Anda di halaman 1dari 35

oleh : Ir.

Feizal Manaf,MSc
Curah Hujan

Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh di


permukaan tanah datar selama periode
tertentu yang diukur dengan satuan tinggi
(mm).
Pengertian Hujan

Hujan adalah peristiwa turunnya butir-butir


air dari langit ke permukaan bumi. Hujan
juga merupakan siklus air di bumi.
Tipe Hujan
 Hujan terjadi karena udara basah
yang naik ke atmosfer mengalami
pendinginan sehingga terjadi
proses kondensasi.
 Naiknya udara ke atas dapat
terjadi secara siklonik, orografik
dan konvektif.
HUJAN KONVEKTIF
 Hujan jenis ini biasanya
terjadi sebagai hujan
dengan intensitas yang
tinggi, akibat massa udara
yang terangkat ke atas oleh
pemanasan lahan. Hujan
jenis ini biasanya terjadi di
daerah yang relatif luas dan
bergerak sesuai dengan
pergerakan angin.
Pembentukan hujan konvektif
HUJAN SIKLONIK
 Hujan jenis ini biasanya
terjadi karena udara lembab
panas terangkat ke atas
oleh lapisan udara yang
lebih dingin dan lebih rapat.
Penyebaran hujan jenis ini
sangat dipengaruhi oleh
landai pertemuan antara
udara panas dan dingin dan
biasanya merupakan hujan
dengan daerah penyebaran
terbatas dan dalam waktu Pembentukan hujan siklonik
pendek.
HUJAN OROGRAFIK
 Hujan jenis ini terjadi karena massa udara lembab
terangkat ke atas oleh angin karena adanya
gunung/pegunungan. Udara lembab yang melintasi
daerah pegunungan akan naik dan mengalami
pendinginan, sehingga terbentuk awan dan hujan.

Pembentukan hujan orografik


Alat Pengukur Hujan
 Alat ukur hujan dapat dibedakan menjadi 2
macam, yaitu penakar hujan biasa (manual
raingauge) dan penakar hujan otomatis
(automatic raingauge).
 Data curah hujan dapat berupa data curah hujan
harian atau curah hujan pada periode waktu yang
lebih pendek, misal setiap menit. Data hujan tipe
pertama dapat diukur dengan penakar hujan
biasa terdiri dari bejana dan corong seluas 200
cm2 yang dipasang setinggi 120 cm dari
permukaan tanah. Data hujan untuk periode
pendek didapat dari alat penakar hujan otomatis
ARR (automatic rainfall recorder) yang dapat
merekam setiap kejadian hujan selama jangka
waktu tertentu. Berdasarkan mekanisme
perekaman data hujan ada tiga jenis ARR, yaitu
tipe weighing bucket, tipping bucket dan float.
Stasiun Hujan
Stasiun Hujan
ALAT PENAKAR HUJAN BIASA

 Alat penakar hujan biasa terdiri dari corong dan


botol penampung yang berada di dalam suatu
tabung silinder. Hujan yang jatuh pada corong
akan tertampung di dalam tabung silinder,
kemudian kedalaman hujan di dapat dari
pengukuran volume air yang tertampung dan
luas corongnya. Curah hujan kurang dari 0,1
mm dicatat sebagai 0,0 mm, sedangkan jika
tidak ada hujan dicatat dengan garis (-).
Alat Penakar Hujan Biasa
PENAKAR HUJAN JENIS TIMBANGAN

 Tipe timbangan (weighing bucket) dapat


merekam jumlah kumulatif hujan secara
kontinyu. Alat ini tidak dilengkapi dengan
sistem pengurasan otomatik.
PENAKAR HUJAN JENIS TIMBANGAN
Bucket

Silinder dibungkus
kertas berskala Pan

Pena Pemberat
Penakar hujan jenis pelampung
 Prinsip mekanisme kerja alat penakar hujan otomatis
tipe ketiga yaitu float adalah dengan memanfaatkan
gerakan naik pelampung dalam bejana akibat
tertampungnya curah hujan. Pelampung ini berhubungan
dengan sistem pena perekam di atas kertas berskala
yang menghasilkan grafik rekaman data hujan. Alat ini
dilengkapi dengan sistem pengurasan otomatis, yaitu
pada saat air hujan yang tertampung telah mencapai
kapasitas receivernya akan dikeluarkan dari bejana dan
pena akan kembali pada posisi dasar kertas rekaman
data hujan.
Penakar hujan jenis pelampung
Corong

Jam pencatat

Kertas perekam
data hujan

Pelampung
Sifon
Syarat teknis Penempatan dan pemasangan
alat pada stasiun hidrologi
 Penakar hujan ditempatkan pada lokasi sedemikian
sehingga kecepatan angin di tempat tersebut sekecil
mungkin dan terhindar dari pengaruh penangkapan air
hujan oleh benda lain di sekitar alat penakar hujan.
 Penempatan setasiun hujan hendaknya berjarak
minimum empat kali tinggi rintangan terdekat.
 Lokasi di suatu lereng yang miring ke satu arah tertentu
hendaknya dihindarkan.
 Penempatan corong penangkap hujan diusahakan dapat
menghindari pengaruh percikan curah hujan ke dalam
dan disekitar alat penakar sebaiknya ditanami rumput
atau berupa kerikil, bukan lantai beton atau sejenisnya.
METODE
 Dalam analisis hidrologi sering diperlukan
untuk menentukan hujan rerata pada
daerah tersebut.
 Terdapat 3 metode :
 Aritmatik
 Poligon Thiessen
 Isohiet
1. Metode rerata aritmatik (aljabar)
 Metode ini adalah metode yang paling sederhana. Pengukuran
dengan metode ini dilakukan dengan merata-ratakan hujan di
seluruh DAS. Stasiun hujan yang digunakan untuk menghitung
dengan metode ini adalah yang berada di dalam DAS, akan tetapi
stasiun yang berada di luar DAS dan jaraknya cukup berdekatan
masih bisa diperhitungkan. Metode aljabar ini memberikan hasil
yang tidak teliti, metode ini memberikan hasil yang cukup baik jika
penyebaran hujan merata, serta hujan tidak terlalu bervariasi.
 Hujan DAS dengan cara ini dapat diperoleh dengan persamaan:
n

p i p1  p2  p3  .....  pn
p i 1 p
n n
 dengan:
p = hujan rerata di suatu DAS
pi = hujan di tiap-tiap stasiun
n = jumlah stasiun
Contoh Ilustrasi
Hitung hujan rerata dengan
metode aljabar!
D = 25 mm
p1  p2  p3  .....  pn
p
n
p A  pB  pC
B = 28 mm C = 30 mm p
3
22  28  30
p
A = 22 mm 3
p  26,67 mm

Jika stasiun D di luar DAS ikut 22  28  30  25


diperhitungkan maka: p  26,25mm
4
2. Metode Thiessen
 Metode ini digunakan untuk menghitung
bobot masing-masing stasiun yang
mewakili luasan di sekitarnya. Metode ini
digunakan bila penyebaran hujan di
daerah yang ditinjau tidak merata.
PROSEDUR HITUNGAN METODE
POLIGON THIESSEN
Hitungan poligon Thiessen dilakukan dengan cara:
a. Stasiun hujan digambar pada peta daerah yang ditinjau.
b. Stasiun-stasiun tersebut dihubungkan dengan garis lurus,
sehingga akan didapatkan bentuk segitiga.
c. Tiap-tiap sisi segitiga dibuat garis berat sehingga saling
bertemu dan membentuk suatu poligon yang mengelilingi tiap
stasiun. Tiap stasiun mewakili luasan yang dibentuk oleh
poligon, sedangkan untuk stasiun yang berada di dekat batas
daerah, garis batas daerah membentuk batas tertutup dari
poligon.
d. Luas tiap poligon diukur, kemudian dikalikan dengan
kedalaman hujan di tiap poligon. Hasil jumlah hitungan
tersebut dibagi dengan total luas daerah yang ditinjau.
A1

A2

A3

A4
Prosedur hitungan ini dijelaskan pada
persamaan dan gambar berikut ini.
A1.P1  A2 .P2  ......  An .Pn
P
Atotal

A1.P1  A2 .P2  A3 .P3  ......  An .Pn


P
A1  A2  A3  .....  An
Dimana:
 P = curah hujan rata-rata,
 P1,..., Pn = curah hujan pada setiap setasiun,
 A1,..., An = luas yang dibatasi tiap poligon.
Contoh Ilustrasi
D = 25 mm

AB = 53 km2

AC = 45 km2 Garis ini membagi sisi


segitiga menjadi 2
B = 28 mm C = 30 mm bagian sama panjang
(di tengah-tengah)
dan tegak lurus
x

terhadapnya.
x

A = 22 mm

AA = 50 km2

Gambar tidak berskala, luas


bagian dan tinggi hujan hanya
merupakan perumpamaan
3. Metode Isohiet
 Pada prinsipnya isohiet adalah garis yang
menghubungkan titik-titik dengan
tinggi/kedalaman hujan yang sama,
Kesulitan dari penggunaan metode ini
adalah jika jumlah stasiun di dalam dan
sekitar DAS terlalu sedikit. Hal tersebut
akan mengakibatkan kesulitan dalam
menginterpolasi.
Metode pembuatan garis Isohiet
sebagai berikut:
 Pada peta yang ditinjau, digambarkan lokasi daerah
hujan dan kedalaman hujan.
 Di stasiun hujan yang saling berdampingan dinilai
kedalaman hujannya dan dibuat interpolasinya.
Kemudian hasil interpolasi yang mewakili kedalaman
hujan yang sama dihubungkan satu sama lain.
 Luas daerah diantara 2 garis isohiet diukur luasnya,
dan dikalikan dengan nilai rerata di kedua garis
isohiet. Kemudian jumlah dari hasil hitungan tersebut
dibagi dengan total luasan daerah yang ditinjau.
Hujan DAS menggunakan Isohiet dapat dihitung
dengan persamaan:
n
I i  I i 1
 Ai
2
p i 1
n

A
i
i

I1  I 2 I2  I3 I n  I n 1
A1  A2  .....  An
p 2 2 2
A1  A2  .....  An

Dengan:
p = hujan rerata kawasan
Ai = luasan dari titik i
Ii = garis isohiet ke i
KONDISI DAN SIFAT DATA

 Data hujan yang baik diperlukan dalam melakukan


analisis hidrologi, namun untuk mendapatkan data yang
berkualitas biasanya tidak mudah. Data hujan hasil
pencatatan yang tersedia biasanya dalam kondisi tidak
menerus. Apabila terputusnya rangkaian data hanya
beberapa saat kemungkinan tidak menimbulkan
masalah tetapi untuk kurun waktu yang lama tentu akan
menimbulkan masalah di dalam melakukan analisis.

 Dalam hal ini perlu dilihat kepentingan atau sasaran dari


perencanaan drainase yang bersangkutan.
Melengkapi Data
 Jika ada data hilang atau tidak lengkap

1  R R R 
r  rA  rB  rC 
3 R RB RC 
 A

dengan:
R = curah hujan rata-rata setahun di tempat pengamatan R
datanya harus lengkap
rA = curah hujan ditempat pengamatan RA
RA = curah hujan rata-rata setahun di A
 "Dan Dialah yang meniupkan angin sebagai
pembawa berita gembira di muka kedatangan
rahmatNya (hujan), hingga apabila angin itu telah
membawa awan mendung, Kami halau ke suatu
daerah yang tandus, lalu Kami turunkan hujan di
daerah itu. Maka Kami keluarkan dengan sebab
hujan ini pelbagai macam buah-buahan. Seperti
itulah Kami membangkitkan orang-orang yang telah
mati, supaya kamu mengambil pelajaran."
 Surat 7 (Al A’Raaf),ayat 57

Anda mungkin juga menyukai