Anda di halaman 1dari 15

17

MATA KULIAH ANALISIS HIDROLOGI

KODE : 412275
SKS : 2
SEMESTER : IV
PRASYARAT : -

BAB II
MEMPROSES DATA HUJAN

MATERI :
2.1. PENGUJIAN DAN KOREKSI DATA HUJAN
2.2. INTENSITAS HUJAN
2.3. PANCI EVAPORASI
2.4. SOAL DAN TUGAS BESAR

CAPAIAN PEMBELAJARAN :
1. Mahasiswa memahami cara melakukan pengujian dan koreksi data
hujan
2. Mahasiswa dapat mengetahui cara mengukur intensitas hujan
3. Mahasiswa dapat menjelaskan fungsi dari panci evaporasi dan cara
penggunaannya
18

BAB II
MEMPROSES DATA HUJAN

PENGUKURAN CURAH HUJAN


Data jumlah curah hujan (CH) rata -rata untuk suatu daerah tangkapan air
(catchment area) atau daerah aliran sungai (DAS) merupakan informasi yang
sangat diperlukan oleh pakar bidang hidrologi. Dalam bid ang pertanian data CH
sangat berguna, misalnya untuk pengaturan air irigasi , mengetahui neraca air
lahan, mengetahui besarnya aliran permukaan (run off).
Untuk dapat mewakili besarnya CH di suatu wilayah/daerah diperlukan
penakar CH dalam jumlah yang c ukup. Semakin banyak penakar dipasang di
lapangan diharapkan dapat diketahui besarnya rata -rata CH yang menunjukkan
besarnya CH yang terjadi di daerah tersebut. Disamping itu juga diketahui variasi
CH di suatu titik pengamatan.
Menurut (Hutchinson, 1970 ; Browning, 1987 dalam Asdak C. 1995)
Ketelitian hasil pengukuran CH tegantung pada variabilitas spasial CH,
maksudnya diperlukan semakin banyak lagi penakar CH bila kita mengukur CH di
suatu daerah yang variasi curah hujannya besar. Ketelitian akan semakin
meningkat dengan semakin banyak penakar yang dipasang, tetapi memerlukan
biaya mahal dan juga memerlukan banyak waktu dan tenaga dalam
pencatatannya di lapangan. Cara pengukuran curah hujan yang paling sederhana
adalah dengan gelas ukur . Gelas ukur diletakkan di halaman atau tempat
terbuka. Jumlah curah hujan yang jatuh dinyatakan dengan tebal hujan, dalam
satuan cm (centimeter), mm (millimeter) atau inchi per satuan waktu. Umumnya
gelas ukur dihitung harian.
Pengukuran yang lebih baik dengan penakar hujan (rain gauge). Baik
analog maupun digital. Interval waktu pembacaan dapat di set up untuk 1 jam
atau 1 hari. Kelemahannya adalah bahwa penakar hujan hanya mengukur hujan
pada satu titik tertentu atau pengukuran titik. Lagi pula kebanyakan penakar
hujan hanya dibaca sekali dalam sehari sehingga tidak memungkinkan
pengukuran intensitas hujan.
Penakar hujan hanya mengukur hujan yang jatuh pada lokasi tertentu
seluas 100 s/d 400 cm2. Hujan yang jatuh pada suatu wilayah umumnya
diperkirakan dari interpolasi dari beberapa tempat pengukuran.
19

2.1. PENGUJIAN DAN KOREKSI DATA HUJAN


Stasiun penakar hujan hanya memberikan kedalaman (tinggi) hujan di
titik di mana stasiun tersebut berada, sehingga hujan pada suatu luasan harus
diperkirakan dari titik pengukuran tersebut.
Apabila pada suatu daerah terdapat lebih dari satu stasiun pengukuran
yang ditempatkan secara terpencar, hujan yang tercatat di masing-masing
stasiun dapat tidak sama.
Ada berbagai macam metode interpolasi geostatistik yang dapat
digunakan untuk menghitung hujan wilayah. Beberapa metode interpolasi yang
umumnya dipakai untuk interpolasi data hujan antara lain ;

1. Metode Rerata Aritmatik (Aljabar)


• Metode ini adalah metode yang paling sederhana. Pengukuran dengan
metode ini dilakukan dengan merata-ratakan hujan di seluruh DAS. Stasiun
hujan yang digunakan untuk menghitung dengan metode ini adalah yang
berada di dalam DAS, akan tetapi stasiun yang berada di luar DAS dan
jaraknya cukup berdekatan masih bisa diperhitungkan. Metode aljabar ini
memberikan hasil yang tidak teliti, metode ini memberikan hasil yang
cukup baik jika penyebaran hujan merata, serta hujan tidak terlalu
bervariasi.
• Hujan DAS dengan cara ini dapat diperoleh dengan persamaan:

p1  p2  p3  ..... pn
n

p i
p
p i 1
n n
• dengan:
p = hujan rerata di suatu DAS
pi = hujan di tiap-tiap stasiun
n = jumlah stasiun

Contoh soal :
Hitung hujan rerata dengan
metode aljabar!
JAWAB :
p  p2  p3  ..... pn
p 1
n
p A  pB  pC
p
3
22  28  30
p
3
20

p  26 ,67 mm

Jika stasiun D di luar DAS ikut


diperhitungkan maka:
22  28  30  25
p  26,25mm
4

2. Metode Thiessen
• Metode ini digunakan untuk menghitung bobot masing-masing stasiun
yang mewakili luasan di sekitarnya. Metode ini digunakan bila penyebaran
hujan di daerah yang ditinjau tidak merata.
• PROSEDUR HITUNGAN METODE POLIGON THIESSEN :
Hitungan poligon Thiessen dilakukan dengan cara:
a. Stasiun hujan digambar pada peta daerah yang ditinjau.
b. Stasiun-stasiun tersebut dihubungkan dengan garis lurus, sehingga akan
didapatkan bentuk segitiga.
c. Tiap-tiap sisi segitiga dibuat garis berat sehingga saling bertemu dan
membentuk suatu poligon yang mengelilingi tiap stasiun. Tiap stasiun
mewakili luasan yang dibentuk oleh poligon, sedangkan untuk stasiun
yang berada di dekat batas daerah, garis batas daerah membentuk
batas tertutup dari poligon.
Luas tiap poligon diukur, kemudian dikalikan dengan kedalaman hujan di
tiap poligon. Hasil jumlah hitungan tersebut dibagi dengan total luas
daerah yang ditinjau. Prosedur hitungan ini dijelaskan pada persamaan
dan gambar berikut ini :

A1.P1  A2 .P2  ......  An .Pn


P
Atotal

A1.P1  A2 .P2  A3 .P3  ......  An .Pn


P
A1  A2  A3  .....  An

Dimana:
• P = curah hujan rata-rata,
• P1,..., Pn = curah hujan pada
setiap setasiun,
• A1,..., An = luas yang dibatasi
tiap poligon.
21

Contoh Ilustrasi :

KETERANGAN : Gambar tidak berskala, luas bagian dan tinggi hujan hanya
merupakan perumpamaan .

Hujan Rerata Cara Thiessen :

AA .PA  AB .PB  AC .PC


P
Atotal
AA .PA  AB .PB  AC .PC
P
AA  AB  AC

50.22  53.28  45.30


P
50  53  45
3934
P  26,58 mm
148

Poligon Thiessen dengan


melibatkan stasiun hujan D
yang berada di luar DAS
22

AA .PA  AB .PB  AC .PC


P
Atotal
AA .PA  AB .PB  AC .PC  AD .PD
P
AA  AB  AC  AD
50.22  37.28  41.30  20.25
P
50  37  41  20
3866
P  26,12 mm
148

3. Metode Isohiet
Pada prinsipnya Isohiet adalah garis yang menghubungkan titik-titik
dengan tinggi/ kedalaman hujan yang sama, Kesulitan dari penggunaan metode
ini adalah jika jumlah stasiun di dalam dan sekitar DAS terlalu sedikit. Hal
tersebut akan mengakibatkan kesulitan dalam menginterpolasi.

METODE PEMBUATAN GARIS ISOHIET SEBAGAI BERIKUT :


• Pada peta yang ditinjau, digambarkan lokasi daerah hujan dan kedalaman
hujan.
• Di stasiun hujan yang saling berdampingan dinilai kedalaman hujannya dan
dibuat interpolasinya. Kemudian hasil interpolasi yang mewakili kedalaman
hujan yang sama dihubungkan satu sama lain.
23

• Luas daerah diantara 2 garis isohiet diukur luasnya, dan dikalikan dengan nilai
rerata di kedua garis isohiet. Kemudian jumlah dari hasil hitungan tersebut
dibagi dengan total luasan daerah yang ditinjau.

Hujan DAS menggunakan Isohiet dapat dihitung dengan persamaan:

n
I i  I i 1 I1  I 2 I I I I
A i
A1
2
 A2 2 3  ..... An n n 1
2 2
p i 1 2 p
n A1  A2  ..... An
A i
i

Catatan : tinggi hujan dalam mm


24

Hujan DAS menggunakan Isohiet :


I1  I 2 I I I I
A1  A2 2 3  ..... An n n 1
p 2 2 2
A1  A2  ..... An
I1  I 2 I I I I I I I I I I
A1  A2 3 3  A3 2 4  A4 4 5  A5 5 5  A6 4 6
p 2 2 2 2 2 2
A1  A2  A3  A4  A5  A6
30  35 40  40 35  45 45  60 60  60 50  50
50  20  180  45  15  25
p 2 2 2 2 2 2
50  20  180  45  15  25
14.137,5
p  42,20 mm
335

KONDISI DAN SIFAT DATA


• Data hujan yang baik diperlukan dalam melakukan analisis hidrologi, namun
untuk mendapatkan data yang berkualitas biasanya tidak mudah. Data hujan
hasil pencatatan yang tersedia biasanya dalam kondisi tidak menerus. Apabila
terputusnya rangkaian data hanya beberapa saat kemungkinan tidak
menimbulkan masalah tetapi untuk kurun waktu yang lama tentu akan
menimbulkan masalah di dalam melakukan analisis.
25

• Dalam hal ini perlu dilihat kepentingan atau sasaran dari perencanaan
drainase yang bersangkutan.

MEMPERKIRAKAN DATA HUJAN YANG HILANG


Kekosongan data dapat terjadi akibat ketidakhadiran pengamat atau
kerusakan alat. Jumlah hujan dihitung dari pengamatan di ketiga stasiun terdekat
dan sedapat mungkin berjarak sama terhadap stasiun yang kehilangan data

Metode:
1. Bila hujan tahunan normalnya pada masing-masing stasiun pembanding
dalam 10% dari stasiun yang kehilangan data rata-rata aritmatik :

Rx = 1/n (ΣRi)

2. Bila hujan tahunan normalnya pada masing-masing stasiun pembanding lebih


besar dari 10% terhadap stasiun yang kehilangan data rasio normal :

Rx = 1/n (Σ(Nx/Ni)Ri)

Dimana :
Rx = data hilang yang akan diperkirakan
n = jumlah stasiun pembanding
N = hujan tahunan normal
Ri = data hujan stasiun pembanding

Uji konsistensi
Kegunaan : menguji kebenaran data
Data hujan disebut konsisten apabila data yang terukur dan dihitung adalah teliti
dan benar serta sesuai dengan fenomena saat hujan itu terjadi
Data tidak konsisten, disebabkan :
1. Penggantian jenis dan spesifikasi alat
2. Perkembangan lingkungan sekitar pos hujan
3. Pemindahan lokasi pos hujan

Metode :
1. Observasi lapangan
2. Observasi ke kantor pengolahan data
3. Membandingkan data hujan dengan data untuk iklim yang sama
4. Analisis kurva massa ganda ( Conventional Double Mass Analysis )
5. Analisis statistic
26

Analisis Kurva Massa Ganda


Untuk data hujan musiman atau tahunan dari suatu DPS :
Yang diuji pos hujan “Y” maka data kumulatif dari pos ”Y” itu dapat
dibandingkan secara grafis dengan data hujan acuan “X”. Data hujan acuan
“X” merupakan nilai rata-rata dari pos hujan A, B, C, dan D atau lebih yang
lokasinya di sekeliling pos hujan “Y” bila kondisinya masih sama.
Data hujan minimal 10 tahun; data pos “Y” : sumbu Y dan data pos “X” sumbu X

Ketentuan perubahan pola:


a. Pola yang terjadi berupa garis lurus dan tidak terjadi patahan arah garis itu
maka DATA POS “Y” KONSISTEN
b. Pola yang terjadi berupa garis lurus dan terjadi patahan arah garis itu maka
DATA POS “Y” TIDAK KONSISTEN sehingga perlu dikoreksi
Koreksi sesuai dengan kemiringan perubahan garis lurus tersebut

2.2. INTENSITAS HUJAN


Pengertian :
Curah hujan adalah banyaknya air yang jatuh ke permukaan bumi dan tersebar
merata yang dinyatakan dengan ketebalan air (rain fall depth, mm,
cm)
Durasi hujan adalah lamanya waktu hujan tercurah dari atmosfer yang
dinyatakan dengan satuan waktu (menit, jam, hari)
27

Intensitas hujan adalah ukuran yang menyatakan tebal hujan dalam satuan
waktu tertentu (mm/jam, cm/jam)
Curah hujan efektif adalah curah hujan yang dialihragamkan menjadi aliran
permukaan

Sifat umum hujan :


1. Semakin singkat hujan berlangsung intensitasnya cenderung makin tinggi
2. Semakin besar periode ulangnya makin tinggi intensitasnya

Hubungan antara intensitas, lama hujan, dan frekuensi hujan biasanya


dinyatakan dalam lengkung INTENSITAS-DURASI-FREKUENSI (IDF=Intensity-
Duration-Frequency Curve).

Analisis Intensitas Hujan


- Diperlukan data hujan jangka pendek (5 menit, 10 menit, 30 menit, 60 menit
dan jam-jaman) untuk membentuk kurva IDF
- Data hujan jangka pendek hanya didapat dari pos hujan otomatis

2.3. PANCI EVAPORASI


Untuk mengukur evaporasi dari muka air bebas dapat digunakan panci
penguapan (evaporation pan). Terdapat tiga macam panci penguapan yang
sering digunakan, yaitu panci penguapan klas A (class A evaporation pan), panci
penguapan tertanam (sunken evaporation pan) dan panci penguapan terapung
(floating evaporation pan). Pada prinsipnya pengukuran evaporasi dengan ketiga
28

macam alat tersebut sama, yaitu dengan pembacaan tinggi muka air di panci
pada dua saat yang berbeda sesuai dengan interval waktu pengukuran yang
diinginkan. Pada setiap pengamatan umumnya juga dilakukan pengukuran
temperatur air. Pan evaporasi lebih sering digunakan untuk mengukur evaporasi
harian yang dinyatakan dalam mm/hari. Ilustrasi cara pemasangan panci
evaporasi klas A ditunjukkan pada gambar di bawah :

Panci Evaporasi Klas A

Mengingat cara pengukuran tidak dapat mewakili keadaan yang


sebenarnya, hasil pengukuran dengan panci evaporasi akan selalu lebih besar
dari nilai penguapan yang sesungguhnya. Untuk itu, nilai penguapan yang
sesungguhnya dapat diperkirakan dengan mengalikan koefisien panci (pan
coefficient) yang besarnya antara 0.65-0.85 tergantung dari spesifikasi alat.

Panci Penguapan Tertanam

Penggunaan alat panci penguapan tertanam didasari pada kelemahan


panci klas A tersebut, yaitu dengan upaya memperhitungkan pengaruh latent
heat yang terdapat dalam tanah di sekitar massa air yang menguap dengan cara
memasang panci masuk ke bawah permukaan tanah. Sebagai contoh adalah
Colorado sunken pan seperti dapat dilihat pada gambar di bawah. Koefisien panci
alat ini besarnya 0.75-0.86.
29

Panci Penguapan Terapung

Untuk panci terapung, pada dasarnya bentuk alat mirip dengan tipe lain.
Alat tipe ini dapat digunakan untuk mengukur penguapan di danau atau waduk
dimana alat diapungkan di atas ponton yang diikat dengan angker dan dilengkapi
dengan kisi-kisi untuk mencegah terjadinya percikan air (splashing) ke dalam
panci penguapan. Ilustrasi pemasangan alat tipe ini disajikan pada gambar di atas
30

2.4. SOAL DAN TUGAS BESAR

1. Suatu DAS terdapat ....... stasiun pengamatan curah hujan dengan besar
curah hujannya : 10, ; 20, ; 30, ; 25, ; 22, ; 17, dan 7, mm.
Hitung dan gambarkan ( dengan millimeter blok / AutoCAD ) curah hujan
rata-rata DAS tersebut dengan metode : a. Rata-rata Aljabat ( Aritmatic
Mean ), b. Thiessen ( Thiessen Method ) dan c. Isohiet ( Isohiet Method )

2. Diketahui, data curah hujan dari stasiun pengamatan suatu DAS sebagai
berikut :
Stasiun Luas Wilayah Rasio curah hujan Curah Hujan
Pengamatan ( km2 ) Luas tiap stasiun ( P )*
(%) ( pi )
1 50, .... ? 15, .... ?
2 65, .... ? 25, .... ?
3 75, .... ? 37, .... ?
4 100, .... ? 49, .... ?
5 150, .... ? 57, .... ?
....... ....... ....... ....... .......
Total ? P = ?

Curah Hujan ( P )* = rasio luas X curah hujan tiap stasiun (pi)


Hitunglah curah hujan rata-rata ( P ) dengan cara Poligon Thiessen dan
Isohiet !

3. Gambar peta DAS-nya ditentukan dan diberikan saat tatap muka ( peng-
ambilan tugas ) !

4. Jelaskan hubungan lengkung


INTENSITAS-DURASI-FREKUENSI
(IDF = Intensity-Duration-
Frequency Curve)
untuk berbagai periode waktu
sesuai kegunaannya.
31

Anda mungkin juga menyukai