Anda di halaman 1dari 6

totoh andayono (5156)

PRESIPITASI 2

A. JARINGAN PENGUKUR HUJAN

Jaringan pengukur hujan berkaitan dengan jumlah stasiun hujan


(km2/stasiun) dan pola penempatan jumlah stasiun hujan dalam DPS, hal
ini berpengaruh terhadap ketelitian dan jumlah data curah hujan yang
dikehendaki.
Organisasi Meteorologi Dunia, WMO (World Meteorological
Organisation) memberikan pedoman kerapatan jaringan pengukur hujan.
Tabel 2.2. Kerapatan jaringan stasiun hujan

Kerapatan jaringan
Daerah minimum
(km2/sta)
Daerah datar beriklim sedang, laut tengah dan
tropis 600 – 900
 Kondisi normal 100 – 250
 Daerah pegunungan 25
Pulau-pulau kecil bergunung (<20.000 km2) 1.500 – 10.000
Daerah kering dan kutub
Sumber : hidrologi terapan, bambang triadmodjo

Penentuan jumlah optimum stasiun hujan yang dipasang pada suatu


DAS dapat dilakukan secara statistik. Berdasarkan prinsip statistik, jumlah
optimum stasiun hujan dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan
berikut (Garg SK, 1982 dalam hidrologi terapan, Triadmodjo, B.)
2
C 
N  v  (2.1)
 E 
100.
Cv  (2.2)
p

1
totoh andayono (5156)

  
1/ 2
 n 2 2 
  p  p  (2.3)
n 1

p
p (2.4)
n
dimana:
N = jumlah stasin hujan
Cv = koefisien variasi hujan berdasarkan pada stasiun hujan yang
ada
E = presentasi kesalahan yang diijinkan
p = hujan rerata tahunan
p = hujan rerata dari n hujan
n = jumlah stasiun hujan yang ada
 = standar deviasi

B. CARA PENGUKURAN HUJAN BIASA

Alat pengukur hujan biasa terdiri dari sebuah alat yang terbuat dari
aluminium yang dipasang tegak di atas permukaan tanah dan ditopang
dengan balok. Mulut alat berbentuk melingkar terbuka keatas, luasnya 100
cm2. Hujan masuk ke dalam alat melalui lobang ini. Tinggi bibir lobang di
atas permukaan tanah adalah 1,2 m. Tabung penampung air hujan
berbentuk selinder. Air hujan masuk tabung ini melalui sebuah pipa yang
dipasang di ujung bawah corong yang berada di atas tabung.
Untuk mengukur banyaknya air hujan, maka air yang tertampung
dalam tabung dikeluarkan melalui sebuah kran dan ditampung dengan
gelas ukur. Banyaknya curah hujan adalah jumlah pengukuran banyaknya
air dalam gelas ukur.
Pelaksanaan pengukuran dilakukan setiap hari tiap jam 7 pagi. Dengan
demikian jumlah air yang diukur merupakan banyaknya curah hujan
selama 24 jam. Banyaknya air hujan yang diukur ini ditulis pada kartu
pencatatan hujan, satu kartu untuk satu bulan.

2
totoh andayono (5156)

Apabila intensitas hujan besar maka ada kemungkinan air hujan akan
melimpas karena alat penampungnya tidak mampu memuat, sehingga data
yang diperoleh tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya.

Gambar 1. Penakar hujan biasa

Jika dipasang pada ketinggian 1,20 m dari permukaan tanah, maka ada
pengaruh turbulensi angin sehingga hujan yang tertangkap 80-95%, biaya
lebih murah tetapi mudah tumbang disebabkan karena manusia atau
binatang. Dan apabila dipasang di atas permukaan tanah, pengaruh
turbulensi angin makin kecil, sehingga dapat menangkap hujan 100%,
tetapi sulit pengoperasiannya dan lebih mahal. Harus diberi grill (semacam
sarang dari logam, mencegah tumbuhnya rumput) dan brush (lapisan lunak
dari pasir atau bahan lain, mencegah percikan air tidak masuk ke penakar).

C. CARA PENGUKURAN HUJAN OTOMATIS

Alat pengukur hujan otomatis mencatat data hujan pada sehelai kertas
grafik. Pencatatan berlangsung secara otomatis. Kertas grafik ini
dilingkarkan pada sebuah selinder yang dapat berputar terus-menerus
dengan arah perputaran sesuai dengan arah jarum jam.

3
totoh andayono (5156)

Bagian dalam alat terdapat sebuah selinder tempat air hujan masuk. Di
dalamnya terdapat pelampung yang mempunyai tangkai yang selalu tegak.
Pada tangkai ini dikaitkan pena yang akan membuat grafik pada kertas
grafik. Jika terjadi hujan air dalam tabung akan naik dan pena membuat
grafik naik. Setiap grafik mencapai 10 mm, maka jarum turun secara tiba-
tiba, hal ini disebabkan air dalam tabung turun akibat melimpah. Kemudian
air naik lagi seiring masih turunnya hujan. Proses ini berlangsung terus
sampai hujan berhenti. Jika tidak terjadi hujan maka grafik menunjukan
bentuk mendatar.
Beberapa keuntungan menggunakan alat penakar hujan biasa :
 Data tercatat secara langsung pada kertas pencatat secara otomatis di
mana hasil rekaman data dapat memberikan gambaran/ informasi
terhadap intensitas/kederasan hujan & lama hujan dengan
periode waktu yg diinginkan : mm/jam, mm/2 jam, dst.
 Dapat menghasilkan data hujan yang menerus untuk berbagai jangka
waktu (menit, jam, hari).
 Dapat diketahui dengan tepat kapan terjadi hujan dan berapa
kedalamannya.
 Dapat memperkecil kesalahan yg diakibatkan faktor manusia.

4
totoh andayono (5156)

Gambar 2. Hasil pencatatan hujan otomatis

D. ALAT UKUR EMBER JUNGKIT (TIPPING BUCKET GAUGE)

Alat pencatat hujan ini sangat sesuai untuk mengukur intensitas


hujan untuk waktu yang pendek (durasi singkat). Alat ini terdiri dari
corong, saringan, dua buah alat tampung yang sekaligus sebagai alat
penimbang dengan masing-masing mempunyai alat pembuang serta
peralatan untuk merekam data.

Air hujan jatuh pada corong, melewati saringan yang akan ditampung
pada salah satu alat tampung sampai setara dengan kedalaman hujan 0,5
mm, maka alat tampung tersebut akan tumpah, terbuang melalui alat
pembuang, kemudian alat tampung yang lainnya siap untuk menampung
air hujan.

5
totoh andayono (5156)

Gambar 3. Ember jungkit

Alat penakar hujan ini tidak cocok untuk mengukur salju, karena
mempunyai kelemahan, yaitu pada waktu salah satu alat tampung
menumpahkan air, diperlukan waktu, sehingga ada kemungkinan hujan
yang terjadi saat itu tidak terekam. Kemudian Apabila saringan sudah tidak
dapat berfungsi dengan baik maka kotoran, debu akan masuk pada alat
tampung sehingga menambah bobot air dan sekaligus menambah
kedalaman hujan. Dan gerakan alat tampung saling bergantian dan akan
tercatat pada kertas grafik secara mekanik yang menggambarkan
kedalaman hujan.

Anda mungkin juga menyukai