Anda di halaman 1dari 6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Pencemaran
Menurut Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No.
02/MENKLH/I/1998 yang dimaksud dengan pencemaran adalah masuk atau
dimasukannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air,
udara/tanah dan atau berubahnya tatanannya (komposisi) oleh kegiatan manusia
atau oleh proses alam, sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang
menyebabkan air, udara/tanah menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi
sesuai dengan peruntukannya.
Zat atau bahan yang dapat mengakibatkan pencemaran di sebut polutan. Syaratsyarat suatu zat disebut polutan bila keberadaannya dapat menyebabkan kerugian
terhadap makluk hidup. Contohnya, karbon dioksida dengan kadar 0,033% di
udara berfaedah bagi tumbuhan, tetapi bila lebih tinggi dari 0,033% dapat
memberikan efek merusak. Suatu zat dapat disebut polutan apabila jumlahnya
melebihi jumlah normal, berada pada waktu yang tidak tepat, dan berada di
tempat yang tidak tepat. Sifat polutan adalah merusak untuk sementara, tetapi bila
telah bereaksi dengan zat lingkungan tidak merusak lagi dan merusak dalam
waktu lama. Contohnya Pb tidak merusak bila konsentrasinya rendah. Akan tetapi
dalam jangka waktu yang lama, Pb dapat terakumulasi dalam tubuh sampai
tingkat yang merusak.
Dengan semakin meningkatnya perkembangan industri, maka semakin meningkat
pula tingkat pencemaran pada perairan yang disebabkan oleh hasil buangan
industri tersebut. Untuk mencegah terjadinya pencemaran lingkungan yang
disebabkan oleh perkembangan industri, perlu dilakukan upaya pengendalian
pencemaran lingkungan dengan menetapkan baku mutu lingkungan, termasuk
baku mutu air pada sumber air dan baku mutu limbah cair. Baku mutu air pada
sumber air adalah batas kadar yang diperbolehkan bagi zat atau bahan pencemar
terdapat di dalam air tetapi air tersebut tetap dapat digunakan sesuai dengan
kriterianya, sedangkan baku mutu limbah cair merupakan kadar yang

diperbolehkan bagi zat atau bahan pencemar untuk dibuang dari sumber
pencemaran ke dalam air pada sumber air, sehingga tidak mengakibatkan
dilampauinya baku mutu air.
Pencemaran dapat timbul sebagai akibat kegiatan manusia ataupun disebabkan
oleh alam (misal gunung meletus, gas beracun). Karena kegiatan manusia,
pencermaran lingkungan pasti terjadi. Pencemaran lingkungan tersebut tidak dapat
dihindari. Yang dapat dilakukan adalah mengurangi pencemaran, mengendalikan
pencemaran, dan meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap
lingkungannya agar tidak mencemari lingkungan. Selain itu limbah yang
dihasilkan dapat mencemari sungai didekatnya.
2.2 Kaitan UU no 32 tahun 2009 dengan Industri Tahu Mrican Semarang
2.2.1

PENGERTIAN LINGKUNGAN HIDUP

Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan,
dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam
itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteran manusia serta makhluk
hidup lainnya. Sedangkan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
didefinisikan sebagai upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk
melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfatan,
pengendalian, pemeliharaan, pengawasan dan penegakan hukum.
2.2.2

PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

Dalam Undang-undang nomor 32 tahun 2009 dalam pasal 5 tercantum bahwa


Perencanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakan
melalui tahapan:
a.

Inventarisasi lingkungan hidup


Inventarisasi lingkungan hidup menjadi dasar dalam penetapan wilayah
ekoregion dan

dilaksanakan oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan

instansi terkait. Inventarisasi lingkungan hidup dilakukan untuk menentukan


daya dukung dan daya tampung serta cadangan sumber daya alam.

Inventarisasi lingkungan hidup dilaksanakan untuk memperoleh data dan


informasi mengenai sumber daya alam yang meliputi: potensi dan
ketersediaan, jenis yang dimanfaatkan, bentuk penguasaan, pengetahuan
pengelolaan, bentuk kerusakan, dan konflik dan penyebab konflik yang
timbul akibat pengelolaan.
b.

Penetapan wilayah ekoregion


Penetapan wilayah ekoregion dilaksanakan dengan mempertimbangkan
kesamaan: karakteristik bentang alam, daerah aliran sungai, iklim, flora dan
fauna, sosial budaya,

ekonomi, kelembagaan masyarakat, dan hasil

inventarisasi lingkungan hidup.


c.

Penyusunan RPPLH.
RPPLH menjadi dasar penyusunan dan dimuat dalam rencana pembangunan
jangka panjang dan rencana pembangunan jangka menengah.

2.2.3

PEMANFAATAN LINGKUNGAN HIDUP

Pemanfaatan sumber daya alam dilaksanakan berdasarkan daya dukung dan daya
tampung lingkungan hidup dengan memperhatikan : keberlanjutan proses dan
fungsi lingkungan hidup; keberlanjutan produktivitas lingkungan hidup;
keselamatan, mutu hidup, dan kesejahteraan masyarakat.
2.2.4

PENGENDALIAN LINGKUNGAN HIDUP

Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dilaksanakan


dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup. Pengendalian pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup meliputi pencegahan, penanggulangan, dan
pemulihan. Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
dilaksanakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan sesuai dengan kewenangan, peran, dan tanggung jawab masingmasing.

2.2.5

PEMELIHARAAN LINGKUNGAN HIDUP

1. Konservasi SDA
2. Pencadangan SDA
3. Pelestarian fungsi atmosfer
2.2.6

PENGAWASAN LINGKUNGAN HIDUP

Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup terdiri


atas: baku mutu lingkungan hidup, kriteria baku kerusakan lingkungan hidup,
amdal, UKL-UPL, perizinan, peraturan perundang-undangan berbasis lingkungan
hidup, dan lain-lain.
2.2.7 PENEGAKAN LINGKUNGAN HIDUP
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan
kerusakan lingkungan akan mendapatkan tuntutan tindak pidana lingkungan
hidup. Alat bukti yang sah dalam tuntutan tindak pidana lingkungan hidup seperti
keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, keterangan terdakwa; dan/atau,
alat bukti lain, termasuk alat bukti yang diatur dalam peraturan perundangundangan.
3. Studi Kasus
PENCEMARAN OLEH INDUSTRI TAHU DI MRICAN SEMARANG
3.1 UMUM
Limbah industri tahu pada umumnya dibagi menjadi 2 (dua) bentuk limbah, yaitu
limbah padat dan limbah cair. Limbah padat pabrik pengolahan tahu berupa
kotoran hasil pembersihan kedelai (batu, tanah, kulit kedelai, dan benda padat lain
yang menempel pada kedelai) dan sisa saringan bubur kedelai yang disebut
dengan ampas tahu. Limbah padat yang berupa kotoran berasal dari proses awal
(pencucian) bahan baku kedelai dan umumnya limbah padat yang terjadi tidak
begitu banyak (0,3% dari bahan baku kedelai). Sedangkan limbah padat yang
berupa ampas tahu terjadi pada proses penyaringan bubur kedelai. Ampas tahu
yang terbentuk besarannya berkisar antara 25-35% dari produk tahu yang
dihasilkan.

Limbah cair pada proses produksi tahu berasal dari proses perendaman, pencucian
kedelai,

pencucian

peralatan

proses

produksi

tahu,

penyaringan

dan

pengepresan/pencetakan tahu. Jumlah kebutuhan air proses dan jumlah limbah


cair yang dihasilkan dilaporkan berturut-turut sebesar 45 dan 43,5 liter untuk tiap
kilogram bahan baku kacang kedelai. Pada beberapa industri tahu, sebagian kecil
dari limbah cair tersebut (khususnya air dadih) dimanfaatkan kembali sebagai
bahan penggumpal. Sebagian besar limbah cair yang dihasilkan oleh industri
pembuatan tahu adalah cairan kental yang terpisah dari gumpalan tahu yang
disebut dengan air dadih (whey). Limbah cair industri tahu mengandung bahanbahan organik kompleks yang tinggi terutama protein dan asam-asam
amino dalam bentuk padatan tersuspensi maupun terlarut. Adanya senyawasenyawa organik tersebut menyebabkan limbah cair industri tahu mengandung
BOD, COD dan TSS yang tinggi. Limbah ini sering dibuang secara langsung
tanpa pengolahan terlebih dahulu sehingga menghasilkan bau busuk dan
mencemari lingkungan.
3.2 DAMPAK
Di Semarang tepatnya di dekat pasar Mrican banyak berdiri pabrik tahu.
Ironisnya pabrik-pabrik tersebut mendapat izin walaupun keberadaannya
ditengah-tengah pemukiman penduduk. Keberadaan pabrik tahu tersebut tentu
menimbulkan dampak positif dan negatif. Jika dilihat dari segi ekonomi
memunyai dampak positif, yaitu menambah lapangan pekerjaan bagi penduduk
sekitar dan mengurangi jumlah pengangguran.
Limbah cair yang dihasilkan mengandung padatan tersuspensi maupun terlarut,
akan mengalami perubahan fisika, kimia, dan hayati yang akan menimbulkan
gangguan terhadap kesehatan karena menghasilkan zat beracun atau menciptakan
media untuk tumbuhnya kuman penyakit atau kuman lainnya yang merugikan
baik pada produk tahu sendiri ataupun tubuh manusia. Bila dibiarkan, air limbah
akan berubah warnanya menjadi cokelat kehitaman dan berbau busuk. Bau busuk
ini mengakibatkan sakit pernapasan. Apabila air limbah ini merembes ke dalam
tanah yang dekat dengan sumur maka air sumur itu tidak dapat dimanfaatkan lagi.
Apabila limbah ini dialirkan ke sungai maka akan mencemari sungai dan bila
masih digunakan akan menimbulkan gangguan kesehatan yang berupa penyakit

gatal, diare, kolera, radang usus dan penyakit lainnya, khususnya yang berkaitan
dengan air yang kotor dan sanitasi lingkungan yang tidak baik.

3.3 PENGENDALIAN
Departemen Perindustrian dalam tugasnya untuk pengendalian pencemaran
industri mencakup pengaturan, pembinaan dan pengawasan. Secara rinci tugastugas tersebut dalam Pasal 3 Surat Keputusan Menteri Perindustrian Nomor
20/M/SK/1/1986, sebagai berikut:
1. Membuat peraturan-peraturan tentang pengendalian pencemaran industri yang
harus dilaksanakan oleh perusahaan-perusahaan dalam kaitannya dengan izin
usaha industri, serta menunjang instansi-instansi pemerintah lainnya dalam
menyusun

peraturan

peraturan

yang

berkaitan

dengan

pengendalian

pencemaran lingkungan hidup pada umumnya.


2. Membuat peraturan-peraturan tentang pemilIhan lokasi untuk industri dalam
rangka pengembangan wilayah, dalam hal ini wilayah Pusat Pertumbuhan
Induatri, yang dikaitkan dengan Rencana Umum Tata Ruang di sana terdapat
penentuan tentang letak geografis dan zona-zona industri, kawasan-kawasan
industri dan Lingkungan Industri Kecil.
Kemudian dalam Undang-Undang Lingkungan Hidup (UULH) tahun 1982,
pasal 7, ayat 1 disebutkan bahwa: Setiap orang yang menjalankan suatu
bidang usaha wajib memelihara kelestarian lingkungan hidup yang serasi dan
seimbang untuk menunjang pembangunan yang berkesinambungan. Dan ayat
2 disebutkan: Kewajiban sebagaimana tersebut dalam ayat (1) pasal ini
dicantumkan dalam setiap izin yang dikeluarkan oleh instansi yang
berwenang. Jadi jika melihat kasus dari pabrik tahu di Mrican, maka yang
menjadi pertanyaan disini adalah mengapa UULH yang telah ditetapkan
seolah-olah diabaikan oleh pemerintah setempat demi mengejar kepentingan
pribadi dan mengorbankan kenyamanan masyarakat serta mencemari
lingkungan.

Anda mungkin juga menyukai