Anda di halaman 1dari 40

Presipitasi

Hidrogeologi dan Penirisan Tambang

MUHAMMAD EL HAKIM, S.T., M.T


TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS JAMBI
Pengertian Presipitasi

Presipitasi adalah proses turunnya air


dari atmosfer ke permukaan bumi, baik
dalam bentuk curah hujan maupun salju
tergantung posisi atau letak turunnya air
tersebut.

Presipitasi adalah peristiwa klimatik yang


bersifat alamiah, merupakan perubahan
bentuk air dari uap menjadi cairan
sebagai akibat dari proses kondensasi.

Untuk indonesia, presipitasi yang terjadi


berupa curah hujan
Proses Presipitasi

● Proses presipitasi diawali naiknya Agar terjadi presipitasi, kondisi


uap air dari permukaan bumi ke atmosfer harus mendukung hal
atmosfer. berikut:
● Uap air di atmosfer menjadi dingin 1. Kelembaban udara yang
dan terkondensasi membentuk cukup
awan (clouds). 2. Terdapat inti yang cukup
● Kondensasi terjadi ketika suhu udara untuk pembentukan
berubah menjadi lebih dingin. kondensasi
● Ketika awan yang terbentuk tidak 3. Kondisi udara cukup baik
mampu lagi menampung air maka untuk proses penguapan
awan akan melepas uap air yang terjadi
ada di dalamnya ke dalam bentuk 4. Awan pembentukan
presipitasi. kondensasi harus mencapai
bumi
Bentuk Presipitasi

● Drizzle : Presipitasi yang terdiri dari butir-butir air berdiameter


kurang dari 0,02 mm atau intensitasnya kurang dari 0.04 mm per
jam
● Rain : Presipitasi dengan ukuran butir air lebih besar dari 0,02 mm
● Glaze : Presipitasi berupa es yang terbentuk dari hujan atau
drizzle yang membeku akibat kontak dengan lingkungan yang
dingin
● Sleet : Presipitasi terbentuk apabila butir-butir hujan sewaktu
jatuh mengalami pembekuan akibat udara yang dingin
● Snow : Presipitasi dalam bentuk Kristal es
● Hail : Presipitasi dalam bentuk bola es dengan diameter lebih
dari 0,2 inci.
Jenis Hujan

Hujan Konvektif
● Pada daerah tropis saat musim kemarau, udara yang berada di
dekat permukaan tanah mengalami pemanasan yang intensif.
● Pemanasan tersebut menyebabkan kerapatan massa udara
berkurang. Udara basah naik ke atas dan mengalami
pendinginan sehingga terjadi kondensasi dan hujan.
● Proses kondensasi membentuk awan cumulonimbus.
● Hujan yang terjadi karena proses ini disebut hujan zenithal,
mempunyai intensitas tinggi, durasi singkat dan cakupan
wilayah yang tidak terlalu luas.
● Hujan konvektif biasanya terjadi pada akhir musim kering.
Hujan Konvektif
Jenis Hujan

Hujan Siklonik
● Jika massa udara panas yang relatif ringan bertemu dengan massa
udara dingin yang relatif berat, maka udara panas tersebut akan bergerak
di atas udara dingin.
● Udara yang bergerak ke atas mengalami pendinginan akan terjadi
kondensasi sehingga membentuk awan dan hujan.
● Hujan yang terjadi disebut hujan siklonik, mempunyai sifat tidak terlalu
lebat dan berlangsung dalam waktu lebih lama.
● Hujan badai dan hujan monsoon adalah tipe hujan siklonik/frontal yang
sering dijumpai.
Jenis Hujan

Hujan Orografis
● Udara lembab yang tertiup angin yang melintasi daerah pegunungan
akan naik mengalami pendinginan, sehingga terbentuk awan dan hujan.
● Sisi gunung yang dilalui oleh udara, akan banyak mendapatkan hujan
maka disebut lereng hujan. Sisi belakangnya yang dilalui udara kering
disebut lereng bayangan hujan.
Hujan Orografis

Hujan ini terjadi di daerah pegunungan (hulu


DAS), merupakan pemasok air tanah, danau,
bendungan, dan sungai.

Besarnya intensitas hujan orografis cenderung


lebih besar sebanding dengan ketebalan
lapisan udara lembab di atmosfer yang
bergerak ke tempat yang lebih tinggi.
Jenis Hujan

Hujan Konvergensi
● Hujan ini terjadi karena adanya pertemuan dua massa udara
yang tebal dan besar sehingga udara tersebut naik dan
menyebabkan pembentukkan awan lalu hujan.
Pengukuran Curah Hujan

Satuan yang digunakan dalam melakukan pengukuran curah hujan yaitu


centimeter (cm), millimeter (mm), atau inchi per satuan waktu.

Dalam melakukan pengukuran curah hujan, cara yang paling sederhana


adalah menggunakan gelas ukur. Gelas ukur dapat diletakkan di lapangan
terbuka.

Secara umum, pengukuran curah hujan yang biasa dilakukan oleh Stasiun
Klimatologi terdiri atas dua jenis alat penakar, yaitu alat penakar curah
hujan manual dan alat penakar curah hujan otomatis.
Pengukuran Curah Hujan (manual)

• Alat penakar manual berupa suatu wadah


berbentuk container dengan diameter tertentu.
• Alat penampung air hujan ini biasanya
berbentuk bulat memanjang dengan ukuran
standar diameter 20 cm dan panjang 79 cm.
• Bentuk seperti ini untuk memperkecil terjadinya
percikan air hujan.
• Cara pengukuran curah hujan secara manual
yaitu air hujan yang tertampung diukur
volumenya setiap interval waktu tertentu atau
setiap kejadian hujan.

Ombrometer
Pengukuran Curah Hujan (otomatis)

Alat pengukur curah hujan otomatis yang paling


sering digunakan adalah bucket rain gauge dan
tipping bucket

• Bucket rain gauge terdiri dari corong penangkap


air hujan yang ditempatkan di atas ember
penampungan air yang terletak di atas
timbangan dengan mesin pencatat otomatis.
• Mesin berupa pen yang dihubungkan dengan
kertas grafik yang tergulung pada sebuah
silinder.
• Setiap ada penambahan air pada ember
penampung, maka timbangan akan turun dan
menggerakan alat pencatat yang terhubung.
Pengukuran Curah Hujan (otomatis)

• Tipping bucket merupakan alat pengukur curah


hujan berupa timbangan dimana salah satu tempat
penampung (bucket) akan bergerak ke bawah setiap
kali menerima beban air dari curah hujan.
• Ketika bucket bergerak turun, makan secara
otomatis akan tercatat oleh alat pencatat otomatis
(logger) yang diletakkan di tempat terpisah.
• Dengan mengetahui setiap “tipping” atau jatuhan
dan waktu berlangsungnya hujan, maka dapat
diketahui besarnya curah hujan pada setiap
kejadian hujan.
• Penggunaan alat ini didukung dengan bantuan
komputer untuk mencatat setiap data yang masuk
secara otomatis.
Lokasi Pengukuran Curah Hujan

Lokasi alat pengukur curah hujan sebaiknya dapat diamati secara


teratur. Hal ini dikarenakan agar mudah memantau jika alat tersebut
rusak dan dapat mengganggu laporan iklim.

Menurut Asdak (1995) dalam melakukan pengukuran curah hujan,


paling tidak ada dua masalah dasar yang selalu timbul, yaitu:
1. Bagaimana merancang suatu alat penakar hujan yang secara tepat
dapat mengukur presipitasi pada suatu tempat
2. Bagaimana menentukan lokasi jaringan kerja alat penakar tersebut
agar dapat mewakili daerah yang kita kehendaki.
Lokasi Pengukuran Curah Hujan

Lokasi alat pengukur curah hujan sebaiknya dapat diamati secara


teratur. Hal ini dikarenakan agar mudah memantau jika alat tersebut
rusak dan dapat mengganggu laporan iklim.

Menurut Asdak (1995) dalam melakukan pengukuran curah hujan,


paling tidak ada dua masalah dasar yang selalu timbul, yaitu:
1. Bagaimana merancang suatu alat penakar hujan yang secara tepat
dapat mengukur presipitasi pada suatu tempat
2. Bagaimana menentukan lokasi jaringan kerja alat penakar tersebut
agar dapat mewakili daerah yang kita kehendaki.
Cara Mengukur Curah Hujan

1 3
Teknik poligon Metode inverse -
distance

Rata-rata Isohyet
aritmatik 2 4
Rata-rata aritmatik

• Rata-rata dari penjumlahan seluruh alat pengukur curah


hujan dalam periode waktu hujan tertentu dan dibagi dengan
jumlah alat pengukur yang digunakan.
• Teknik pengukuran ini dianggap sebagai teknik pengukuran
yang paling mudah.
• Namun, pengukuran rata-rata aritmatik ini perlu
mempertimbangkan beberapa faktor, yaitu lokasi alat
pengukur curah hujan harus tersebar merata dan daerah
pengamatan harus seragam terutama dalam hal ketiggian.
Rata – rata aritmatik
Teknik Poligon

• Menghubungkan satu alat pengukur curah hujan terpasang


dengan alat pengukur lainnya (interpolasi).
• Polygon Thiessen merupakan salah satu metode interpolasi
yang paling banyak dipakai.
• Teknik ini tidak cocok digunakan di daerah bergunung dan
daerah dengan intensitas curah hujan yang tinggi (Shaw,
1985).
Teknik Poligon

• Stasiun terdekat terhadap setiap titik di dalam DAS dapat


dicari dengan menghubungkan stasiun-stasiun yang ada
secara grafis, kemudian dibuat garis tegak lurus yang
membagi dua stasiun terdekat, dan membentuk polygon
yang mengelilingi tiap stasiun.
• Luasan di dalam polygon menunjukkan wilayah yang paling
dekat dengan stasiun di dalamnya sehingga pemberatan
yang dilakukan terhadap stasiun tersebut adalah
perbandingan antara luas polygon terdekat dengan luas total
DAS.
Teknik Poligon
Teknik Poligon
Isohyet

• Garis kontur diinterpolasi dan dihubungkan titik-titik stasiun


yang jumlah curah hujannya sama.
• Teknik ini dinilai sebagai teknik yang paling baik.
• Daerah tangkapan air dan daerah yang dibatasi garis
isohyet dihitung luasnya dengan menggunakan planimeter.
• Curah hujan untuk daerah tangkapan air tersebut
dihitung berdasarkan jumlah perkalian antara luas
masing-masing bagian isohyetal (a1) dengan curah hujan
dari setiap daerah yang bersangkutan (r1) kemudian dibagi
luas total daerah tangkapan air.
Isohyet
Isohyet
Metode inverse - distance

• Metode ini menghitung hujan di suatu DAS dengan


menerapkan interpolasi pada satu titik dengan
mempertimbangkan data-data pada titik-titik lain di
sekelilingnya dan melakukan pemberatan atas dasar jarak.
• Metode ini dilakukan pada daerah dengan kerapatan
stasiun hujan yang memadai.
Cara Penyajian Data Secara Keruangan

• Data/informasi keruangan adalah data/informasi yang objeknya


berhubungan dengan ruang muka bumi atau unsur-unsur ruang
muka bumi.

• Data informasi keruangan dalam hidrologi berupa data sebaran


curah hujan di suatu wilayah, data sebaran suhu udara di suatu
wilayah, data sebaran banjir di suatu wilayah dan seterusnya.
Penyajian Data
Intensitas Hujan

Satu milimeter hujan berarti air hujan yang turun di wilayah


seluas satu meter persegi akan memiliki ketinggian satu
milimeter jika air hujan tidak meresap, mengalir, atau
menguap.

Ambang batas nilai yang digunakan untuk menentukan


intensitas hujan sebagai berikut (sumber: Bmkg.go.id).
• 0 mm/hari (abu-abu) : Berawan
• 0.5 – 20 mm/hari (hijau) : Hujan ringan
• 20 – 50 mm/hari (kuning) : Hujan sedang
• 50 – 100 mm/hari (oranye) : Hujan lebat
• 100 – 150 mm/hari (merah) : Hujan sangat lebat
• >150 mm / hari (ungu) : Hujan ekstrem
Hujan 1 milimeter yang jatuh di
Jakarta volumenya setara air
dalam 132 ribu mobil tangki air

Artikel → https://www.climate4life.info/2015/12/hujan-
1-milimeter-yang-jatuh-di-jakarta.html
(dimuat dalam bmkg.go.id)
Dasar Perhitungan

Satuan curah hujan dinyatakan dalam


milimeter. Pada dasarnya yang disebut curah hujan
adalah volume air hujan dibagi luas alasnya.

Karena merupakan perbandingan


volume dan luas alas maka
berapapun luas penampang, jika
PADA HUJAN YANG SAMA, tinggi
air hujan (curah hujan) akan
SELALU SAMA.
Curah Hujan 1 mm??

Jika curah hujan 1 milimeter tersebut jatuh ada area seluas 1


m persegi, di mana air tersebut tidak mengalir, meresap
ataupun menguap, maka volume air yang akan tertampung
adalah sebanyak 1 liter.

Perhitungan curah hujan 1 milimeter hujan menjadi 1 liter


tersebut sebagai berikut :
Curah Hujan 1 mm??
Jika hujan 1 mm terjadi di jakarta?

• Luas Jakarta adalah 661,52 km² atau 661.520.000 m²

• Jika terjadi hujan secara merata di Jakarta kemudian


terukur bahwa curah hujan tersebut sebesar 1 milimeter,
maka sama artinya hujan yang tumpah dari langit di
Jakarta adalah sebanyak 661.520.000 liter.

• Jika 1 mobil tangki air pada gambar di atas bisa


menampung air sebanyak 5.000 liter, maka kita akan
diperlukan mobil tangki air sebanyak:
661.520.000 liter/5.000 liter = 132.304 mobil tangki air
Intensitas Hujan

• Jika 1 mobil tangki air tersebut panjangnya 9 meter, maka


panjang antriannya adalah:
132.304 mobil tangki air x 9 meter =190.737 m, atau
hampir setara 1.200 km
Jarak ini setara jarak lurus dari Jakarta sampai dengan
Sumbawa di Provinsi NTB.
TUGAS
BESAR
Deadline – minggu
ke 15
Tugas Besar
Tugas Besar
Thanks!
MUHAMMAD EL HAKIM

elhakim@unja.ac.id

CREDITS: This presentation template was created


Teknik
by Slidesgo, Pertambangan
including icons by Flaticon, and
infographics & images by Freepik.
UNIVERSITAS JAMBI

Anda mungkin juga menyukai