Anda di halaman 1dari 51

Presipitasi

 Presipitasi : turunnya air dari atmosfer ke


permukaan bumi dan laut dalam bentuk
yang berbeda, yaitu curah hujan (tropis);
curah hujan dan salju (iklim sedang).
 Faktor utama yang mengendalikan proses
daur ulang hidrologi suatu DAS
Tipe Hujan
 Hujan terjadi karena udara
basah yang naik ke atmosfer
mengalami pendinginan
sehingga terjadi proses
kondensasi.
 Naiknya udara ke atas dapat
terjadi secara siklonik,
orografik dan konvektif.
PRESIPITASI

Oleh :
Rani Ismiarti E, S.P., M.I.L
HUJAN KONVEKTIF
 Mekanisme hujan konvektif:
Ketika lapisan udara di atas permukaan tanah menjadi lebih
panas daripada lapisan udara diatasnya, maka
berlangsunglah gerakan massa udara panas tersebut ke
tempat yang lebih tinggi dan pada satu waktu akan
terkondensasi.

 Ciri hujan konvektif : intensitas tinggi, berlangsung relative


cepat, mencakup wilayah yang yang tidak terlalu luas
HUJAN SIKLONIK/ FRONTAL
 Disebabkan bergulungnya dua massa
udara yang berbeda suhu dan
kelembaban
 Hujan jenis ini biasanya terjadi karena
massa udara lembab yang hangat
dipaksa bergerak ke tempat yang lebih
tinggi (suhu lebih rendah dengan
kerapatan udara dingin lebih tinggi)
 Hujan frontal dingin biasanya
mempunyai kemiringan permukaan
frontal yang besar dan menyebabkan
gerakan massa udara ke tempat yang
lebih tinggi lebih cepat shg bentuk
hujan yang dihasilkan adalah hujan
lebat dalam waktu singkat
 Hujan frontal hangat : proses Pembentukan hujan siklonik
pendinginan berlangsung bertahap
sehingga tipe hujan yang dihasilkan
hujan yang tidak terlalu lebat dan
berlangsung dalam waktu yang lebih
lama (intensitas rendah)
HUJAN OROGRAFIK
 Jenis hujan yang umum terjadi di daerah pegunungan, yaitu Ketika massa udara lembab bergerak ke
tempat yang lebih tinggi mengikuti bentang lahan pegunungan sampai saatnya terjadi kondensasi.
 Ketika massa udara melewati daerah bergunung, pada lereng dimana anginberhembus terjadi hujan
orografik, sementara pada lereng dimana Gerakan massa udara tidak atau kurang berarti, udara
yang turun akan mengalami pemanasan dengan sifat kering, dan daerah ini disebur daerah
“bayangan”. Hujan yang terjadi di daerah bayangan memiliki jumlah hujan yang lebih kecil daripada
hujan yang terjadi di daerah angin berhembus.
 Tipe hujan ini dianggap sebagai pemasok air tanah, danau, bendungan, dan sungai karena
berlangsung di daerah hulu DAS

Pembentukan hujan orografik


Alat Pengukur Hujan
 Data curah hujan dapat berupa data curah hujan
harian atau curah hujan pada periode waktu yang
lebih pendek, misal setiap menit. Data hujan tipe
pertama dapat diukur dengan penakar hujan biasa
terdiri dari bejana dan corong seluas 200 cm2 yang
dipasang setinggi 120 cm dari permukaan tanah.
Data hujan untuk periode pendek didapat dari alat
penakar hujan otomatis ARR (automatic rainfall
recorder) yang dapat merekam setiap kejadian
hujan selama jangka waktu tertentu.
ALAT PENAKAR HUJAN

 Pencatatan manual, terdiri dr corong


8”, tabung pengukur, dan penyangga,
mis: standard 8” precipitation gauge
(US NationalWeather Service), didapat
data hujan harian
 Penakaran otomatis, didapat data
hujan mingguan pd kertas grafik, mis:
1. weighing bucket rain gauge
2. tipping bucket rain gauge
3. syphon automatic rainfall
recorder
Stasiun Hujan
Stasiun Hujan
ALAT PENAKAR HUJAN BIASA

 Alat penakar hujan biasa terdiri dari corong dan


botol penampung yang berada di dalam suatu
tabung silinder. Hujan yang jatuh pada corong
akan tertampung di dalam tabung silinder,
kemudian kedalaman hujan di dapat dari
pengukuran volume air yang tertampung dan
luas corongnya. Curah hujan kurang dari 0,1
mm dicatat sebagai 0,0 mm, sedangkan jika
tidak ada hujan dicatat dengan garis (-).
Alat Penakar Hujan Biasa
PENAKAR HUJAN JENIS TIMBANGAN

 Tipe timbangan (weighing bucket) dapat


merekam jumlah kumulatif hujan secara
kontinyu. Alat ini tidak dilengkapi dengan
sistem pengurasan otomatik.
PENAKAR HUJAN JENIS TIMBANGAN
Bucket

Silinder dibungkus
kertas berskala Pan

Pena Pemberat
ALAT PENAKAR HUJAN JENIS TIMBA JUNGKIT

 Alat penakar hujan otomatis dengan tipping


bucket digunakan untuk pengukuran khusus.
 Air hujan yang tertampung ke dalam corong
akan diteruskan ke saringan kemudian masuk
ke dalam tipping bucket. Kapasitas bucket ini
didesain khusus setara dengan 0.5 mm,
sehingga apabila tampungan air hujan
tercapai akan terjungkir (tipping) yang akan
diteruskan dengan proses perekaman.
ALAT PENAKAR HUJAN JENIS TIMBA JUNGKIT

Saringan
Tipping bucket

Pipa pembuang
Penakar hujan jenis pelampung
 Prinsip mekanisme kerja alat penakar hujan otomatis
tipe ketiga yaitu float adalah dengan memanfaatkan
gerakan naik pelampung dalam bejana akibat
tertampungnya curah hujan. Pelampung ini berhubungan
dengan sistem pena perekam di atas kertas berskala
yang menghasilkan grafik rekaman data hujan. Alat ini
dilengkapi dengan sistem pengurasan otomatis, yaitu
pada saat air hujan yang tertampung telah mencapai
kapasitas receivernya akan dikeluarkan dari bejana dan
pena akan kembali pada posisi dasar kertas rekaman
data hujan.
Penakar hujan jenis pelampung
Corong

Jam pencatat

Kertas perekam
data hujan

Pelampung
Sifon
Syarat teknis Penempatan dan pemasangan
alat pada stasiun hidrologi
 Penakar hujan ditempatkan pada lokasi sedemikian
sehingga kecepatan angin di tempat tersebut sekecil
mungkin dan terhindar dari pengaruh penangkapan air
hujan oleh benda lain di sekitar alat penakar hujan.
 Penempatan stasiun hujan hendaknya berjarak
minimum empat kali tinggi rintangan terdekat.
 Lokasi di suatu lereng yang miring ke satu arah tertentu
hendaknya dihindarkan.
 Penempatan corong penangkap hujan diusahakan dapat
menghindari pengaruh percikan curah hujan ke dalam
dan disekitar alat penakar sebaiknya ditanami rumput
atau berupa kerikil, bukan lantai beton atau sejenisnya.
Penentuan Hujan Kawasan/Hujan DAS

 Stasiun penakar hujan hanya memberikan


kedalaman (tinggi) hujan di titik di mana stasiun
tersebut berada, sehingga hujan pada suatu
luasan harus diperkirakan dari titik pengukuran
tersebut.
 Apabila pada suatu daerah terdapat lebih dari satu
stasiun pengukuran yang ditempatkan secara
terpencar, hujan yang tercatat di masing-masing
stasiun dapat tidak sama.
METODE
 Dalam analisis hidrologi sering diperlukan
untuk menentukan hujan rerata pada
daerah tersebut.
 Terdapat 3 metode :
 Aritmatik
 Poligon Thiessen
 Isohiet
1. Metode rerata aritmatik (aljabar)
 Metode ini adalah metode yang paling sederhana. Pengukuran dengan
metode ini dilakukan dengan merata-ratakan hujan di seluruh DAS. Stasiun
hujan yang digunakan untuk menghitung dengan metode ini adalah yang
berada di dalam DAS, akan tetapi stasiun yang berada di luar DAS dan
jaraknya cukup berdekatan masih bisa diperhitungkan. Metode aljabar ini
memberikan hasil yang tidak teliti, metode ini memberikan hasil yang cukup
baik jika :
1. lokasi alat penakar hujan di DTA penyebarannya merata,
2. daerah kajian relative seragam (ketinggian, variasi CH tidak terlalu besar)

 Hujan DAS dengan cara ini dapat diperoleh dengan persamaan:


n

p p1  p2  p3  .....  pn
i
p
p i 1
n
n
 dengan:
p = hujan rerata di suatu DAS
pi = hujan di tiap-tiap stasiun
n = jumlah stasiun
Contoh Ilustrasi
Hitung hujan rerata dengan
metode aljabar!
D = 25 mm
p1  p2  p3  .....  pn
p
n
p A  pB  pC
B = 28 mm C = 30 mm p
3
22  28  30
p
A = 22 mm 3
p  26,67 mm

Jika stasiun D di luar DAS ikut 22  28  30  25


diperhitungkan maka: p  26,25mm
4
Latihan Soal
Prosedur perhitungan CH tahunan rata-rata metoda aritmatik mengacu
pada lokasi dan jumlah stasiun penakar hujan. Berikut merupakan
lokasi dan CH yang ada pada di Sub-DAS Citarik, Jawa Barat.

Stasiun penakar hujan Curah hujan tahunan (mm)


1Ujung berung 1545,5
2Selacau 1728,9
3Tanjung Sari 2158,6
4Derwati 1521,1
5Bojong Salam 1816,8
6Ciparay 2087,8
7Cicalengka 1607,8
8Cipaku/Paseh 1927,5

Hitunglah curah hujan tahunan rata-rata sub-DAS Citarik!


2. Metode PoligonThiessen
 Metode ini digunakan untuk menghitung bobot masing-masing stasiun yang
mewakili luasan di sekitarnya. Metode ini digunakan bila penyebaran hujan di
daerah yang ditinjau tidak merata.
 Metode ini tidak cocok digunakan di daerah bergunung-gunung dan daerah
dengan intensitas CH yang tinggi.
 Teknik poligon dilakukan dengan cara menghubungkan satu alat penakar hujan
dengan lainnya menggunakan garis lurus
 Pada peta DTA untuk masing-masing penakar hujan, daerah tersebut dibagi
menjadi beberapa polygon (jarak garis pembagi dua penakar hujan yang
berdekatan lebih kurang sama)
 Hasil pengukuran pada setiap alat penakah hujan terlebih dahulu diberi bobot
(weighing) dengan menggunakan bagian-bagian wilayah dari total DTA yang
diwakili oleh alat penakar hujan untuk masing-masing lokasi, kemudian
dijumlahkan
Contoh perhitungan CH rata-rata sub-DAS Citarik dengan
menggunakan metode Poligon Thiessen

Stasiun penakar Curah hujan Luas Persentase dari luas Weighted Weighted
  hujan tahunan Poligon total Factor CH
    (mm) (ha) (%)   (mm)
     (1) (2) (3) (4)  
        (2)/(51352,4) x 100 (3)/100 (1) x (4)
1Ujung berung 1545,5 7863,8 .......... .......... ..........
2Selacau 1728,9 8036,3 .......... .......... ..........
3Tanjung Sari 2158,6 2201,2 .......... .......... ..........
4Derwati 1521,1 4691 .......... .......... ..........
5Bojong Salam 1816,8 9430 .......... .......... ..........
6Ciparay 2087,8 2972,5 .......... .......... ..........
7Cicalengka 1607,8 12033,8 .......... .......... ..........
8Cipaku/Paseh 1927,5 4123,8 .......... .......... ..........
  TOTAL .......... .......... ..........  ..........

Hitung besarnya CH tahunan rata-rata menurut metode polygon!


Stasiun penakar Curah hujan Luas Persentase dari Weighted Weighted
  hujan tahunan Poligon luas total Factor CH
    (mm) (ha) (%)   (mm)
    1 2 3 4  
        (2)/(51352,4) x 100 (3)/100 (1) x (4)
1Ujung berung 1545,5 7863,8 15,3 0,153 236,669
2Selacau 1728,9 8036,3 15,6 0,156 270,561
3Tanjung Sari 2158,6 2201,2 4,3 0,043 92,528
4Derwati 1521,1 4691 9,1 0,091 138,951
5Bojong Salam 1816,8 9430 18,4 0,184 333,625
6Ciparay 2087,8 2972,5 5,8 0,058 120,851
7Cicalengka 1607,8 12033,8 23,4 0,234 376,768
8Cipaku/Paseh 1927,5 4123,8 8,0 0,080 154,786
  TOTAL 14394 51352,4 100   1724,738

  Stasiun penakar hujan Curah hujan tahunan Luas Poligon CH x a


1Ujung berung 1545,5 7863,8 12153502,900
2Selacau 1728,9 8036,3 13893959,070
3Tanjung Sari 2158,6 2201,2 4751510,320
4Derwati 1521,1 4691 7135480,100
5Bojong Salam 1816,8 9430 17132424,000
6Ciparay 2087,8 2972,5 6205985,500
7Cicalengka 1607,8 12033,8 19347943,640
8Cipaku/Paseh 1927,5 4123,8 7948624,500
  TOTAL   51352,4 88569430,030
CURAH HUJAN RATA-
  RATA TAHUNAN     1724,738
PROSEDUR HITUNGAN METODE
POLIGON THIESSEN
Hitungan poligon Thiessen dilakukan dengan cara:
a. Stasiun hujan digambar pada peta daerah yang ditinjau.
b. Stasiun-stasiun tersebut dihubungkan dengan garis lurus,
sehingga akan didapatkan bentuk segitiga.
c. Tiap-tiap sisi segitiga dibuat garis berat sehingga saling
bertemu dan membentuk suatu poligon yang mengelilingi tiap
stasiun. Tiap stasiun mewakili luasan yang dibentuk oleh
poligon, sedangkan untuk stasiun yang berada di dekat batas
daerah, garis batas daerah membentuk batas tertutup dari
poligon.
d. Luas tiap poligon diukur, kemudian dikalikan dengan
kedalaman hujan di tiap poligon. Hasil jumlah hitungan
tersebut dibagi dengan total luas daerah yang ditinjau.
A1

A2

A3

A4
Prosedur hitungan ini dijelaskan pada
persamaan dan gambar berikut ini.
A1.P1  A2 .P2  ......  An .Pn
P
Atotal

A1.P1  A2 .P2  A3 .P3  ......  An .Pn


P
A1  A2  A3  .....  An
Dimana:
 P = curah hujan rata-rata,
 P1,..., Pn = curah hujan pada setiap setasiun,
 A1,..., An = luas yang dibatasi tiap poligon.
Contoh Ilustrasi
D = 25 mm

AB = 53 km2

AC = 45 km2 Garis ini membagi sisi


segitiga menjadi 2
B = 28 mm C = 30 mm bagian sama panjang
(di tengah-tengah)
dan tegak lurus
x

terhadapnya.
x

A = 22 mm

AA = 50 km2

Gambar tidak berskala, luas


bagian dan tinggi hujan hanya
merupakan perumpamaan
Contoh Ilustrasi
D = 25 mm

AB = 53 km2

AC = 45 km2 Garis ini membagi sisi


segitiga menjadi 2
B = 28 mm C = 30 mm bagian sama panjang
(di tengah-tengah)
dan tegak lurus
x

terhadapnya.
x

A = 22 mm

AA = 50 km2

Gambar tidak berskala, luas


bagian dan tinggi hujan hanya
merupakan perumpamaan
Hujan rerata cara Thiessen
A1.P1  A2 .P2  ......  An .Pn
P
Atotal
AA .PA  AB .PB  AC .PC
P
AA  AB  AC
50.22  53.28  45.30
P
50  53  45
3934
P  26,58 mm
148
Poligon Thiessen dengan
AD = 20 km2 D = 25 mm melibatkan stasiun hujan D
yang berada di luar DAS

AB = 37 km2

C = 30 mm
B = 28 mm
AC = 41 km2

A = 22 mm

AA = 50 km2
Poligon Thiessen dengan
AD = 20 km2 D = 25 mm melibatkan stasiun hujan D
yang berada di luar DAS

AB = 37 km2

C = 30 mm
B = 28 mm
AC = 41 km2

A = 22 mm

AA = 50 km2
Hujan rerata cara Thiessen
A1.P1  A2 .P2  ......  An .Pn
P
Atotal
AA .PA  AB .PB  AC .PC  AD .PD
P
AA  AB  AC  AD
50.22  37.28  41.30  20.25
P
50  37  41  20
3866
P  26,12 mm
148
3. Metode Isohiet
 Pada prinsipnya isohiet adalah garis yang
menghubungkan titik-titik dengan tinggi/kedalaman
hujan yang sama, Kesulitan dari penggunaan
metode ini adalah jika jumlah stasiun di dalam dan
sekitar DAS terlalu sedikit. Hal tersebut akan
mengakibatkan kesulitan dalam menginterpolasi.
 Untuk menentukan hujan rata-rata pada daerah
bargunung dan sebaran stasiun/pos pengamatan
yang tidak merata
Metode pembuatan garis Isohiet
sebagai berikut:
 Pada peta yang ditinjau, digambarkan lokasi daerah
hujan dan kedalaman hujan.
 Di stasiun hujan yang saling berdampingan dinilai
kedalaman hujannya dan dibuat interpolasinya.
Kemudian hasil interpolasi yang mewakili kedalaman
hujan yang sama dihubungkan satu sama lain.
 Luas daerah diantara 2 garis isohiet diukur luasnya,
dan dikalikan dengan nilai rerata di kedua garis
isohiet. Kemudian jumlah dari hasil hitungan tersebut
dibagi dengan total luasan daerah yang ditinjau.
A1
I1=100
A2
I2=95
A3
I3=90
A4

I4=85

I5=80
Hujan DAS menggunakan Isohiet dapat dihitung
dengan persamaan:
n
I i  I i 1
 Ai
2
p i 1
n

A
i
i

I1  I 2 I2  I3 I n  I n 1
A1  A2  .....  An
p 2 2 2
A1  A2  .....  An

Dengan:
p = hujan rerata kawasan
Ai = luasan dari titik i
Ii = garis isohiet ke i
Catatan: tinggi hujan dalam mm

A = 18 B = 22
30 D = 33

A1 = 50 km2 35
I1

C = 36 E = 41 A6 = 25 km2
40 A3 = 180 km2 45

I2 A2 = 20 km2
A4 = 45 km2 50
I3 F = 42
G = 65 60 I = 63
A5 = 15 km2

H = 49
I5
I4

I6
Hujan DAS menggunakan Isohiet
I1  I 2 I 2  I3 I n  I n 1
A1  A2  .....  An
p 2 2 2
A1  A2  .....  An
I1  I 2 I I I I I I I I I I
A1  A2 3 3  A3 2 4  A4 4 5  A5 5 5  A6 4 6
p 2 2 2 2 2 2
A1  A2  A3  A4  A5  A6
30  35 40  40 35  45 45  60 60  60 50  50
50  20  180  45  15  25
p 2 2 2 2 2 2
50  20  180  45  15  25

14.137,5
p  42,20 mm
335
Pertemuan Minggu Depan

 Intensitas dan Lama Waktu Hujan


 Analisis Data Presipitasi
 Data Pengamatan yang Hilang
 Konsistensi Data Presipitasi
 Analisis Hubungan Intensitas-Durasi Frekuensi
Hujan
KONDISI DAN SIFAT DATA

 Data hujan yang baik diperlukan dalam melakukan


analisis hidrologi, namun untuk mendapatkan data yang
berkualitas biasanya tidak mudah. Data hujan hasil
pencatatan yang tersedia biasanya dalam kondisi tidak
menerus. Apabila terputusnya rangkaian data hanya
beberapa saat kemungkinan tidak menimbulkan
masalah tetapi untuk kurun waktu yang lama tentu akan
menimbulkan masalah di dalam melakukan analisis.

 Dalam hal ini perlu dilihat kepentingan atau sasaran dari


perencanaan drainase yang bersangkutan.
Melengkapi Data
 Jika ada data hilang atau tidak lengkap

1  R R R 
r  rA  rB  rC 
3 R RB RC 
 A

dengan:
R = curah hujan rata-rata setahun di tempat pengamatan R
datanya harus lengkap
rA = curah hujan ditempat pengamatan RA
RA = curah hujan rata-rata setahun di A
TUGAS
 Hitunglah tinggi/kedalaman hujan rerata dengan
metode:
 Aritmatika
 Poligon Thiessen
 Isohiet
Dari suatu DAS yang:
 Luasnya anda tentukan sendiri
 Jumlah stasiun hujan anda tentukan sendiri
 Kedalaman hujan di setiap stasiun anda tentukan
sendiri

Anda mungkin juga menyukai