Anda di halaman 1dari 12

ANALISIS PERBANDINGAN PENGGUNAAN METODE

ARITMATIKA, POLIGON THIESSEN DAN ISOHYET DALAM


PERHITUNGAN CURAH HUJAN RERATA DAERAH
(Studi Lokasi DAS Jangkok)

Artikel Ilmiah
Untuk memenuhi sebagian persyaratan
mencapai derajat Sarjana S – 1 Jurusan Teknik Sipil

Oleh:

Riandi Ashab Adam


F1A 112 053

JURUSAN TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MATARAM
2019
ii
iii
ANALISIS PERBANDINGAN PENGGUNAAN METODE ARITMATIKA, POLIGON
THIESSEN DAN ISOHYET DALAM PERHITUNGAN CURAH HUJAN RERATA
DAERAH (Studi Lokasi DAS Jangkok)

Riandi Ashab Adam* Humairo Saidah** Lilik Hanifah**


*Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil Universitas Mataram
**Dosen Jurusan Teknik Sipil Universitas Mataram
Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Mataram
email: ashab028@gmail.com

ABSTRACT
Indonesia is a country that has two seasons, the dry season and the rainy season. One of
the important things about the existence of those seasons is rainfall. To obtain the results of
hydrological analysis, an input of calculation of regional average rainfall is required. So, from the
hydrology analysis can be used to conduct analysis of civil works, especially the field of irrigation.
The study aims to determine which method is best in the calculation of the regional average
rainfall.
This research was conducted by calculating the regional average rainfall and runoff
depth then comparing the level of the relationship between the results of the regional average
rainfall calculation using the Arithmetic, Polygon Thiessen and Isohyet methods on the calculation
of runoff depth.
The results show that the calculation of regional average rainfall using the Thissen
Polygon method yields the largest average value of 91.48 mm, while the Isohyet method is the
most accurate way of calculating the average regional rainfall in the Jangkok Watershed with a
correlation coefficient of 0.712.
Keywords: Regional average rainfall, Arithmetic, Polygon Thiessen, Isohyet.

Pendahuluan hujan, dan frekuensi hujan dapat dipelajari


dan dievaluasi bila tersedia stasiun penakar
Indonesia merupakan negara yang hujan.
berada di garis khatulistiwa, yang memiliki
dua musim yaitu musim kemarau dan musim Data hujan bisa diperoleh dari
penghujan. Dua musim ini sangat beberapa instansi, antara lain Dinas
berpengaruh terhadap kelangsungan hidup Pertanian, Dinas Pengairan, Badan
makhluk hidup di wilayah Indonesia, Meteorologi dan Geofisika. Data tersebut
sehingga masyarakat Indonesia harus diperoleh dari hasil penakar pengukuran
mengenali secara baik faktor dari kedua curah hujan yang jatuh pada alat penakar.
musim tersebut agar dapat melakukan Penakar hujan adalah instrument yang
berbagai aktivitas dengan lancar. Salah satu digunakan untuk mendapatkan dan
hal penting dari keberadaan musim-musim mengukur jumlah curah hujan pada satuan
tersebut adalah curah hujan. waktu tertentu.

Tingginya curah hujan merupakan Untuk mendapatkan hasil analisis


ciri dari keberadaan musim penghujan. hidrologi, diperlukan input perhitungan
Jumlah rata-rata hujan yang jatuh setiap curah hujan rerata daerah. Sehingga, dari
tahun di suatu tempat, tidak selalu sama. analisis hidrologi tersebut dapat
Terkadang ada daerah yang curah hujannya dipergunakan untuk melakukan analisis
tinggi, tetapi ada juga yang curah hujannya pekerjaan-pekerjaan sipil khususnya bidang
rendah. Indonesia pada umumnya akan pengairan antara lain analisis ketersediaan
mengalami hujan dalam jumlah banyak pada air, penelusuran banjir, perencanaan
bulan Oktober-Maret. Karakteristik hujan bangunan air dan lain-ain.Dalam
yang berupa jumlah, intensitas hujan, lama menghitung curah hujan rata-rata daerah

iv
umumnya digunakan tiga metode yaitu, dilakukan di beberapa stasiun dalam waktu
metode Aritmatika, Polygon Thiessen dan yang bersamaan dijumlahkan kemudian
Isohyet. Tetapi penggunaan ketiga metode dibagi dengan jumlah stasiun. Stasiun yang
tersebut masing-masing memiliki digunakan dalam hitungan biasanya adalah
kekurangan dan kelebihan. Metode Poligon yang berada dalam DAS, tetapi stasiun di
Thiessen memberikan hasil yang lebih teliti luar DAS yang masih berdekatan juga bisa
daripada metode Aritmatika. Cara ini diperhitungkan (Triatmodjo, 2013).
termasuk memadai untuk menentukan curah
hujan rerata daerah, tetapi hasil yang teliti
akan ditentukan oleh sejauh mana
penempatan stasiun penakar hujan mampu
mewakili daerah pengamatan. Isohyet
memperhitungkan secara aktual pengaruh
tiap-tiap pos penakar hujan. Metode ini
dianggap lebih subyektif daripada kedua
metode yang lain. Maka dari itu kami
merasa tertarik menguji metode tersebut,
sehingga penulis akan mengambil salah satu
fokus yang dapat memberikan gambaran Gambar 1 Luasan Metode
penting penelitian mengenai analisis curah Aritmatika
hujan dalam skripsi yang berjudul “Analisis
Perbandingan Penggunaan Metode Metode Aritmatika memberikan hasil
Aritmatika, Polygon Thiessen Dan Isohyet yang baik apabila stasiun hujan tersebar
Dalam Perhitungan Curah Hujan Rerata merata dan distribusi hujan relatif merata
Daerah (Studi Lokasi DAS Jangkok)” pada seluruh DAS. Hujan rerata pada
dengan tujuan untuk mengetahui seluruh DAS diberikan oleh bentuk berikut:
perbandingan besaran Curah Hujan Rerata
p1+p2+p3…+pn
DAS Jangkok menggunakan Metode P= (2.1)
n
Aritmatika, Polygon Thiessen dan Isohyet Dengan
dan mengetahui akurasi ketiga metode P = Hujan rerata
tersebut dalam menganalisis Curah Hujan kawasan
Rerata Daerah.
p1, p2 , p3, …. , pn = hujan di stasiun
Landasan Teori 1, 2, 3, …. , n
n = jumlah stasiun
Perhitungan Curah Hujan Rerata Daerah
Stasiun penakar hujan hanya Metode Poligon Thiessen
memberikan kedalaman hujan di titik di Metode ini memperhitungkan bobot
mana stasiun berada, sehingga hujan pada dari masing-masing stasiun yang mewakili
suatu luasan harus diperkirakan dari titik luasan di sekitar. Pada suatu luasan di dalam
pengukuran tersebut. Apabila dalam suatu DAS dianggap bahwa hujan adalah sama
daerah terdapat lebih dari satu stasiun dengan yang terjadi pada stasiun yang
pengukuran yang ditempatkan secara terdekat, sehingga hujan yang tercatat pada
terpencar, hujan yang tercatat di masing- suatu stasiun mewakili stasiun tersebut.
masing stasiun dapat tidak sama. Dalam Metode ini digunakan apabila penyebaran
analisa hidrologi sering diperlukan untuk stasiun hujan di daerah yang ditinjau tidak
menentukan hujan rerata pada daerah merata. Hitungan curah hujan rerata
tersebut, yang dapat dilakukan dengan dilakukan dengan memperhitungkan daerah
metode Aritmatika, metode Poligon pengaruh dari tiap stasiun (Triatmodjo,
Thiessen dan metode Isohyet (Triatmodjo, 2013).
2013). Metode Poligon Thiessen cocok
untuk menentukan tinggi rata-rata hujan
Metode Aritmatika apabila pos hujan tidak banyak dan tinggi
Metode ini adalah yang paling hujan tidak merata. Metode ini memberikan
sederhana untuk menghitung hujan rerata hasil yang teliti dibandingkan dengan
pada suatu daerah. Pengukuran yang metode Aritmatika, namun penentuan titik

v
pengamatan akan mempengaruhi ketelitian Metode poligon Thiessen banyak
yang didapat. digunakan untuk menghitung hujan rerata
kawasan. Poligon Thiessen tetap untuk suatu
Pembentukan poligon Thiessen jaringan stasiun hujan tertentu. Apabila
adalah sebagai berikut, terdapat perubahan jaringan stasiun hujan,
seperti pemindahan atau penambahan
a. Stasiun pencatat hujan digambarkan stasiun, maka harus dibuat lagi poligon
pada peta DAS yang ditinjau, termasuk (Triatmodjo, 2013).
stasiun hujan di luar DAS yang
berdekatan. Metode Isohyet
b. Stasiun tersebut dihubungkan dengan Isohyet adalah garis yang
garis lurus (garis terputus) sehingga menghubungkan titik-titik dengan
membentuk segitiga-segitiga, yang kedalaman hujan yang sama. Pada metode
sebaiknya mempunyai sisi dengan Isohyet, dianggap bahwa hujan pada suatu
panjang yang kira-kira sama. daerah di antara dua garis Isohyet adalah
c. Dibuat garis berat pada sisi-sisi segitiga merata dan sama dengan nilai rerata dari
seperti ditunjukkan dengan garis kedua garis isohyet tersebut (Triatmodjo,
penuh. 2013).
d. Garis-garis berat tersebut membentuk Metode isohyet cocok digunakan di
poligon yang mengelilingi tiap stasiun. daerah pegunungan dan berbukit .peta
Tiap stasiun mewakili luasan yang isohyet digambar pada peta fotografi
dibentuk oleh poligon. Untuk stasiun berdasarkan titik-titik pengamatan yang
yang berada di dekat batas DAS, garis diukur. Cara ini adalah cara rasional yang
batas DAS membentuk batas tertutup terbaik jika garis-garis Isohyet dapat
dari poligon digambar dengan teliti.
e. Luas tiap poligon diukur dan kemudian
dikalikan dengan kedalaman hujan di Pembuatan garis Isohyet dilakukan
stasiun yang berada di dalam poligon dengan prosedur berikut ini (Triatmodjo,
f. Jumlah dari hitungan pada butir e 2013),
untuk semua stasiun dibagi dengan luas
daerah yang ditinjau menghasilkan a. Lokasi stasiun hujan dan kedalam
hujan rerata daerah tersebut yang hujan digambarkan pada daerah yang
dalam bentuk matematika mempunyai ditinjau
bentuk berikut ini, b. Dari nilai kedalaman hujan di stasiun
P=
A1p1 +A2p2 + …+Anpn
(2.2) yang berdampingan dibuat interpolasi
A1 + A2 +… +An dengan pertambahan nilai yang
Dengan ditetapkan
P = Hujan rerata kawasan c. Dibuat kurva yang menghubungkan
p1, p2,...pn = Hujan pada stasiun 1, titik-titik interpolasi yang mempunyai
2,… , n kedalaman yang sama. Ketelitian
A1, A2,...An = Luas daerah yang tergantung pada pembuatan garis
mewakili stasiun 1,2,… , n Isohyet dan intervalnya.
d. Diukur luas daerah antara dua Isohyet
yang berurutan dan kemudian dikalikan
dengan nilai rerata dari nilai kedua
garis Isohyet.
e. Jumlah dari hitungan pada butir d
untuk seluruh garis Isohyet dibagi
dengan luas daerah yang ditinjau
menghasilkan kedalaman hujan rerata
daerah tersebut. Secara matematis
hujan rerata tersebut dapat ditulis,

A1 + A2 + …+An
P= (2.3)
Gambar 2 Luasan Metode Poligon Thiessen A1 + A2 +…+ An
Dengan,

vi
P = Hujan rerata kawasan Nilai kritik Q dan R ditunjukan dalam tabel
I1, I2, ...pn = Garis isohyet n 1, 2, … , 2.2:
n Tabel 1 Nilai Kritik Q dan R
A1, A2,...An = Luas daerah yang 𝑸 𝑹
dibatasi oleh garis Isohyet ke 1 dan 2, N √𝒏 √𝒏
2 dan 3, … , n dan n+1 90% 95% 99% 90% 95% 99%
Metode Isohyet merupakan cara 10 1.05 1.14 1.29 1.21 1.28 1.38
paling teliti untuk menghitung kedalaman 20 1.10 1.22 1.42 1.34 1.43 1.60
hujan rerata di suatu daerah, tetapi cara ini 30 1.12 1.24 1.46 1.40 1.50 1.70
membutuhkan pekerjaan dan perhatian yang 40 1.13 1.26 1.50 1.42 1.53 1.74
lebih banyak dari metode lainnya. 50 1.14 1.27 1.52 1.44 1.55 1.78
100 1.17 1.29 1.55 1.50 1.62 1.86
∞ 1.22 1.36 1.63 1.62 1.75 2.00

Perhitungan Kedalaman Limpasan


Perjalanan air di dalam DAS dapat
diasumsikan sebagai limpasan total (total
runoff), yang terdiri dari limpasan langsung
(direct runoff) dan aliran dasar (base flow).
Limpasan langsung sendiri terdiri dari aliran
permukaan (surface runoff) dan aliran
bawah permukaan yang mengalir langsung
(prompt sub surface flow) serta hujan yang
jatuh langsung di permukaan sungai
Gambar 3 Luasan Metode Isohyet
(channel precipitation). Sedangkan aliran
Perhitungan Uji Konsistensi Data dasar terdiri dari aliran bumi (ground water
Data yang diperoleh dari stasiun flow) yang masuk melalui perkolasi dan
hujan perlu diuji karena ada kemungkinan aliran bawah tanah permukaan kemudian
data tidak valid akibat alat pernah rusak, alat (delayed sub surface flow) yang tidak masuk
pernah berpindah tempat, lokasi alat ke saluran, tetapi bergabung dengan air
terganggu, atau data tidak sah. Uji perkolasi dan memperbesar aliran dasar.
konsistensi dalam penelitian ini dilakukan Aliran dasar dan limpasan langsung
dengan cara RAPS (Rescaled Adjusted akhirnya bersatu menjadi satu menuju ke
Partial Sums). Bila Q/√n yang didapat lebih sungai.
kecil dari nilai kritik untuk tahun dan Untuk menentukan besarnya
confidence level yang sesuai, maka data kedalaman aliran di dalam sungai, perlu
dinyatakan panggah (Agustin, 2010). Uji diketahui besarnya aliran langsung (direct
kevalidan dapat dilakukan dengan runoff) yang disebabkan oleh hujan. Hal
menggunakan persamaan-persamaan tersebut dipisah menjadi dua bagian, yaitu :
berikut:
∗ 1. Aliran langsung (direct runoff) atau
𝑆 ∗∗ = ,dengan nilai k = 0,1,2,3 ..., n (2.4) aliran hujan yaitu aliran permukaan
( )² sungai (channel precipitation), dan aliran
𝐷 ²= ∑ (2.5) bawah tanah (interflow).
𝑆 ∗ = ∑ (𝑌 − Y), (2.6) 2. Aliran dasar (base flow)
Dengan
𝑌 = Data curah hujan Untuk menghitung kedalaman aliran
Y = Data curah hujan rerata dapat dilakukan dengan persamaan berikut.
n = Jumlah data
Sk*, Sk**, Dy = Nilai statistik Volume limpasan =
∑ 𝐴𝑙𝑖𝑟𝑎𝑛 𝑙𝑎𝑛𝑔𝑠𝑢𝑛𝑔 𝑥 3600 (2.7)
Untuk uji kepanggahan digunakan
cara statistik Kedalaman limpasan (h) =
𝑄 = 𝑚𝑎𝑘𝑠|𝑆 ∗∗ |, 0 ≤ 𝑘 ≤ 𝑛, atau (2.8)
R = 𝑆 ∗∗ − 𝑆 ∗∗ 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 0 ≤ 𝑘 ≤ 𝑛

vii
Uji Kecocokan Pemilihan Metode Berikut ini adalah Tabel Taraf
Perhitungan Curah Hujan Rerata Signifikansi Spearman yang digunakan jika
Data yang diperoleh dari perhitungan n ≤ 30.
curah hujan rerata daerah dan kedalaman
limpasan akan diuji dengan metode Korelasi Tabel 2 Taraf Signifikansi Spearman.
Spearman. Metode ini digunakan apabila
sumber data berasal dari subjek yang Taraf Signifikansi
N
berbeda. Nilai korelasi ini disimbolkan 5% 1%
dengan  (dibaca: rho). Nilai korelasi 5 1.000
Spearman berada diantara -1 <  < 1. Bila 6 0.886 1.000
nilai = 0, berarti tidak ada korelasi atau tidak 7 0.786 0.929
ada hubungannya antara 2 variabel yang 8 0.738 0.881
diuji. Nilai = +1 berarti terdapat hubungan 9 0.683 0.833
yang positif antara 2 variabel tersebut. Nilai
10 0.648 0.794
= -1 berarti terdapat hubungan yang negatif
antara 2 variabel tersebut. Dengan kata lain, 12 0.591 0.777
tanda “+” dan “-“ menunjukkan arah 14 0.544 0.715
hubungan di antara variabel yang sedang 16 0.506 0.665
dioperasikan. Nilai dapat ditentukan 18 0.475 0.626
dengan persamaan sebagai berikut : 20 0.450 0.591
 = 1-
∑ ²
(2.9) 22 0.428 0.562
( )
24 0.409 0.537
Dengan, 26 0.392 0.515
 = Korelasi Spearman 28 0.377 0.496
𝑏 = Selisih peringkat data 30 0.364 0.478
n = Jumlah data
Setelah diperoleh nilai  maka Untuk mengetahui tingkat keterkaitan
hipotesis dapat ditentukan dengan langkah- antara variabel yang diuji dapat ditinjau dari
langkah sebagai berikut. tabel 2.3.
1. Menentukan nilai z hitung dengan Tabel 3 Interpretasi Koefisien
persamaan Korelasi.
z = rs x √𝑛 − 1 (2.10)
dengan rs =  dan n = jumlah data. Koefisien Kekuatan Hubungan
2. Menentukan nilai batas kesalahan yaitu 0.00 Tidak ada hubungan
sebesar 5%. 0.01 - 0.09 Hubungan kurang berarti
3. Untuk n ≤ 30, nilai korelasi Spearman 0.10 -0.29 Hubungan lemah
hitung (rho) diperbandingkan dengan
0.30 - 0.49 Hubungan moderat
Spearman Tabel (rho tabel). Keputusan
diambil dari perbandingan tersebut. 0.50 - 0.69 Hubungan kuat
Jika rho hitung > rho tabel, H0 ditolak 0.70 - 0.89 Hubungan sangat kuat
dan H1 diterima. Artinya terdapat ≥0.90 Hubungan mendekati sempurna
kesesuaian antara variabel x dengan
variabel y. Jika rho hitung < rho tabel,
H0 diterima, H1 ditolak. Metode Penelitian
4. Menentukan nilai z Inverse batas
bawah dan batas atas untuk Lokasi Penelitian
perhitungan jika n ≥ 30. Studi ini dilakukan di Daerah Aliran
5. Menentukan apakah H0 diterima atau Sungai (DAS) Jangkok. Berdasarkan letak
H1 ditolak, atau sebaliknya jika - z administrasinya (DAS) Jangkok terbentang
hitung ≤ - z tabel atau z hitung ≥ z tabel antara Kabupaten Lombok Tengah, Lombok
maka H0 ditolak dan H1 diterima. Barat dan Kota Mataram. Secara
keseluruhan DAS Jangkok mempunyai luas
daerah tangkapan sebesar 167,92 km² dan

viii
aliran sungai sepanjang 47,106 km, berada 1. Melakukan uji konsistensi data
di dalam Wilayah Sungai Pulau Lombok. menggunakan metode Rescaled
Luas catchment area yang akan dianalisis Adjusted Partial Sums (RAPS),
sebesar 140,9787 km² dan panjang sungai 2. Menghitung curah hujan rerata daerah
27,102 km. Hal ini berdasarkan lokasi menggunakan metode Aritmatika,
AWLR (Automatic Water Level Recorder) metode Poligon Thiessen dan metode
Aiknyet yang terletak pada DAS Jangkok Isohyet,
(nomor DAS 178). Secara geografis letak 3. Menghitung kedalaman aliran pada
Stasiun AWLR Aiknyet berada pada 8º 32’ waktu yang telah ditentukan.
06” LS dan 116º 14’ 21” BT. 4. Melakukan uji korelasi dari hasil
perhitungan curah hujan rerata daerah
terhadap hasil perhitungan kedalaman
aliran.
5. Mengambil hipotesis dari hasil uji
korelasi.
6. Membuat kesimpulan dari semua
analisis yang telah dilaksanakan.

Bagan Alir Penelitian

Mulai

Gambar 4 Peta DAS Jangkok Studi Literatur

(Sumber : Balai Informasi Sumber Daya Air, Pengumpulan data

BISDA)
Tidak
Tahapan persiapan RAPS

Tahap persiapan yang dimaksud


adalah survey lokasi yang merupakan Ya

langkah awal yang dilakukan untuk


mendapatkan gambaran sementara tentang Data Debit AWLR Aiknyet Data curah hujan
 Stasiun Sesaot
lokasi penelitian, pengumpulan literatur- 

Stasiun Lingkok Lime
Stasiun Santong

literatur dan referensi yang menjadi Menghituang


lanadasan teori dalam penelitian. Kedalaman Limpasan
Analisis curah hujan
a. Poligon Thiessen
b. Aritmatika
Pengumpulan Data c. Isohyet

Data-data yang diperlukan untuk


menyelesaikan studi sesuai dengan batasan
dan perumusan masalah seperti pada BAB I
adalah sebagai berikut : Uji Korelasi

1. Data curah hujan harian pada Stasiun


Sesaot, Stasiun Lingkok Lime dan
Stasiun Santong, Pembahasan

2. Peta Topografi DAS Jangkok,


3. Koordinat lokasi stasiun hujan yang Selesai

digunakan,
4. Data debit dari Stasiun AWLR Gambar 5 Bagan Alir
Aiknyet, Hasil dan Pembahasan
5. Data teknik DAS jangkok lainnya.
Metode Aritmatika
Analisis Data Perhitungan curah hujan rerata daerah
Adapun tahapan dalam melakukan menggunakan metode Aritmatika dengan
perhitungan sebagai berikut : cara menjumlahkan nilai curah hujan dari
tiap stasiun penakar hujan yang telah
ditentukan yaitu Stasiun Sesaot (p1) = 93

ix
mm, Stasiun Lingkok Lime (p2) = 96, dan Metode Isohyet
Stasiun Santong (p3) = 12 mm. Kemudian
dibagi dengan jumlah stasiun (n) = 3. Maka Metode Isohyet merupakan cara yang
curah hujan rerata daerah (P) yang terjadi paling teliti untuk menghitung curah hujan
pada tanggal 25 Desember 2007 adalah rerata daerah. Ketelitiannya tergantung pada

P= pembuatan garis Isohyet. Untuk pembuatan
garis Isohyet ini digunakan interval 10 mm
P= dari nilai data hujan. Berikut ini adalah nilai
P = 67 mm luas antara dua garis Isohyet (An) yang
Dari analisis tersebut, curah hujan rerata diperoleh dengan menggunakan software
pada tanggal 25 Desember 2007 adalah 67 Autocad.
mm Berikut ini adalah contoh perhitungan
Metode Poligon Thiessen curah hujan rerata daerah pada tanggal 25
Perhitungan curah hujan rerata daerah Desember 2007 menggunakan metode
menggunakan metode Poligon Thiessen Isohyet.
dengan cara menjumlahkan nilai curah hujan
dari masing-massing stasiun penakar hujan POS
SANTONG

(pn) yang telah dikalikan dengan luas daerah


yang mewakili (An) kemudian dibagi SIMBOL KETERANGAN LUAS
Km²

dengan total luas cacthment area, berikut A1


A2
1.3953
16.0180

cara analitisnya. A3
A4
28.5005
32.9658
PA = 40

POS
SANTONG A5 32.9658 P1
PB = 50
p3 A6 24.7155
12 mm A7 6.3573
P2
PC= 60

P3 PD = 70

P4
PE = 80

POS P5
A3 PF = 90
3.881 km² SESAOT
POS
LINGKOKLIME
P6 PG = 100
A2
28.680 km² AWLR
AIQNYET
P7 PH = 110

A1
Gambar 7 Peta Isohyet Tanggal 25
Desember 2007
108.417 km²

POS
SESAOT
POS
LINGKOKLIME
Dari gambar di atas diperoleh:
p1
93 mm
p2
96 mm

A1 = 1.3953 km² A5 = 31.026 km²


Gambar 6 Peta Poligon Thiessen A2 = 16.018 km² A6 = 24.715 km²
Tanggal 25 Desember 2007 A3 = 28.501 km² A7 = 6.357 km²
A4 = 32.966 km²
Gambar 4.1 menunjukkan bahwa
A = 140.979 km²
nilai A1 = 108.417 km²; A2 = 28.680 km²;
Interval curah hujan (P) :
A3 = 3.881 km ² dan A = 140.979 km², PA = 40 mm PE = 80 mm
kemudian p1, p2 dan p3 masing-masing PB = 50 mm PF = 90 mm
diperoleh Stasiun Sesaot = 93 mm; Stasiun PC = 60 mm PG = 100 mm
Lingkok Lime = 96 mm; dan Stasiun PD = 70 mm PH = 110 mm
Santong = 12 mm. Maka curah hujan rerata Nilai curah hujan :
daerah (P) yang terjadi pada tanggal 25 PA + PB
Desember 2007 adalah. P1 =
2
A1p1 +A2p2 + …+Anpn P1 = 45 mm P5 = 85 mm
P =
A1 + A2 +… +An P2 = 55 mm P6 = 95 mm
P = P3 = 65 mm P7 = 105 mm
((108.417 x 93) +(28.680 x 96)+(3.881 x 12))
140.979
P4 = 75 mm
P = 91.380 Setelah nilai An dan Pn diketahui
Dari analisis tersebut, curah hujan rerata maka perhitungan curah hujan rerata daerah
pada tanggal 25 Desember 2007 adalah dengan metode Isohyet dapat dihitung,
91.380 mm. berikut cara analitisnya.

x
A1p1 +A2p2 + …+Anpn nilai rata-rata yang paling besar yaitu
P=
A1 + A2 +… +An 91.48 mm; diikut metode Isohyet sebesar
P=
(1.395x45)+(16.018x55)+(28.501x65)+ 79.67 mm, kemudian nilai yang terkecil
(32.966x75)+(31.026x85)+(24.75x95)+(6.357x05) adalah metode Aritmatika sebesar 61.80
140.979 mm.
P = 77.47 mm 2. Nilai koefisien korelasi Spearman
(dari tiap-tiap variabel (X) yaitu hasil
Dari analisis tersebut, curah hujan rerata perhitungan curah hujan metode
menggunakan metode Isohyet pada Aritmatika adalah 0.691; hasil
tanggal 25 Desember 2007 adalah perhitungan metode Poligon Thiessen
78.64 mm adalah 0.697; dan hasil perhitungan
metode Isohyet adalah 0.712 terhadap
Berikut ini adalah tabel perbandingan hasil perhitungan kedalaman limpasan
nilai rata-rata curah hujan yang diperoleh (variabel Y). Hal ini menunjukkan
dari hasil perhitungan curah hujan rerata bahwa berdasarkan kriteria koefisien
daerah yang terajadi dari tahun 2007 sampai korelasi, metode Isohyet merupakan cara
dengan 2018. yang paling akurat dalam perhitungan
curah hujan rerata daerah di DAS
Tabel 4 Perbandingan Nilai Rata-rata Jangkok.
Curah Hujan 3.
DAFTAR PUSTAKA
Nilai Rata-
No. Metode rata Curah Keterangan Agusin, W., 2010, Pola Distribusi Hujan
Hujan (mm) Jam-jaman di Sub DAS Keduang, Skripsi
1 Aritmatika 61.8 Paling kecil Universitas Sebelas Maret, Jawa Tengah.

2 Poligon Thiessen 91.48 Paling besar Balany, F., 2008, Perbandingan Tingkat
3 Isohyet 79.67 Moderat Ketelitan Metode Perata-Rataan Hujan DAS
Dalam Debit Rancangan, Thesis Universitas
Sumber: Hasil perhitungan
Gadjah Mada, Yogyakarta.

Berdasarkan hasil perhitungan uji Basri, 2012, Uji Korelasi Spearman dengan
korelasi Spearman yang disajikan pada sub SPSS dan Manual,
bab 4.6, dapat diperoleh informasi http://setabasri01.blogspot.com/2012/04/u
sebagaimana disajikan pada tabel 4.15. ji-korelasi-spearman-dengan-spss-dan.html

Tabel 5 Perbandingan Nilai Rho ( Fahru, 2016, Perbandingan Metode


Rho (r) Penentuan Nilai Hujan Rata-Rata Untuk
No. Metode Keterangan Perhitungan Debit Banjir Di Sub DAS Belik
Spearman
Yogyakarta, Skripsi Universitas Gadjah
1 Aritmatika 0.691 Kuat Mada, Yogyakarta.
2 Poligon Thiessen 0.697 Kuat
Girsang, F., 2008, Analisis Curah Hujan
3 Isohyet 0.712 Sangat kuat Untuk Pendugaan Debit Puncak dengan
Metode Rasional pada DAS Belawan
Sumber: Hasil perhitungan Kabupaten Deli Serdang. Sumatera Utara,
Skripsi Universitas Sumatera Utara,
Sumatera Utara.
Kesimpulan
Dari hasil analisis yang dilakukan Kisman, 2013, Perencanaan Teknis
pada penelitian ini, dapat diambil Drainase Kawasan Kasang Kecamatan
kesimpulan sebagai berikut. Batang Anai Kabupaten Padang Pariaman,
Jurnal Momentum, Vol. 14, No.1,
1. Perhitungan curah hujan rerata daerah (Februari).
metode Poligon Thissen menghasilkan

xi
Lashari, 2017, Analisa Distribusi Curah
Hujan di Area Merapi Menggunakan
Metode Aritmatika dan Poligon Thiessen,
Jurnal Teknik Sipil & Perencanaan, Vol. 19,
No. 1, p. 39-48

Linsley, R. K., Kohler, M. A., Paulhus, J. L.,


dan Hermawan, Y., 1996, Hidrologi untuk
Insinyur (Edisi Ketiga), Erlangga, Jakarta.

Prawaka, F., 2016, Analisis Data Curah


Hujan yang Hilang Dengan Menggunakan
Metode Normal Ratio, Inversed Square
Distance, dan Rata-Rata Aljabar (Studi
Kasus Curah Hujan Beberapa Stasiun
Hujan Daerah Bandar Lampung), JRSDD,
Vol. 4, No. 3 (September), p. 397-406

Setiawan, E., 2010, Uji Validasi Dan


Perbaikan Data Hujan Serta Korelasinya
Terhadap Data Debit AWLR, Spektrum
Sipil, Vol. 1, No. 2 (Agustus), p. 139-150

Seyhan, E., 1990, Dasar-Dasar Hidrologi,


Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Sosrodarsono., S dan Takeda., K, 2003,


Hidrologi Untuk Pengairan, Pradnya
Paramita, Jakarta.

Statiskian, 2013, Uji Spearman dengan


Excel dan Cara Hitung,
https://www.statistikian.com/2013/02/spea
rman-rho-excel.html/amp

Suripin, 2004, Sistem Drainase Yang


Berkelanjutan, Andi Offset,Yogyakarta.

Triatmodjo, B., 2013,Hidrologi Terapan,


Beta Offset, Yogyakarta.

xii

Anda mungkin juga menyukai