Anda di halaman 1dari 11

1 BAB II

LANDASAN TEORI
1.1 Tinjauan Pustaka
Perubahan iklim adalah perubahan rata-rata salah satu atau lebih elemen
cuaca pada suatu daerah tertentu. Ada beberapa elemen cuaca, diantaranya suhu
udara, kecepatan dan arah angin, evaporasi, dan curah hujan. Perubahan elemen
cuaca ini terjadi dalam kurun waktu yang panjang atau bahkan sangat panjang.
Salah satu indikasi terjadinya perubahan iklim adalah perubahan pola hujan,
akibat adanya anomaly iklim seperti siklon tropis dan kejadian El Nino dan La
Nina.
Perubahan iklim terjadi karena proses alam internal maupun ada kekuatan
eksternal, atau akibat kegiatan manusia yang terus menerus mengubah komposisi
atmosfer dan tata guna lahan (Murdiyarso, 2003). Perubahan iklim ditandai
dengan adanya perubahan beberapa parameter iklim atau kejadian salah satunya
perubahan curah hujan (IPCC, 2007). Karakteristik hujan berubah, hujan harian
dan intensitas hujan cenderung meningkat, diikuti dengan makin meningkatnya
debit banjir, mengakibatkan lebih banyak resiko dan peningkatan kerusakan,
kehilangan, dan kerugian (Suripin dkk, 2016).
Penelitian tentang perubahan iklim telah banyak dilakukan antara lain :
Telah dilakukan penelitian oleh Rufayda M. El-Hagrsy, 2018 tentang
Pengaruh Perubahan Iklim Pada Karakteristik Hujan Tahunan Di Mesir. Hasil
analisis menunjukan tren yang signifikan pada curah hujan maksimum tahunan
(Annual maximum Precipitation) dengan proporsi yang tinggi (29 %) disetiap
stasiun, semua tren ini menurun kecuali dua stasiun (Cairo Intl dan Luxor). Tren
yang signifikan pada total curah hujan tahunan (Total Annual Precipitation)
dengan proporsi (19 %) disetiap stasiun, semua tren ini menurun kecuali dua
stasiun (Cairo Intl dan Luxor). Tren yang signifikan pada jumlah tahun dari hujan
harian (Annual Number of Rainy Days) dengan proporsi yang kecil (13 %)
disetiap stasiun, dua stasiun (Ras Sedr dan Wadi El-Natron) menunjukan
penurunan tren, sedangkan dua stasiun lainnya (Dabaa dan Marsa Matrooh)
menunjukan tren yang meningkat.
Telah dilakukan penelitian oleh Muttiara Said, 2014 tantang Analisis
Perubahan Iklim (Hujan) Di Kawasan Kabupaten Boyolali. Hasil analisis
menunjukan data panggah pada hujan tahunan di Stasiun Andong, Karanggede,
Gisik Banyudono. Terjadi perubahan yang signifikan pada hujan wilayah di DAS
Cemoro selama dua puluh tahun terakhir akibat adanya indikasi perubahan iklim
berdasarkan nilai rata-rata yang masih dalam batas toleransi.
1.2 Dasar Teori
1.2.1 Daerah Aliran Sungai
Chay Asdak (2004) mendefinisikan daerah aliran sungai atau DAS
merupakan suatu wilayah daratan yang dibatasi punggung gunung yang dapat
menampung dan menyimpan air hujan dan kemudian dialirkan melalui sungai
utama menuju ke laut. Wilayah daratan tersebut disebut daerah tangkapan air
(DTA atau catchment area) merupakan suatu ekosistem yang terdiri dari sumber
daya alam tanah, air, dan vegetasi) dan sumber daya manusia sebagai pemanfaat
sumber daya alam.
1.2.2 Curah Hujan
Hujan adalah suatu fenomena alam yang kejadiannya begitu acak baik
waktu, lokasi, dan besarannya, sehingga sulit diperkirakan. Hujan yang
diperhatikan dalam analisis adalah hujan yang tercatat pada stasiun pencatat hujan
yang berada dalam DAS yang ditinjau. Umunya daya hujan yang diperlukan
adalah 5-20 tahun pencatatan untuk data hujan harian, dan 2-5 tahun pencatatan
untuk data hujan jam-jaman. Data yang akan digunakan dipilih atas dasar
ketersediaan data yang menerus dan agihan letak stasiunnya. Jumlah variasi debit
sungai tergantung pada jumlah, intensitas dan distribusi hujan (Bambang
Triadmojo, 2008)
Terdapat hubungan yang sangat erat antara hujan, watershed (DAS) dan
banjir, oleh sebab itu apabila diinginkan analisa hidrologi untuk mengestimasi
banjir yang mungkin terjadi dapat dilakukan dengan cara menganalisa hujannya,
cara ini sering kali dilakukan apabila untuk menganalisa banjir dari debit yang
tersedia dipandang kurang memadai (Fauziyah Syifa dkk, 2013).
Untuk analisa hidrologi diperlukan data hujan yang bersifat konsisten.
Sering kali didapatkan data hujan masih kurang ataupun sering terjadi kesalahan
pada data curah hujan yang didapatkan, sehingga menyebabkan data tidak akurat.
Untuk itu, beberapa hal yang dapat menyebabkan suatu data tidak konsisten antara
lain :
1. Alat yang diganti dengan alat yang berspesifikasi lain
2. Perubahan lingkungan yang mendadak
3. Lokasi alat yang dipindahkan
Pengujian yang dapat dilakukan untuk mendeteksi penyimpangan ini,
salah satunya dengan metode Rescaled Adjusted Partial Sums (RAPS). Metode ini
menguji ketidak akuratan antara data dalam stasiun itu sendiri dengan mendeteksi
pergeseran nilai rata-rata (Sri Harto, 1993).
Sk∗¿
Sk** = ¿
Dy

k = 0,1,2,… , n
n

Dy2 =
∑ (Yi−Y )²
i=1
n
n
Sk* = ∑ (Yi−Y )²
i=1

k = 1,2,3, …, n
dengan :
n = jumlah data hujan,
Yi = data curah hujan,
Y = rerata curah hujan,
Sk*, Sk**, Dy = nilai statistik.
Nilai statistik Q
¿
Q = maks
0 ≤k ≤ n
⃒ Sk ⃒

Nilai statistik R (range)

R = maks Sk ¿∗¿ − min Sk ¿∗¿ ¿ ¿


0 ≤k ≤ n 0 ≤ k≤ n

dengan :
Q = nilai statistik,
n = jumlah data hujan
Dengan melihat nilai statistik di atas maka dapat di cari nilai Qy / √ n dan
Ry / √ n. Hasil yang didapatkan dibandingkan dengan nilai Qy / √ n syarat dan Ry /
√ n syarat untuk jumlah data (n) dan derajat kepercayaan (α ) tertentu.
Table 2.1 Nilai Qkritis dan Rkritis
Q/√n R/√n
n
90% 95% 99% 90% 95% 99%

10 1,05 1,14 1,29 1,21 1,28 1,38

20 1,10 1,22 1,42 1,34 1,43 1,60

30 1,12 1,24 1,46 1,40 1,50 1,70

40 1,13 1,26 1,50 1,42 1,53 1,74

50 1,14 1,27 1,52 1,44 1,55 1,78

100 1,17 1,29 1,55 1,5 1,63 1,86

∞ 1,22 1,36 1,63 1,62 1,75 2,00

Sumber (Sri Harto, 2013)


Data yang dianalisis konsisten jka :
 Nilai Q hitung < Q kritis atau
 Nilai R hitung < R kritis
Jika dari hasil pengujian RAPS data adalah konsisten maka dapat
dikatakan bahwa tidak terjadi perubahan lingkungan dan cara penakaran pada alat
pengukuran data dan data bisa digunakan untuk analisis.
1.2.3 Karakteristik Hujan
Hujan sangat bervariasi pada tempat, sehingga untuk kawasan yang luas
alat penakaran hujan kawasan belum dapat menggambarkan hujan wilayah
tersebut. Dalam hal ini diperlukan hujan kawasan yang diperoleh dari harga rerata
curah hujan beberapa stasiun penakaran hujan yang ada di dalam atau di sekitar
kawasan (Fauziyah Syifa dkk, 2013)
1.2.3.1 Kedalaman Hujan
Pada suatu luasan di dalam DAS di anggap bahwa hujan adalah sama
dengan yang tercatat pada suatu stasiun yang terdekat, sehingga hujan yang
tercatat pada suatu stasiun mewakili luasan tersebut (Triatmodjo,2008).
Curah hujan rerata daerah harus diperkiranakn dari beberapa titik
pengamatan curah hujan, metode yang dapat digunakan untuk menentukan hujan
rerata pada suatudaerah antara lain :
1. Metode rata-rata aljabar
Cara ini adalah perhitungan rata-rata aljabar curah hujan di dalam dan
sekitar daerah yang bersangkutan, dapat dipakai persamaan berikut
(Sosrodarsono, 1987).
R = 1⁄𝑛(𝑅1 + 𝑅2 +…………+𝑅𝑛 )

dengan : R = curah hujan daerah (mm)

n = jumlah titik-titik (pos-pos) pengamatan

𝑅1 + 𝑅2 ,…𝑅𝑛 = curah hujan di tiap titik pengamatan (mm)

2. Metode Thiessen
Jika titik-titik pengamatan di dalam daerah itu tersebar merata, maka cara
perhitungan curah hujan rata-rata itu dilakukan dengan memperhitungkan daerah
pengaruh tiap titik pengamatan. Curah hujan di daerah itu dapat dihitung dengan
persamaan sebagai berikut (Sosrodarsono, 1987)
A 1 R 1+ A 2 R 2+ …+ A n R n
R=
A 1+ A 2 …+ A n

dengan : R = curah hujan daerah (mm)

R 1 , R 2 … R n = curah hujan di tiap titik pengamatan dan n adalah

jumlah titik-titik pengamatan (mm)

A 1 , A 2 … A n = luas bagian daerah yang mewakili tiap titik

Pengamatan
Gambar 2.1 Poligon Thiessen (Soemarto, 1986)

3. Metode Isohyet
Peta Isohyet digambar pada peta topografi dengan perbedaan (interval) 10
sampai 20 mm berdasarkan data curah hujan pada titik-titik pengamatan di dalam
dan disekitar daerah yang dimaksud. Luas bagian daerah antara dua garis Isohyet
yang berdekatan diukur dengan Planimeter. Demikian pula harga rata-rata dari
garis-garis Isohyet yang berdekatan termasuk bagian-bagian daerah itu dapat
dihitung. Curah hujan daerah itu dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut
(Sosrodarsono, 1987).
A 1 R 1+ A 2 R 2+ …+ A n R n
R=
A 1+ A 2 …+ A n

dengan : R = curah hujan daerah (mm)

R 1 , R 2 … R n = curah hujan rata-rata pada bagian-bagian

A1,A2,…Ao (mm)

A 1 , A 2 … A n = luas bagian-bagian antara garis-garis isohyet


Gambar 2.2 kontur isohyet (Soemarto, 1986)
1.2.3.2 Frekuensi Hujan
Frekuensi hujan biasanya dinyatakan dengan waktu ulang (return period)
T, misalnya sekali dalam T tahun (Soemarto, 1986). Analisa frekuensi merupakan
Analisa mengenai pengulangan suatu kejadian untuk menentukan periode ulang.
Analisis frekuensi data curah hujan rencana dapat ditentukan dengan
menggunakan beberapa distribusi probabilitas, yaitu distribusi Normal, distribusi
Log Normal, distribusi Log Pearson III, disribusi Gumbel. Dari hasil dari hasil
ketiga tersebut dipilih harga yang paling mungkin terjadi yaitu dengan melihat
kriteria dari besarnya parameter statistic, yaitu : (Sri Harto, 1993).
Table 2.2 Persyaratan Pemilihan Data Frekuensi
Jenis Sebaran Syarat
Cs ≈ 0
Normal
Ck ≈ 3
Cs = 3 Cv + Cv3
Log Normal
Ck = Cv8 + 6 Cv6 + 15 Cv4 + 16 Cv2 + 3
Cs = 1,14
Gumbel Tipe I
Ck = 5,4
Log Pearson Tipe III Selain nilai di atas

Sumber (Soemarto, 1999)


1. Uji Kesesuaian Distribusi Frekuensi
Untuk menentukan kecocokan distribusi frekuensi, diperlukan pengujian
parameter, antara lain : (Soewarno 1995)
1. Uji Chi-Kuadrat
Pengambilan keputusan uji ini menggunakan parameter X2, parameter X2
dapat dihitung dengan rumus :
G
(Oi−Ei) ²
X h =∑
2

i=1 Ei

Keterangan :
Xh2 = parameter chi-kuadrat terhitung
G = jumlah sub – kelompok
Oi = jumlah nilai pengamatan pada sub kelompok ke i
Ei = jumlah nilai teoritis pada sub kelompok
2. Uji Smirnov-Kolmogorov
Uji kecocokan Smirnov-Kolmogorov, sering juga disebut uji kecocokan
non parametrik karena pengujiannya tidak menggunakan fungsi ditribusi tertentu.
Dalam metode ini dibuat anggapan bahwa data pengukuran / pengamatan adalah
merupakan variabel bebas, dan umunya data pengukuran / pengamatan disusun
dalam suatu rangkaian data dari yang terkecil ke yang terbesar.
1.2.3.3 Intensitas Hujan
Tingkat curah hujan dinyatakan dalam jumlah curah hujan tiap satuan
waktu, biasanya dalam mm/jam. Jumlah tinggi hujan per satuan waktu ini disebut
sebagai intensitas hujan (Prayuda 2015). Sifat umum hujan adalah semakin
singkat hujan berlangsung intensitasnya cenderung semakin tinngi dan semkain
besar periode ulangnya semakin tinggi pula intensitasnya. Intensitas hujan
diperoleh dengan cara melakukan analisis data hujan baik secara statistik maupun
empiris. Biasanya intensitas hujan dihubungkan dengan durasi hujan jangka
pendek misalnya 5 menit, 30 menit, 60 menit, dan jam-jaman (Yulius 2014).
Hubungan intensitas hujan dan durasi kejadian dapat dicari dengan menggunakan
rumus pendekatan secara empiris (Dewi 2019).
Jika tidak adanya waktu untuk mengamati besarnya intensitas hujan atau
disebabkan oleh karena alatnya tidak ada, maka intensitas hujan bisa diperoleh
secara empiris dengan menggunakan rumus-rumus sebagai berikut : (Soemarto
1986)
1. Rumus Talbot
Rumus ini dikemukanan pada tahun 1881. Rumus ini banyak digunakan
karena mudah diterapkan dan tetapan-tetapan a dan b ditentukan dengan
harga-harga berikut:
a
i=
t+ b
dengan :
i = intensitas hujan (mm/jam),
t = lamanya hujan (jam),
a dan b = konstanta
Σ ( i. t ) Σ ( i ) Σ ( i . t ) Σi
2 2
a=
p Σ ( i )−¿ ¿
2

Σi Σ ( i. t ) −p Σ ( i . t )
2
b=
p Σ ( i ) −¿ ¿
2

2. Rumus Sherman
Rumus ini dikemukakan pada tahun 1905. Rumus ini lebih cocok dengan
waktu t > 2 jam.
a
i=
tn
dengan :
i = intensitas hujan (mm/jam),
t = lamanya hujan (jam),
n = konstanta
Σ log i Σ log t −Σ ( log t log i ) Σ log t
log a=
p Σ¿ ¿
3. Rumus Ishiguro
Rumus ini dikemukakan pada tahun 1953
a
i=
√ t+b

dengan :
i = intensitas hujan (mm/jam),
t = lamanya hujan (jam),
a dan b = konstanta
Σ ( i √ t ) Σ ( i 2 ) Σ ( i 2 √t ) Σi
a= 2
p Σ i −¿ ¿
Σi Σi √ t−p Σi √ t
b=
p Σ i 2−¿ ¿
4. Rumus Mononobe
Rumus ini disebut rumus Mononobe dan merupakan sebuah variasi dari rumus
yang ada diatas, dan rumus ini digunakan untuk menghitung intensitas curah
hujan setiap waktu berdasarkan data curah hujan harian (Sosrodarsono 1987).
R24
i= ¿
24
dengan :
I = intensitas curah hujan (mm/jam),
t = lamanya curah hujan (jam),
R24 = curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm).

Anda mungkin juga menyukai