayah tersebut selalu basah.
 Dampak Westerlies
Angin werterlies adalah angin yang berhembus pada daerah garis lintang yang selalu berhembus dari arah barat.
Westerlies berhembus dari wilayah Atlantik Utara ke wilayah Eropa Barat. Salah satu kota di Norwegia, Bergen
merupakan kota yang memiliki curah hujan rata-rata tahunan mencapai 2500 mm.
Saat musim gugur, semi, dan dingin daerah Amerika Serikat bagian barat dan Hawaii mengalami hujan yang
disebabkan oleh badai Pasifik. Pola hujan di seluruh Amerika Serikat bagian Tenggara, Barat tengah, Barat dan
wilayah tropis kacau akibat adanya osilasi dari El-Nino.
Kekeringan semakin menjadi-jadi di wilayah tropis dan sub tropis, sedangkan terjadi peningkatan curah hujan di
Amerika Utara bagian Timur yang disebabkan karena pemanasan global.
 Daerah Terlembap
Salah satu daerah terlembab di dunia adalah Cherrapunji yang terletak di distrik East Khasi Hills, India. Curah
hujan rata-rata pertahun daerah Cherrapunji mencapai 11430 mm. Daerah lain yang merupakan daerah
terlembab di dunia adalah Mount Belleden Ker yang terletak di Australia yang memiliki curah hujan rata-rata
8000 mm. Daerah Mount Waialeale yang terletak di Pulau Kaua’i, Kepulauan Hawaii pun mempunyai curah
hujan rata-rata lebih dari 11680 mm.

5
7. Curah Hujan di Indonesia
Curah hujan di Indonesia berdasarkan pola umum terjadinya, dibedakan menjadi 3 tipe, yakni tipe ekuatorial,
tipe monsun, dan tipe lokal.

 Tipe Ekuatorial
Tipe ekuatorial berhubungan dengan pergerakan zona konvergensi ke arah selatan dan arah utara yang
mengikuti pergerakan semu matahari, yang dicirikan oleh dua kali curah hujan maksimum bulanan dalam satu
tahun. Zona ini disebut dengan Daerah Konvergensi Antar Tropik (DKAT) atau Inter-tropical Convergence
Zone (ITCZ). Keberadaaan ITCZ akan mempengaruhi curah hujan pada berbagai tempat yang dilalui ITCZ.
Pada bulan Maret dan bulan September, ITCZ berada di garis equator dan menyebabkan peningkatan perluang
terjadinya hujan di daerah tersebut. Wilayah Indonesia yang mengikuti pola ini adalah sebagian besar wilayah
Sumatera dan Kalimantan.
 Tipe Monsun
Tipe monsoon dipengaruhi oleh angin darat dan angin laut dalam skala yang sangat luas. Monsun Barat
biasanya lebih lembab dan menimbulkan hujan lebih banyak daripada Monsun Timur.
Pola monsoon biasanya mempunyai ciri-ciri adanya perbedaan yang sangat jelas antara curah hujan pada musim
hujan dan musim kemarau dalam periode satu tahun.
Monsun Timur udara bergerak dengan jarak yang pendek di atas laut sehingga kandungan uap air nya lebih
sedikit.
Sedangkan monsun barat bergerak dengan jarak yang jauh di atas laut sehingga massa udaranya lebih banyak
mengandung uap air.
Tipe hujan ini sangat berpengaruh di Pulau Nusa Tenggara seperti Kupang, Bali, dan Jawa.
 Tipe Lokal
Tipe lokal dicirikan oleh pengaruh kondisi lingkungan setempat yang kuat, seperti keberadaan laut dan badan
air, pegunungan, serta pemanasan matahari yang lebih intensif.
Faktor pembentuknya diakibatkan oleh naiknya udara ke pegunungan atau dataran tinggi karena terjadi
pemanasan lokal yang tidak seimbang. Tipe hujan ini banyak terjadi di Maluku, sebagian Sulawesi seperti
Manado dan Papua.
Jumlah curah hujan tahunan rata-rata yang turun di berbagai tempat di Indonesia berkisar antara 500 mm sampai
lebih dari 5000 mm. Banyak sedikitnya curah hujan dipengaruhi oleh letak dan ketinggian suatu tempat.
Tempat-tempat yang terletak di pantai selatan atau barat memiliki curah hujan yang besar.

8. Metode Pengukuran Curah Hujan

Untuk menganalisa jumlah curah hujan suatu wilayah, kita dapat menggunakan metode sebagai berikut:

1. Metode Aritmatik
Ini adalah metode yang paling sederhana dan sangat mudah diterapkan. Metode aritmatik memiliki beberaoa
kelemahan, yaitu kurang akurat karena bergantung pada distribusi hujan terhadap ruang dan ukuran daerah
aliran sungai (besar atau kecil).
Selain itu, metode ini memiliki syarat kondisi agar bisa mendapatkan hasil perhitungan, seperti banyaknya
jumlah tempat yang dibutuhkan dengan konsistensi dan konsentrasi curah hujan yang merata.
Metode ini dapat menentukan curah hujan rata-rata pada daerah aliran sungai dengan membagi beberapa
wilayah pada DAS atau disebut dengan stasiun. Kemudian, pada masing-masing stasiun dilakukan
penghitungan curah hujan
Selanjutnya, jumlah curah hujan pada setiap stasiun akan ditotal, kemudian dibagi dengan jumlah wilayah
perhitungan curah hujan dilakukan. Sehingga diperoleh hasil rata-rata curah hujan pada wilayah DAS yang
sudah ditentukan.

2. Metode Poligon Thiessen


Merupakan metode penghitungan yang lebih baik daripada metode aritmatik. Pada metode ini, dilakukan
perhitungan pengaruh letak wilayah persebaran curah hujan terhadap stasiun DAS yang sudah ditentukan dan
diukur luasnya.
Meski lebih baik dari metode aritmatik, namun metode ini lebih cocok digunakan untuk pada wilayah dengan
curah hujan sedikit dan tidak merata persebarannya.
Sama halnya dengan metode aritmatik, metode ini juga mencari jumlah rata-rata curah hujan. Namun
perhitungan dilakukan dengan mengalikan curah hujan stasiun dengan luas daerah (yang sudah ditentukan dan
dibatasi) stasiun.

6
Kemudian hasil masing-masing perhitungan setiap stasiun dijumlahkan dan dibagi dengan total luas wilayah
stasiun yang masuk dalam perhitungan.
3. Metode Isohyet
Perhitungan dengan metode ini jauh lebih kompleks dibandingkan 2 metode lainnya. Sehingga penggunaan
metode isohyet harus menggunakan komputer agar data yang diperoleh akurat dan hasil analisa dapat terjaga
konsistensinya

7
Daftar pustaka

www.kompas.com https://foresteract.com/
www.cerdika.com https://rimbakita.com/

Anda mungkin juga menyukai