Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRAKTIKUM HIDROMETEOROLOGI

ACARA I
JARING PENGUKURAN HUJAN DAN HUJAN WILAYAH

Oleh:
Nama : Muchammad Septian Dwi Aldiansyah
NIM : 170722637046
Offr : H/2017
Dosen pengampu : Ferryati Masitoh, S.Si, M.Si
Asisten Praktikum : Ilham Diki Pratama

PRODI S1 GEOGRAFI
JURUSAN GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
2019
ACARA I
JARING PENGUKURAN HUJAN DAN HUJAN WILAYAH

I. TUJUAN
1. Praktikan dapat melakukan perhitungan jumlah optimum stasiun
hujan.
2. Praktikan dapat melakukan perhitungan hujan wilayah menggunakan
Metode Aritmetik, Metode Poligon Thiessen, dan Metode Isohyet.
3. Praktikan dapat melakukan pembuatan peta polygon thiessen dan peta
isohyet.

II. ALAT DAN BAHAN


a. Alat
1. Alat tulis
2. Penggaris
3. Laptop
4. MS. Excel
5. MS. Word
6. Spidol OHP ukuran F
b. Bahan
1. Data Curah Hujan Tahunan di sebagian SWS Bengawan Solo
2. Kertas Milimeter Block ukuran A4

III. DASAR TEORI


Presipitasi adalah turunnya air dari atmosfer ke permukaan bumi yang
bisa berupa hujan, hujan salju, kabut, embun, dan hujan es. Di daerah tropis
hujan memberikan sumbangan terbesar sehingga seringkali hujanlah yang
dianggap presipitasi (Triatmodjo, 2008). Sedangkan menurut Sosrodarsono
(1985), presipitasi adalah sebutan umum dari uap yang mengkondensasi dan
jatuh ke tanah dalam rangkaian proses siklus hidrologi, biasanya jumlah
selalu dinyatakan dengan dalamnya presipitasi (mm). Jika uap air yang jatuh
berbentuk cair disebut hujan (rainfall) dan jika berbentuk padat disebut salju
(snow).
Daerah aliran sungai (DAS) adalah daerah yang dibatasi oleh
punggung-punggung gunung atau pegunungan dimana air hujan yang jatuh
di daerah tersebut akan mengalir menuju sungai utama pada suatu titik
(stasiun) yang ditinjau. Daerah aliran sungai ditentukan dengan menggunakan
peta topografi yang dilengkapi garis-garis kontur. (Triatmodjo, 2010).
Untuk memperoleh perkiraan besaran hujan yang baik dalam suatu
DAS, maka diperlukan sejumlah stasiun hujan. Kerapatan jaringan stasiun
hujan dapat dinyatakan sebagai luas Sub DAS yang diwakili oleh satu stasiun
hujan. Secara teoritis, semakin tinggi kerapatan stasiun hujan yang digunakan
maka akan semakin tinggi pula ketelitian data yang diperoleh. Ketelitian dan
kualitas data yang akurat dalam penentuan potensi air permukaan pada suatu
Wilayah Sungai (WS) sangat diperlukan dalam rangka mengoptimalkan
kebutuhan dan pengembangan sumber daya air. Hal ini tidak terlepas dari
pentingnya jumlah pos hujan yang ideal serta penempatan lokasi pos yang
dapat mewakili sebagai representasi karakteristik suatu Daerah Aliran Sungai
(DAS). (Wicaksono, 2018)
1. Jaring Pengukuran Hujan
Penentuan jumlah optimum stasiun hujan sangat penting untuk
diperhitungkan dalam suatu DAS secara statistik. Analisis statistik dalam
jumlah tertentu dari stasiun hujan yang diperlukan untuk memberikan hujan
rerata dengan persentase kesalahan tertentu. Kesalahan atau error yang
diijinkan lebih besar, maka diperlukan jumlah stasiun hujan yang lebih kecil,
dan juga sebaliknya. Berdasarkan statistik, jumlah optimum stasiun hujan
dapat diperoleh menggunakan formula sebagai berikut (Garg SK, 1982):

Keterangan:
N : jumlah stasiun hujan
Cv :koefisien variasi hujan didasarkan pada stasiun hujan yang ada
E : persentase kesalahan yang diijinkan
P : hujan rerata tahunan
: hujan rerata dari n stasiun
n : jumlah stasiun hujan yang ada
σ : standar deviasi
Untuk menghitung curah hujan rata-rata wilayah daerah aliran sungai
(DAS), Terdapat 3 metode yang dapat digunakan ,yaitu metode rata-rata
aritmatik(aljabar), metode poligon Thiessen dan metode Isohyet (Loebis,
1987)
1. Metode Rata– rata Aritmatik(Arithmetic Mean Method)
Metode rata–rata aritmatik merupakan meode yang paling sederhana.
Tinggirata-rata curah hujan didapatkan dengan mengambil nilai rata-rata
hitung (arithmetic mean method ) pengukuran hujan di pos penakar-penakar
hujan di dalam arealtersebut. Menurut Soewarno (2000) metode ini hanya
disarankan untuk kondisi DPS dengan topografi pedataran(flat topography)
dengan jumlah pos hujan cukup banyak dan lokasinya tersebar
merata(uniformly distributed) pada lokasi yang terwakili. Apabila
persyaratan itu tidak terpenuhi maka metode ini akan memberikan hasil
perhitungan yang tidak teliti.
Untuk menghitung curah hujan digunakan rumus sebagai berikut:
d= (d1 + d2 + d3+ … + dn) n-1
Dimana :
d = tinggi curah hujan rata-rata (mm)
d1, d2, d3, … dn = tinggi curah hujan pada pos penakar (mm)
n = banyaknya pos penakar hujan
2. Metode Poligon Thiessen
Poligon Thiessen Curah hujan rerata daerah menggunakan metode
Poligon Thiessen dengan cara memberikan bobot tertentu untuk setiap stasiun
hujan karena setiap stasiun hujan dianggap mewakili hujan dalam suatu
daerah dengan luas tertentu dan memberikan faktor koreksi bagi hujan di
stasiun yang bersangkutan (Harto, 1993, p.64). Perbandingan luas Poligon
untuk setiap stasiun yang besarnya An/A, memberi rumusan sebagai berikut:
Aa.Pa+Aa.Pa+⋯+An.Pn
R= ............................ (1)
A1+A2+⋯+An
dengan:
P = Tinggi hujan daerah rata-rata
Pa…Pn= Tinggi hujan ditiap titik pos curah hujan
Aa…An = Luas daerah Thiessen yang mewakili titik pos curah hujan
N = Jumlah pos curah hujan
Penerapan metode ini tidak mempertimbangkan bentuk topografi
DPS,sehingga tidak disarankan digunakan pada DPS yang berbukit– bukit
atau bergunung–gunung karena adanya pengaruh orografis terjadinya hujan.
Disamping itu jika terjadi penambahan atau pengurangan jumlah pos atau
pemindahan jumlah pos hujan akan mengubah luas jaringan poligon.
3. Metode Isohyet
Ishoyet adalah garis yang menghubungkan tempat-tempat yang
mempunyai kedalaman hujan pada saat yang bersamaan. Pada dasarnya cara
hitungan sama dengan yang digunakan dalam cara Poligon Thiesen,
perbedaannya hanya dalam penetapan besarnya faktor α dan Hi. Hi adalah
hujan rata-rata antara dua ishoyet, sedangkan faktor α adalah perbandingan
luas DAS antara dua ishoyet dan luas total DAS (Sosrodarsono, 1977).
Menurut soewarno (2000), Penggambaran setiap garis isohiet dari suatu DPS
harusmempertimbangkan faktor topografi dan faktor lainnya yang
berpenfaruh terhadap sebaran hujan.

IV. LANGKAH KERJA


a. Pengukuran Jaringan Hujan
1. Hitung rata-rata curah hujan tahunan pada setiap stasiun kemudian
bagi dengan banyaknya jumlah stasiun untuk mencari nilai p aksen.
2. Untuk mencari nilai p aksen^2, rata-rata curah hujan dipangkat 2
terlebih dahulu sebelum ditambahkan dengan rata-rata curah hujan
pada setiap stasiun.
3. Untuk mencari nilai σ

b. Pengukuran Metode Artimetik


1. Siapkan alat dan bahan
2. Hitunglah jumlah curah hujan di setiap stasiun yang ada di data curah
hujan sebagian SWS Bengawan Solo.
3. Bagi jumlah total curah hujan tersebut dengan jumlah total stasiun
penakar hujan.

c. Pengukuran Metode Poligon Thiessen


1. Siapkan alat dan bahan
2. Hubungkan titik-titik dengan menarik garis pada setiap stasiun baik
yang berada di dalam atau di luar daerah tangkapan air, sehingga
terbentuk jaringan berbentuk segitiga. Hindari menggunakan segitiga
dengan sudut tumpul.
3. Menarik sumbu tengah pada setiap segitiga, sehingga dapat terbentuk
polygon.
4. Menentukan salah satu stasiun yang dianggap mewakili cakupan
wilayah yang dibawatasi garis polygon tersebut.
5. Hitung luas wilayah tiap stasiun

d. Pengukuran Metode Isohyet


1. Siapkan alat dan bahan
2. Hitung curah hujan rata-rata tahunan di setiap stasiun.
3. Hitung jarak antar stasiun satu dengan stasiun yang berdekatan dengan
interval yang telah ditentukan untuk mengetahui jarak interval curah
hujan antar stasiun hujan.
4. Buat titik-titik berdasarkan jarak interval curah hujan antar stasiun
yang telah dihitung.
5. Hubungkan titik-titik dengan interval curah hujan yang sama pada
setiap stasiun dengan menarik garis antar stasiun yang satu dengan
stasiun selanjutnya pada semua stasiun.

V. HASIL PRAKTIKUM
a. Pengukuran Jaringan Hujan (Terlampir)
b. Perhitungan Metode Rata-rata Aritmetik (Terlampir)
c. Perhitungan Metode Polygon Thiessen (Terlampir)
d. Perhitungan Metode Isohyet (Terlampir)
e. Gambar Peta Metode Poligon Thiessen (Terlampir)
f. Gambar Peta Metode Isohyet (Terlampir)

VI. PEMBAHASAN
Praktikum kali ini membahas tentang jaring pengukuran hujan
dan hujan wilayah. Praktikum ini menggunakan data curah hujan tahunan
di sebagian SWS Bengawan Solo dengan total stasiun penakar hujan
sebanyak 10 pos, yakni stasiun Jejeruk, stasiun Purwantoro, stasiun
Madiun, stasiun Wonogiri Dam, stasiun Ngrambe, stasiun Wonogiri,
stasiun Ngawi, stasiun Pabelan, stasiun Tawangmangu, dan stasiun
Kalijambe. Data curah hujan yang digunakan merupakan data curah
hujan tahunan yang diambil selama 24 tahun, dimulai dari tahun 1975
sampai tahun 1999. Untuk melakukan perhitungan jaring pengukuran
hujan dapat dilakukan dengan cara menentukan jumlah stasiun hujan
optimum, sedangkan untuk melakukan perhitungan hujan wilayah dapat
dilakukan dengan menggunakan tiga metode yakni Metode Rata-Rata
Aritmetik, Metode Poligon Thiessen, dan Metode Isohyet.
Berdasarkan perhitungan jaring pengukuran hujan yang telah
dilakukan, diperoleh hasil jumlah optimum stasiun hujan adalah sebesar
4 dari jumlah factualnya yang ada sebanyak 10 pos. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa jumlah stasiun penakar hujan yang berada di
sebagian SWS Bengawan Solo tersebut sudah optimum, sehingga jumlah
stasiun hujan di daerah tersebut sudah dapat mencakup seluruh wilayah
pada kawasan SWS tersebut. Diperoleh hasil sebesar 4 stasiun tersebut
dikarenakan faktor kesalahan yang diizinkan adalah sebesar 10%,
semakin sedikit faktor kesalahan yang diizinkan maka semakin sedikit
pula jumlah stasiun yang diperoleh dari perhitungan tersebut dan begitu
pula sebaliknya.
Selanjutnya, dalam melakukan perhitungan hujan wilayah
digunakan tiga metode yaitu Metode Aritmetik, Metode Poligon
Thiessen, Metode Isohyet. Metode pertama yakni metode Aritmetik,
metode ini dapat menentukan curah hujan rata-rata DAS dengan cara
menjumlahkan seluruh curah hujan dari semua stasiun kemudian
membaginya dengan banyaknya stasiun penakar hujan. Metode ini cocok
digunakan pada daerah yang relative datar dengan jumlah stasiun
penakar hujan yang cukup banyak dan curah hujan yang merata.
Berdasarkan perhitungan metode aritmetik yang telah dilakukan,
diperoleh hasil perhitungan yakni rata-rata curah hujan tahunan selama
24 tahun pada sebagian SWS Bengawan Solo adalah sebesar 2563,144
mm.
Metode selanjutnya adalah Metode Poligon Thiessen. Rata-
rata curah hujan metode ini diperoleh dari polygon yang terbentuk dari
menghubungkan garis dan titik tengah pada setiap stasiun hujan.
Berdasarkan hasil pemetaan dan perhitungan yang telah dilakukan,
diperoleh hasil perhitungan metode polygon thiessen yakni sebesar
2353,308 mm. Metode ini cocok pada daerah yang memiliki distribusi
pos penakar hujan yang tidak merata dengan mempertimbangkan luas
daerah pengaruh dari tiap stasiun penakar, namun metode ini tidak cocok
apabila daerah tersebut memiliki bentuk topografi yang berbukit– bukit
atau bergunung–gunung karena adanya pengaruh orografis terjadinya
hujan. Selain itu, penambahan atau pengurangan jumlah pos atau
pemindahan jumlah pos hujan akan mengubah luas jaringan poligon.
(Soemarto, 1999). dari pernyataan tersebut, maka metode ini kurang
cocok dengan kondisi geografis yang ada di daerah SWS Bengawan
Solo. Hal ini disebabkan karena pada daerah tersebut dilalui oleh relief
gunung lawu dan gunung ngliman yang memiliki bentuk topografi
bergunung-gunung.
Metode yang terakhir adalah Metode Isohyet. metode ini
dilakukan dengan cara menghubungkan tempat-tempat yang memiliki
curah hujan yang sama, dimana pada SWS Sebagian Bengawan Solo
rata-rata curah hujan terendah adalah sebesar 1703mm pada stasiun
Madiun dan curah hujan tertinggi adalah sebesar 3560,92mm pada
stasiun Ngrambe. Rata-rata Curah hujan diperoleh dengan melakukan
perkalian antara total rata-rata curah hujan antar dua garis isohyet pada
setiap interval garis isohyet dengan jumlah luas seluruh cakupan DAS.
Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan dengan metode Isohyet,
diperoleh hasil rata-rata curah hujan yakni sebesar 2485,89 mm. Metode
ini cocok untuk daerah yang memiliki topografi yang berbukit-bukit dan
pegunungan, sehingga sangat cocok untuk digunakan dalam melakukan
pengukuran hujan wilayah pada daerah SWS sebagian Bengawan Solo
tersebut yang memiliki relief bergunung-gunung.
Berdasarkan hasil perhitungan hujan wilayah yang telah dilakukan,
terdapat perbedaan curah hujan pada setiap metode, yakni pada metode
aritmetik sebesar 2563,144 mm, metode polygon thiessen sebesar
2353,308 mm, dan metode isohyet sebesar 2485,89 mm. perbedaan hasil
tersebut merupakan hasil dari faktor pertimbangan pada setiap metode,
sehingga tiap metode memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-
masing.

VII. KESIMPULAN
Dari praktikum yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut :
1. Berdasarkan hasil jaring pengukuran pada perhitungan jumlah
optimum hujan di sebagian SWS Bengawan Solo, diperoleh jumlah
stasiun optimum pada kawasan tersebut sebesar 4 dari jumlah
factualnya yang ada sebanyak 10 pos. sehingga jumlah stasiun hujan
pada daerah tersebut sudah optimum dan dapat mencakup seluruh
kawasan tersebut.
2. Berdasarkan hasil perhitungan hujan wilayah, diperoleh hasil pada
metode aritmetik yakni sebesar 2563,144 mm, metode polygon
thiessen yakni sebesar 2353,308 mm, dan metode isohyet sebesar
2485,89 mm.
3. Pembuatan peta metode polygon thiessen dilakukan dengan
menghubungkan setiap stasiun dengan garis kemudian menarik titik
tengah pada setiap garis tersebut sehingga dapat terbentuk polygon-
poligon yang menunjukkan cakupan tiap stasiun penakar hujan.
Sedangkan pada metode isohyet dilakukan dengan menghubungkan
tempat-tempat yang memiliki curah hujan yang sama, sehingga dapat
terbentuk kontur-kontur dari curah hujan terendah ke yang tertinggi.

VIII. DAFTAR PUSTAKA


Garg, S. K. (2010). Water supply engineering. New Delhi: Khanna
Publishers.
Harto Br, S. 1993. Analisis Hidrologi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Loebis, J. 1987. Banjir Rencana Untuk Bangunan Air. DPU: Bandung
Soemarto CD. 1999. Hidrologi Teknik. Jakarta. Penerbit Erlangga.
Soewarno, 2000. Hidrologi Operasional– Jilid Kesatu, Penerbit Citra
AdityaBakti, Bandung.
Sosrodarsono, Ir. S dan Takeda, K. 1977. Hidrologi untuk Pengairan.
Jakarta:Dainippon Gitakarya Printing
Triatmodjo, Bambang. 2008. Hidrologi Terapan. Yogyakarta: Beta Offset.
Triatmodjo, Bambang. 2010. Perencanaan Pelabuhan. Yogyakarta: Beta
Offset
Wicaksono, Bagus. 2018. Evaluasi Dan Perencanaan Kerapatan Jaringan Pos
Hujan Dengan Metode Kriging Menurut Rekomendasi Wmo (World
Meteorological Organization) Di Wilayah Sungai Rokan Provinsi Riau.
Teknik Pengairan. Universitas Brawijaya: Malang.

Anda mungkin juga menyukai