Anda di halaman 1dari 14

Laboratorium Hidrologi Lingkungan

Program Studi Teknik Lingkungan


Fakultas Teknologi Mineral
UPN Veteran Yogyakarta 2016/2017

ACARA II
HUJAN WILAYAH DAN PENENTUAN JARINGAN STASIUN HUJAN

I. TUJUAN
1. Mahasiswa dapat menghitung hujan wilayah dengan beberapa cara.
2. Mahasiswa dapat menentukan jaringan stasiun hujan dengan beberapa
cara.

II. ALAT DAN BAHAN


1. Laptop
2. Alat tulis
3. Penggaris
4. Kalkulator
5. Kertas HVS A4 70 gram
6. Kalkir milimeter blok A3
6. Kalkir A3
7. Data curah hujan Stasiun Kalibagor, Stasiun Wangon, Stasiun Ajibarang dan
Stasiun Lumbir
8. Buku sumber

III. DASAR TEORI

Hujan merupakan gejala meteorologi dan juga unsur klimatologi. Hujan


adalah hydrometeor yang jatuh berupa partikel-partikel air yang mempunyai
diameter 0.5 mm atau lebih. Hydrometeor yang jatuh ke tanah disebut hujan
sedangkan yang tidak sampai tanah disebut Virga (Tjasyono : 2006). Hujan
yang sampai ke permukaan tanah dapat diukur dengan jalan mengukur tinggi
air hujan tersebut dengan berdasarkan volume air hujan per satuan luas. Hasil
dari pengukuran tersebut dinamakan dengan curah hujan. Curah hujan
merupakan salah satu unsur cuaca yang datanya diperoleh dengan cara
mengukurnya dengan menggunakan alat penakar hujan, sehingga dapat

HUJAN WILAYAH & PENENTUAN JARINGAN STASIUN HUJAN


Laboratorium Hidrologi Lingkungan
Program Studi Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN Veteran Yogyakarta 2016/2017

diketahui jumlahnya dalam satuan millimeter (mm). Curah hujan 1 mm adalah


jumlah air hujan yang jatuh di permukaan per satuan luas (m 2) dengan catatatn
tidak yang menguap, meresap atau mengalir. Jadi, curah hujan 1 mm setara
dengan 1 liter/m2 (Aldrian, E. dkk, 2011).

Menurut (Hutchinson, 1970 ; Browning, 1987 dalam Asdak C. 1995)


Ketelitian hasil pengukuran CH tegantung pada variabilitas spasial CH,
maksudnya diperlukan semakin banyak lagi penakar CH bila kita mengukur
CH di suatu daerah yang variasi curah hujannya besar. Ketelitian akan semakin
meningkat dengan semakin banyak penakar yang dipasang, tetapi memerlukan
biaya mahal dan juga memerlukan banyak waktu dan tenaga dalam
pencatatannya di lapangan.

Analisis data hujan dimaksudkan untuk mendapatkan besaran curah hujan.


Perlunya menghitung curah hujan wilayah adalah untuk penyusunan suatu
rancangan pemanfaatan air dan rancangan pengendalian banjir (Sosrodarsono
& Takeda, 1977).Metode yang digunakan dalam perhitungan curah hujan rata-
rata wilayah daerah aliran sungai (DAS) ada tiga metode, yaitu metode rata-
rata aritmatik (aljabar), metode poligon Thiessen dan metode Isohyet (Loebis,
1987).
1. Metode Rata-Rata Aritmatik (Aljabar)
Metode ini paling sederhana, pengukuran yang dilakukan di beberapa
stasiun dalam waktu yang bersamaan dijumlahkan dan kemudian dibagi
jumlah stasiun. Stasiun hujan yang digunakan dalam hitungan adalah yang
berada dalam DAS, tetapi stasiun di luar DAS tangkapan yang masih
berdekatan juga bisa diperhitungkan. Metode rata-rata aljabar memberikan
hasil yang baik apabila :
Stasiun hujan tersebar secara merata di DAS.
Distribusi hujan relatif merata pada seluruh DAS
1
P P1 P2 ... Pn
n

Rumus

HUJAN WILAYAH & PENENTUAN JARINGAN STASIUN HUJAN


Laboratorium Hidrologi Lingkungan
Program Studi Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN Veteran Yogyakarta 2016/2017

dengan :
P = Curah hujan daerah (mm)
n = Jumlah titik-titik (stasiun-stasiun) pengamat hujan
P1, P2,, Pn = Curah hujan di tiap titik pengamatan

2. Metode Poligon Thiessen


Metode ini memperhitungkan bobot dari masing-masing stasiun yang
mewakili luasan di sekitarnya. Pada suatu luasan di dalam DAS dianggap
bahwa hujan adalah sama dengan yang terjadi pada stasiun yang terdekat,
sehingga hujan yang tercatat pada suatu stasiun mewakili luasan tersebut.
Metode ini digunakan apabila penyebaran stasiun hujan di daerah yang ditinjau
tidak merata, pada metode ini stasium hujan minimal yang digunakan untuk
perhitungan adalah tiga stasiun hujan. Hitungan curah hujan rata-rata
dilakukan dengan memperhitungkan daerah pengaruh dari tiap stasiun. Metode
poligon Thiessen banyak digunakan untuk menghitung hujan rata-rata
kawasan. Poligon Thiessen adalah tetap untuk suatu jaringan stasiun hujan
tertentu. Apabila terdapat perubahan jaringan stasiun hujan seperti pemindahan
atau penambahan stasiun, maka harus dibuat lagi poligon yang baru.
(Triatmodjo, 2008).

A1 P1 A2 P2 .... An Pn
P
A1 A2 ..... An

Rumus

dengan :
P = Rata rata curah hujan wilayah (mm)
P1,P2,...Pn = curah hujan masing masing stasiun (mm)
A1,A2,...An = luas pengaruh masing masing stasiun(km2)

3. Metode Garis Isohyet


Isohyet adalah garis yang menghubungkan titik-titik dengan kedalaman
hujan yang sama. Pada metode Isohyet, dianggap bahwa hujan pada suatu
daerah di antara dua garis Isohyet adalah merata dan sama dengan nilai rata-

HUJAN WILAYAH & PENENTUAN JARINGAN STASIUN HUJAN


Laboratorium Hidrologi Lingkungan
Program Studi Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN Veteran Yogyakarta 2016/2017

rata dari kedua garis Isohyet tersebut. Metode Isohyet merupakan cara paling
teliti untuk menghitung kedalaman hujan rata-rata di suatu daerah, pada
metode ini stasiun hujan harus banyak dan tersebar merata, metode Isohyet
membutuhkan pekerjaan dan perhatian yang lebih banyak dibanding dua
metode lainnya. (Triatmodjo, 2008).
Rumus
P1+ P2

2


P1+ P2

2


Pn+ P
+ ..+ An (
2
n+ 1

)
1
A
P=
dengan :
P = Rata rata curah hujan wilayah (mm)
P1,2,3,n = Curah hujan masing masing isohiet(mm)
A1,2,3n = Luas wilayah antara 2 isohiet (km2)

Banyak metode dan prosedur yang ditawarkan dalam penentuan jaringan


stasiun hujan, tetapi di Indonesia belum ditetapkan metode yang baku. Badan
Meteorologi Dunia (WMO) memberikan sarannya mengenai kerapatan stasiun/
penakar curah hujan tiap satuan luas di dalam DAS. Semakin besar variasi hujan
maka akan semakin banyak jumlah stasiun/penakar curah hujan yang
dibutuhkan/ direncanakan seperti daerah pegunungan (Yudono, 2017)
Penentuan Jaringan Stasiun Hujan
1. Metoda Wilson E. M (1974)
Wilson E. M memberikan tabel untuk menentukan kerapatan
stasiun hujan berdasarkan keluasan dari DAS, seperti pada tabel
berikut:

HUJAN WILAYAH & PENENTUAN JARINGAN STASIUN HUJAN


Laboratorium Hidrologi Lingkungan
Program Studi Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN Veteran Yogyakarta 2016/2017

Jumlah Stasiun Hujan Yang Diperlukan Untuk Ukuran DAS Dengan Luas
Tertentu

Luas DAS Jumlah


Mil2 Km2 Stasiun Hujan
10 26 2
100 260 6
500 1300 12
10000 2600 15
20000 5200 20
30000 7800 24
(Wilson E. M dalam Linsley, 1994)

2. Metode Varshney (1974)


Varshney, (1974) dalam bukunya yang berjudul Engineering
Hydrology, memberikan usulan metoda untuk menetapkan stasiun
hujan, sebagai berikut :
Menghitung jumlah curah hujan total dari keseluruhan stasiun

Pt = P1 + P2 + + Pn
Keterangan :
P1 = curah hujan di stasiun ke-1
P2 = curah hujan di stasiun ke-2
Pn = curah huajn di stasiun ke-n
Menghitung hujan rata-rata DAS (Pm)

Keterangan :
n = banyaknya stasiun hujan

Menghitung jumlah kuadrat curah hujan semua stasiun (Ss)


Ss = P12 + P22 + + Pn2
Menghitung varians (S2)

HUJAN WILAYAH & PENENTUAN JARINGAN STASIUN HUJAN


Laboratorium Hidrologi Lingkungan
Program Studi Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN Veteran Yogyakarta 2016/2017

Menghitung koefisien variasi (Cv)

Menghitung jumlah stasiun hujan optimum (N) dengan persentase


kesalahan yang diterapkan (p)

3. Metode Sofyan Dt. Majo Kayo (1988)


Sementara itu, Sofyan Dt. Majo Kayo (1988) telah mengadakan
penelitian di DAS Cimanuk dengan tujuan untuk meneliti dan
memilih lokasi stasiun hujan yang tepat serta mewakili suatu
DAS.Metode yang digunakan oleh Sofyan adalah dengan
melakukan pembagian DAS Cimanuk menjadi beberapa kelompok
(zone). Kemudian dari masing-masing zona dilakukan pemilihan
stasiun hujan yang dianngap tepat serta mewakili sehingga akhirnya
secara keseluruhan dari DAS biaqsa dihasilkan stasiun-stasiun
hujan yang terpilih.Selanjutnya Sofyan membandingkan hasil
perhitungan curah hujan rata-rata tahunan dari stasiun-stasiun yang
terpilih untuk mengetahui persentase perbedaannya dengan rumus :

Dimana :
Y : persentase perbedaan / penyimpangan relatif (%)
XI : harga rata-rata curah hujan dari stasiun yang ada (mm)
XII : harga rata-rata curah hujan tahunan dari stasiun hujan hasil
pemilihan (mm)

HUJAN WILAYAH & PENENTUAN JARINGAN STASIUN HUJAN


Laboratorium Hidrologi Lingkungan
Program Studi Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN Veteran Yogyakarta 2016/2017

I. HASIL PRAKTIKUM
A. Hujan Wilayah
1. Metode Rerata Aljabar
Perhitungan rerata aljabar (terlampir)
2. Metode Polygon Thiessen
Tabel 2.1 Metode Polygon Thiessen
Rerata Luas Luas % Luas Hujan
No Stasiun
Hujan Stasiun Rasio Rasio Wilayah
1 Lumbir 2295.3 15.16 0.073 7.3 167.557
2 Kranji 2218.35 9.88 0.047 4.7 104.262
3 Bojongsari 1938.55 12.1 0.058 5.8 112.436
4 Ajibarang 2448.25 25.32 0.122 12.2 297.87
5 Kalibagor 2053.15 7.52 0.036 3.6 73.913
6 Wangon 3607.85 3.39 0.016 1.6 58.77
7 Cilongok 2730 16.74 0.08 8 219.596
8 Jatilawang 2784.85 15.59 0.075 7.5 208.864
9 Purwokerto 2824.8 2.12 0.01 1 28.248
10 Banyumas 2326.1 10.11 0.048 4.8 111.653
11 Sokaraja 1925.07 16.5 0.079 7.9 152.08
12 Sumpiuh 2464.9 33.17 0.159 15.9 392.873
13 Baturraden 2286.405 40.51 0.195 79.5 445.849
Jumlah 2373.971
3. Metode Isohyet
Tabel 2.2 Metode Isohyet
Rata-rata
% Luas Hujan
No Interval CH Luas Luas Rasio Interval
Rasio Wilayah
CH
1 1938.55-2000 17.27 0.089 8.9 1938.55 172.531
2 2000-2100 12.88 0.067 6.7 2050 136.546
3 2100-2200 15.6 0.081 8.1 2150 173.45
4 2200-2300 50.45 0.261 26.1 2250 587.022
5 2300-2400 27.89 0.144 14.4 2350 338.944
6 2400-2500 12.84 0.066 6.6 2450 161.7

HUJAN WILAYAH & PENENTUAN JARINGAN STASIUN HUJAN


Laboratorium Hidrologi Lingkungan
Program Studi Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN Veteran Yogyakarta 2016/2017

7 2500-2600 12.53 0.065 6.5 2550 165.75


8 2600-2700 18.07 0.093 9.3 2650 246.45

Tabel 2.2 Metode Isohyet


9 2700-2800 9.93 0.051 5.1 2750 140.25
10 2800-2824.8 0.58 0.003 0.3 2824.8 8.474
11 2800-2900 1.34 0.007 0.7 2850 19.95
12 2900-3000 1.46 0.008 0.8 2950 23.6
13 3000-3100 1.29 0.007 0.7 3050 21.35
14 3100-3200 2.06 0.011 1.1 3150 34.65
15 3200-3300 2.06 0.011 1.1 3250 35.75
16 3300-3400 1.65 0.008 0.8 3350 26.8
17 3400-3500 1.1 0.006 0.6 3450 20.7
18 3500-3600 1.22 0.006 0.6 3550 21.3
19 3600-3607 3.15 0.016 1.6 3650 58.4
Jumlah 2393.617
B. Penentuan Jaringan Stasiun Hujan
1. Metode Wilson
Perhitungan metode Wilson E.M (terlampir)
2. Metode Sofyan Dt. Majo Kayo
Tabel 2.2 Metode Isohyet
Curah Hujan Jangka Pengamatan
Nama Stasiun Y%
Rerata Tahunan (tahun)
Lumbir 2295.3 6.472 5
Kranji 2218.35 9.607 5
Bojongsari 1938.55 21.008 3
Ajibarang 2448.25 0.229 30
Kalibagor 2053.15 16.339 3
Wangon 3607.85 -47.012 1
Cilongok 2730 -11.241 5
Jatilawang 2784.85 -13.476 5
Purwokerto 2824.8 -15.104 5
Banyumas 2326.10 5.216 10
Sokaraja 1925.07 21.558 3
Sumpiuh 2464.9 -0.439 30
Baturraden 2286.405 6.834 5

3. Metode Varshney
Perhitungan metode Varshney (terlampir)
4. Metode Garg S.K
Perhitungan metode Garg S.K (terlampir)

HUJAN WILAYAH & PENENTUAN JARINGAN STASIUN HUJAN


Laboratorium Hidrologi Lingkungan
Program Studi Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN Veteran Yogyakarta 2016/2017

V. PEMBAHASAN
Secara umum analisis hidrologi merupakan satu bagian analisis awal dalam
perancangan bangunan-bangunan hidraulik. Data hidrologi adalah kumpulan
keterangan atau fakta mengenai fenomena hidrologi (Soewarno 1995). Salah
satu data hidrologi yang penting dalam analisis hidrologi adalah data curah
hujan. Data curah hujan didapat dari pengukuran pada stasiun hujan. Karena
intensitas, penyebaran, serta kedalaman hujan berbeda dan tidak merata disetiap
wilayah, maka pola penempatan dan penyebaran stasiun pencatatan curah hujan

HUJAN WILAYAH & PENENTUAN JARINGAN STASIUN HUJAN


Laboratorium Hidrologi Lingkungan
Program Studi Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN Veteran Yogyakarta 2016/2017

harus tepat sehingga diharapkan dapat memberikan data yang mewakili lokasi
dimana stasiun tersebut berada.
Praktikum kali ini dalam pengerjaannya dibagi kedalam dua poin
penentuan. Pertama, pengujian stasiun hujan dilakukan dengan menggunakan
metode rerata aljabar, metode polygon thiessen dan metode garis isohyet.
Kemudian yang kedua adalah penentuan jaringan stasiun hujan yang dilakukan
dengan menggunakan metode Wilson E. M (1974), metode Sofyan Dt. Majo
Kayo (1988), metode Varshney (1974) dan metode Garg SK (1982).
Metode rerata aljabar berdasarkan perhitungannya terhadap 13 stasiun
hujan yang ada diperoleh hasil hujan wilayah sebesar 2454.121154 mm/tahun.
Metode ini hanya disarankan untuk kondisi DPS dengan topografi pedataran
(flat topography) dengan jumlah pos hujan cukup banyak dan lokasinya tersebar
merata (uniformly distributed) pada lokasi yang terwakili. Apabila persyaratan
itu tidak terpenuhi maka metode ini akan memberikan hasil perhitungan yang
tidak teliti. Cara ini akan memberikan hasil yang dapat dipercaya jika pos-pos
penakarnya ditempatkan secara merata di areal tersebut, dan hasil penakaran
masing- masing pos penakar tidak menyimpang jauh dari nilai rata-rata seluruh
pos di seluruh areal.
Perhitungan hujan wilayah selanjutnya menggunakan metode Polygon
Thiessen. Contoh perhitungan sesuai data terlampir adalah pencarian rasio
Stasiun Ajibarang dengan diketahui luas dari kotak Stasiun Wangon adalah
25.32 cm lalu diperoleh luas rasio stasiun sebesar 0.121666426 yang kemudian
perolehan data tersebut digunakan untuk mencari luas rasio sehingga diperoleh
hasil hujan wilayah sebesar 2373.971 mm/tahun. Penerapan metode ini tidak
mempertimbangkan bentuk topografi DPS, sehingga tidak disarankan digunakan
pada DPS yang berbukit bukit atau bergunung gunung karena adanya
pengaruh orografis terjadinya hujan. Disamping itu jika terjadi penambahan atau
pengurangan jumlah pos atau pemindahan jumlah pos hujan akan mengubah
luas jaringan poligon. Salah satu pos hujan tidak terukur datanya karena
misalnya rusak atau datanya meragukan maka jaringan poligon juga akan
berubah. Meskipun demikian metode ini dianggap lebih baik daripada metode

HUJAN WILAYAH & PENENTUAN JARINGAN STASIUN HUJAN 10


Laboratorium Hidrologi Lingkungan
Program Studi Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN Veteran Yogyakarta 2016/2017

aritmatik, karena telah mempertimbangkan luas daerah yang dianggap


mewakili, sebagai bobot dalam perhitungan tebal hujan rata rata. Kendala
terbesar dari metode ini adalah ketidakluwesannya. Suatu diagram Thiessen
baru selalu diperlukan setiap kali terdapat suatu perubahan dalam jaringan alat
ukurnya. Juga dalam metode ini tidak boleh ada pengaruh-pegaruh orografis.
Metode ini secara sederhana menganggap variasi hujan ialah lincar antara
stasiun-stasiun dan menyerahkan masing-masing segmen luas kepada stasiun
yang terdekat.
Perhitungan selanjutnya menggunakan metode garis isohyet, dimana dalam
perhitungan ini menggunakan kontur yang diperoleh dari hasil perhitungan
interpolasi berdasarkan data rerata curah hujan dari stasiun hujan yang ada.
Contoh perhitungan yang diambil adalah Stasiun Kranji dengan Stasiun
Bojongsari. Perhitungan interpolasi menghasilkan nilai x sebesar 0.79 dan
kemudian dilanjutkan dengan mencari rasio interval yang hasilnya adalah
0.080674354 sehingga diperoleh hasil hujan wilayah sebesar 2392.617
mm/tahun. Metode ini dipandang paling baik, tapi bersifat subyektif dan
tergantung pada keahlian, pengalaman, dan pengetahuan pemakai terhadap sifat
curah hujan di daerah setempat. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa cara
Isohyet lebih teliti, tetapi cara perhitungannya memerlukan banyak waktu
karena garis-garis isohyet yang baru perlu ditentukan untuk setiap curah hujan.
Tampak bahwa metode isohyet mempunyai persyaratan yang lebih rumit
dibandingkan metode aritmatik atau poligon, oleh karenanya apabila persyaratan
tersebut tidak terpenuhi, maka metode aritmatik dan terutama metode poligon
lebih diutamakan.
Penentuan jaringan stasiun hujan yang pertama yaitu menggunakan metode
Wilson E. M diperoleh hasil bahwa pada daerah tersebut diperlukan 12 stasiun
hujan tambahan. Metode Wilson tidak memperhitungkan % kesalahan yang
terjadi sehingga hasil yang didapat tidak akan lebih akurat dibandingkan dengan
metode yang menggunakan % kesalahan dalam proses perhitungannya.
Kemudian, untuk metode Sofyan diperoleh rata-rata keseluruhan adalah
2454.121154 dimana dari perolehan rata-rata keseluruhan tersebut Stasiun

HUJAN WILAYAH & PENENTUAN JARINGAN STASIUN HUJAN 11


Laboratorium Hidrologi Lingkungan
Program Studi Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN Veteran Yogyakarta 2016/2017

Sokaraja memiliki persentase penyimpangan terbesar 21.55766243% dan jangka


pengamatan 3 tahun. % dan jangka pengamatan 5 tahun. Stasiun Wangon
memiliki persentase penyimpangan terendah -47.01189443% dan jangka
pengamatan 1 tahun. Metode Varshney dan metode Garg SK dalam
perhitungannya melalui beberapa tahapan sehingga diperoleh hasil jumlah
stasiun yang harus ditambah untuk metode Varshney adalah -9.825176424 dan
untuk metode Garg adalah -11.09175868.
Metode yang dianggap paling akurat dan efektif adalah metode Varshney,
karena dalam penghitungan metode ini tidak hanya terdapat perhitungan persen
kesalahan tetapi terdapat pula perhitungan data curah hujan secara umum yaitu
bermula dengan perhitungan jumlah curah hujan dari ketiga belas stasiun dan
kemudian menghitung varians, koefisien variansi, curah hujan rata-rata seluruh
stasiun, jumlah kuadrat CH semua stasiun dan menghitung jumlah stasiun hujan
optimum. Kelemahan metode ini yaitu diperlukan waktu pengerjaan yang cukup
lama dan ketelitian tinggi dalam penghitungan tiap komponen.

VI. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum Hidrologi Lingkungan mengenai hujan
wilayah dan penentuan jatingan stasiun hujan, dapat disimpulkan beberapa hal,
yaitu:
1) Metode Polygon Thiessen dianggap paling akurat karena telah
mempertimbangkan luas daerah yang dianggap mewakili, sebagai

HUJAN WILAYAH & PENENTUAN JARINGAN STASIUN HUJAN 12


Laboratorium Hidrologi Lingkungan
Program Studi Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN Veteran Yogyakarta 2016/2017

bobot dalam perhitungan tebal hujan rata rata.


2) Penentuan hujan wilayah dengan metode rerata aljabar
mendapatkan hasil R = 2454.121154 mm/tahun, dengan metode
Polygon Thiessen hasil R= 2373.971 mm/tahun.
3) Pada penentuan jaringan stasiun hujan, dengan metode Wilson E.
M (1974) didapat hasil penambahan 12 stasiun.
4) Hasil perhitungan metode Sofyan Dt Majo Kayo (1988) jangka
pengamatan Stasiun Lumbir adalah 5 tahun, Stasiun Wangon 5
tahun, Stasiun Kranji 3 tahun, Stasiun Bojongsari 3 tahun,
Stasiun Ajibarang 30 tahun, Stasiun Kalibagor 3 tahun, Stasiun
Wangon 1 tahun, Stasiun Jatilawang 5 tahun, Stasiun Cilongok 5
tahun, Stasiun Purwokerto 5 tahun, Stasiun Banyumas 10 tahun,
Stasiun Sokoraja 3 tahun, Stasiun Sampiuh 30 tahun dan Stasiun
Baturraden 3 tahun.
5) Hasil perhitungan metode Varshney (1974) didapatkan hasil
kemungkinan penambahan stasiun hujan yang harus dipasang
lagi yaitu sebanyak 10 stasiun.
6) Hasil perhitungan metode Garg SK (1982) didapatkan hasil
kemungkinan pengurangan 12 stasiun hujan.

DAFTAR PUSTAKA
Aldrian, E, Budiman, dan Mimin Karmini. 2011. Adaptasi dan Mitigasi
Perubahan Iklim di Indonesia. Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara
Kedeputian Bidang Klimatologi, Badan Meteorologi, Klimatologi dan
Geofisika: Jakarta.

HUJAN WILAYAH & PENENTUAN JARINGAN STASIUN HUJAN 13


Laboratorium Hidrologi Lingkungan
Program Studi Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN Veteran Yogyakarta 2016/2017

Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah


Mada University Press: Yogyakarta
Loebis, Joesron. 1987. Banjir Rencana untuk Bangunan Air. Badan
Penerbit Pekerjaan Umum, Bandung.
Linsley, Ray K & Kohler, Max A. 1982. Hidrologi Untuk Insinyur. PT.
Gelora Askara Pratama. Jakarta
Soewarno. 1995. Hidrologi untuk Teknik. Penerbit Nova: Bandung.
Suyono Sosrodarsono, Ir, Kensaku Takeda, 1977. Bendungan Tipe Urugan.
PT. Pradnya Paramita: Jakarta.
Tjasyono,B.HK.(2006). Ilmu Kebumian dan Antariksa.
Bandung:PT.Remaja Rosdakarya bekerjasama dengan Program Pascasarjana
UPI.
Triatmodjo, Bambang. 2008. Hidrologi Terapan. Beta Offset: Yogyakarta.
Utaya, Sugeng. 2013. Pengantar Hidrologi. Aditya Media Publishing:
Yogyakarta.
Yudono, Andi Renata Ade. 2017. Buku Panduan Praktikum Hidrologi
Lingkungan. Yogyakarta : Program Studi Teknik Lingkungan Universitas
Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta.

HUJAN WILAYAH & PENENTUAN JARINGAN STASIUN HUJAN 14

Anda mungkin juga menyukai