Anda di halaman 1dari 9

PERHITUNGAN METODE INTENSITAS CURAH HUJAN

Salah satu metode yang umum digunakan untuk memperkirakan laju aliran puncak
(debit banjir atau debit rencana) yaitu Metode Rasional USSCS (1973). Metode ini digunakan
untuk daerah yang luas pengalirannya kurang dari 300 ha (Goldman et.al., 1986, dalam
Suripin, 2004). Metode Rasional dikembangkan berdasarkan asumsi bahwa curah hujan
yang terjadi mempunyai intensitas seragam dan merata di seluruh daerah pengaliran
selama paling sedikit sama dengan waktu konsentrasi (t c). Persamaan matematik Metode
Rasional adalah sebagai berikut :
Q=0,278.C.I.A
dimana :
Q : Debit (m3/detik)
0,278 : Konstanta, digunakan jika satuan luas daerah menggunakan km2
C : Koefisien aliran
I : Intensitas curah hujan selama waktu konsentrasi (mm/jam)
A : Luas daerah aliran (km2)
Di wilayah perkotaan, luas daerah pengaliran pada umumnya terdiri dari beberapa
daerah yang mempunyai karakteristik permukaan tanah yang berbeda (subarea), sehingga
koefisien pengaliran untuk masing-masing subarea nilainya berbeda, dan untuk
menentukan koefisien pengaliran pada wilayah tersebut dilakukan penggabungan dari
masing-masing subarea. Variabel luas subarea dinyatakan dengan A j dan koefisien
pengaliran dari tiap subarea dinyatakan dengan C j, maka untuk menentukan debit
digunakan rumus sebagai berikut :
dimana :
Q : Debit (m3/detik)
Cj : Koefisien aliran subarea
I : Intensitas curah hujan selama waktu konsentrasi (mm/jam)
Aj : Luas daerah subarea (km2)
Biasanya dalam perencanaan bangunan pengairan (misalnya drainase), debit rencana sangat
diperlukan untuk mengetahui kapasitas yang seharusnya dapat ditampung oleh sebuah
drainase, agar semua debit air dapat ditampung dan teralirkan. Oke kita masuk ke intinya,
metode yang biasa digunakan dalam perhitungan intensitas curah hujan adalah sebagai
berikut:
A. Metode Mononobe

_
dimana :
I : Intensitas curah hujan (mm/jam)
t : Lamanya curah hujan / durasi curah hujan (jam)
R24 : Curah hujan rencana dalam suatu periode ulang, yang nilainya didapat dari
tahapan sebelumnya (tahapan analisis frekuensi)
Keterangan :
R24 , dapat diartikan sebagai curah hujan dalam 24 jam (mm/hari)
Contoh kasusnya seperti ini, jika anda ingin mengetahui intensitas curah hujan dari data
curah hujan harian selama 5 menit, pengerjaannya adalah sebagai berikut (jika diketahui
curah hujan selama satu hari bernilai 56 mm/hari) :

Ket :
Ubah satuan waktu dari menit menjadi jam. Contoh durasi selama 5 menit menjadi durasi
selama 5/60 atau selama 0,833 jam.
Gampang kan bagaimana cara mendapatkan intensitas curah hujan dari curah hujan harian.
Sekarang kita masuk ke metode kedua, yaitu :
B. Metode Van Breen
Berdasarkan penelitian Ir. Van Breen di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa, curah hujan
terkonsentrasi selama 4 jam dengan jumlah curah hujan sebesar 90% dari jumlah curah
hujan selama 24 jam (Anonim dalam Melinda, 2007).
Perhitungan intensitas curah hujan dengan menggunakan Metode Van Breen adalah sebagai
berikut :

_
dimana :
IT : Intensitas curah hujan pada suatu periode ulang (T tahun)
RT : Tinggi curah hujan pada periode ulang T tahun (mm/hari)
Oke, dengan nilai yang sama dengan nilai yang digunakan dalam Metode Mononobe, maka
perhitungan intensitas curah hujan dengan Metode Van Breen, menghasilkan nilai sebagai
berikut :

_
Udah liat kan, ternyata nilai intensitas curah hujan selama 5 menit dengan nilai curah hujan
harian mencapai 56 mm/hari dengan menggunakan Metode Van Breen, nilainya lebih besar
dibandingkan dengan perhitungan intensitas curah hujan menggunakan Metode Mononobe.
Oke, metode ketiga adalah sebagai berikut :
C. Metode Haspers dan Der Weduwen
Metode ini berasal dari kecenderungan curah hujan harian yang dikelompokkan atas
dasar anggapan bahwa curah hujan memiliki distribusi yang simetris dengan durasi curah
hujan lebih kecil dari 1 jam dan durasi curah hujan lebih kecil dari 1 sampai 24 jam (Melinda,
2007)
Perhitungan intensitas curah hujan dengan menggunakan Metode Haspers & der Weduwen
adalah sebagai berikut :

_
dimana :
I : Intensitas curah hujan (mm/jam)
R, Rt : Curah hujan menurut Haspers dan Der Weduwen
t : Durasi curah hujan (jam)
Xt : Curah hujan harian maksimum yang terpilih (mm/hari)
Dengan nilai contoh yang sama, akan tetapi dengan ditambah dengan durasi 60 menit

:
Yups, yang terakhir ini agak ribet dikarenakan metode ini mempunyai dua persamaan yang
berbeda tergantung durasi yang akan dicari.
Oh, iya intensitas curah hujan sendiri dapat diartikan sebagai berikut :
Intensitas curah hujan adalah jumlah curah hujan yang dinyatakan dalam tinggi
hujan atau volume hujan tiap satuan waktu, yang terjadi pada satu kurun waktu air hujan
terkonsentrasi (Wesli, 2008). Besarnya intensitas curah hujan berbeda-beda tergantung dari
lamanya curah hujan dan frekuensi kejadiannya. Intensitas curah hujan yang tinggi pada
umumnya berlangsung dengan durasi pendek dan meliputi daerah yang tidak luas. Hujan
yang meliputi daerah luas, jarang sekali dengan intensitas tinggi, tetapi dapat berlangsung
dengan durasi cukup panjang. Kombinasi dari intensitas hujan yang tinggi dengan durasi
panjang jarang terjadi, tetapi apabila terjadi berarti sejumlah besar volume air bagaikan
ditumpahkan dari langit. (Suroso, 2006)
Perhitungan Curah Hujan Wilayah
Analisis data hujan dimaksudkan untuk mendapatkan besaran curah hujan. Perlunya
menghitung curah hujan wilayah adalah untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan
air dan rancangan pengendalian banjir (Sosrodarsono & Takeda, 1977).Metode yang
digunakan dalam perhitungan curah hujan rata-rata wilayah daerah aliran sungai (DAS) ada
tiga metode, yaitu metode rata-rata aritmatik (aljabar), metode poligon Thiessen dan
metode Isohyet (Loebis, 1987).
1. Metode rata-rata aritmatik (aljabar)
Metode ini paling sederhana, pengukuran yang dilakukan di beberapa stasiun dalam
waktu yang bersamaan dijumlahkan dan kemudian dibagi jumlah stasiun. Stasiun hujan yang
digunakan dalam hitungan adalah yang berada dalam DAS, tetapi stasiun di luar DAS
tangkapan yang masih berdekatan juga bisa diperhitungkan. Metode rata-rata aljabar
memberikan hasil yang baik apabila :
• Stasiun hujan tersebar secara merata di DAS.
• Distribusi hujan relatif merata pada seluruh

DAS Rumus P  112P  Pn


n
 ...  P 
dengan :
P = Curah hujan daerah (mm)
n = Jumlah titik-titik (stasiun-stasiun) pengamat hujan
P1, P2,…, Pn = Curah hujan di tiap titik pengamatan
2. Metode Thiessen
Metode ini memperhitungkan bobot dari masing-masing stasiun yang mewakili
luasan di sekitarnya. Pada suatu luasan di dalam DAS dianggap bahwa hujan adalah sama
dengan yang terjadi pada stasiun yang terdekat, sehingga hujan yang tercatat pada suatu
stasiun mewakili luasan tersebut. Metode ini digunakan apabila penyebaran stasiun hujan di
daerah yang ditinjau tidak merata, pada metode ini stasium hujan minimal yang digunakan
untuk perhitungan adalah tiga stasiun hujan. Hitungan curah hujan rata-rata dilakukan
dengan memperhitungkan daerah pengaruh dari tiap stasiun. Metode poligon Thiessen
banyak digunakan untuk menghitung hujan rata-rata kawasan. Poligon Thiessen adalah
tetap untuk suatu jaringan stasiun hujan tertentu. Apabila terdapat perubahan jaringan
stasiun hujan seperti pemindahan atau penambahan stasiun, maka harus dibuat lagi poligon
yang baru.(Triatmodjo, 2008).

A1 P1  A2 P2  . An Pn
P
Rumus A1  A2  An

dengan :
P = Rata rata curah hujan wilayah (mm)
P1,P2,...Pn = curah hujan masing masing stasiun (mm)
A1,A2,...An = luas pengaruh masing masing stasiun(km2)

3. Metode Isohyet
Isohyet adalah garis yang menghubungkan titik-titik dengan kedalaman hujan yang
sama. Pada metode Isohyet, dianggap bahwa hujan pada suatu daerah di antara dua garis
Isohyet adalah merata dan sama dengan nilai rata-rata dari kedua garis Isohyet tersebut.
Metode Isohyet merupakan cara paling teliti untuk menghitung kedalaman hujan rata-rata
di suatu daerah, pada metode ini stasiun hujan harus banyak dan tersebar merata, metode
Isohyet membutuhkan pekerjaan dan perhatian yang lebih banyak
dibanding dua metode lainnya. (Triatmodjo, 2008).
Rumus

dengan :
P = Rata rata curah hujan wilayah (mm)
P1,2,3,…n = Curah hujan masing masing isohiet(mm)
A1,2,3…n = Luas wilayah antara 2 isohiet (km2)
A. Cara kerja
a. Cara Aritmatik
1. Menyiapkan alat dan bahan
2. Menghitung jumlah total curah hujan di Kabupaten Trenggalek
3. Menghitung curah hujan rata-rata dengan rumus Aritmatik yang sudah ada
b. Cara Poligon Thiesen
1. Menyiapkan alat dan bahan
2. Menghubungkan titik-titik tempat stasiun terdekat berada pada peta dengan
garis lurus
3. Membentuk garis-garis yang menghubungkan titik-titik stasiun menjadi bentuk
segitiga.
4. Membagi garis lurus antara dua stasiun (garis 1) yang berdekatan sama panjang
5. Menarik garis tegak lurus dari garis 1 pada titik pembagi garis tersebut(garis 2)
6. Membagi luasan wilayah tiap stasiun berdasarkan garis 2
7. Menghitung luasan wilayah tiap stasiun
8. Menghitung cura hujan rata-rata dengan rumus Poligon Thiesen yang sudah ada.
c. Cara Isohyet
1. Menyiapkan alat dan bahan.
2. Menghubungkan titik stasiun dengan curah hujan terbesar dengan titik-titik
stasiun yang lain dengan garis lurus.
3. Membagi garis lurus tersebut menjadi beberapa bagian dengan interval yang
sama.
4. Menghubungkan titik-titik dengan curah hujan sama menjadi garis isohyet
5. Menghitung luas wilayah tiap stasiun berdasarkan garis-garis isohyet tersebut
6. Menghitung besar rata-rata curah hujan dengan rumus Isohyet yang sudah ada.

Anda mungkin juga menyukai