Anda di halaman 1dari 8

A.

Definisi Hidrologi
Hidrologi merupakan ilmu yang mencakup tentang kehadiran dan gerakan air di alam.
Secara luas hidrologi meliputi pula pergerakan dan distribusi, berbagai bentuk air, termasuk
transformasi antara keadaan cair, padat dan gas dalam atmosfir, di atas, dan di bawah
permukaan tanah. Di dalamnya tercakup pula air laut yang merupakan sumber dan
penyimpan air yang mengaktifkan kehidupan di planet bumi ini.

B. Siklus Hidrologi
Siklus hidrologi menurut Soemarto (1987) adalah gerakan air laut ke udara, yang
kemudian jatuh ke permukaan tanah lagi sebagai hujan atau bentuk presipitasi lain, dan
akhirnya mengalir ke laut kembali. Sedang menurut Sosrodarsono (2006), siklus hidrologi
merupakan air yang menguap ke udara dari permukaan tanah dan laut, berubah menjadi awan
sesudah melalui beberapa proses dan kemudian jatuh sebagai hujan atau salju ke permukaan
laut atau daratan. Siklus hidrologi sendiri digambarkan dalam dua daur, yang pertama adalah
daur pendek, yaitu hujan yang jatuh dari langit langsung ke permukaan laut, danau, sungai
yang kemudian langsung mengalir kembali ke laut. Siklus yang kedua adalah siklus panjang,
ditandai dengan tidak adanya keseragaman waktu yang diperlukan oleh suatu daur. Siklus
kedua ini memiliki rute perjalanan yang lebih panjang daripada siklus yang pertama.Dalam
siklus hidrologi ini terdapat beberapa proses yang saling terkait, yaitu antara proses hujan
(presipitation), penguapan (evaporation), transpirasi, infiltrasi, perkolasi, aliran limpasan
(runoff), dan aliran bawah tanah.

Huja
n

Danau Sunga
i

Laut

Bagan 1. Daur pendek siklus air


Bagan 2. Daur Panjang Siklus Hidrologi

Soemarto (1987) menjelaskan siklus hidrologi yang merupakan perjalanan air, terjadi
beberapa proses yaitu:
1. Evaporasi, adalah proses penguapan air laut oleh karena panas terik matahari;
2. Transpirasi, adalah proses pengupan yang terjadi oleh karena pernapasan (respirasi)
tumbuhan hijau;
3. Evapotranspirasi, adalah gabungan dari proses evaporasi dan transpirasi. Misal,
curahan yang jatuh di dahan-dahan pohon kemudian menguap bersama dengan
penguapan transpirasi;
4. Kondensasi, adalah proses perubahan wujud uap air hasil evaporasi, menjadi kembali
kebentuk yang lebih padat yaitu butiran-butiran air mikro yang membentuk awan.
Proses kondensasi ini dipengaruhi oleh suhu udara, awan dapat terbentuk pada saat
suhu udara dingin;
5. Moving, pergerakan awan yang disebabkan oleh angin. Dipengaruhi oleh jenis angin,
angin pantai, darat, gunung, atau lembah;
6. Presipitasi, butiran-butiran air mikro dalam awan menjadi dinamis ketika ditekan oleh
angin, sehingga menyebabkan bertabrakan. Tabrakan antar butir ini menyebabkan
terjadinya curahan. Jenis curahan dipengaruhi oleh temperatur pada iklim suatu
daerah, dapat berwujud air ataupun salju, atau dimungkinkan terjadi hujan es apabila
suhu memungkinkan;
7. Surface run-off, adalah limpasan permukaan. Air dari proses curahan langsung
melimpas pada permukaan tanah;
8. Infiltrasi, adalah proses meresapnya air ke dalam tanah;
9. Perkolasi, adalah proses kelanjutan dari infiltrasi dengan gerakan air yang tegak lurus,
bergerak terus kebawah tanah hingga mencapai zona jenuh air (saturated zone).Air
dalam daerah ini bergerak perlahan-lahan melewati akuifer masuk ke sungai maupun
langsung masuk ke laut.
Jumlah yang mengalir sebagai aliran limpasan dan yang terinfiltrasi tergantung dari
banyak faktor. Makin besar bagian air hujan yang mengalir sebagai aliran limpasan maka
bagian air yang terinfiltrasi akan menjadi semakin kecil, demikian juga sebaliknya. Aliran
limpasan selanjutnya mengisi tampungan-cekungan (depression stroge). Apabila tampungan
ini telah terpenuhi, air akan menjadi limpasan permukaan (surface runoff) yang selanjutnya
ke sungai atau laut.

Siklus peristiwa tersebut sebenarnya tidaklah sesederharna yang kita bayangkan, karena:
1. Pertama, daur itu dapat berupa daur pendek, yaitu hujan yang segera dapat mengalir
kembali ke laut.
2. Kedua, tidak adanya keseragaman waktu yang diperlukan oleh suatu daur. Selama
musim kemarau kelihatannya daur seolah-olah berhenti, sedangkan dalam musim
hujan berjalan kembali.
3. Ketiga, intensitas dan frekuensi daur tergantung pada letak geografi dari keadaan
iklim suatu lokasi. Siklus ini berjalan karena adanya sinar matahari. Posisi matahari
akan berubah setiap masa menurut meridiennya (meskipun pada dasarnya posisi bumi
yang berubah).
4. Keempat, berbagai bagian daur dapat menjadi sangat kompleks, sehingga kita hanya
dapat mengamati bagian akhir saja terhadap suatu curah hujan di atas permukaan
tanah yang kemudian mencari jalannya untuk kembali ke laut.

C. Komponen-Komponen Hidrologi
D. Dalam model fisik hidrologi terdapat banyak komponen yang mempengaruhi siklus
hidrologi, beberapa komponen tersebu adalah:
I. Curah Hujan
II. Hujan merupakan suatu bentuk presipitasi, atau turunan cairan dari angkasa, seperti
salju, hujan es, embun, dan kabut. Hujan terbentuk apabila titik air yang terpisah jatuh
ke bumi dari awan. Tidak semua air hujan sampai ke permukaan bumi, sebagian
menguap kembali ketika jatuh melalui udara kering, sejenis presipitasi yang dikenali
sebagai virga. Kondisi yang diperlukan untuk terjadinya hujan ini adalah pendinginan
udara yang datang sehingga batas jenuh uap air, pengembunan (perubahan uap air
dalam bentuk awan) dimana dibutuhkan inti pembentukan, dan adanya penggabungan
inti-inti air di awan atau kristal es menjadi partikel yang cukup besar untuk jatuh ke
permukaan bumi sebagai hujan atau salju.
Hujan memainkan peranan penting dalam siklus hidrologi, dimana kelembaban dari
laut menguap, bertukar menjadi awan, terkumpul menjadi awan, lalu turun kembali ke
bumi, dan akhirnya kembali ke laut melalui sungai dan anak sungai untuk mengulangi
kembali daur ulang tersebut. Jumlah air hujan diukur menggunakan pengukur hujan
dan dinyatakan sebagai kedalaman air yang terkumpul pada permukaan rata yang
diukur kurang lebih setiap 0,25 mm. Biasanya hujan memiliki kadar asam pH 6.
Hujan di bawah pH 5 6, dianggap sebagai hujan asam. Banyak orang menganggap
bahwa bau yang dicium pada saathujan dianggap wangi atau menyenangkan. Sumber
dari bau ini adalah petrichor, minyak yang diproduksi oleh tumbuhan, kemudian
diserap oleh batuan dan tanah, dan kemudian dilepas ke udara pada saat hujan. Suatu
presipitasi umumnya digolongkan berdasarkan faktor utama yang mempengaruhi
pengangkatan (lifting) udara, sehingga terjadi proses pendinginan yang cukup untuk
membentuk presipitasi.
Hujan yang turun ke bumi tidak berlangsung merata di seluruh wilayah (geografis)
maupun di setiap waktu, namun terdistribusi sesuai kedua kondisi tersebut.
a. Distribusi geografis. Faktor-faktor yang menentukan besarnya curah hujan
rata-rata tahunan di suatu daerah/tempat adalah latitude, suhu laut dan air laut,
posisi dan luas daerah, efek geografis, jarak/sumber lembah, dan ketinggian.
Latitude berhubungan dengan sirkulasi atmosfer. Umumnya curah hujan
meningkat besarnya dari arah pantai ke pegunungan di daerah pedalaman.
Curah hujan juga berubah dengan ketinggian lereng, meningkat sampai
ketinggian tertentu (+ 900 meter) dan kemudian berkurang, karena kejenuhan
kelembaban spesifik dan dengan itu juga banyaknya air maksimum di dalam
suatu kolom di atas permukaan tanah berkurang.
b. Distribusi menurut waktu. Jatuhnya hujan terjadi menurut suatu pola dan
siklus tertentu. Hanya kadang-kadang terjadi penyimpangan-penyimpangan
pada pola tersebut. Namun biasanya pada waktu tertentu akan kembali pada
pola yang teratur. Dalam suatu series data hujan terdapat fluktuasi-fluktuasi
yang fasa dan amplitudonya tidak teratur. Dengan mengadakan perataan
(smoothing) seperlunya maka kita bisa mendapatkan variasi yang nampaknya
akan menyerupai variasi siklus. Meski demikian, data curah hujan yang
tersedia tidak cukup panjang untuk menyatakan fluktuasi-fluktuasi jangka
panjang sedangkan variasi-variasi jangka pendek biasanya tidak teratur
sehingga bisa didapatkan banyak sekali siklus. Di antara variasi-variasi
tersebut, terdapat yang kita kenal dengan variasi musiman. Distribusi hujan
musiman ini biasanya terjadi sebagai hujan konvektif yang disebabkan oleh
naiknya udara panas ke tempat yang lebih dingin atau hujan orografik yang
disebabkan naiknya udara yang terpusatkan di suatu daerah atau sebagaihujan
siklonik, terjadi dari naiknya udara yang terpusatkan di suatu daerah yang
tekanan rendah. Dan sebagian hujan di Indonesia terjadi sebagai hujan
konvektif.

Karena adanya infiltrasi, intersepsi dan tertahannya air hujan di bagian-bagian


rendah maka besarnya aliran (debit) di dalam sungai tidak sama dengan banyaknya
air hujan yang jatuh di daerah aliran. Banyaknya air hujan yang hilang sangat
dipengaruhi oleh keadaan meteorologis di wilayah pengalirannya. Faktor- faktor
meteorologis yang mempengaruhi banyaknya kehilangan air adalah:
a. Hujan, Yaitu besarnya hujan, intensitas hujan, luas daerah hujan, distribusi
musiman dan di daerah yang juga terdapat salju juga proporsi dari salju dan
hujan. Banjir besar terjadi jika hujan terjadi tidak merata di seluruh daerah
aliran dengan intensitas yang tinggi serta lama waktu hujan yang panjang.
Akan tetapi keadaan hujan yang demikian tersebut belum tentu menyebabkan
terjadinya banjir yang maksimum di dalam sungai.
b. Suhu udara. Besarnya evaporasi dan transpirasi sangat tergantung pada suhu
udara, demikian pula kelembaban tanah dan adanya salju. Semakin tinggi
suhu udara maka akan semakin besar pula tingkat evaporasi.
c. Kelembaban relatif. Hal ini juga besar pengaruhnya pada evaporasi dan
transpirasi. Semakin tingi kelembaban maka akan semakin kecil evaporasi.
d. Angin. Mempengaruhi juga besarnya evaporasi. Semakin besar kecepatan
angin, maka akan semakin cepat tingkat evaporasi.
e.
Sedangkan faktor daerah aliran yang mempengaruhi kehilangan air adalah:
a. Luas dan bentuk daerahnya yang dihitung tiap km 2. Debit sungai dengan
daerah aliran sungai yang kecil biasanya lebih besar kehilangan air daripada
debit sungai dengan daerah aliran yang lebih luas. Ini disebabkan karena
pada daerah kecil, air hujan mudah mencapai sungai, selain itu biasanya pada
daerah yang lebih besar banyak terdapat rawa, danau, dll. yang bisa menahan
air hujan.
b. Kepadatan drainase, yaitu panjang dari saluran-saluran per satuan luas
daerahnya. Kepadatan drainase yang kecil menunjukkan bahwa secara
relatifpengaliran melalui permukaan tanah memerlukan perjalanan yang
panjang untuk mencapai sungai.
c. Geologi. Sifat sifat tanah memiliki pengaruh pada banyaknya kehilangan
air. Kerapatan dan tebalnya lapisan tanah yang kedap air sangat menentukan
besarnya infiltrasi dan evaporasi.
d. Keadaan topografi. Di daerah yang keadaan tanahnya miring terdapat aliran
permukaan yang deras dan besar dan berpengaruh pada kecepatan
meningkatnya banjir.
e. Elevasi rata-rata. Hujan yang lebat umumnya lebih banyak terjadi pada
daerah pegunungan dari pada di daerah yang datar.

III. Evaporasi dan Transpirasi


IV. Evaporasi merupakan faktor penting dalam studi tentang pengelolaan dan
pengembangan sumber daya air. Evaporasi sungai mempengaruhi debit sungai,
besarnya kapasitas waduk, kapasitas pompa untuk irigasi, penggunaan konsumtif
untuk tanaman dan lain-lain. Evaporasi adalah proses dimana air berubah menjadi uap
atau gas. Evaporasi akan terjadi di permukaan air saat atmosfir di atasnya memiliki
kelembaban relatif kurang dari 100%.
V. Sumber energi utama evaporasi adalah radiasi matahari.Beberapa faktor meteorologi
yang mempengaruhi besarnya tingkat evaporasi adalah sebagai berikut:
VI.
1. Radiasi matahari, evaporasi adalah proses perubahan air dengan wujud cair
2. menjadi wujud gas. Proses ini terjadi di siang hari dan kerap kali juga di
malam hari. Perubahan dari wujud cair menjadi gas, memerlukan energi
berupa panas. Sumber energi utama proses evaporasi adalah sinar matahari,
dan proses tersebut terjadi semakin besar pada saat penyinaraan langsung dari
matahari. Awan merupakan penghalang proses evaporasi, yang mengurangi
input energi matahari.
3. Angin, ketika air menguap ke atmosfir, maka lapisan batas antara tanah
dengan udara menjadi jenuh dengan uap air, sehingga proses
evaporasiberhenti. Agar proses evaporasi dapat terus berjalan, maka udara
tersebut haruslah diganti dengan udara kering. Pergantian tersebut dapat
dimungkinkan jika terjadi angin, jadi kecepatan angin memegang peranan
dalam proses evaporasi.
4. Kelembaban relatif. Faktor lain yang mempengaruhi evaporasi adalah
kelembaban relatif udara. Jika kelembaban relatif ini naik, kemampuannya
untuk menyerap uap air akan berkurang sehingga laju evaporasinya akan
menurun. Penggantian lapisan udara pada batas tanah dan udara dengan udara
yang sama kelembaban relatifnya tidak akan menolong untuk memperbesar
laju evaporasi.
5. Suhu/ temperatur. Seperti disebutkan di atas suatu input energi sangat
diperlukan agar evaporasi berjalan terus. Jika suhu udara dan tanah cukup
tinggi, proses evaporasi akan berjalan lebih cepat dibandingkan jika suhu
udara dan tanah rendah, karena adanya energi panas tersedia. Karena
kemampuan udara untuk menyerap uap air akan naik jika suhunya naik, maka
suhu udara memiliki efek ganda terhadap besarnya evaporasi, sedangkan suhu
tanah dan air mempunyai efek tunggal. (Soemarto, 1986)
Semua jenis tanaman memerlukan air untuk kelangsungan hidupnya. Dan masing-
masing tanaman berbeda tingkat kebutuhan airnya. Namun demikian hanya sebagian
kecil air saja yang tertinggal di dalam tubuh tumbuhan, sedangkan sisanya diserap
oleh akar-akar dan dahan-dahan untuk kemudian ditranspirasikanmelalui daun.
Transpirasi adalah proses dimana air mengalir (merambat) melalui tumbuhan untuk
kemudian lepas ke atmosfer sebagai uap air hasil metabolisme tumbuhan. Transpirasi
tumbuhan selama musim tumbuh dapat bernilai 100 kali lebih banyak dari jumlah air
biologis pada tumbuhan di suatu masa tertentu.
Jumlah air yang ditranspirasikan oleh tumbuhan dapat bertambah besar, misalnya
pada pohon yang besar dengan akar-akarnya yang sangat dalam menembus tanah.
Jumlah air yang akan ditranspirasikan akan lebih banyak jika dibandingkan air
tersebut dievaporasikan sebagai air bebas. Proses transpirasi berjalan terus hampir
sepanjang hari di bawah pengaruh sinar matahari, dan pada malam hari pori-pori daun
menutup. Apabila stomata tersebut menutup, maka proses transpirasi terhenti.
Istilah evapotranspirasi sering digunakan untuk mengkombinasikan air yang menguap
melalui evaporasi dari permukaan tanah dan transpirasi dari kelembaban tanah dan
udara melalui vegetasi. Jumlah kadar air yang hilang dari evapotranspirasi tergantung
pada ketersediaan air yang cukup (hujan, dan lain lain), faktor iklim seperti suhu
dan kelembaban, serta tipe dan cara kultivasi tumbuh-tumbuhan tersebut. Jika jumlah
air yang tersedia sangat banyak dan berlebihan dari yang diperlukan tumbuhan selama
proses transpirasi, maka jumlah air yang ditranspirasikan akan lebih besar
dibandingkan dengan keperluan, sehingga evaporasi pada kondisi ini disebut
evaporasi potensial. Sedangkan evaporasi yang tetap terjadi pada kondisi air cukup
dan tidak berlebihan disebut dengan kejadian evaporasi aktual.

Daftar Acuan

Linsley, R. 1977. Teknik Sumber Daya Air. Jakarta: Erlangga


Soemarto, CD. 1987. Hidrologi Teknik. Surabaya: Usaha Nasional
Sosrodarsono, S. 2006. Hidrologi untuk Pengairan. Jakarta: PT Pradnya Paramita

Anda mungkin juga menyukai