Anda di halaman 1dari 35

Deskripsi Singkat

Presipitasi (hujan) merupakan salah satu komponen hidrologi yang paling penting. Hujan
adalah peristiwa jatuhnya cairan (air) dari atmosfer ke permukaan bumi. Hujan merupakan
salah satu komponen input dalam suatu proses dan menjadi faktor pengontrol yang mudah
diamati dalam siklus hidrologi pada suatu kawasan (DAS). Peran hujan sangat menentukan
proses yang akan terjadi dalam suatu kawasan dalam kerangka satu sistem hidrologi dan
mempengaruhi proses yang terjadi didalamnya. Mahasiswa akan belajar tentang bagaimana
proses terjadinya hujan, faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya, bagaimana
karakteristik hujannya dan mempelajari cara menghitung rata-rata hujan pada sutau kawasan
dengan berbagai model penghitungan rata-rata hujan.

Pengertian

Presipitasi adalah peristiwa jatuhnya cairan (dapat berbentuk cair atau beku) dari atmosphere
ke permukaan bumi. Presipitasi cair dapat berupa hujan dan embun dan presipitasi beku dapat
berupa salju dan hujan es. Dalam uraian selanjutnya yang dimaksud dengan presipitasi adalah
hanya yang berupa hujan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya presipitasi diantara lain berupa :

1. Adanya uap air di atmosphere

2. Faktor-faktor meteorologis

3. Lokasi daerah

4. Adanya rintangan misal adanya gunung.

BAGAIMANA PROSES TERJADINYA HUJAN?


September, Oktober, Nopember, dan Desember adalah empat bulan terakhir di penghujung
tahun. Kata orang bulan yang akhirannya -ber itu biasanya bulan yang sering diguyur hujan,
bener nggak sih? Hm…Sepertinya kita harus membuktikan hal itu, jangan hanya jadi rumor
doank!
Well, hujan adalah suatu berkah dari Allah. Dengan adanya hujan tanaman-tanaman raksasa
ataupun liliput yang ada di dunia ini bisa hidup, karena air adalah salah satu bahan untuk
mengolah makanan mereka. Namun hujan pun bisa menjadi bencana bahkan musuh terutama
bagi manusia. Hujan yang berlebihan bisa menyebabkan banjir dan yang pastinya sih segala
aktivitas outdoor nggak bisa dilaksanain kalau hujan, ya nggak? Kalau dipikir-pikir hujan
datangnya dari mana ya? Tau sih kalo dari langit tapi… apa langit mempunyai persediaan air
kayak sumur gitu? Koq nggak pernah habis sih air yang ada di langit? Nah… untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut saya akan memaparkan bagaimana proses
turunnya hujan. Mau pada tau nggak? Dibaca donk yang di bawah ini!
Dua per tiga dari bumi kita ini mengandung air dan sisanya adalah daratan. Air itu tersimpan
dalam banyak wadah seperti samudera, lautan, sungai, danau, sampai ke bak mandi hehe…
eh jangan lupa tubuh kita ini juga mengandung banyak air lho. Nah air yang ada di berbagai
wadah tersebut (tapi nggak termasuk bak mandi) akan mengalami penguapan atau evaporasi
dengan bantuan matahari. Oya, tak lupa juga air yang ada di daun tumbuhan ataupun
permukaan tanah. Proses penguapan air dari tumbuh-tumbuhan itu dinamakan transpirasi.
Kemudian uap-uap air tersebut akan mengalami proses kondensasi atau pemadatan yang
akhirnya menjadi awan. Awan-awan itu akan bergerak ke tempat yang berbeda dengan
bantuan hembusan angin baik secara vertikal maupun horizontal. Gerakan angin vertikal ke
atas menyebabkan awan bergumpal. Gerakan angin tersebut menyebabkan gumpalan awan
semakin membesar dan saling bertindih-tindih. Akhirnya gumpalan awan berhasil mencapai
atmosfir yang bersuhu lebih dingin. Di sinilah butiran-butiran air dan es mulai terbentuk.
Lama-kelamaan angin tidak dapat lagi menopang beratnya awan dan akhirnya awan yang
sudah berisi air ini mengalami presipitasi atau proses jatuhnya hujan air, hujan es dan
sebagainya ke bumi. Nah, seperti itulah proses terjadinya hujan. Udah pada ngerti kan!
Trus hubungannya dengan bulan yang akhirannya –ber apa? Oh iya, hampir saja lupa.
Menurut ilmu Geografi, musim di Indonesia terbagi menjadi dua yaitu musim hujan dan
musim kemarau. Setiap musim berlangsung selama enam bulan (kayak semesteran aja nih).
Musim kemarau terjadi pada bulan April sampai September. Sedangkan musim hujan terjadi
pada bulan Oktober sampai Maret. Berhubung diantara bulan Oktober-Maret itu adalah
Nopember, Desember, Januari dan Februari sehingga banyak orang yang mengatakan bulan
yang akhiran –ber itu adalah bulan musim penghujan. Nah, teman-teman sudah tidak
penasaran lagi kan mengapa orang-orang banyak yang berkata demikian seputar musim
penghujan. So, kalau ada yang belum tahu mengenai hujan, kalianlah yang wajib
menjelaskannya.
Ternyata, proses terjadinya hujan ini bersumber dari Al-Quran. Subhanallah, memang benar
ya kalau Al-Quran itu adalah sumber pengetahuan kita. Makanya kita jangan pernah ragu
ataupun malas untuk mengkaji Al-Quran. Siapa tahu jadi tambah pintar, ya nggak? Daripada
kalian semakin penasaran dengan pernyataan saya bagaimana kalau kalian teruskan saja
kegiatan membaca tulisan saya ini. Karena saya mengutip beberapa ayat mengenai proses
terjadinya hujan seperti di bawah ini:
"Dialah Allah Yang mengirimkan angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah
membentangkannya di langit menurut yang dikehendakiNya, dan menjadikannya bergumpal-
gumpal; lalu kamu lihat air hujan keluar dari celah-celahnya; maka, apabila hujan itu turun
mengenai hamba-hambaNya yang dikehendakiNya, tiba-tiba mereka menjadi gembira" (Al
Qur''an, 30:48)
"Tidaklah kamu melihat bahwa Allah mgarak awan, kemudian mengumpulkan antara
(bagian-bagian)nya, kemudian menjadikannya bertindih-tindih, maka kelihatanlah olehmu
hujan keluar dari celah-celahnya dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari
langit, (yaitu) dari (gumpalan- gumpalan awan seperti) gunung-gunung, maka ditimpakan-
Nya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari
siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan kilat awan itu hampir-hampir menghilangkan
penglihatan." (Al Qur''an, 24:43)

Jenis-jenis hujan
Berdasarkan terjadinya, hujan dibedakan menjadi
 Hujan siklonal, yaitu hujan yang terjadi karena udara panas yang naik disertai dengan
angin berputar.
 Hujan zenithal, yaitu hujan yang sering terjadi di daerah sekitar ekuator, akibat
pertemuan Angin Pasat Timur Laut dengan Angin Pasat Tenggara. Kemudian angin
tersebut naik dan membentuk gumpalan-gumpalan awan di sekitar ekuator yang
berakibat awan menjadi jenuh dan turunlah hujan.
 Hujan orografis, yaitu hujan yang terjadi karena angin yang mengandung uap air yang
bergerak horisontal. Angin tersebut naik menuju pegunungan, suhu udara menjadi
dingin sehingga terjadi kondensasi. Terjadilah hujan di sekitar pegunungan.
 Hujan frontal, yaitu hujan yang terjadi apabila massa udara yang dingin bertemu
dengan massa udara yang panas. Tempat pertemuan antara kedua massa itu disebut
bidang front. Karena lebih berat massa udara dingin lebih berada di bawah. Di sekitar
bidang front inilah sering terjadi hujan lebat yang disebut hujan frontal.
 Hujan muson, yaitu hujan yang terjadi karena Angin Musim (Angin Muson).
Penyebab terjadinya Angin Muson adalah karena adanya pergerakan semu
tahunanMatahari antara Garis Balik Utara dan Garis Balik Selatan. Di Indonesia,
secara teoritis hujan muson terjadi bulan Oktober sampai April. Sementara di kawasan
Asia Timur terjadi bulan Mei sampai Agustus.

Jaringan Pengukur Hujan

Dengan segala kekurangan dan kelebihannya, alat pengukur hujan ada 2 macam yaitu alat
pengukur hujan manual dan alat pengukur hujan otomatik.Beberapa persyaratan yang harus
dipenuhi pada saat menempatkan alat pengukur hujan yaitu :

1. Harus diletakkan di tempat yang bebas halangan atau pada jarak 4 kali tinggi obyek
penghalang.

2. Alat harus tegak lurus dan tinggi permukaan penakar antara 90-120 cm di atas
permukaan tanah.

3. Bebas dari angin balik

4. Alat harus dilindungi baik dari gangguan binatang maupun manusia.

5. Secara teknis alat harus standart.

6. Dekat dengan tenaga pengamat.

Kepadatan minimum jaringan hujan berikut ini telah direkomendasi guna maksud-maksud
hidro meteorologis umum (Linsley, et-al, 1982) :

1. Untuk daerah datar, beriklim sedang, mediteranean dan zona tropis 600 - 900 km2
untuk setiap stasiun

2. Untuk daerah-daerah pegunungan beriklim sedang, mediteranean dan zone tropis,


100 - 250 km2 untuk setip stasiun.

3. Untuk pulau-pulau dengan pegunungan kecil dengan hujan yang beraturan, 25 km2
untuk setiap stasiun.
4. Untuk zone-zone kering dan kutub, 1500-10.000 km2 untuk setiap stasiun.

Penghitungan Hujan Rata-Rata Suatu Daerah

Hasil pengukuran data hujan dari masing-masing alat pengukuran hujan adalah merupakan
data hujan suatu titik (point rainfall). Padahal untuk kepentingan analisis yang diperlukan
adalah data hujan suatu wilayah (areal rainfall). Ada beberapa cara untuk mendapatkan data
hujan wilayah yaitu :

1. Cara rata-rata aljabar

2. Cara poligon thiessen

3. Cara isohiet

1. Cara Rata-rata Aljabar

Cara ini merupakan cara yang paling sederhana yaitu hanya dengan membagi rata
pengukuran pada semua stasiun hujan dengan jumlah stasiun dalam wilayah tersebut. Sesuai
dengan kesederhanaannya maka cara ini hanya disarankan digunakan untuk wilayah yang
relatif mendatar dan memiliki sifat hujan yang relatif homogen dan tidak terlalu kasar.

2.Cara Poligon Thiessen

Cara ini selain memperhatikan tebal hujan dan jumlah stasiun, juga memperkirakan luas
wilayah yang diwakili oleh masing-masing stasiun untuk digunakan sebagai salah satu faktor
dalam menghitung hujan rata-rata daerah yang bersangkutan. Poligon dibuat dengan cara
menghubungkan garis-garis berat diagonal terpendek dari para stasiun hujan yang ada.
3. Cara Isohiet

Isohiet adalah garis yang menghubungkan tempat-tempat yang mempunyai tinggi hujan yang
sama. Metode ini menggunakan isohiet sebagai garis-garis yang membagi daerah aliran
sungai menjadi daerah-daerah yang diwakili oleh stasiun-stasiun yang bersangkutan, yang
luasnya dipakai sebagai faktor koreksi dalam perhitungan hujan rata-rata.

Hidrologi

PENGERTIAN
Hidro -> air
Logi -> ilmu
Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air.
Jumlah air di bumi adalah 1,4 km3 , 97.5%nya adalah air laut, sedangkan 1.25%nya adalah
es, 0.73%nya adalah air tawar, 0.001%nya adalah uap air.
SIKLUS HIDROLOGI
· NERACA AIR
Neraca air adalah hubungan aliran kedalam dan aliran keluar di suatu daerah tertentu dalam
periode tertentu.
P=D+E+G+M
P = Prespitasi (hujan)
D = Debit
E = Evapotranspirasi
G = Ground ( penambahan suplai air )
M = Moisturizer ( penambahan kelembapan tanah )

HIDROLOGI DALAM TEKNIK


Hidrologi dalam teknik biasanya digunakan dalam perancangan dan operasi bangunan
hidrolik.

DAUR HIDROLOGI
Secara sederhana daur hidrologi dapat dimulai dari evaporasi air laut. Uap yang dihasilkan
dibawa oleh udara yang bergerak. Dalam kondisi yang memungkinkan uap tersebut
terkondensasi membentuk awan, yang pada akhirnya menghasilkan prespitasi. Prespitasi
yang jatuh ke bumi menyebar dengan arah berbeda bedda dalam beberapa cara. Sebagian
besar dari prespitasi tersebut untuk sementara tertahan di tanah dekat tempat ia jatuh dan
akhirnya dikembalikan lagi ke atmosfir oleh evaporasi dan pemeluhan (transpirasi) oleh
tanaman. Sebagian melalui permukaan tanah, menuju sungai dan lainnya menembus masuk
ke tanah menjadi air tanah (groundwater).
Dalam daur hidrologi, perputaran air tidalah selalu merata karena adanya pengaruh
metereologi (suhu, tekanan, atmosfir, angin, dll) dan kondisi topografi.

PRESPITASI
Prepitasi adalah produk dari awan yang turun berbentuk air hujan ataupun salju. Sejauh tidak
menyangkut salju salanjutnya dianggap hujan.
Intensitas curah hujan adalah tinggi air, jumlah hujan, dalam satu satuan waktu misalnya
mm/menit,, mm/jam, mm/hari.

ALAT UKUR HUJAN


Alat ukur hujan ada 2, yaitu alat ukur hujan manual dan alat ukur hujan otomatis. Untuk alat
ukur biasa ditempatkan di ruang terbuka.

ANALISIS CURAH HUJAN


Data curah hujan yang diperoleh dari alat pengukur hujan merupakan hujan yang terjadi pada
satu tempat. Untuk mengetahui curah hujan pada suatu kawasan diperlukan beberapa data
hujan dari beberapa stasiun penakar hujan yang ada dalam kawasan tsb yang kemudian
dirata-ratakan. Ada 2 cara menghitung rata-rata curah hujan :

1. Rata-rata aljabar
Cocok untuk kawasan topografi datar. Alat penakar hujan tersebar merata.
P = 1/n (P1 + P2 + … + Pn)
P = curah hujan yang tercatat dinpos penakar hujan.
n = banyaknya penakar curah hujan.

Contoh soal :
Hitung hujan rata-rata dengan metode aljabar

Stasiun hujan Tinggi hujan (mm)


1 25
2 100
3 75
4 90
5 85

Jawab : P = 1/n (P1 + P2 + P3 + P4 + P5)


= 1/5 (25 + 100 + 75 + 90 + 85)
= 75

2. Poligon Thiessen
Cocok untuk daerah dengan luas 500-5000 km2. Jumlah penakar hujan terbatas dibanding
luasnya.
Prosedur penetapan metode ini :
1) Lokasi penakar hujan di plot pada peta DAS. Antar pos dibuat garis penghubung.
2) Tarik tegak lurus ditengah tiap garis pernghubung.
3) Ukur luas tiap poligon
4) P =

Contoh Soal :

STA Hujan Tinggi curah hujan (mm) Luas (ha)


1 100 25
2 75 20
3 80 19
4 99 12
5 105 17
6 110 15
Jumlah = 10095 108

Jawab :
PA =

3. Metode Ishoyet
Cocok untuk daerah dengan luas > 5000 km2, jumlah penakar hujan retbatas dibanding
luasnya.
Prosedur penerapan metode ini :
1) Plot data kedalaman air hujan untuk tiap pos penakar hujan pada peta.
2) Gambar kontur edalaman air hujan
3) Hitung luas antara 2 garis ishoyet
4) P =

MEMPERKIRAKAN DATA YANG HILANG


Kadang-kadang pos penakar hujan mengalami kekosongan data karena ketidak gadiran si
pengamat ataupun karena kerusakan alat. Untuk itu sering diperlukan perkiraan catatan yang
hilang. Cara yang digunakan US Enviromental of Service :
Px = ⅓
N = hujan tahunan normal

Contoh soal :
Stasiun hujan x tidak berfungsi pada waktu-waktu tertentu dalam suatu bulan dimana terjadi
suatu hujan badai. Total hujan lebat masing-masing pada 3 sta yang mengelilinginya. A=98
mm, B=80 mm, C=1080 mm. jumlah hujan tahunan normal pada Stasion X + 880 mm, A =
1008 mm, B = 842 mm, C = 1080 mm. Hitung hujan lebat Stasion X!

Px = ⅓
Px = ⅓.256,8
Px = 86,2653

CURAH HUJAN HARIAN MAXIMUM RATA-RATA


Metode :
1. Tentukan hujan max harian pada tahuntertentu di salah satu pos hujan.
2. Cari besarnya curah hujan pada tanggal, bulan, tahun yang sama untuk pos hujan lain
3. Hitung hujan DAS dengan salah satu cara yang dipilih
4. Ulangi langkah 1-3.

ANALISIS FREKUENSI DAN PROBABILITAS DATA HIDROLOGI


· Sistem hidrologi kadang-kadang dipengaruhi peristiwa extrim, seperti hujan lebat, banjir
atau kekeringan.
· Tujuan analisis frekuensi data hidrologi adalah berkaitan dengan besaran peristiwa extrim
yang berkaitan dengan frekuensi kejadiannya melalui penerapan Distribusi Kemungkinan.
· Frekuensi hujan adalah besarnya kemungkinan suatu besaran hujan disamai atau dilampaui.
· Periode ulang adalah waktu hipotetik dimana hujan dengan suatu besaran tertentu akan
disamai atau dilampaui.
· Ada 10 tahunan, 100 tahunan, 5 tahunan, 20 tahunan.
· Tidak berarti berulang secara teratur setiap periode ulang tsb.
Misalnya hujan periode ulang 10 tahunan, tidak berarti akan terjadi setiap 10 tahun, akan
tetapi akan ada kemungkinan akan terjadi dalam jangka waktu 1000 tahun akan terjadi 100
kali kejadian hujan dalam setahun. Ada kemungkinan sebelum kurun waktu 10 tahun terjadi
hujan 10 tahunan lebih dari astu kali atau sebaliknya tidak sama sekali
MACAM-MACAM DISTRIBUSI FREKUENSI
· Distribusi Normal
QT = + KT . S
QT = perkiraan besar hujan yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T-tahunan
= besar hujan rata-rata hitung
KT = Faktor frekuensi (Variable Reduksi Gauss)
S = Deviasi standar/simpangan baku
S=2

· Distribusi Log Normal


Log QT = Log + KT . S
QT = perkiraan besar hujan yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T-tahunan
= besar hujan rata-rata hitung
KT = Faktor frekuensi (Variable Reduksi Gauss)
S = Deviasi standar/simpangan baku

· Distribusi Log Person


Log QT = Log + KT . S . G
QT = perkiraan besar hujan yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T-tahunan
= besar hujan rata-rata hitung
KT = Faktor frekuensi (Variable Reduksi Gauss)
S = Deviasi standar/simpangan baku
G = Koefisien Skewness/koefisien kemencengan
G = [ n Log Q1 – log )3/(n – 1 ) ( n – 2 ) S3

· Distribusi Gumbel
QTr = b + Ytr
a=
b=–

Relevansi

Dengan mempelajari proses terjadinya, faktor yang berpengaruh dan karakteristik hujan
mahasiswa memahami berbagai fenomena alam yaitu hujan dan dapat melakukan
penghitungan karakteristik hujan untuk dapat digunakan sebagai suatu data input dari sistem
hidrologi dengan menempatkan stasiun pengukuran hujan yang tepat dan efektif sehingga
mahasiswa mampu melakukan analisis hujan untuk pembangunan kawasan hutan.

Tujuan Instruksional Khusus

Setelah mempelajari bab ini mahasiswa akan mengerti dan memahami proses terjadinya
hujan, faktor-faktor yang mempengaruhi, mampu memilih lokasi pemasangan stasiun hujan
dan mampu melakukan perhitungan data hujan untuk analisis hidrologi suatu kawasan,
sehingga tujuan proses pembelajaran dapat tercapai.
Elemen-Elemen Hidrologi

Hidrologi
Hidrologi Adalah suatu ilmu yang mempelajari air dibumi, kejadian, sirkulasi dan distribusi, sifat-
sifat kimia dan fisika dan reaksinya dengan lingkungan, termasuk hubungannya dengan mahkluk
hidup. Domain hidrologi mencakup seluruh sejarah keberadaan air di bumi. Hidrologi disebut
sebagai sain karena hidrologi ini diturunkan dari ilmu-ilmu dasar seperti matematika, fisika,
meteorologi dan geologi.
Ilmu yang ada di dalam hidrologi :

A. Pengukuran Curah Hujan


1. Jumlah Curah hujan
Curah hujan adalah peristiwa jatuhnya cairan dari atmosphere ke permukaan bumi. Data curah
hujan merupakan data yang penting. Data hujan harian dapat diukur dengan penakar hujan biasa,
data hujan untuk periode pendekdidapat dari alat penakar hujan otomatis ARR (automatic
rainfall recorder) yang dapat merekam setiap kejadian hujan selama jangka waktu tertentu.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya curah hujan :
 Adanya uap air di Atmosphere
 Faktor-faktor meteorologis
 Lokasi daerah, sehubungan dengan sistem sirkulasi secara umum
 Rintangan yang disebabkan oleh gunung dan lain-lain.

2. Intensitas Curah Hujan


Derajat curah hujan biasanya dinyatakan oleh jumlah curah hujan dalam suatu satuan waktu dan
disebut intensitas curah hujan. Biasanya satuan yang digunakan adalah mm/jam.

3. Ukuran Butir Hujan dan Kecepatan Jatuhnya


Ukuran butir-butir hujan adalah berjenis-jenis. Nama dari butir hujan tergantung dari ukurannya.
Dalam meteorologi, butir hujan dengan diameter lebih dari 0,5 mm disebut hujan dan diameter
antara 0,50 – 0,1 mm disebut gerimis (drizzle). Makin besar ukuran butir hujan itu, makin besar
kecepatan jatuhnya. Kecepatan yang maksimum adalah kira-kira 9,2 m/det.
4. Hubungan antara Topografi dan Hujan
Umumnya curah hujan di daerah pegunungan adalah lebih dari di daratan. Mengenai hubungan
antara arah angin dan curah hujan dapat dikemukakan bahwa arah angin yang menyebabkan
hujan biasanya tetap di tiap wilayah. Umumnya, hujan kebanyakan jatuh di bagian lereng yang
menghadap arah angin dan sebagian kecil jatuh di lereng belakang.
5. Pengamatan Curah Hujan
Pengamatan curah hujan dilakukan oleh alat ukur curah hujan. Ada 2 (dua) jenis alat yang
digunakan untuk pengamatan. Satuan hujan adalah mm atau inch.
a. Alat penakar Hujan Biasa
Alat penakar hujan biasa terdiri dari bejana dan corong seluas 200 cm2 yang dipasang setinggi
120 cm dari permukaan tanah, untuk mengukur jumlah hujan yang turun (mm) atau (inch) dalam
1 hari sebelum pengukuran dilakukan (hujan kumulatip untuk periode 24 jam). Sedangkan untuk
berbagai keperluan dan analisa dibutuhkan pula intensitasnya (mm/jam).
b. Alat Penakar Hujan Automatik
3 (tiga) tipe alat perekam hujan adalah :
1. Weighing Bucket Rain-Gauge
2. Float Type Rain Gauge
3. Tipping Bucket Rain-Gauge

B. Pengukuran Klimatologi
Selain pengukuran hujan, maka pengukuran radiasi matahari, derajat hari, angin, temperatur,
kelembaban udara serta penguapan seringkali dibutuhkan untuk mendapatkan gambaran local
tentang cuaca di suatu daerah. Di dalam suatu stasiun klimatologi sering ditemui alat-alat
pengukur cuaca.
1. Pengukuran Lama Penyinaran Matahari
Dengan alat “Campbell Stokes Recorder”., alat ini dipasang di atas pasangan bata. Alat ini terdiri
dari bola gelas padat dengan diameter 4 inches (=10,1 cm) yang dipasang konsentris di dalam
suatu bidang cekung, berbentuk bola, dengan diameter sedemikian sehingga sinar matahari
difokuskan dengan tajam.
2. Pengukuran Temperatur Udara
Temperatur udara harus diukur 2 meter di atas permukaan tanah/air. Pengamatan/pencatatan
temperatur yang kontinu patut diharapkan, tetapii bila tidak ada maka pencatatan temperatur
dengan interval waktu 1 jam, 2 jam atau 6 jam dapat dianggap cukup
Temperatur rata-rata harian =

3. Pengukuran Kelembaban Udara


Pengukuran kelembaban dilakukan pada lokasi yang sama dengan pengukuran temperatur udara.
Titik embun adalah temperatur di mana udara menjadi jenuh dengan uap air.
Kelembaban relatif adalah persentasi uap air maksimum di dalam udara pada saat pencatatan.
Kelembaban diukur dengan psychrometer yang dilengkapi dengan 2 thermometer yang serupa
(thermometer thermocouple)
4. Pengukuran Kecepatan Angin
Kecepatan angin diukur dekat dengan pengukuran evaporasi, pada ketingian 2 meter di atas
permukaan air/tanah. Berbagai tipe anemometer dipakai untuk menentukan kecepatan angin
rata-rata harian. Rotor dengan 3 mangkuk atau anemometer fan adalah pengukur kecepatan
angin yang terbaik.
5. Pengukuran Evaporasi dan Transpirasi
Memperkirakan evaporasi permukaan air bebas dan permukaan tanah serta memperkirakan
transpirasi dari tanaman adalah penting dalam studi hidrologi. Misalkan : Perkiraan evaporasi
kritis (maksimum) sangat penting dalam menentukan kelayakan lokasi suatu perencanaan
reservoir.

a. Pan Evaporasi
Pencatatan evaporasi dari pan sering dilakukan untuk memperkirakan evaporasi permukaan air
bebas (danau dan reservoir). Berbagai jenis/tipe pan evaporasi yang dipakai. Ada yang
mempunyai bentuk segi-empat, ada yang bulat. Beberapa diletakkan seluruhnya di atas tanah,
yang lain ditenggelamkan di tanah, sehingga permukaan air hampir sama dengan muka tanah.
Ada juga pan evaporasi yang diapungkan (terikat) di danau, sungai atau massa air lainnya.
b. Peralatan Pembantu
Peralatan tambahan yang dipakai pada stasiun pan evaporasi adalah :
– Anemograph atau anemometer yang dipasang pada ketinggian 1 sampai 2 meter di atas pan,
untuk menentukan kecepatan angin di atas pan tersebut.
– Alat pengukur presipitasi manual.
– Thermometer atau thermograph air untuk melengkapi data, temperatur air di dalam pan
(temperatur maksimum, minimum dan temperatur yang berlangsung).
– Thermometer/thermograph udara atau hygrothermograph atau psychrometer untuk
mendapatkan data temperatur atau kelembaban udara sesuai dengan yang dikehendaki

• Curah hujan / infiltrasi adalah tinggi genangan air total yang terjadi dalam suatu kurun waktu
tertentu pada suatu bidang datar, dengan anggapan bahwa limpasan permukaan, infiltrasi, dan
evaporasi tidak terjadi. Intentsitas curah hujan adalah tinggi curah hujan yang terjadi pada suatu
kurun waktu di mana air tersebut berkonsentrasi. Analisa merupakan proses pengolahan data
mentah mejadi data yang siap dipakai. Analisa presipitasi ini dilakukan untuk perhitungan
perencanaan atau perhitungan lain dalam rangka memonitor kuantitas air.
Metode analisa frekuensi yang digunakan adalah :
A. Metode Analisa Frekuensi Data Banjir
B. Metode Empiris
C. Pengamatan Lapangan
Curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan rancangan
pengendalian banjir adalah curah hujan rata-rata di seluruh daerah yang bersangkutan, bukan
curah hujan pada suatu titik tertentu.
Kondisi penakar hujan di suatu pos hujan kadang-kadang tidak dapat bekerja baik, rusak, atau
karena sebab lain sehingga data curah hujan dari pos bersangkutan tidak dapat diperoleh dan atau
tidak dapat diandalkan.

• Penguapan salah satu mata rantai proses dalam siklus hidrologi. Penguapan dapat terjadi di
semua permukaan yang mengandung air (moisture), yaitu permukaan air, permukaan tanah,
permukaan tanaman, permukaan yang tertutup tanaman, meskipun diketahui bahwa penguapan
dari permukaan laut merupakan penguapan yang terbesar, dan merupakan transfer uap air
terbesar antara lautan dan daratan.
Beberapa definisi penguapan yang di dapat dari beberapa pustaka:
1. Penguapan (evaporation) adalah proses perubahan dari zat cair atau padat menjadi gas. Lebih
spesifik dapat didefinisikan bahwa penguapan adalah proses transfer air dari permukaan bumi ke
atmosfir.
2. Transpirasi (transpiration) adalah penguapan air yang terserap tanaman, tidak termasuk
penguapan dari permukaan tanah.
3. Evapotranspirasi (evapotranspiration) adalah penguapan yang terjadi dari permukaan
tanaman.
4. Evapotranspirasi potensial (potential evapotranspiration) adalah evapotranspirasi yang terjadi
apabila kandungan air tidak terbatas.

A. Proses Penguapan
Dengan memperhatikan definisi di atas, maka dapat dipahami bahwa penguapan hanya akan
terjadi apabila terdapat perbedaan tekanan uap air antara permukaan dan udara. Dengan
demikian, apabila kelembaban udara (humidity) mencapai 100%, maka secara teoritik penguapan
akan terhenti dengan sendirinya
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penguapan:
1. Suhu
2. Kelembaban
3. Tekanan Udara
4. Angin

• Infiltras
A. Pengertian Umum
Infiltrasi adalah proses masuknya air ke bawah permukaan tanah dapat dimengerti bahwa
infiltrasi merupakan salah satu komponen penting dari daur hidrologi. Besarnya infiltrasi
merupakan informasi penting sebagai masukan dalam hitungan pengalihragaman hujan menjadi
aliran yang mana jumlah dan laju limpasan permukaan sangat ditentukan oleh factor kehilangan
air akibat proses infiltrasi.
Besarnya infiltrasi dapat dinyatakan dalam kapasitas infiltrasi (infiltration capacity) dan laju
infiltrasi (infiltration rate). laju infiltrasi adalah kondisi permukaan tanah, vegetasi penutup lahan,
karakteristik tanah seperti porositas, konduktivitas hidraulik dan kelengasan tanah (soil moisture).
Apabila kondisi lengas tanah memungkinkan, akibat gaya gravitasi proses infiltrasi di bagian
lapisan bawah akan diteruskan secara vertical ke bawah menuju zona iar tanah. Proses ini disebut
dengan perkolasi (percolation).

B. Pengukuran Infiltrasi
Dalam kaitannya dengan analisis hidrologi, informasi yang diperlukan adalah laju infiltrasi yang
berubah dengan waktu. Untuk mendapatkan data tersebut pengukuran laju infiltrasi pada suatu
tempat tertentu dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu pengukuran langsung di lapangan dan
dengan pendekatan menggunakan analisis hidrograf (Sri Harto, 1993). Cara pertama dapat
dilakukan dengan menggunakan alat berikut:
a. Single ring infiltrometer, c. Rain simulator.
b. Double ring infiltrometer,

• Perkolasi
A. Pengertian
Perkolasi adalah proses mengalirnya air ke bawah secara gravitasi dari suatu lapisan tanah ke
lapisan di bawahnya, sehingga mencapai permukaan air tanah pada lapisan jenuh air. Tes
perkolasi ini bertujuan untuk menentukan besarnya luas medan peresapan yang diperlukan untuk
suatu jenis tanah dari tempat percobaan. Semakin besar daya resap tanah, maka semakin kecil
luas daerah peresapan yang diperlukan untuk sejumlah air tertentu. Mengingat setiap daerah
memiliki jenis tanah yang berbeda maka daya resap tanahnya juga akan berbeda pula.
Perkolasi adalah gerakan air ke bawah dari daerah tak jenuh (antara permukaan tanah sampai ke
permukaan air tanah) ke dalam daerah jenuh (daerah di bawah permukaan air tanah).
Daya Perkolasi adalah laju perkolasi (Pp) yaitu laju perkolasi maksimum yang dimungkinkan
dengan besar yang dipengaruhi oleh kondisi tanah dalam daerah tak jenuh. Perkolasi tidak
mungkin terjadi sebelum daerah tak jenuh mencapai daerah medan.Istilah daya perkolasi tidak
mempunyai arti penting pada kondisi alam karena adanya stagnasi dalam perkolasi sebagai akibat
adanya lapisan-lapisan semi kedap air yang menyebabkan tambahan tampungan sementara di
daerah tak jenuh.
Proses berlangsungnya air masuk ke permukaan tanah kita kenal dengan infiltrasi, sedang
perkolasi adalah proses bergeraknya air melalui profil tanah karena tenaga gravitasi. Air bergerak
ke dalam tanah melalui celah-celah dan pori-pori tanah dan batuan menuju muka air tanah. Air
dapat bergerak akibat aksi kapiler atau air dapat bergerak secara vertikal atau horizontal dibawah
permukaan tanah hingga air tersebut memasuki kembali sistem air permukaan. Laju infiltrasi
dipengaruhi tekstur dan struktur, kelengasan tanah, kadar materi tersuspensi dalam air juga waktu
Daya Perkolasi adalah laju perkolasi yaitu laju perkolasi maksimum yang dimungkinkan dengan
besar yang dipengaruhi oleh kondisi tanah dalam daerah tak jenuh. Perkolasi tidak mungkin
terjadi sebelum daerah tak jenuh mencapai daerah medan. Istilah daya perkolasi tidak mempunyai
arti penting pada kondisi alam karena adanya stagnasi dalam perkolasi sebagai akibat adanya
lapisan-lapisan semi kedap air yang menyebabkan tambahan tampungan sementara di daerah tak
jenuh.
Perkolasi, disebut juga peresapan air ke dalam tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain
tekstur tanah dan permeabilitasnya. Untuk daerah irigasi waduk Gondang termasuk tekstur berat,
jadi perkolasinya berkisar 1 sampai dengan 3 mm/hari. Dengan perhitungan ini nilai perkolasi
diambil sesuai eksisting sebesar 2 mm/hari.
Laju perkolasi sangat tergantung pada sifat-sifat tanah. Data-data mengenai perkolasi akan
diperoleh dari penelitian kemampuan tanah maka diperlukan penyelidikan kelulusan tanah.. Pada
tanah lempung berat dengan karakteristik pengolahan (puddling) yang baik, laju perkolasi dapat
mencapai 1-3 mm/hari. Pada tanah-tanah yang lebih ringan, laju perkolasi bisa lebih tinggi.
Untuk menentukan Iaju perkolasi, perlu diperhitungkan tinggi muka air tanahnya. Perkolasi juga
dapat disimpulkan sebagai gerakan air kebawah dan zone yang jenuh kedalam daerah jenuh
(antara permukaan tanah sampai kepermukaan air tanah).

• Run Off
A. Pengertian
Pengertian dan Definisi Istilah Aliran Runoff dipergunakan untuk menunjukan adanya variasi
proses pengumpulan air mengalir yang akhirnya menghasilkan aliran sungai. Variasi proses aliran
itu adalah sebagai berikut:
1. Air hujan yang langsung pada tubuh perairan sungai adalah air hujan yang pertama langsung
menjadi satu dengan aliran sungai.
2. Aliran di atas permukaan tanah (overland flow) adalah air hujan yang meninggalkan daerah
aliran sungai (DAS) setelah terjadi hujan (badai) atau disebut sebagai bagian air dari aliran sungai
yang terjadi dari hujan neto yang tidak lagi mengalami infiltrasi ke tanah mineral, dan mengalir di
atas permukaan tanah menuju sungai terdekat.
3. Aliran permukaan (surface runoff) adalah sinonim dengan overland flow (b), tetapi lebih
banyak dipergunakan untuk pengukuran air di pemukaan sungai.
4. Aliran langsung di bawah permukaan (sub surface storm flow) bagian aliran sungai yang
dipasok dari sumber air di bawah permukaan tanah, dan sampai di saluran sungai secara
langsung. Proses ini tidak dapat diamati dengan mata, namun menambah debit sungai. Kadang-
kadang dipergunakan kata sinonim, yaitu aliran dalam (interflow), tetapi kata ini sering
dipergunakan untukaliran di bawah permukaan tanah yang tidak berada di atas permukaan air
tanah.
5. Aliran permukaan langsung (direct runoff, strom flow); merupakan total dari ketiga
komponen aliran sungai yaitu curah hujan yang langsung tersalur aliran ke sungai di atas
permukaan tanah (overland flow, surface runoff), dan aliran cepat di bawah permukaan tanah
(sub surface storm flow,interflow) yang umumnya dipergunakan untuk mencirikan banjir akibat
karakteristik DAS.
6. Aliran dasar ( base flow, grand water outflow): keluaran dari equifer air tanah yang
dihasilkan dari air perkolasi vertical melalui profil tanah ke air tanah, dan ditopang oleh aliran
perlahan-lahan dari zona aerasi (zone of aeration) pada daerah miring.

Elemen-Elemen Meteorologi Dan Pengamatannya

A. Pendahuluan
Keadaan iklim, topografi dan geologi dari suatu Daerah Aliran Sungai (DAS) sudah barang tentu
akan mempengaruhi kondisi hidrologi dari suatu DAS yang bersangkutan. Keadaan topografi,
seperti kondisi tanah, tata guna tanah, waduk, rawa akan mepengaruhi debit sungai suatu DAS.
Keadaan geologi akan mempengaruhi air tanah suatu DAS.
Unsur cuaca atau iklim seperti curah hujan, temperatur udara, kelembaban udara, angin, radiasi
matahari akan mempengaruhi kondisi hidrologi suatu DAS. Curah hujan yang terjadi terus-
menerus dalam beberapa hari dapat menyebabkan banjir, kekurangan curah hujan dapat
menyebabkan kekeringan. Cuaca dapat diartikan sebagai keadaan atmosphere pada suatu saat dan
sifatnya selalu berubah-ubah, sedangkan iklim dapat diartikan sebagai keadaan cuaca rata-rata
dalam periode yang lama, minimal 30 tahun. Iklim akan berbeda dari suatu tempat ke tempat lain
disebabkan antara lain oleh perubahan ketinggian, tempat, garis lintang, arus laut, angin,
pengunungan, badai.
Ilmu yang mempelajari proses-proses di lapisan Troposphere (lapisan bawah atmosphere)
disebut ilmu cuaca atau meteorologi, sedangkan ilmu pengetahuan yang mempelajari hasil proses-
proses cuaca disebut dengan ilmu iklim atau klimatologi. Pengukuran unsur cuaca dan iklim
mutlak harus dilakukan dalam analisis hidrologi suatu DAS.

B. Pengukuran Curah Hujan


1. Jumlah Curah hujan
Curah hujan adalah peristiwa jatuhnya cairan dari atmosphere ke permukaan bumi. Data curah
hujan merupakan data yang penting, khususnya untuk kasus analisis pada DAS yang tidak
terdapat data aliran, dimana data hujan dapat digunakan untuk perkiraan debit aliran yang terjadi
pada suatu rentang periode waktu tertentu. Data curah hujan dapat berupa data curah hujan
harian atau curah hujan pada periode waktu yang lebih pendek, missal setiap menit. Data hujan
harian dapat diukur dengan penakar hujan biasa, data hujan untuk periode pendek didapat dari
alat penakar hujan otomatis ARR (automatic rainfall recorder) yang dapat merekam setiap
kejadian hujan selama jangka waktu tertentu.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya curah hujan :
 Adanya uap air di Atmosphere
 Faktor-faktor meteorologis
 Lokasi daerah, sehubungan dengan sistem sirkulasi secara umum
 Rintangan yang disebabkan oleh gunung dan lain-lain.

2. Intensitas Curah Hujan


Derajat curah hujan biasanya dinyatakan oleh jumlah curah hujan dalam suatu satuan waktu dan
disebut intensitas curah hujan. Biasanya satuan yang digunakan adalah mm/jam. Jadi intensitas
curah hujan berarti jumlah presipitasi/curah hujan dalam waktu relatif singkat (biasanya dalam
waktu 2 jam). Intensitas curah hujan ini dapat diperoleh/dibaca dari kemiringan kurva (tangens
kurva) yang dicatat oleh alat ukur curah hujan otomatis.
Intensitas curah hujan dapat dilihat dalam Tabel 2.1 dan sifat curah hujan dalam Tabel 2.2.
Seperti diperlihatkan dalam Tabel 2.2, curah hujan tidak bertambah sebanding dengan waktu. Jika
waktu itu ditentukan lebih lama, maka penambahan curah hujan itu adalah kecil dibandingkan
dengan penambahan waktu, karena kadang-kadang curah hujan itu berkurang ataupun berhenti.
Tabel 2.1 Derajat Curah Hujan dan Intensitas Curah Hujan
Derajat Hujan Intensitas Curah Hujan (mm/min) Kondisi
Hujan sangat lemah < 0,02 Tanah agak basah atau dibasahi sedikit.
Hujan lemah 0,02 – 0,05 Tanah menjadi basah semuanya, tetapi sulit membuat puddel.
Hujan normal 0,05 – 0,25 Dapat dibuat puddel dan bunyi curah hujan kedengaran.
Hujan deras 0,25 – 1 Air tergenang di seluruh permukaan tanah dan bunyi keras hujan
kedengaran dari genangan.
Hujan sangat deras > 1 Hujan seperti ditumpahkan, saluran dan drainase meluap.
(Sumber : Hidrologi Untuk Pengairan. S. Sosrodarsono dan Kensaku Takeda 1993)

Tabel 2.2 Keadaan Curah Hujan dan Intensitas Curah Hujan


2.1. Keadaan Curah Hujan Intensitas Curah Hujan (mm)
1 Jam 24 Jam
Hujan sangat ringan <1 <5
Hujan ringan 1–5 5 – 20
Hujan Normal 5 – 20 20 – 50
Hujan lebat 10 – 20 50 – 100
Hujan sangat lebat > 20 > 100
(Sumber : Hidrologi Untuk Pengairan. S. Sosrodarsono dan Kensaku Takeda 1993)

3. Ukuran Butir Hujan dan Kecepatan Jatuhnya


Ukuran butir-butir hujan adalah berjenis-jenis. Nama dari butir hujan tergantung dari ukurannya.
Dalam meteorologi, butir hujan dengan diameter lebih dari 0,5 mm disebut hujan dan diameter
antara 0,50 – 0,1 mm disebut gerimis (drizzle).
Makin besar ukuran butir hujan itu, makin besar kecepatan jatuhnya. Kecepatan yang maksimum
adalah kira-kira 9,2 m/det. Tabel 2.3 menunjukkan intensitas curah hujan, ukuran-ukuran butir
hujan, massa dan kecepatan jatuh butir hujan.
Tabel 2.3. Ukuran, Massa dan kecepatan Jatuh Butir Hujan
Jenis Diameter Bola (mm) Massa (mg) Kecepatan Jatuh (m/sec)
Hujan gerimis 0,15 0,0024 0,5
Hujan halus 0,5 0,065 2,1
Hujan normal
lemah 1 0,52 4,0
deras 2 4,2 6,5
Hujan sangat deras 3 14 8,1
(Sumber : Hidrologi Untuk Pengairan. S. Sosrodarsono dan Kensaku Takeda (1993)

4. Hubungan antara Topografi dan Hujan


Umumnya curah hujan di daerah pegunungan adalah lebih dari di daratan. Mengenai hubungan
antara arah angin dan curah hujan dapat dikemukakan bahwa arah angin yang menyebabkan
hujan biasanya tetap di tiap wilayah. Umumnya, hujan kebanyakan jatuh di bagian lereng yang
menghadap arah angin dan sebagian kecil jatuh di lereng belakang.
5. Pengamatan Curah Hujan
Pengamatan curah hujan dilakukan oleh alat ukur curah hujan. Ada 2 (dua) jenis alat yang
digunakan untuk pengamatan, yakni jenis biasa dan jenis otomatis. Istilah curah hujan
selanjutnya, hanya diartikan sebagai jumlah air hujan yang terukur/tertampung dalam alat
pencatat hujan. Satuan hujan adalah mm atau inch. Tujuan pengukuran adalah untuk mengukur
banyaknya dan intensitas hujan yang turun pada permukaan datar, tanpa memperhatikan adanya
infiltrasi, pengaliran atau penguapan.
c. Alat penakar Hujan Biasa
Alat penakar hujan biasa terdiri dari bejana dan corong seluas 200 cm2 yang dipasang setinggi
120 cm dari permukaan tanah , untuk mengukur jumlah hujan yang turun (mm) atau (inch) dalam
1 hari sebelum pengukuran dilakukan (hujan kumulatip untuk periode 24 jam). Sedangkan untuk
berbagai keperluan dan analisa dibutuhkan pula intensitasnya (mm/jam).

Gambar 2.1 Penakar Hujan Biasa


Sumber : BMG Pontianak, 2005

Kerugian alat pengukur hujan biasa :


 Pada hujan lebat, kemungkinan air yang berada pada tabung luber, sehingga hasil
pengukuran tidak memperlihatkan keadaan sebenarnya.
 Sejumlah air (1%) tidak merupakan pengaruh hujan, misal proses kohesi.
 Intensitas (jumlah hujan/satuan waktu) tidak bisa didapat dengan merata-ratakan jumlah
hujan dalam 1 hari/24 jam. Karena pada umumnya hujan tidak turun terus-menerus selama 24
jam dan nilai kederasan/intensitas penuangan air yang berbeda memberi pengaruh yang berbeda.

Syarat-syarat penempatan alat pengukur hujan biasa (Operational Hydrologie) :


 Harus diletakkan ditempat yang bebas halangan, supaya tidak ada pengaruh hujan tidak
langsung. Misalnya : pengaruh air tumbuh-tumbuhan yang terbawa angin. Umumnya < 45o
terhadap horizontal tidak ada halangan, atau alat tersebut ditempatkan pada jarak antara 2 sampai
4x tinggi objek terdekat.
 Mulut penakar diletakkan + 120 cm, untuk mencegah adanya air hujan yang terpantul dan
tidak boleh miring, sebab dengan miringnya mulut penakar berarti lebih sedikit air yang
tertampung dan makin tinggi mulut penakar, makin banyak koreksi yang harus dilakukan
terhadap hasil pengukur.
 Alat pengukur hujan tidak pernah diletakkan di tepi atau di atas bukit, apabila masih bisa
memilih lokasi di atas tanah datar. Tetapi bila sulit memilih lokasi yang datar, maka pilihan lokasi
pada tepi/di atas bukit bisa dilakukan, asal di tempat terlindung dari angin kencang/puyuh.
 Harus dipagari, supaya tidak terganggu oleh binatang/manusia. Jarak alat terhadap pagar +
2 – 4 x tinggi pagar.
 Diusahakan dekat dengan tenaga pengamat.
 Syarat-syarat teknis alat harus dipenuhi (harus standard).
d. Alat Penakar Hujan Automatik
3 (tiga) tipe alat perekam hujan adalah :
4. Weighing Bucket Rain-Gauge
5. Float Type Rain Gauge
6. Tipping Bucket Rain-Gauge
Tipe pertama (weighing bucket)dapat merekam jumlah komulatif hujan secara kontinyu. Alat
ini tidak dilengkapi dengan system pengurasan otomatik.
Penurunan bucket akibat beban air hujan diteruskan ke pena perekam yang mencatat data
hujan kontinyu pada kertas grafik pembungkus silinder. Silinder berputar sesuai dengan waktu.
Alat ukur otomatis jenis siphon:
 Corong menerima air hujan, kemudian masuk ke tabung di bawahnya.
 Pelampung naik, sebagaimana permukaan air naik di dalam tabung bawah.
 Pergerakannya direkam oleh pena dengan bergeraknya silender/grafik berikut
waktu/jamnya.
 Bila air dalam tabung naik, sehingga air pada syphon meluap ke luar (mencapai batas syphon
atas), maka seluruh air pada tabung terkosongkan.
Penakar Hujan Tipe Tipping Bucket ini jarang dipakai, karena :
1. Kesulitan pengukuran laju presipitasi dalam kertas rekaman pada interval pendek selama
hujan lebat.
2. Alat ini harus dikalibrasi (ditera/dikoreksi) terhadap intensitas dengan menggunakan alat
penakar biasa.
3. Hujan yang tertampung cenderung mengandung karat dan kotoran dari poros/sumbunya.
4. Tidak ada hujan yang tercatat selama bergeraknya penampung.
e. Sebab-Sebab Kesalahan Dalam Merekam Pengukuran (Alat Penakar Hujan Automatik)
1. Kesalahan dalam membaca skala.
2. Kehilangan air hujan yang tidak terukur akibat percikan air dan akibat angin.
3. Kemiringan mulut penakar/collector mempengaruhi jumlah air yang tertangkap. Beda 10%,
kemiringan meyebabkan 1,5% pengurangan air hujan.

f. Keuntungan Penggunaan Alat Pengukur Hujan Otomatis


1. Hujan direkam secara otomatis, sehingga tidak perlu ditungui terus-menerus dan dapat
diletakkan pada lokasi yang jauh dari pengamat.
2. Hasil rekaman memberikan gambaran terhadap nilai intensitas setiap saat.
3. Dapat memperkecil kesalahan pembacaan.

g. Kerugian
1. Biaya lebih mahal.
2. Kesalahan elektris dan mekanik bisa terjadi.

f. Kriteria Pemilihan Alat Pengukur Hujan


1. Mutu alat.
2. Sebanding alat-alat pengukur hujan yang sudah ada di daerah yang sama.
3. Biaya pemasangan.
4. Kesulitan pemeliharaan (sehubungan dengan mudah masuknya debu dan kotoran).
5. Kesulitan untuk diobservasi/ditinjau.
6. Tidak mudah dirusak/dicuri.

g. Kriteria Penentuan Jumlah/Kerapatan Jaringan Pos-Pos Hujan/Klimatologi.


1. Tujuan dari studi (missal untuk distribusi hujan, mencari data hujan rata-rata, surface run
off).
2. Sifat klimatologi daerah tersebut (misal : homogen atau heterogen).
3. Keadaan daerah yang bersangkutan (misal : keadaan tanahnya yang memungkinkan
pengembangan pertanian dan sebagainya).
4. Jumlah pengamat.
C. Pengukuran Klimatologi
Selain pengukuran hujan, maka pengukuran radiasi matahari, derajat hari, angin, temperatur,
kelembaban udara serta penguapan seringkali dibutuhkan untuk mendapatkan gambaran local
tentang cuaca di suatu daerah. Di dalam suatu stasiun klimatologi sering ditemui alat-alat
pengukur cuaca seperti terlihat dalam gambar berikut ini :

Gambar 2.2 Lay Out Stasiun Klimatologi


(Sumber BMG Pontianak, 2005)
2. Pengukuran Lama Penyinaran Matahari
Dengan alat “Campbell Stokes Recorder”., alat ini dipasang di atas pasangan bata. Alat ini terdiri
dari bola gelas padat dengan diameter 4 inches (=10,1 cm) yang dipasang konsentris di dalam
suatu bidang cekung, berbentuk bola, dengan diameter sedemikian sehingga sinar matahari
difokuskan dengan tajam.
Kartu dipasang di dalam saluran bidang cekung tersebut. Sinar matahari yang difokuskan akan
membakar kartu dan membentuk tanda.
Penyetelan alat ini harus dilakukan terhadap keadaan horizontal, garis lintang (latitude) tempat
stasiun, kedudukan pusat bola dengan pusat bidang cekungnya, terhadap bidang meridian (garis
bujur) pos Klimatologi.

6. Pengukuran Temperatur Udara


Temperatur udara harus diukur 2 meter di atas permukaan tanah/air. Pengamatan/pencatatan
temperatur yang kontinu patut diharapkan, tetapii bila tidak ada maka pencatatan temperatur
dengan interval waktu 1 jam, 2 jam atau 6 jam dapat dianggap cukup.
Di dalam mengukur temperatur udara, thermometer harus terlindung dari sinar matahari dengan
pertukaran udara bebas/ventilasi yang tidak terbatas. Pengukuran temperatur udara dan radiasi
matahari biasanya dilakukan pada lokasi yang sama. Temperatur udara diukur dengan sepasang
thermometer (maksimum dan minimum) yang dipasang dalam sangkar meteo.
Thermometer maksimum dapat mencatat temperatur tertinggi dalam hari itu, karena dengan
adanya penyempitan pada pipa kapiler di atas bejana/bola air raksa. Air raksa di dalam
bola/bejana yang berkembang akibat suhu udara naik, akan terdorong keluar melalui bagian
penyempitan ke pipa kapiler. Keadaan ini tidak dapat kembali walaupun suhu udara menurun.
Theremometer minimum berisi cairan alcohol dengan bejana alcohol berbentuk garpu atau bola
dapat menunjukkan suhu minimum selama waktu pemasangan sampai pembacaan.
Temperatur rata-rata harian =
7. Pengukuran Kelembaban Udara
Pengukuran kelembaban dilakukan pada lokasi yang sama dengan pengukuran temperatur udara.
Kelembaban udara dinyatakan oleh tekanan uap (banyaknya uap air di udara) oleh koefisien
hygrometrik atau kelembaban relatif atau temperatur titik embun, sebab sesungguhnya tekanan
uap tidaklah cukup mencirikan kelembaban sebenarnya.
Titik embun adalah temperatur di mana udara menjadi jenuh dengan uap air. Temperatur ini
akan dilampaui oleh keadaan uap air (udara lembab) yang sedang didinginkan sehingga zat air
akan mulai berkondensasi.
Kelembaban relatif adalah persentasi uap air maksimum di dalam udara pada saat pencatatan.
Kelembaban diukur dengan psychrometer yang dilengkapi dengan 2 thermometer yang serupa
(thermometer thermocouple). Thermometer thermocouple ini berfungsi untuk mencatat
temperatur bola basah dan temperatur bola kering yang memberikan hasil memadai. Bola
thermometer dari thermometer bola basah dibungkus dengan kain tipis dan dibasahi dengan air
bersih. Sedang pada thermometer bola kering dibiarkan tetap kering. Penurunan temperatur bola
basah yang disebabkan oleh penguapan airnya tergantung pada keadaan uap air di udara, sehingga
untuk menentukan titik embun dan kelembaban relatif dapat ditentukan dengan tabel
psychrometer setelah selisih temperatur bola basah dan bola kering diketahui. Psychrometer ini
digantungkan di bagian belakang dari rumah/sangkar thermometer supaya terlindung dari
penyinaran matahari dan ada ventilasi yang memadai (terutama untuk thermometer bola basah).

8. Pengukuran Kecepatan Angin


Kecepatan angin diukur dekat dengan pengukuran evaporasi, pada ketingian 2 meter di atas
permukaan air/tanah.
Berbagai tipe anemometer dipakai untuk menentukan kecepatan angin rata-rata harian. Rotor
dengan 3 mangkuk atau anemometer fan adalah pengukur kecepatan angin yang terbaik.
Alat ini dilengkapi dengan gaya torsi pemula yang besar, dengan system rantai dan counter
penjumlah atau hubungan/peralatan elektris yang berfungsi ntuk mencatat

9. Pengukuran Evaporasi dan Transpirasi


Memperkirakan evaporasi permukaan air bebas dan permukaan tanah serta memperkirakan
transpirasi dari tanaman adalah penting dalam studi hidrologi. Misalkan : Perkiraan evaporasi
kritis (maksimum) sangat penting dalam menentukan kelayakan lokasi suatu perencanaan
reservoir.
Syarat penampilan stasiun evaporasi adalah lokasi stasiun harus datar dan bebas dari halangan
(jarak alat terhadap obyek terdekat harus cukup).
c. Pan Evaporasi
Pencatatan evaporasi dari pan sering dilakukan untuk memperkirakan evaporasi permukaan air
bebas (danau dan reservoir). Berbagai jenis/tipe pan evaporasi yang dipakai. Ada yang
mempunyai bentuk segi-empat, ada yang bulat. Beberapa diletakkan seluruhnya di atas tanah,
yang lain ditenggelamkan di tanah, sehingga permukaan air hampir sama dengan muka tanah.
Ada juga pan evaporasi yang diapungkan (terikat) di danau, sungai atau massa air lainnya.
Prosedur pengukuran :
– Permukaan air dijaga di antara beberapa inch di bawah bibir pan.
– Muka airnya diukur/dibaca dengan alat pengukur muka air yang dikaitkan dengan bejana
bagian dalam, di samping dilakukan pengukuran suhu airnya pada waktu yang sama setiap hari
antara pukul 06.00 dan pukul 18.00 pagi.
– Besarnya evaporasi pan harian adalah perbedaan nilai pengamatan muka air dalam 1 hari. Pan
yang sering dipakai untuk menirukan kondisi evaporasi permukaan air bebas pada suatu tempat
adalah :
Maksud pemasangan bejana logam di atas angka kayu, supaya mengurangi terjadinya turbulensi
angin yang dapat berpengaruh terhadap kecepatan penguapan.
 U.S. Bureau of Plant Industry Sunken Pan (BPI Pan)
Pan ini berdiameter 6’ (Feet), tinggi 2’, tertanam dalam tanah sedemikian hingga masih tersembul
4” di atas muka tanah, muka air dijaga jangan sampai lebih dari 5” di atas atau di bawah muka
tanah. Karena ukurannya, Pan ini memberikan indeks terbaik.
d. Peralatan Pembantu
Peralatan tambahan yang dipakai pada stasiun pan evaporasi adalah :
– Anemograph atau anemometer yang dipasang pada ketinggian 1 sampai 2 meter di atas pan,
untuk menentukan kecepatan angin di atas pan tersebut.
– Alat pengukur presipitasi manual.
– Thermometer atau thermograph air untuk melengkapi data, temperatur air di dalam pan
(temperatur maksimum, minimum dan temperatur yang berlangsung).
– Thermometer/thermograph udara atau hygrothermograph atau psychrometer untuk
mendapatkan data temperatur atau kelembaban udara sesuai dengan yang dikehendaki.

ELEMEN-ELEMEN CURAH HUJAN/PRESIPITASI

A. Pendahuluan
Curah hujan adalah tinggi genangan air total yang terjadi dalam suatu kurun waktu tertentu pada
suatu bidang datar, dengan anggapan bahwa limpasan permukaan, infiltrasi, dan evaporasi tidak
terjadi. Intensitas curah hujan adalah tinggi curah hujan yang terjadi pada suatu kurun waktu di
mana air tersebut berkonsentrasi. Analisa merupakan proses pengolahan data mentah mejadi data
yang siap dipakai. Analisa presipitasi ini dilakukan untuk perhitungan perencanaan atau
perhitungan lain dalam rangka memonitor kuantitas air.
5 unsur yang berkaitan dengan data presipitasi adalah :
Ketinggian/jumlah hujan atau Rainfall depth = d.
Lamanya terjadinya hujan atau duration of rainfall = t.
Kederasan hujan atau rainfall intensity = i.
Periode ulang/frekuensi atau Return Period = T.
Luas = A.
Rainfall depth = d = Jumlah presipitasi yang terjadi, dinyatakan sebagai tebal lapisan air di
atas permukaan. Satuannya : (mm) atau (inch).
Duration of rainfall = t = Lamanya presipitasi berlangsung. Satuannya : (menit) atau (jam).
Rainfall intensity = i = Laju presipitasi/kederasan hujan/intensitas hujan .
= Kedalaman atau ketinggian air yang jatuh per 1 satuan waktu.
Satuan : (mm/menit); (mm/jam) atau
Frekuensi = T = Frekuensi kejadian hujan tertentu. Umumnya dinyatakan dengan periode
ulang/Return Period T.
Area = A = Luas/perluasan hujan secara geographic.
Analisa Curah Hujan Terpusat (Point Rainfall)
Data curah hujan yang akan diolah (hasil pencatatan alat pengukur hujan/Rain Gauge) adalah :
– data kasar/data mentah yang tidak dapat langsung dipakai dan harus diolah sesuai dengan
kebutuhan.
– Random variable (satu sama lain tidak saling bergantungan) sehingga proses pengolahannya
menggunakan metoda statistik. Misal :
• Perhitungan harga rata-rata, maximum, minimum dengan standard deviasinya.
• Analisa Regresi.

– Data curah hujan yang akan dihasilkan dapat berupa kumpulan data ;
• Besarnya curah hujan per jam.
• Jumlah hujan per hari dan lamanya.
• Jumlah hujan per bulan
• Jumlah curah hujan per tahun
• Besarnya hujan harian maximum dalam 1 tahun selama periode pengamatan tertentu.

C. Distribusi Curah Hujan


Data curah hujan siap dipakai (sebagai hujan terpusat) untuk beberapa stasiun/pos dapat juga
diambil dari :
 Buku Publikasi data hujan di Indonesia PMG (Pusat Meteorologi dan Geofisika) Jakarta
 Buku Publikasi data hujan untuk pos hujan yang didirikan oleh beberapa instansi pemerintah.
Untuk suatu lokasi bangunan air, dipilih/ditentukan sejumlah pos pengamat hujan yang
mempengaruhi sirkulasi air di situ (sebagai input dari sistem wilayah sirkulasi air). Dalam analisa
hujan daerah, dipilih jenis datanya, sesuai dengan tujuan perencanaan (kebutuhan datanya). Misal
: Untuk banjir rencana dibutuhkan hujan maximum dengna interval tertentu untuk perencanan
penggunaan air (air tanah/permukaan) dibutuhkan hujan rata-rata, minimum.
Ada 3 (tiga) metoda yang dipakai untuk menentukan ketinggian hujan rata-rata (average depth of
rainfall) dari suatu daerah dengan menggunakan data-data hujan setempat (Point Rainfall) sebagai
hasil analisa data setiap stasiun pengamat.
1. Metoda Arithmatic/Rata-Rata aljabar
Caranya ialah dengan membagi rata pengukuran pada semua pos hujan terhadap jumlah stasiun
dalam daerah aliran yang bersangkutan. Metoda ini dipakai untuk daerah-daerah datar dengan
pos pengamatan hujan tersebar merata, dan masing-masing pos mempunyai hasil pengamatan
yang tidak jauh berbeda dengan hasil rata-ratanya.
Rumus : Pr =
Dengan : P1, P2, P3, P4 ……..Pn adalah tinggi hujan pada stasiun-stasiun apengamat 1,2,3, … n.
n adalah jumlah stasiun pengamat.

2. Metoda Poligon Thiessen (Thiessen Polygon Method)


Metoda ini bisa digunakan untuk daerah-daerah di mana distribusi dari pengamat hujan tidak
tersebar merata. Hasilnya lebih teliti. Caranya :
a. Stasiun pengamat digambar pada peta, dan ditarik garis hubung masing-masing stasiun.
b. Garis bagi tegak lurus dari garis hubung tersebut membentuk poligon-poligon mengelilingi
tiap-tiap stasiun, hindari bentuk poligon segitiga tumpul.
c. Sisi-sisi tiap poligon merupakan batas-batas daerah pengamat hujan yang bersangkutan.
d. Hitung luas tiap poligon yang terdapat di dalam D.A.S. dan luas D.A.S. seluruhnya, dengan
planimeter, dan luas tiap poligon dinyatakan sebagai persentasi dari luas D.A.S. seluruhnya.
e. Faktor bobot dalam menghitung hujan rata-rata daerah didapat dengan mengalikan
presipitasi tiap stasiun pengamat dikalikan dengan persentasi luas daerah yang bersangkutan.
f. Hujan rata-rata daerah = Pr =

3. Metoda Isohiet (Isohyetal Mehod)


Metoda ini dipakai untuk menentukan hujan rata-rata pada daerah bergunung. Hasilnya paling
teliti dibandingkan dengan metoda sebelumnya. Caranya :
a. Lokasi dan stasiun-stasiun pengamatan hujan digambar pada peta berikut nilai curah
hujannya.
b. Gambar kontur-kontur untuk presipitasi yang sama (isohyet).
c. Cari harga rata-rata presipitasi untuk sub daerah yang terletak antara 2 isohyet berikut luas
sub daerah tersebut di atas.
d. Untuk tiap sub daerah dihitung volume presipitasi sebagai perkalian presipitasi rata-ratanya
terhadap luas sub daerah (netto).
e. Hujan rata-rata daerah =
D. Menghitung Intensitas Curah Hujan
Curah hujan jangka pendek dinyatakan dalam intensitas per jam yang disebut intensitas curah
hujan (mm/jam). Intensitas curah hujan rata-rata dalam t jam (It) dinyatakan dengan rumus
sebagai berikut :
It = (3.7)
di mana Rt : curah hujan selama t jam.
Besarnya intensitas curah hujan itu berbeda-beda yang disebabkan oleh lamanya curah hujan atau
frekuensi kejadiannya. Beberapa rumus intensitas curah hujan yang dihubungkan dengan hal-hal
ini, telah disusun sebagai rumus-rumus eksperimentil. Satu di antaranya yang sering digunakan di
Jepang adalah sebagai berikut :
I = (3.8)
Rumus ini dikemukakan oleh Prof. Talbot dalam tahun 1881 dan disebut jenis Talbot. Rumus ini
banyak digunakan karena mudah diterapkan di mana tetapan-tetapan a dan b ditentukan dengan
harga-harga yang diukur.
I = (3.9)
Rumus ini dikemukakan oleh Prof . Sherman dalam tahun 1905 dan disebut jenis Sherman.
Rumus ini mungkin cocok untuk jangka waktu curah hujan yang lamanya lebih dari 2 jam.
(3.10)
Rumus ini dikemukakan oleh Dr. Ishiguro dalam tahun 1953.

(3.11)
Rumus ini disebut Mononobe dan merupakan sebuah variasi dari rumus (3.9). Rumus (3.8)
sampai (3.10) adalah rumus-rumus intensias curah hujan untuk curah curah hujan jangka pendek.
Rumus (3.11) digunakan untuk menghitung intensitas curah hujan setiap waktu berdasarkan data
curah hujan harian.
Dalam rumus 1 sampai 4 :
I = intensitas curah hujan (mm/jam)
t = lamanya curah hujan (menit), atau untuk (3.11) dalam (jam).
a, b, n, m : tetapan
R24 : curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm).
Kurva frekuensi intensitas – lamanya (frekuensi I-t) adalah diagram persamaan-persamaan
tersebut di atas dengant sebagai absis dan I sebagai ordinat. Kurva ini digunakan untuk
perhitungan limpasan (run-off) dengan rumus rasional dan untuk perhitungan debit puncak
dengan menggunakan intensitas curah hujan yang sebanding dengan waktu pengaliran curah
hujan dari titik paling atas ke titik yang ditinjau di bagian hilir daerah pengaliran itu (waktu tiba =
arrival time). Kurva itu menunjukkan besarnya kemungkinan terjadinya intensitas curah hujan
yang berlaku untuk lamanya curah hujan sembarangan (Lihat contoh pada gambar). Pada gambar
tersebut dapat dilihat bahwa rumus-rumus intensitas curah hujan mempunyai tetapan-tetapan
yang berbeda, yang berhubungan dengan frekuensi kejadiannya. Jadi untuk perhitungan limpasan
(hujan) diperlukan rumus intensitas curah hujan tersendiri sesuai dengan kemungkinan tahun
kejadian yang diperhitungkan.
Umpamanya, dalam gambar di atas, jika diambil intensitas curah hujan yang lamanya 20 menit
dengan kemungkinan 20 tahun, maka harus digunakan kurva :
Intensitas curah hujan I pada titik perpotongan dengan t = 20 menit adalah I = 89 mm/jam.

1. Cara Perhitungan Intensitas Curah Hujan


Perhitungan dengan cara kwadrat terkecil (least square) adalah cara untuk menentukan tetapan-
tetapan a, b, dan n dalam rumus-rumus (3.8), (3.9) dan (3.10) yang dikemukakan dalam
sebelumnya berdasarkan cara kwadrat terkecil dengan menggunakan data curah hujan. Cara
perhitungannya adalah sebagai berikut :
a. Pertama-tama diambil 8 jenis lamanya curah hujan t (menit), 5, 10, 20, 30, 40, 60, 80 dan 120
menit. Semua curah hujan yang bersangkutan dengan ke delapan hal ini disusun bersama data
curah hujan sebuah stasiun pengamatan.
b. Harga-harga tersebut di atas digunakan dalam perhitungan kemungkinan lebih (excess
probability) dengan cara Iwai dan lain-lain. Kemudian diadakan perhitungan intensitas curah
hujan I (mm/jam) yang bersangkutan dengan ke 8 harga t untuk setiap tahun kemungkinan
(probable year).
c. Dengan menggunakan ke 8 harga t dalam setiap tahun kemungkinan itu, maka diadakan
perhitungan tetapan-tetapan dengan cara kwadrat terkecil. Perhitungan tetapan-tetapan untuk
setiap rumus intensitas curah hujan adalah sebagai berikut :
(Jenis I)

(3.12)

[Jenis II]

(3.13)
[Jenis III]

(3.14)
di mana [ ] : Jumlah angka-angka dalam tiap suku.
N : Banyaknya data
Cara ini membutuhkan perhitungan dan pekerjaan yang banyak seperti pembacaan dan
penyusunan data curah hujan untuk setiap t pada kertas-kertas pencatat curah hujan otomatis
sepanjang pengamatan yang lalu.
[Contoh perhitungan]
Data curah hujan untuk setiap lamanya curah hujan t menit disusun dengan menggnakan data
curah hujan tahun-tahun yang telah lalu dari sebuah stasiun pengamatan. Kemudian diadakan
perhitungan kemungkinan lebih (perhitungan ini tidak dicantukan di sini). Harga-harga dalam
tabel di bawah ini adalah harga-harga dengan kemungkinan 10 tahun. Dengan harga-harga ini,
maka dihitung harga-harga intensitas curah hujan sesuai dengan rumus (3.8), (3.9) dan (3.10).
Dari hasil-hasil ini dapat ditentukan rumus mana yang paling cocok.

Lamanya Curah Hujan t (menit) 5 10 20 30 40 60 80 120


Intensitas curah hujan I (mm/jam) 150,8 105,2 76,5 62,3 54,5 46,1 39,9 32

[Penyelesaian]
Pertama-tama ditentukan harga tiap suku dalam rumus-rumus (3.12), (3.13) dan (3.14) dari Tabel
berikut. Perhitungan harga tetapan-tetapan itu adalah sebagai berikut :
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
No t 12.8. Z It I2 I2T log t log I log-log I (log t)2
I
I2

1 5 150,8 754,0 22740,64 113703,20 0,69897 2,17840 1,52264 0,48856 2,236


337,19 50848,07
2 10 105,2 1052,0 11067,04 110670,40 1,00000 2,02201 2,02201 1,00000
3,162 332,64 34993,98
3 20 76,5 1530,0 5852,25 117045,00 1,30103 1,88366 2,45070 1,69268 4,472
342,11 26171,26
4 30 62,3 1869,0 3881,29 116438,70 1,47711 1,79449 2,65066 2,18185 5,477
341,22 21257,83
5 40 54,5 2180,0 2970,25 118810,00 1,60206 1,73639 2,78180 2,56660 6,325
344,71 18786,83
6 60 46,1 2766,0 2125,21 127512,60 1,77815 1,66370 2,95831 3,16182 7,746
357,09 16461,88
7 80 39,9 3192,0 1592,01 127360,80 1,90309 1,60097 3,04679 3,62175 8,944
356,87 14238,94
8 120 32,0 3840,0 1024,00 122880,00 2,07918 1,50514 3,12946 4,32299
10,954 350,56 11217,92
[ ] 567,2 17183,0 51252,69 954420,70 11,83959 14,38676 20,56237 19,03625
2762,39 194058,88
[Jenis I]

= 3.847

= 24

[Jenis II]

log a =
= 2,50797
= 322
n =
= 0,48

[Jenis III]

a =
= 357
b =
= 0,17
2. Hubungan antara Intensitas hujan lamanya hujan
Berdasarkan penyelidikan Ir. Van Breen (di Indonesia ), hujan harian terkonsentrir selama 4 jam
(Duration Uniform Rainfall) dengan jumlah hujan sebesar 90 % dari jumlah hujan selama 24 jam.
Intensitas hujan untuk mesing-masing stasiun pengamat diperhitungan sebagai berikut :
Ir =
Dengan :
Ir = intensitas hujan (mm/jam)
Xr = tinggi/tebal hujan (mm) nilai maximum.
Sementara ada beberapa designer yang mengambil angka duration Rainfall selama 3 jam. Di
mana pattern hujan dianggap terbagi rata .
Effective Rainfall yang terjadi ditentukan sebesar 40 %, sehingga Rainfall Intensity yang
diperoleh menjadi :
Ir = (mm/jam)
Dalam hal ini duration rainfall yang dipergunakan adalah berdasarkan suatu hujan dengan return
period 5 tahun.
E. Menghitung Data Curah Hujan Yang Hilang
Kondisi penakar hujan di suatu pos hujan kadang-kadang tidak dapat bekerja baik, rusak, atau
karena sebab lain sehingga data curah hujan dari pos bersangkutan tidak dapat diperoleh dan atau
tidak dapat diandalkan.
Apabila terjadi kekosongan data curah hujan dari suatu pos maka pengisian data dapat dilakukan
dengan perhitungan yang menggunakan cara rasional berdasarkan faktor bobot terhadap curah
hujan tahunan, atau menggunakan metoda lain yang telah umum dipakai.

1. Melengkapi Data Curah Hujan (Data Tahunan) Yang Hilang


a. Cara Normal Ratio Method
Linsley, kohler dan paulhus (1958)a menyarankan satu metoda yang disebut “Normal Ratio
Method” sebagai berikut :
PX =
dengan :
PX = hujan yang diperkirakan pada stasiun X.
NX = hujan tahunan yang normal/yang diketahui pada stasiun X.
NA, NB, NC = hujan tahunan normal yang relevan dengan NX, pada stasiun A,B,C.
PA, PB, PC = hujan pada saat yang sama dengan hujan yang dipertanyakan pada stasiun A,
B, C.

Elemen-Elemen Evaporasi

A. Pendahuluan
Penguapan merupakan salah satu mata rantai proses dalam siklus hidrologi. Penguapan dapat
terjadi di semua permukaan yang mengandung air (moisture), yaitu permukaan air, permukaan
tanah, permukaan tanaman, permukaan yang tertutup tanaman, meskipun diketahui bahwa
penguapan dari permukaan laut merupakan penguapan yang terbesar, dan merupakan transfer
uap air terbesar antara lautan dan daratan. Meskipun penguapan merupakan salah satu unsur
penting dalam hidrologi, akan tetapi tidak semua analisis hidrologi perlu mempertimbangkan
penguapan sebagai salah satu variabelnya. Misalnya, analisis hidrologi yang dilakukan untuk
banjir, variabel penguapan tidak dipandang terlalu penting, sehingga pada umumnya dapat
diabaikan. Sebaliknya, analisis yang dilakukan untuk irigasi, neraca air waduk, variabel penguapan
menjadi sangat penting.
Beberapa definisi penguapan yang di dapat dari beberapa pustaka:
5. Penguapan (evaporation) adalah proses perubahan dari zat cair atau padat menjadi gas. Lebih
spesifik dapat didefinisikan bahwa penguapan adalah proses transfer air dari permukaan bumi ke
atmosfir.
6. Transpirasi (transpiration) adalah penguapan air yang terserap tanaman, tidak termasuk
penguapan dari permukaan tanah.
7. Evapotranspirasi (evapotranspiration) adalah penguapan yang terjadi dari permukaan
tanaman.
8. Evapotranspirasi potensial (potential evapotranspiration) adalah evapotranspirasi yang terjadi
apabila kandungan air tidak terbatas.

B. Proses Penguapan
Dengan memperhatikan definisi di atas, maka dapat dipahami bahwa penguapan hanya akan
terjadi apabila terdapat perbedaan tekanan uap air antara permukaan dan udara. Dengan
demikian, apabila kelembaban udara (humidity) mencapai 100%, maka secara teoritik penguapan
akan terhenti dengan sendirinya. Akan tetapi hal seperti ini sangat jarang terjadi, karena di lapisan
udara yang dekat dengan permukaan, selalu saja terjadi gerakan udara (angin) yang membawa
massa udara yang tidak jenuh, sehingga penguapan dapat berjalan terus. Pada saat yang
bersamaan, perpindahan molekul air ke udara, juga diimbangi oleh adanya perpindahan molekul
udara ke dalam air (condensation). Dengan demikian sebenarnya proses penguapan dan
pengembunan terjadi bersamaan dan terus menerus. Dan laju penguapan adalah laju netto antara
keduanya. Laju penguapan tergantung dan sebanding dengan perbedaan antara tekanan uap air di
permukaan air dan tekanan uap air di udara di atasnya.
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penguapan:
1. Suhu. Baik suhu air maupun suhu udara sangat tergantung dari besar kecilnya radiasi
matahari. Oleh sebab itu seharusnya terdapat ketergantungan yang baik antara radiasi matahari
dan suhu dengan penguapan.
2. Kelembaban (humidity). Kelembaban udara sangat tergantung dari suhu, sehingga
sebenarnya pengaruh kelembaban secara tidak langsung juga telah dapat dijelaskan dengan
pengaruh suhu terhadap penguapan.
3. Tekanan Udara (barometer). Pengaruh tekanan udara terhadap laju penguapan belum dapat
sepenuhnya dijelaskan. Perubahan tekanan udara dapat dapat diikuti oleh perubahan elemen
meteorologi lain, seperti angin, suhu (bila ketinggian berubah).
4. Angin. Seperti sudah disebutkan terdahulu, bahwa molekul uap air yang lepas dari massa air
dan masuk ke lapisan udara yang berada di atasnya, akan tercampur dengan molekul uap air yang
terdapat di udara. Dengan demikian, pada keadaan meteorologi tertentu, maka laju penguapan
makin lama makin turun, karena kemampuan udara menampung uap air juga mengecil. Peran
angin untuk memindahkan lapisan udara tersebut dan menggantikan dengan massa udara lain
yang masih lebih mampu menampung uap air, akan menaikkan/ mempertahankan laju
penguapan. Makin tinggi kecepatan angin, maka laju penguapan juga akan bertambah.

Elemen-Elemen Infiltrasi
A. Pengertian Umum
Infiltrasi adalah proses masuknya air ke bawah permukaan tanah. Kalau kita cermati kembali
ilustrasi seperti ditunjukkan pada Gambar 1.1, dapat dimengerti bahwa infiltrasi merupakan salah
satu komponen penting dari daur hidrologi. Besarnya infiltrasi merupakan informasi penting
sebagai masukan dalam hitungan pengalihragaman hujan menjadi aliran yang mana jumlah dan
laju limpasan permukaan sangat ditentukan oleh factor kehilangan air akibat proses infiltrasi.
Besarnya infiltrasi dapat dinyatakan dalam kapasitas infiltrasi (infiltration capacity) dan laju
infiltrasi (infiltration rate). Kapasitas infiltrasi adalah nilai laju infiltrasi maksimum untuk suatu
jenis tanah dengan sifat tertentu, sedangkan laju infiltrasi merupakan kecepatan infiltrasi nyata
yang diukur pada saat tertentu. Beberapa factor yang mempengaruhi besarnya laju infiltrasi
adalah kondisi permukaan tanah, vegetasi penutup lahan, karakteristik tanah seperti porositas,
konduktivitas hidraulik dan kelengasan tanah (soil moisture). Oleh karena itu, laju infiltrasi juga
akan bervariasi secara vertical mengikuti distribusi lapisan tanah. Pada lapisan dengan pori-pori
kecil, gerakan air vertical ke bawah akibat gaya gravitasi akan mendapat hambatan akibat gaya
geser yang lebih besar. Pada lapisan dengan pori-pori besar, pengaruh gaya kapiler yang menarik
butir-butir air ke pori-pori terdekat sangat minim, sehingga pengaruh gaya gravitasi lebih
dominant. Apabila kondisi lengas tanah memungkinkan, akibat gaya gravitasi proses infiltrasi di
bagian lapisan bawah akan diteruskan secara vertical ke bawah menuju zona iar tanah. Proses ini
disebut dengan perkolasi (percolation).

B. Pengukuran Infiltrasi
Dalam kaitannya dengan analisis hidrologi, informasi yang diperlukan adalah laju infiltrasi yang
berubah dengan waktu. Untuk mendapatkan data tersebut pengukuran laju infiltrasi pada suatu
tempat tertentu dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu pengukuran langsung di lapangan dan
dengan pendekatan menggunakan analisis hidrograf (Sri Harto, 1993). Cara pertama dapat
dilakukan dengan menggunakan alat berikut:
c. Single ring infiltrometer,
d. Double ring infiltrometer,
e. Rain simulator.
Penggunaan cara analisis hidrograf dimaksudkan untuk memperkirakan nilai rerata dari laju
infiltrasi yang terjadi selama hujan berlangsung pada suatu DAS tertentu. Memperhatikan ilustrasi
daur hidrologi seperti pada Gambar 1.1, debit sungai yang terjadi pada saat ada hujan
terbentukdari empat komponen aliran, yaitu hujan yang jatuh langsung ke alur sungai (channel
precipitation), aliran permukaan (surface runoff), aliran antara (interflow) dan aliran dasar (base
flow).
Analisa hidrograf debit sungai dapat disederhanakan dengan memisahkan komponen aliran
menjadi dua bagian, yaitu limpasan langsung (direct runoff) yang terdiri dari limpasan permukaan
dan aliran antara serta aliran dasar. Komponen aliran dasar dianggap akibat proses infiltrasi.
Dengan anggapan ini dapat dicari laju infiltrasi konstan selama hujan terjadi yang disebut dengan
indeks phi (phi index). Prosedur penentuan nilai indeks phi dapat dilakukan dengan cara seperti
ditunjukan pada Gambar 4.1

Gambar 4.1 Ilustrasi penentuan indeks phi


(Sumber: Analisis Hidrologi, Sri Harto, Br., 1993)

Perlu ditekankan lagi bahwa cara di atas didasari anggapan bahwa laju infiltrasi konstan selama
hujan berlangsung. Untuk keperluan analisis yang menghendaki keluaran akurat cara tersebut
tidak dapat dipergunakan. Beberapa rumus empiris yang mencoba menjelaskan karakteristik
perubahan laju infiltrasi telah banyak dikembangkan. Salah satu rumus yang cukup dikenal adalah
persamaan Horton (1939) sebahai berikut ini:
f(t)= fc + (f0 – fc).e-kt
dengan f(t)= laju infiltrasi pada saat t diukur dari awal percobaan,
fc = laju infiltrasi konstan
f0 = laju infiltrasi pada saat awal pengukuran,
k = konstanta penurunan laju infiltrasi.

Dalam praktek analisis hidrologi untuk perkiraan hidrograf banjir, umumnya cara pertama
dengan pendekatan nilai indeks phi lebih banyak digunakan. Hal ini didasarkan pada
pertimbangan kepraktisan hitungan dan tingkat akurasi yang masih dapat ditolerir.

b. Cara “Inversed Square Distance”


Yaitu :
PX =
dengan :
PX = tinggi hujan yang dipertanyakan PA, PB, PC : tingi hujan pada stasiun di sekitarnya.
dXA, dXB, dXC = Jarak stasiun X terhadap masing-masing stasiun A, B dan C.

c. Cara Rata-rata Aljabar


(Untuk kekurangan data < 10%)
Diketahui :
Hujan rata-rata tahunan di A = 750 mm. = XA.
Hujan rata-rata tahunan di B = 725 mm = XB.
XA = 750 m
*A *C
XB = 725 mm
*B
Ditanya :
Bagaimana mengisi data hujan di A pada suatu tahun tertentu, bila pada tahun yang sama di B
jumlah hujan = 710 mm.
Jawab :
XA =
= 735 mm
Data stasiun C bisa dipakai untuk mencek kebenaran pengisian data.

sa A dan B.

Elemen-Elemen Run Off


A. Pengertian
Pengertian dan Definisi Istilah Aliran Runoff dipergunakan untuk menunjukan adanya variasi
proses pengumpulan air mengalir yang akhirnya menghasilkan aliran sungai. Variasi proses aliran
itu adalah sebagai berikut:
1. Air hujan yang langsung pada tubuh perairan sungai adalah air hujan yang pertama langsung
menjadi satu dengan aliran sungai.
2. Aliran di atas permukaan tanah (overland flow) adalah air hujan yang meninggalkan daerah
aliran sungai (DAS) setelah terjadi hujan (badai) atau disebut sebagai bagian air dari aliran sungai
yang terjadi dari hujan neto yang tidak lagi mengalami infiltrasi ke tanah mineral, dan mengalir di
atas permukaan tanah menuju sungai terdekat.
3. Aliran permukaan (surface runoff) adalah sinonim dengan overland flow (b), tetapi lebih
banyak dipergunakan untuk pengukuran air di pemukaan sungai.
4. Aliran langsung di bawah permukaan (sub surface storm flow) bagian aliran sungai yang
dipasok dari sumber air di bawah permukaan tanah, dan sampai di saluran sungai secara
langsung. Proses ini tidak dapat diamati dengan mata, namun menambah debit sungai. Kadang-
kadang dipergunakan kata sinonim, yaitu aliran dalam (interflow), tetapi kata ini sering
dipergunakan untukaliran di bawah permukaan tanah yang tidak berada di atas permukaan air
tanah.
5. Aliran permukaan langsung (direct runoff, strom flow); merupakan total dari ketiga
komponen aliran sungai yaitu curah hujan yang langsung tersalur aliran ke sungai di atas
permukaan tanah (overland flow, surface runoff), dan aliran cepat di bawah permukaan tanah
(sub surface storm flow,interflow) yang umumnya dipergunakan untuk mencirikan banjir akibat
karakteristik DAS.
6. Aliran dasar ( base flow, grand water outflow): keluaran dari equifer air tanah yang
dihasilkan dari air perkolasi vertical melalui profil tanah ke air tanah, dan ditopang oleh aliran
perlahan-lahan dari zona aerasi (zone of aeration) pada daerah miring.

Anda mungkin juga menyukai