Anda di halaman 1dari 8

Tanggal : 17 September 2014

Asisten : Heny Mariati


Lira Siti Zahara

ANALISIS CURAH HUJAN WILAYAH

Nama : Eka Yulianti


NIM

: J3M113016

TEKNIK DAN MANAJEMEN LINGKUNGAN


PROGRAM DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Presipitasi (hujan) merupakan salah satu komponen hidrologi yang paling penting. Hujan
adalah peristiwa jatuhnya cairan (air) dari atmosfer ke permukaan bumi. Hujan merupakan salah
satu komponen input dalam suatu proses dan menjadi faktor pengontrol yang mudah diamati
dalam siklus hidrologi pada suatu kawasan (DAS). Peran hujan sangat menentukan proses yang
akan terjadi dalam suatu kawasan dalam kerangka satu sistem hidrologi dan mempengaruhi proses
yang terjadi didalamnya (Bayong 2004). Metode yang dapat digunakan dalam menganalisis curah
hujan tersebut terdiri dari metode aritmatika, metode poligon thiessen, dan metode isohyet.
Data jumlah curah hujan (CH) rata -rata untuk suatu daerah tangkapan air (catchment
area) atau daerah aliran sungai (DAS) merupakan informasi yang sangat diperlukan oleh pakar
bidang hidrologi, dalam bidang pertanian data CH sangat berguna, misalnya untuk pengaturan air
irigasi , mengetahui neraca air lahan, mengetahui besarnya aliran permukaan (run off). Besarnya
CH di suatu wilayah/daerah diperlukan penakar CH dalam jumlah yang cukup untuk dapat
mewakili, semakin banyak penakar dipasang di lapangan diharapkan dapat diketahui besarnya rata
-rata CH yang menunjukkan besarnya CH yang terjadi di daerah tersebut. Menurut (Hutchinson
1970 dalam Siagan P 2011) Ketelitian hasil pengukuran CH tegantung pada variabilitas spasial
CH, maksudnya bila kita mengukur CH di suatu daerah yang variasi curah hujannya besar
diperlukan penakar CH lebih banyak juga agar ketelitiannya lebih akurat, sehingga penakar hujan
yang dipasang juga lebih banyak, tetapi memerlukan biaya mahal dan juga memerlukan banyak
waktu dan tenaga dalam pencatatannya di lapangan.

Tujuan
Menentukan curah hujan wilayah dengan menggunakan metode rata-rata aritmatik,
polygon thiessen dan isohyet.
Manfaat
Dapat mengetahui cara menentukan curah hujan wilayah dengan menggunakan metode
aritmatik, polygon thiessen dan isohyet, sehingga bisa mengetahui cara menghitung dan
menganalisa data curah hujan untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan
pengendalian banjir.
METODOLOGI
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum kali ini yaitu penggaris, busur derajat, kertas
kalkir, kalkulator dan kertas milimeter blok, sedangkan bahan yang digunakan yaitu data curah
hujan wilayah.

Prosedur

1.Metode rata-rata aritmatik


Memplotkan semua lokasi
stasiun pengukuran dan
tinggi hujan yang ada di
sekitar daerah aliran sungai
yang akan ditentukan curah
hujan wilayahnya

Menentukan berapa banyaknya


stasiun pengukuran hujan yang
terletak di dalam batas daerah
aliran sungai tersebut

Menjumlahkan
tinggi
hujan dari sejumlah stasiun
pengukuran hujan yang telah
ditentukan pada tahap kerja b

Curah hujan wilayah diperoleh


dengan cara membagi jumlah
tinggi hujan hasil tahap kerja c
dengan
banyakya
stasiun
pengukuran hujan hasil tahap kerja
b
Rumus:

Keterangan:

2. Metode polygon thiessen


Menyambungkan setiap stasiun pengukuran hujan
dengan stasiun pengukuran terdekatnya terutama
untuk stasiun-stasiun pengukuran hujan yang
berada dalam dan paling dekat dengan batas
daerah aliran sungai. Sambungan antara stasiun
akan membentuk deret segitiga yang tidak boleh
saling memotong satu sama lain

Mengplotkan semua lokasi stasiun


pengukuran dan tinggi hujan yang
ada disekitar daerah aliran sungai
yang akan ditentukan curah hujan
wilayahnya

Menentukan titik tengah dari setiap


sisi segitiga kemudian membuat
sebuah garis tegak lurus terhadap
masing-masing sisi segitiga tersebut
tepat dititik tengah

Menghubungkan setiap garis tegak lurus tersebut


satu sam lain sehingga membentuk poligonpoligon dimana setiap poligon hanya diwakili
oleh satu stasiun pengukuran hujan yang berada di
dalam atau paling dekat dengan batas daerah
aliran sungai

Menetukan luas daerah masingmasing poligon dengan


menggunakan kertas milimeter
blok. Jumlah dari luas daerah
masing-masing poligon akan
sama dengan total luas daerah
aliran sungai.

Menentukan persentase luas


dari setiap poligon terhadap
luas total daerah aliran sungai

Mengalikan persentase luas


setiap poligon (hasil tahap
kerja f) dengan tinggi hujan
yang jatuh didalam polygonpolgon tersebut

Curah hujan wilayah diperoleh dengan cara


menjumlahkan perkalian persentase luas
poligon dengan tinggi hujan yang jatuh di
dalam poligon tesebut (penjumlahan setiap
perkalian pada tahap kerja g).

Rumus:

Keterangan:

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil
Tabel 1. Metode arimatik
Stasiun pengukuran di
dalam batas DAS
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Curah
hujan (mm)
122
69
102
80
96
70
130
170
110
85
60
95
99,08

Tabel 2. Metode polygon thiessen


S
tasiun
pengukuran

Cur
ah hujan (mm)

L
uas polygon
thiessen (km)

122

2
3

3
9,5
3
9,65

170

2765
5154,
5

17

5695

,16
2

5,25
1

20
20

110
85

2806

,31

3,5
9

11

,24

130

Curah
hujan wilayah (mm)

,78

70

Pe
rsentase luas
poligon (%)

12
,93

3
4,25

2777,
5

17
,55

2911,
25

113,2

95,15

Tabel 3. Klasifikasi Curah Hujan

N
(mm/tahun)
1
2
3
4
5

Curah Hujan

Klasifikasi Curah
Hujan

>4000
3001 4000
2001 3000
1001 2000
<1000

Sumber : BBSDLP (2009

Sangat basah
Basah
Sedang
Kering
Sangat kering

Pembahasan
Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh di permukaan tanah datar selama periode
tertentu yang diukur dengan satuan tinggi milimeter (mm) diatas permukaan horizontal.Curah
hujan juga dapat diartikan sebagai ketinggian air hujan yang terkumpul dalam tempat yang datar,
tidak menguap, tidak meresap dan tidak mengalir (Anonim 2013). Hujan adalah peristiwa jatuhnya
cairan (air) dari atmosfer ke permukaan bumi. Hujan merupakan salah satu komponen input dalam
suatu proses dan menjadi faktor pengontrol yang mudah diamati dalam siklus hidrologi pada suatu
kawasan (DAS). Peran hujan sangat menentukan proses yang akan terjadi dalam suatu kawasan
dalam kerangka satu sistem hidrologi dan mempengaruhi proses yang terjadi didalamnya (Bayong
2004).
Berdasarkan pratikum yang telah dilakukan metode perhitungan rata-rata curah hujan
yang digunakan yaitu metode aritmatik dan metode poligon thiesssen
Pada metode rata-rata rata rata hitung (aritmatik), curah hujan diperoleh dengan
menjumlahkan curah hujan dari masing-masing stasiun kemudian dibagi dengan banyaknya
jumlah stasiun penangkar hujan, dari ketiga metode pengukur curah hujan wilayah, metode ratarata hitung (aritmatik) merupakan cara yang paling sederhana dan mudah digunakan, namun
tingkat ketelitian dari metode ini sangat rendah. Metode rata-rata hitung pada umunya hanya
dipergunakan untuk daerah dengan variasi hujan yang sekecil mungkin. Dari hasil pengamatan
sebanyak 12 stasiun penangkar hujan diperoleh hasil curah hujan adalah 99,08 mm. Hasil
perhitungan yang diperoleh dengan cara rata-rata hitung ini hampir sama dengan cara lain apabila
jumlah stasiun pengamatan cukup banyak dan tersebar merata di seluruh wilayah. Keuntungan
perhitungan dengan cara ini adalah lebih obyektif. Curah hujan rata-rata hasil dari metode
aritmatik yaitu 99,08 mm. Karakteristik curah hujan rata-rata tersebut termasuk curah hujan tinggi
karena lebih dari 50 mm per hari. Jenis-jenis hujan berdasarkan besarnya curah hujan menurt
BMKG dalam Siagian P (2011) yaitu: hujan kecil 0 21 mm per hari, hujan sedang 21 50 mm
per hari dan hujan besar atau lebat diatas 50 mm per hari.
Metode yang kedua adalah Polygon Thiessen. Langkahnya adalah menghubungkan tiga
stasiun penakar terdekat dengan pola segitiga, kemudian diambil garis tegak lurus terhadap
masing-masing sisi kemidian garis tegak lurus tersebut dihubungkan dengan garis lainnya
sehingga membentuk sebuah pola wilayah yang masing-masing mempunyai satu stasiun penakar
hujan. Untuk menghitung luas digunakan kertas millimeter blok agar lebih mudah. Setelah luas
diperoleh maka dicari besarnya curah hujan tiap poligon dengan besarnya curah hujan yang ada
pada masing-masing poligon, kemudian hasilnya dijumlah dan dibagi dengan total luas wilayah,
dari hasil perhitungan diperoleh curah hujan wilayah 113,29 mm. Metode poligon Thiessen dapat
dilakukan pada daerah yang memiliki distribusi penakar hujan yang tidak merata atau seragam
dengan mempertimbangkan luas daerah pengaruh dari masing-masing penakar. Pada metode ini
dianggap bahwa pada data curah hujan dari suatu tempat pengamatan dapat dipakai pada daerah
pengaliran di sekitar tempat itu. Metode poligon Thiessen ini akan memberikan hasil yang lebih
teliti daripada cara rata-rata aljabar, akan tetapi penentuan stasiun pengamatan dan pemilihan
ketingggian akan mempengaruhi ketelitian hasil. Metode ini termasuk memadai untuk menentukan

curah hujan suatu wilayah, tetapi hasil yang baik akan ditentukan oleh sejauh mana penempatan
stasiun pengamatan hujan mampu mewakili daerah pengamatan. Berdasarkan perhitungan yang
telah dilakukan luas poligon pada stasiun 1 yaitu 23 km, luas poligon pada stasiun 6 yaitu 39,5 km,
luas poligon pada stasiun 7 yaitu 39,65 km, luas poligon pada stasiun 8 yaitu 33,5 km, luas poligon
pada stasiun 9 yaitu 25,25 km dan luas poligon pada stasiun 10 yaitu 34,25 km. Stasiun yang
memiliki luas terbesar yaitu stasiun 7 dengan luas 39,65 km, sedangkan stasiun yang memiliki luas
terkecil yaitu stasiun 1 dengan luas 23 km.
Curah hujan rata-rata dari hasil metode poligon thiessen pada masing-masing stasiun diantaranya
yaitu pada stasiun 1 diperoleh 2806 mm, stasiun 6 yaitu 2765 mm, stasiun 7 yaitu 5154,5 mm,
stasiun 8 yaitu 5695 mm, stasiun 9 yaitu 2777,5 mm dan stasiun 10 yaitu 2911,25 mm, sehinggga
diperoleh rata-rata curah hujan wilayah secara keseluruhan 113,29 mm. Wilayah stasiun yang
memiliki curah hujan tertinggi yaitu wilayah stasiun 8 yang memiliki curah hujan rata-rata 5695
mm, sedangkan wilayah stasiun yang memiliki curah hujan terendah yaitu wilayah stasiun 6 yang
memiliki hujan rata-rata 2765 mm. karakteristik curah hujan pada stasiun 8 yaitu sangat tinggi
(sangat basah) karena memiliki curah hujan rata-rata > 4000 mm/pertahun, sedangkan karakteristik
curah hujan pada stasiun 6 termasuk curah hujan kecil (kering), karena memiliki curah hujan ratarata 1001 2000 mm/pertahun (

BBSDLP 2009).

Presipitasi ( Intensitas curah hujan) adalah jumlah curah hujan yang dinyatakan dalam
tinggi hujan atau volume hujan tiap satuan waktu, yang terjadi pada satu kurun waktu air hujan
terkonsentrasi (Wesli 2008). Besarnya intensitas curah hujan berbeda-beda tergantung dari
lamanya curah hujan dan frekuensi kejadiannya. Curah hujan setiap wilayah berbeda-beda, hal ini
disebabkan oleh beberapa factor diantaranya yaitu

Factor Garis Lintang menyebabkan perbedaan kuantitas curah hujan, semakin rendah garis
lintang semakin tinggi potensi curah hujan yang diterima, karena di daerah lintang rendah
suhunya lebih besar daripada suhu di daerah lintang tinggi, suhu yang tinggi inilah yang akan
menyebabkan penguapan juga tinggi, penguapan inilah yang kemudian akan menjadi hujan
dengan melalui kondensasi terlebih dahulu.
Faktor Ketinggian Tempat, Semakin rendah ketinggian tempat potensi curah hujan yang
diterima akan lebih banyak, karena pada umumnya semakin rendah suatu daerah suhunya
akan semakin tinggi.
Jarak dari sumber air (penguapan), semakin dekat potensi hujanya semakin tinggi.
Arah angin, angin yang melewati sumber penguapan akan membawa uap air, semakin jauh
daerah dari sumber air potensi terjadinya hujan semakin sedikit.
Hubungan dengan deretan pegunungan, banyak yang bertanya, kenapa di daerah
pegunungan sering terjadi hujan? hal itu disebabkan uap air yang dibawa angin menabrak
deretan pegunungan, sehingga uap tersebut dibawa keatas sampai ketinggian tertentu akan
mengalami kondensasi, ketika uap ini jenuh dia akan jatuh diatas pegunungan sedangkan
dibalik pegunungan yang menjadi arah dari angin tadi tidak hujan (daerah bayangan hujan),
hujan ini disebut hujan orografik contohnya di Indonesia adalah angin Brubu.
Faktor perbedaan suhu tanah (daratan) dan lautan, semakin tinggi perbedaan suhu antara
keduanya potensi penguapanya juga akan semakin tinggi.
Faktor luas daratan, semakin luas daratan potensi terjadinya hujan akan semakin kecil, karena
perjalanan uap air juga akan panjang (Suroso 2006)

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil perhitungan yang telah dikaukan diperoleh curah hujan rata-rata hasil dari
metode aritmatik yaitu 99,08 mm dan memiliki karakteristik curah hujan tinggi, sedangkan
Curah hujan rata-rata dari hasil metode poligon thiessen yaitu 113,29 mm dengan wilayah stasiun
yang memiliki curah hujan tertinggi yaitu wilayah stasiun 8 dengan curah hujan rata-rata 5695 mm
dan wilayah stasiun yang memiliki curah hujan terendah yaitu wilayah stasiun 6 dengan curah
hujan rata-rata 2765 mm. Curah hujan yang berbeda-beda di pengaruhi oleh faktor garis lintang
faktor ketinggian tempatjarak dari sumber air (penguapan), semakin dekat potensi hujanya
semakin tinggi, arah angin, hubungan dengan deretan pegunungan, faktor perbedaan suhu tanah
(daratan) dan lautan dan faktor luas daratan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2013.Pengertian Curah Hujan.


http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19244/4/Chapter%20II.pdf//. Diakses (21
September 2014)
Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP). 2009. Identifikasi dan Karakterisasi
Lahan Rawan longsor dan Rawan Erosi di Dataran Tinggi untuk Mendukung
Keberlanjutan Pengelolaan Sumberdaya Lahan Pertanian. Laporan Tengah Tahun,
DIPA 2009. Bogor: Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian.
Bayong THK. 2004. Klimatologi. Bandung: ITB.

Siagian P. 2011. Analisis Data Hujan. Jambi: Universitas Jambi


Suroso. 2006. Analisis Curah Hujan untuk Membuat Kurva Intensity-Duration Frequency (IDF) di
Kawasan Rawan Banjir Kabuaten Banyumas. Jurnal Teknik Sipil, Vol. 3, No.1. Purwakarta
: Universitas Jendral Sudirman

Wesli. Drainase Perkotaan. 2008. Yogyakarta: Graha Ilmu

Anda mungkin juga menyukai