Anda di halaman 1dari 38

MAKALAH

PENGUKURAN HUJAN

Disusun Oleh:
Nama:
Alvin Yudho Priambudi
Nim:
082001900004
Nama Dosen:
Ir. Ramadhani Yanidar, MT

TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS ARSITEKTUR LANSKAP DAN TEKNIK LINGKUNGAN
UNIVERSITAS TRISAKTI
Jl. KYAI TAPA NO.1,
SEMESTER GASAL
2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada kehadirat Allah SWT. Karena dengan izin-Nya
penulis dapat menyelasaikan Makalah “PENGUKURAN HUJAN” ini sesuai dengan
waktu yang ditentukan.
Rasa terima kasih penulis ucapkan kepada ibu Ir. Ramadhani Yanidar, MT selaku
dosen mata kuliah Pengelolaan Sumber Daya Air yang telah memberikan petunjuk dalam
proses pembuatan makalah ini
Tak lupa saya mengucapkan banyak terimakasih kepada bapak Ir. Ramadhani
Yanidar, MT Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, saya berharap kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun demi memperbaiki makalah saya selanjutnya. Semoga makalah yang saya
buat ini dapat berguna bagi banyak orang sebagai ilmu pengetahuan serta menambah
wawasan kita semua. Demikian makalah yang saya buat. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat dan semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala urusan kita, Amin.
Pengukuran Hujan
BAB I
PENDAHULUAN
Presipitasi (hujan) merupakan salah satu komponen hidrologi yang paling penting.
Hujan adalah peristiwa jatuhnya cairan (air) dari atmosfer ke permukaan bumi. Hujan
merupakan salah satu komponen input dalam suatu proses dan menjadi faktor
pengontrol yang mudah diamati dalam siklus hidrologi pada suatu kawasan (DAS). Peran
hujan sangat menentukan proses yang akan terjadi dalam suatu kawasan dalam kerangka
satu sistem hidrologi dan mempengaruhi proses yang terjadi didalamnya. Mahasiswa
akan belajar tentang bagaimana proses terjadinya hujan, faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhinya, bagaimana karakteristik hujannya dan mempelajari cara menghitung
rata-rata hujan pada sutau kawasan dengan berbagai model penghitungan rata-rata
hujan.
Pengukuran Hujan Dilakukan Dengan
Menampung Hujan Yang Jatuh Di Beberapa
Titik Yang Sudah Ditentukan Dengan
Menggunakan Alat Pengukur Hujan.
Hujan Yang Terukur Mewakili Suatu Luasan
Daerah Disekitarnya Yang Dinyatakan
Dengan Kedalaman Hujan.

Macam-macam Alat Pengukur Hujan :


A. Alat Ukur Hujan Biasa (Auhb)
B. Alat Ukur Hujan Otomatis (Auho)
C. Alat Ukur Hujan Dengan Radar
A. ALAT UKUR HUJAN BIASA (AUHB):
•Disebut jugarain gauge, paling banyak digunakan di
Indonesia, luas penampang corong 100 / 200 cm 2 & botol
penampung didalam tabung silinder yg diletak kan
ditempat terbuka, tidak tertutup pohon/bang.dll.
•Pengukuran biasanya d ilakukan pukul 7 pagidi ukur
volume air & luas corong maka akan diketahui kedalaman
hujan. Hasilnya merupakan data curah hujan sehari
sebelumnya (kedalaman curah hujan selama 24 jam
disebut hujan harian). Curah hujan < 0,1 mm ditulis (0),
kalau tidak ada hujan ditulis (-).
•Jika intensitas hujan be sar maka ada kemungkinan air hujan
akan melimpas karena alat penampungnya tidak mampu
memuat, sehingga data yang diperoleh tidak
menggambarkan keadaan yang sebenarnya.
•Kalau dipasang pada ke tinggian 1,20 m dari permukaan
tanah, maka ada pengaruh turbulensi angin sehingga
hujan yang tertangkap 80-95%, biaya lebih murah tetapi
mudah tumbang disebabkan karena manusia atau
binatang.
•Kalau dipasang di atas permukaan tanah, pengaruh
turbulensi angin makin kecil, sehingga dapat menangkap
hujan 100%, tetapi sulit pengoperasiannya dan lebih
mahal.
Harus diberi grill(semacam sarang dari lo gam, mencegah
tumbuhnya rumput) dan brush(lapisan lunak dari pasir
atau bahan lain, mencegah percikan air tidak masuk ke
penakar).
B.ALAT PENGUKUR HUJAN OTOMATIS.
KEUNTUNGAN :
Data tercatat secara lan gsung pada kertas pencatat
secara otomatis di mana hasil rekaman data dapat
memberikan gambaran/ informasi terhadap
intensitas/kederasan hujan & lama hujan dengan
periode waktu yg diinginkan : mm/jam, mm/2 jam, dst.
Dapat menghasilkan da ta hujan yang menerus untuk
berbagai jangka waktu (menit, jam, hari).
Dapat diketahui dengan tepat kapan terjadi hujan
dan berapa kedalamannya.
Dapat memperkecil ke salahan yg diakibatkan faktor manusia.
h
INTENSITAS HUJAN I : I
t
(Tinggi Hujan Persatuan Waktu).
Dari hasil catatan tsb
dapat dievaluasi
jumlah hujan setiap
interval waktu, mis.
5, 10, 15 menit dst.

Sumbu x : waktu, sumbu Y : kedalaman hujan, mm.


Grafik merupakan akumulasi selama terjadi hujan,
jika mendatar tidak ada hujan.
Makin tajam kemiringan Makin tinggi intensitas hujan.
1. ALAT UKUR EMBER JUNGKIT (TIPPING BUCKET
GAUGE)
Sangat sesuai untuk me ngukur intensitas
hujan untuk waktu yang pendek.
Terdiri dari corong, sar ingan, dua buah alat
tampung yang sekaligus sebagai alat penimbang
dengan masing-masing mempunyai alat
pembuang serta peralatan untuk merekam data.
Air hujan jatuh pada co rong, melewati saringan
yang akan ditampung pada salah satu alat
tampung sampai setara dengan kedalaman hujan
0,5 mm, maka alat tampung tersebut akan
tumpah, terbuang melalui alat pembuang,
kemudian alat tampung yang lainnya siap untuk
menampung air hujan.
Tidak cocok untuk men gukur salju.
Kelemahan alat ini, pad a waktu salah satu alat
tampung menumpahkan air, diperlukan waktu,
sehingga ada kemungkinan hujan yang terjadi saat
itu tidak terekam.
Air hujan

Corong

Saringan

Tipping bucket

Terjungkir bila penuh


setara 0.5 mm air hujan

Recorder
Kelemahan alat ini Alat Ukur Ember Jungkit :
Pada waktu salah satu alat tampung menumpah
kan air, diperlukan waktu, sehingga ada
kemungkinan hujan yang terjadi saat itu tidak
terekam.
Apabila saringan sudah tidak dapat berfungsi
dengan baik maka kotoran, debu akan masuk pada
alat tampung sehingga menambah bobot air dan
sekaligus menambah kedalaman hujan.
Demikian, gerakan alat tampung saling bergantian
dan akan tercatat pada kertas grafik secara
mekanik yang menggambarkan kedalaman hujan.

2. ALAT UKUR PEMBERAT (WEIGHTING TYPE GAUGE).


3. ALAT UKUR PENCATAT APUNG / SIPON
(FLOAT RECORDING GAUGE)

Air hujan diterima coro ng, setelah melalui


sebuah silinder, akan tertampung pada
bejana tabung yang dilengkapi dengan
sebuah pelampung(float).
Jika muka air dalam tabung naik,
pelampung bergerak ke atas terhubung
dengan pena melalui tali penghubung
dengan suatu mekanisme khusus sehingga
dapat menggerakkan alat tulis pada kertas
grafik yang digulung pada silinder yang
berputar. Jika tabung penuh, otomatis air
akan melimpas keluar.

Alat ini harus dikosong kan secara manual,


ad. 1 dan 2 secara otomatis oleh suatu
selang pipa yang bekerja sendiri.
C. ALAT PENGUKUR HUJAN DENGAN RADAR/SATELIT
•Radar gelombang pen dek dapat menunjukkan
adanya hujan dalam daerah pengamatannya.
Makin deras hujan, makin besar reflektivitasnya.
•Penggunaan kombina si antara radar dan jaringan
alat ukur biasa / otomatis karena akan
menghasilkan suatu perataan yang lebih teliti.
•Ukuran tetesan hujan secara kasar mempunyai
korelasi dengan intensitas hujan, dan citra pada
layar radar dapat ditafsirkan sebagai suatu
indikasi kasar tentang intensitas hujan. Hasilnya
perlu dikalibrasi.
•Radar memberikan c ara-cara untuk mendapatkan
informasi tentang penyebaran hujan, yang hanya dapat
diberikan secara kasar oleh jaringan alat ukur hujan biasa.
A. Perhitungan Distribusi Curah Hujan Rata-rata
Curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air
adalah curah hujan rata-rata di seluruh daerah yang bersangkutan, bukan curah hujan
pada suatu titik tertentu. Curah hujan ini disebut curah hujan wilayah/ daerah dan
dinyatakan dalam mm. Cara perhitungan curah hujan daerah dari pengamatan curah
hujan dibeberapa titik adalah sebagai berikut :
a.Metode Rata-rata Aljabar (Metode Arithmatik Mean)
Metode perhitungan rata-rata aljabar (arithmatic mean) bisanya digunakan untuk
daerah yang datar, dengan jumlah pos curah hujan yang cukup banyak dan dengan
anggapan bahwa curah hujan di daerah tersebut cenderung bersifat seragam (uniform
distribution). Stasiun hujan yang digunakan dalam hitungan biasanya adalah yang
berada didalam DAS, tetapi stasiun diluar DAS yang masih berdekatan juga bias
diperhitungkan.
1
𝑅̅ = (𝑅 + 𝑅2 + ⋯ + 𝑅𝑛 )
𝑛 1
dimana :
𝑅̅ = curah hujan rata-rata (mm)
n = jumlah stasiun hujan
R1, R2, ....Rn = besarnya curah hujan pada masing-masing stasiun hujan (mm)

b. Metode Poligon Thiessen


Metode ini dilakukan dengan menganggap bahwa setiap stasiun hujan dalam suatu
daerah mempunyai luas pengaruh tertentu dan luas tersebut merupakan faktor koreksi
bagi hujan stasiun menjadi hujan daerah yang bersangkutan. Caranya adalah dengan
memplot letak stasiun-stasiun curah hujan ke dalam gambar DAS yang bersangkutan.
Kemudian dibuat garis penghubung di antara masing-masing stasiun dan ditarik garis
sumbu tegak lurus. Cara ini merupakan cara terbaik dan paling banyak digunakan walau
masih memiliki kekurangan karena tidak memasukkan pengaruh topografi. Metode ini
dapat digunakan apabila pos hujan tidak banyak. Curah hujan daerah metode poligon
Thiessen dihitung dengan persamaan berikut :
𝐴1 𝑅1 + 𝐴2 𝑅2 + ⋯ + 𝐴𝑛 𝑅𝑛
𝑅̅ =
𝐴1 + 𝐴2 + ⋯ + 𝐴𝑛
𝐴1 𝑅1 + 𝐴2 𝑅2 + ⋯ + 𝐴𝑛 𝑅𝑛
𝑅̅ =
𝐴
dimana :
𝑅̅ = Rata-rata curah hujan (mm).
𝑅1 , 𝑅2 , … , 𝑅𝑛 = curah hujan dimasing-masing stasiun dan n adalah jumlah stasiun
hujan
A = 𝐴1 + 𝐴2 + ⋯ + 𝐴𝑛 (km2).
𝐴1 + 𝐴2 + ⋯ + 𝐴𝑛 = luas sub area yang mewakili masing-masing stasiun hujan (km2).

c.Metode Isohyet
Isohyet adalah garis lengkung yang menghubungkan tempat-tempat kedudukan yang
mempunyai curah hujan yang sama. Isohyet diperoleh dengan cara menggambar kontur
tinggi hujan yang sama, lalu luas area antara garis ishoyet yang berdekatan diukur dan
dihitung nilai rata-ratanya. Curah hujan daerah metode Isohyet dihitung dengan
persamaan berikut :
𝐼1 𝐼2 𝐼 𝐼 𝐼 𝐼
𝐴1 + 𝐴2 2 3 + ⋯ + 𝐴𝑛 𝑛 𝑛+1
𝑅̅ = 2 2 2
𝐴1 + 𝐴2 + ⋯ + 𝐴𝑛

dimana :
𝑅̅ = curah hujan rata-rata (mm),
𝐼1 , 𝐼2 , … , 𝐼𝑛 = garis isohiet ke 1,2,3,...,n+1
𝐴1 + 𝐴2 + ⋯ + 𝐴𝑛 = luas daerah yang dibatasi oleh garis isohiet ke 1 dan 2, 2 dan 3,...,n dan
n+1.

B. Analisa Frekuensi
Analisis frekuensi dapat diartikan sebagai suatu cara untuk memprediksi suatu
besaran curah hujan di masa yang akan datang dengan menggunakan data curah hujan
di masa yang lalu berdasarkan suatu pemakaian distribusi frekuensi. Dalam melakukan
sebuah analisis frekuensi diperlukan data curah hujan, yaitu curah hujan maksimum.
Teori distribusi dapat digunakan untuk menyelesaikan persamaan umum tinggi hujan
untuk analisis frekuensi, seperti:
- Distribusi Normal
𝑋𝑇 = 𝑋̅ + 𝑘. 𝑆
dimana :
XT = Perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T
𝑋̅ = Nilai rata-rata hitung variat
S = Standar deviasi nilai variat
k = faktor frekuensi/ nilai variabel reduksi Gauss
- Distribusi Log Normal
log 𝑋𝑡 = log 𝑋̅ + 𝑘. 𝑆log 𝑥

∑(log 𝑋 − log 𝑋̅)2


𝑆=√
𝑛−1
dimana :
log 𝑋𝑡 = Nilai variat X yang diharapkan terjadi pada peluang atau periode ulang t
tahun
log 𝑋̅ = Logaritma rata-rata
S = Standart deviasi dari logaritma
𝑘 = Faktor frekuensi
𝑛 = Jumlah data

- Distribusi Log Pearson Type III


Metode yang dianjurkan dalam pemakaian distribusi Log Pearson Type III adalah
dengan mengkorvesikan rangkaian datanya menjadi bentuk logaritmis. Hujan harian
maksimum diubah dalam bentuk logaritma.
∑ log 𝑋𝑖
a. Harga logaritma rata-rata :log 𝑋̅ =
𝑛

∑(log 𝑋𝑖 −log 𝑋̅)2


b. Harga standar deviasi :𝑆 = √
𝑛−1
𝑛 ∑(log 𝑋−log 𝑋̅) 3
c. Koefisien kemencengan :𝐶𝑠 = (𝑛−1)(𝑛−2)𝑆 3

d. Logaritma hujan periode ulang t :log 𝑋𝑡 = 𝑙𝑜𝑔𝑋̅ + 𝑘. 𝑆

dimana :
Cs = koefisien kemencengan
log 𝑋̅ = logaritma rata-rata
Xt = tinggi hujan dengan kala ulang t tahun
𝑘 = Faktor frekuensi
𝑆 = Standart deviasi
n = jumlah data

- Distribusi Gumbel
𝑆
𝑋𝑡 = 𝑋̅ + × (𝑌𝑡 − 𝑌𝑛 )
𝑆𝑛
dimana:
Xt = curah hujan rencana dengan periode ulang t tahun (mm),
Xt = curah hujan rencana dengan periode ulang t tahun (mm),
S = standar deviasi
Sn = standar deviasi dari reduksi variat, nilainya tergantung dari jumlah
data (n)
Y = Nilai reduksi variat dari variabel yang diharapkan terjadi pada periode ulang
tertentu
Yn = Nilai rata-rata dari reduksi variat, nilainya
tergantung dari jumlah data (n).
PERHITUNGAN METODE INTENSITAS CURAH HUJAN

Salah satu metode yang umum digunakan untuk memperkirakan laju aliran puncak
(debit banjir atau debit rencana) yaitu Metode Rasional USSCS (1973). Metode ini
digunakan untuk daerah yang luas pengalirannya kurang dari 300 ha (Goldman et.al.,
1986, dalam Suripin, 2004). Metode Rasional dikembangkan berdasarkan asumsi bahwa
curah hujan yang terjadi mempunyai intensitas seragam dan merata di seluruh daerah
pengaliran selama paling sedikit sama dengan waktu konsentrasi (tc). Persamaan
matematik Metode Rasional adalah sebagai berikut :
Q
=0,278.C.I.A
dimana :
Q : Debit (m3/detik)
0,278 : Konstanta, digunakan jika satuan luas daerah menggunakan km2
C : Koefisien aliran
I : Intensitas curah hujan selama waktu konsentrasi (mm/jam)
A : Luas daerah aliran (km2)
Di wilayah perkotaan, luas daerah pengaliran pada umumnya terdiri dari beberapa
daerah yang mempunyai karakteristik permukaan tanah yang berbeda (subarea),
sehingga koefisien pengaliran untuk masing-masing subarea nilainya berbeda, dan untuk
menentukan koefisien pengaliran pada wilayah tersebut dilakukan penggabungan dari
masing-masing subarea. Variabel luas subarea dinyatakan dengan A j dan koefisien
pengaliran dari tiap subarea dinyatakan dengan Cj, maka untuk menentukan debit
digunakan rumus sebagai berikut :
_
dimana :
Q : Debit (m3/detik)
Cj : Koefisien aliran subarea
I : Intensitas curah hujan selama waktu konsentrasi (mm/jam)
Aj : Luas daerah subarea (km2)

Biasanya dalam perencanaan bangunan pengairan (misalnya drainase), debit rencana


sangat diperlukan untuk mengetahui kapasitas yang seharusnya dapat ditampung oleh
sebuah drainase, agar semua debit air dapat ditampung dan teralirkan. Oke kita masuk ke
intinya, metode yang biasa digunakan dalam perhitungan intensitas curah hujan adalah
sebagai berikut:
Metode Mononobe
_
dimana :
I : Intensitas curah hujan (mm/jam)
t : Lamanya curah hujan / durasi curah hujan (jam)
R24 : Curah hujan rencana dalam suatu periode ulang, yang
nilainya didapat dari tahapan sebelumnya (tahapan
analisis frekuensi)
Keterangan :
R24 , dapat diartikan sebagai curah hujan dalam 24 jam
(mm/hari)
Contoh kasusnya seperti ini, jika anda ingin mengetahui intensitas curah hujan dari data
curah hujan harian selama 5 menit, pengerjaannya adalah sebagai berikut (jika diketahui
curah hujan selama satu hari bernilai 56 mm/hari) :

_
Ket :
Ubah satuan waktu dari menit menjadi jam. Contoh durasi selama 5 menit menjadi durasi
selama 5/60 atau selama 0,833 jam.
Gampang kan bagaimana cara mendapatkan intensitas curah hujan dari curah hujan
harian. Sekarang kita masuk ke metode kedua, yaitu :
Metode Van Breen
Berdasarkan penelitian Ir. Van Breen di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa, curah
hujan terkonsentrasi selama 4 jam dengan jumlah curah hujan sebesar 90% dari jumlah
curah hujan selama 24 jam (Anonim dalam Melinda, 2007).
Perhitungan intensitas curah hujan dengan menggunakan Metode Van Breen adalah
sebagai berikut :
_
dimana :
IT : Intensitas curah hujan pada suatu periode ulang (T tahun)
RT : Tinggi curah hujan pada periode ulang T tahun (mm/hari)

Oke, dengan nilai yang sama dengan nilai yang digunakan dalam Metode Mononobe,
maka perhitungan intensitas curah hujan dengan Metode Van Breen, menghasilkan nilai
sebagai berikut :

_
Udah liat kan, ternyata nilai intensitas curah hujan selama 5 menit dengan nilai curah
hujan harian mencapai 56 mm/hari dengan menggunakan Metode Van Breen, nilainya
lebih besar dibandingkan dengan perhitungan intensitas curah hujan menggunakan
Metode Mononobe.
Metode ketiga adalah sebagai berikut :
Metode Haspers dan Der Weduwen
Metode ini berasal dari kecenderungan curah hujan harian yang dikelompokkan atas
dasar anggapan bahwa curah hujan memiliki distribusi yang simetris dengan durasi curah
hujan lebih kecil dari 1 jam dan durasi curah hujan lebih kecil dari 1 sampai 24 jam
Perhitungan intensitas curah hujan dengan menggunakan Metode Haspers & der
Weduwen adalah sebagai berikut :

_
dimana :
I : Intensitas curah hujan (mm/jam)
R, Rt : Curah hujan menurut Haspers dan Der Weduwen
t : Durasi curah hujan (jam)
Xt : Curah hujan harian maksimum yang terpilih (mm/hari)

Dengan nilai contoh yang sama, akan tetapi dengan ditambah dengan durasi 60 menit :
CONTOH :
Dari suatu DAS seluas 2 HA dan sketsa data
grafik AUHO (Alat Ukur Hujan Otomatik) tsb, di
bawah ini :
Diminta untuk menghitung :
a. Intensitas hujan setiap jam
b. Gambarkanhyetographhujan
c. Hitung tebal hujan efektif, bila selama terjadi hujan besarnya
kehilangan air rata-rata sebesar 8mm/jam.
d. Gambarkan kurva massa hujan
e. Hitung besarnya koefisien aliran (koefisien runoff)
f. Bila waktu konsentrasi aliran tc = 20 menit, hitungbesarnya
debit puncak banjir !
Penyelesaian :
a. Perhitungan Intensitas Hujan tiap jam disajikan dlm. tabel sbb:
Waktu Tinggi hujan Intensitas
No. (pukul) (mm) Lamanya (jam) (mm/jam)
1 8-9 0,0 1,0 0,0
2 9-10 0,0 1,0 0,0
3 10-11 2,0 1,0 2,0
4 11-12 2,0 1,0 2,0
5 12-13 0,0 1,0 0,0
6 13-14 0,0 1,0 0,0
7 14-15 4,0 1,0 4,0
8 15-16 10,0 1,0 10,0
9 16-17 20,0 1,0 20,0
10 17-18 14,0 1,0 14,0
11 18-19 0,0 1,0 0,0
12 19-20 2,0 1,0 2,0
13 20-21 0,0 1,0 0,0
Tinggi hujan = 54,0
b.Hyetographhujan : kedalaman hujan vs waktu
c. Hujan efektif, bila selama terjadi hujan besarnyakehilangan air
rata-rata sebesar 8 mm/jam :

Hujan efektif merupakan tingginya curah hujan yang menjadi aliran


permukaan (grafik yang diarsir), yang dihitung dari tinggi hujan
lebih dari8 mm, yaitu :

He = (10-8)mm/jam (1 jam) + (20-8) mm/jam (1


jam) + (14-8) mm/jam (1 jam) = 20 mm
Jadi tingginya hujan efektif = 20 mm.

d. Kurva massa hujan : diperoleh dari nilai kumulatif tinggi


hujan, sbb :
e. Besarnya koefisien aliran(koefisien runoff):Tinggi
hujan H = 54 mm
Tinggi hujan efektif = He = 20 mm
He 20
Koefisien aliran :    0,37
H 54
f. Bila waktu konsentrasi aliran tc = 20 menit,hitung besarnya
debit puncak banjir !.
Intensitas maksimum adalah intensitas hujan maksimum, dari tabel di atas
yang terjadi padapukul 16-17 sebesar 20 mm/jam.

Debit puncak banjir Qp = x I maks x A


= 0,370 x 20 mm/jam x 2 HA
= 0,370 x 2 cm/jam x cm 2
2x108
= 3
1,x512 10 8 cm /jam
= 5 liter/jam
1,x512 10
` = 42 liter/detik.
DAFTAR PUSTAKA

https://id.scribd.com/document/395057284/PENGUKURAN-HUJAN

https://id.scribd.com/document/342414381/Makalah-Curah-Hujan-Restu-n-
14110032

Anda mungkin juga menyukai