Anda di halaman 1dari 12

BAHAN AJAR HIDROLOGI TEKNIK

IFIGINIA, ST, S.Pd.K, MT

II. PRESIPITASI ( HUJAN )

Hujan adalah titik – titik air yang jatuh dari awan melalui lapisan atmosfer ke permukaan bumi
secara proses alam. Hujan turun ke permukaan bumi selalu didahului dengan adanya pembentukan
awan, karena adanya penggabungan uap air yang ada di atmosfer melalui proses kondensasi, maka
terbentuklah butir – butir air yang bila lebih berat dari gravitasi akan jatuh berupa hujan.

Proses terjadinya hujan menurut teori Kristal Es secara garis besar dapat diterangkan dengan
teori “Bergaron” yang dikemukakan oleh seorang ahli meteorologi dari Skandinavia yang mempelajari
proses teori Kristal Es sekitar tahun 1930. Teori ini mengemukakan bahwa pada kondisi udara di bawah
suhu 0°C, tekanan air di atas kristal akan menurun lebih cepat dibandingkan suhu di atas air yang
didinginkan antara suhu -5°C dan -25°C. Sehingga apabila kristal es dan butir – butir uap air yang
didinginkan berada secara bersamaan terjadi di awan, maka titik uap air akan cenderung menyublim
langsung di atas kristal es. Selanjutnya kristal es tersebut akan terbentuk menjadi lebih besar oleh
adanya endapan dari uap air, yang pada akhirnya es jatuh dari awan ke permukaan bumi berbentuk
butiran es. Jatuhnya butir – butir es melalui awan ini akan mengakibatkan butir – butir es dapat terus
tumbuh dengan proses kondensasi dan bergabung dengan butir – butir yang lain.

Apabila suhu udara di bawah awan lebih tinggi dari titik beku es, maka es akan mencair dan
jatuh sebagai hujan.

2.1 Tipe Hujan

Tipe hujan yang terjadi di suatu wilayah juga dipengaruhi oleh kondisi meteorologi setempat
pada saat itu. Keadaan topografi juga berperan sebagai penyebab terjadinya tipe hujan. Secara garis
besar tipe hujan dapat dikategorikan menjadi tiga tipe yaitu :

1. Hujan Konvektif

Merupakan hujan yang dihasilkan oleh adanya konveksi thermal dari udara yang lembab.
Kondisi ini terjadi bilamana udara di bawah dipanasi, yang mengakibatkan udara akan mengembang dan
dipaksa untuk naik ke atas udara dingin yang lebih berat. Sistem konveksi terdiri dari banyak sel arus
udara nail dan udara turun setempat. Jika arus naik mencapai ketinggian kondensasi maka terbentuklah
awan Comulus. Jika udara lembab sekali makan terjadi awan Comulusnimbos pada ketinggian yang
tinggi, kemudian ada kemungkinan terjadi hujan lebat dengan petir dan kilat.
BAHAN AJAR HIDROLOGI TEKNIK
IFIGINIA, ST, S.Pd.K, MT

Hujan dari sel – sel konvektif mempunyai beberapa sifat di antaranya :

- Hujan terjadi biasanya lebat ( terutama bila hujan datang dengan arus udara turun )

- Pada daerah yang luasnya terbatas, sering ditandai dari periodesitas harian dan musiman. Hujan
ini sering terjadi pada tengah hari dan sebelum senja.

Karena hujan konvektif ini sering terjadi dalam bentuk hujan lebat, maka kurang efektif untuk
pertumbuhan tanaman dibanding hujan yang jatuhnya merata.

2. Hujan Orografis

Hujan yang terjadi oleh adanya rintangan topografi dan diperhebat oleh adanya dorongan udara
melalui dataran tinggi atau gunung. Jumlah curah hujan tahunan di dataran tinggi umumnya lebih tinggi
dari pada di dataran rendah terutama pada lereng – lereng dimana angin datang. Bagian belakang
gunung dimana udara turun dan menjadi panas adalah sangat kering, yang menimbulkan apa yang
dinamakan bayangan hujan.

Bertambahnya curah hujan tidak hanya disebabkan oleh adanya dorongan angin ke atas yang
membawa uap air, tetapi juga disebabkan oleh adanya dorongan angin ke atas yang membawa uap air,
disamping itu juga disebabkan oleh hal – hal sebagai berikut :

- Turbulensi yang kuat dari sifat mekanik konvektif

- Gangguan cuaca karena ada yang memperlambat dan menghalangi

- Konvergensi karena keadaan orografik (misalnya : udara harus melalui antara gunung sehingga
terjadi pemampatan udara)

- Dataran yang tinggi dapat memberikan dorongan awal pada keadaan udara yang tidak stabil.

Keadaan ideal untuk terjadinya hujan orografis yang lebat ialah bilamana pegunungan yang
tinggi dan luas, terletak dekat lokasi angin yang panas yang dapat mencapai pegunungan.

3. Hujan Frontal

Hujan ini banyak terjadi di daerah pertengahan dan jarang terjadi di daerah tropis dimana massa
udara hampir mempunyai suhu yang seragam. Kenaikan udara frontal ditandai oleh lerengnya yang
landai, dimana udara panas naik ke atas udara yang dingin. Awan yang terjadi secara demikian meliputi
daerah yang sangat luas sehingga hujan terjadi pada daerah yang luas pula.
BAHAN AJAR HIDROLOGI TEKNIK
IFIGINIA, ST, S.Pd.K, MT

 Curah Hujan :

Adalah tinggi hujan dalam satu hari, bulan atau tahun. Dinyatakan dalam mm. cm atau inchi.
Misalnya : 124 mm perhari, 462 mm perbulan, 2158 mm pertahun.

 Waktu Hujan

Adalah lama terjadinya satu kali hujan ( duration of one rainstorm. Misalnya : 12 menit, 42
menit, 2 jam pada satu kejadian hujan.

 Intensitas Hujan

Adalah banyaknya hujan yang jatuh dalam periode tertentu. Misalnya : 48 mm/jam dalam 15
menit, 72 mm/jam dalam 30 menit.

 Frekuensi Hujan

Adalah kemungkinan terjadinya atau dilampauinya suatu tinggi hujan tertentu. Misalnya : curah
hujan 2500 mm per tahun akan terjadi atau dilampaui dalam sepuluh tahun.

2.2 Alat Penakar Hujan

1. Tipe Manual

Penakar hujan ini tidak dapat mencatat sendiri (non recording), bentuknya sederhana terbuat
dari seng plat, tingginya sekitar 60 cm dan dicat alumunium. Ada juga yang terbuat dari pipa paralon
dengan tinggi sekitar 100 cm.

Gambar 2.1 Alat Penakar Hujan Manual


BAHAN AJAR HIDROLOGI TEKNIK
IFIGINIA, ST, S.Pd.K, MT

Prinsip kerja Ombrometer menggunakan prinsip pembagian antara volume air hujan yang
ditampung dibagi luas mulut penakar. Ombrometer biasa diletakkan pada ketinggian 120 – 150 cm.
Kemudian luas mulut penakar dihitung, volume air hujan yang tertampung juga dihitung.

2. Tipe Otomatis

Alat penakar hujan otomatis atau Automatic Rain Gauge adalah alat yang dapat mencatat hasil
pengukuran hujan secara otomatis dalam setiap kejadian hujan.

- Weighing Bucket Rain Gauge

Gambar 2.2 Alat Penakar Hujan Otomatis


BAHAN AJAR HIDROLOGI TEKNIK
IFIGINIA, ST, S.Pd.K, MT

Gambar 2.3 Weighing Bucket Raingauge

- Tipping Bucket Rain Gauge

Gambar 2.4 Tipping Bucket Rain Gauge


BAHAN AJAR HIDROLOGI TEKNIK
IFIGINIA, ST, S.Pd.K, MT

Gambar 2.5 Skema Tipping Bucket Rain Gauge

- Syphon Automatic Rainfall Recorder

Gambar 2.6 Syphon Automatic Rainfall Recorder


BAHAN AJAR HIDROLOGI TEKNIK
IFIGINIA, ST, S.Pd.K, MT

2.3 Penyajian Data Hujan

Data hujan biasanya disajikan dalam bentuk :

1. Tabel

Gambar 2.7 Contoh Tabel Data Hujan

2. Diagram ( Hyetograph )

Gambar 2.8 Contoh Diagram Hujan

3. Grafik ( Kurva )

Gambar 2.9 Contoh Grafik Hujan


BAHAN AJAR HIDROLOGI TEKNIK
IFIGINIA, ST, S.Pd.K, MT

2.4 Perhitungan Hujan Rata – Rata

Untuk perhitungan hidrologi daerah aliran sungai diperlukan perhitungan hujan rata – rata,
karena pada perhitungan hujan rata – rata, hujan yang terjadi distribusinya dianggap merata pada suatu
daerah aliran sungai.

Terdapat beberapa metode yang sering digunakan dalam perhitungan hujan rata – rata daerah
aliran sungai, yaitu :

1. Metode Arithmatik

Metode ini digunakan untuk daerah datar dan untuk DAS – DAS dengan jumlah penakar hujan
yang besar yang didistribusikan secara merata pada lokasi – lokasi yang mewakili.

Cara perhitungan hujan rata – rata metode arithmatik adalah dengan membagi rata jumlah
hujan dari hasil pencatatan stasiun yang ada pada daerah aliran sungai, sehingga dapat dirumuskan
sebagai berikut :

dengan :

P = hujan rata – rata (mm)

P1,P2…Pn = jumlah hujan masing – masing stasiun yang diamati (mm)

n = jumlah stasiun pengamatan

Gambar 2.10 Metode Arithmatik


BAHAN AJAR HIDROLOGI TEKNIK
IFIGINIA, ST, S.Pd.K, MT

Contoh soal :

Jumlah hujan bulanan tahun 2018 pada stasiun : P1 = 1000 mm; P2 = 950 mm; P3 = 1050 mm dan
stasiun P4 = 1200 mm. Hitung jumlah hujan bulanan rata – rata daerah aliran sungai pada tahun 2018.

Penyelesaian :

Jadi hujan bulanan rata – rata daerah aliran sungai pada tahun 2018 adalah 1050 mm.

2. Metode Polygon Thiessen

Metode Thiessen digunakan pada kawasan – kawasan dengan jarak antar penakar hujan yang
tidak merata. Dibutuhkan data dari minimum tiga stasiun pengamat hujan di dan dekat daerah
pengamatan. Dalam metode Thiessen tidak diperhitungkan kondisi topografi . Perhitungan hujan rata–
rata dengan metode ini dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

- Menghubungkan masing – masing stasiun hujan dengan garis polygon.

- Membuat garis berat antara 2 stasiun hujan hingga bertemu dengan garis berat lainnya pada
satu titik dalam polygon.

- Luas area yang mewakili masing – masing stasiun hujan dibatasi oleh garis berat pada polygon.

- Luas sub area masing – masing stasiun hujan dipakai sebagai faktor pemberat dalam
menghitung hujan rata – rata.

Sehingga penghitung hujan rata – rata pada suatu daerah aliran sungai dapat dirumuskan :

Dengan :

P = hujan rata – rata (mm)

P1,P2…Pn = jumlah hujan masing – masing stasiun yang diamati (mm)

A1,A2…An = luas sub area yang mewakili masing – masing stasiun hujan (km²)
BAHAN AJAR HIDROLOGI TEKNIK
IFIGINIA, ST, S.Pd.K, MT

Gambar 2.11 Metode Polygon Thiessen

Contoh soal :

Jumlah hujan bulanan tahun 2018 :

P1 = 1000 mm, luas sub area A1 = 200 km²

P2 = 950 mm, luas sub area A2 = 150 km²

P3 = 1050 mm, luas sub area A3 = 215 km²

P4 = 1200 mm, luas sub area A4 = 225 km²

Hitung jumlah hujan bulanan rata – rata daerah aliran sungai pada tahun 2018.

Penyelesaian :

Jadi hujan bulanan rata – rata daerah aliran sungai pada tahun 2018 adalah 1062 mm.

3. Metode Isohiet

Metode ini digunakan untuk daerah pegunungan. Isohiet adalah garis kontur yang
menghubungkan tempat – tempat yang mempunyai jumlah hujan yang sama. Perhitungan hujan rata –
rata dengan metode ini dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
BAHAN AJAR HIDROLOGI TEKNIK
IFIGINIA, ST, S.Pd.K, MT

- Memploting masing – masing stasiun hujan pada peta dasar.


- Mencatat jumlah hujan pada setiap stasiun hujan.
- Membuat interpolasi dengan garis kontur antara stasiun – stasiun hujan menurut interval yang
dikehendaki.
- Luas sub area antara 2 garis kontur yang dipakai sebagai factor pemberat dalam menghitung
hujan rata – rata.
Sehingga perhitungan hujan rata – rata pada suatu daerah aliran sungai dapat dirumuskan :

Dengan :

P = hujan rata – rata (mm)

X1,X2…Xn = jumlah hujan berdasarkan garis kontur (mm)

A1,A2…An = luas sub area antara 2 garis kontur (km²)

Gambar 2.12 Metode Isohiet


BAHAN AJAR HIDROLOGI TEKNIK
IFIGINIA, ST, S.Pd.K, MT

Contoh soal :

Jumlah hujan bulanan pada tahun 2018, berdasarkan gambar diatas pada stasiun : P1 = 1000 mm; P2 =
950 mm; P3 = 1050 mm dan stasiun P4 = 1200 mm. Hitung jumlah hujan bulanan rata – rata daerah
aliran sungai pada tahun 2018.

Penyelesaian :

P = 1035 mm

Jadi hujan bulanan rata – rata daerah aliran sungai pada tahun 2018 adalah 1035 mm.

Anda mungkin juga menyukai