Anda di halaman 1dari 127

LAPORAN PRAKTIKUM

HIDROLOGI

Oleh:
Naila Permata S.
NIM A1C022006

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN


TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2023
LAPORAN PRAKTIKUM
HIDROLOGI

ANALISIS FREKUENSI

Oleh:
Naila Permata Sahrita
NIM A1C022006

KEMENTRIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN


TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2023
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iii
I. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
A. Latar Belakang .................................................................................................1
B. Tujuan ...............................................................................................................3
II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 4
III. METODOLOGI ............................................................................................... 5
A. Alat dan Bahan .................................................................................................5
B. Prosedur Kerja ..................................................................................................5
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................................ 6
A. Hasil...................................................................................................................6
B. Pembahasan ....................................................................................................11
V. KESIMPULAN DAN SARAN...................................................................... 20
A. Kesimpulan .....................................................................................................20
B. Saran ................................................................................................................20
DAFTAR PUSAKA .............................................................................................. 21
LAMPIRAN .......................................................................................................... 23

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1. Hasil program DataDebitMaxTahunan.csv. ................................................. 6
2. Grafik 1 DataDebitMaxTahunan.csv. .......................................................... 6
3. Grafik 2 DataDebitMaxTahunan.csv. .......................................................... 7
4. Hasil Program DataDebitUTS.csv. .............................................................. 7
5. Grafik 1 DataDebitUTS.csv. ........................................................................ 7
6. Grafik 2 DataDebitUTS.csv. ........................................................................ 8
7. Hasil Program DataHujanMaxTahunan.csv................................................. 8
8. Grafik 1 DataHujanMaxTahunan.csv. ......................................................... 8
9. Grafik 2 DataHujanMaxTahunan.csv. ......................................................... 9

iii
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Air merupakan salah satu sumber daya alam esensial yang dibutuhkan oleh
semua makhluk hidup di dunia ini, terutama manusia. Peran utama air adalah
sebagai sumber kehidupan. Air dapat bermanfaat dalam berbagai bidang baik
kesehatan, perekonomian, perikanan, dan lain – lain. Sebagai sumber daya alam
yang sangat penting dan diperlukan, perlu adanya pengelolaan yang baik agar tidak
mengurangi nilai guna sumber daya alam tersebut dan dapat mencukupi kebutuhan
makhluk hidup dalam kesehariannya (Umaroh, 2021).
Air di permukaan tanah dan laut menguap ke udara. Uap air tersebut bergerak
dan naik ke atmosfer, yang kemudian mengalami kondensasi dan berubah menjadi
titik-titik air yang berbentuk awan. Selanjutnya titik-titik air tersebut jatuh sebagai
hujan ke permukaan laut dan daratan. Hujan yang jatuh sebagian tertahan oleh
tumbuh tumbuhan (intersepsi) dan selebihnya sampai ke permukaan tanah.
Sebagian air hujan yang sampai ke permukaan tanah akan meresap ke dalam tanah
(infiltrasi) dan sebagian lainnya mengalir di atas permukaan tanah (aliran
permukaan atau surface run off) mengisi cekungan tanah, danau, dan masuk ke
sungai dan akhirnya mengalir ke laut. Air yang meresap ke dalam tanah sebagian
mengalir di dalam tanah (perkolasi) mengisi air tanah yang kemudian keluar
sebagai mata air atau mengalir ke sungai. Akhirnya aliran air di sungai akan sampai
ke laut. Proses tersebut berlangsung terus menerus yang disebut dengan siklus
hidrologi.
Hujan adalah sebuah peristiwa presipitasi (jatuhnya suatu cairan dari atmosfer
yang berwujud cair maupun beku ke permukaan bumi) berwujud cairan (Rizky &
Goejantoro, 2019). Presipitasi sendiri dapat berwujud padat (misalnya salju hujan
es) atau aerosol (seperti embun dan es). Hujan berasal dari uap air di atmosfer,
sehingga bentuk dan jumlahnya dipengaruhi oleh faktor klimatologi seperti angin,
temperatur dan tekanan atmosfer. Hujan yaitu proses dimana jatuhnya air (H2O)

1
dari udara ke permukaan bumi. Air yang jatuh akan berbentuk cairan ataupun padat
(salju atau es). Hujan terjadi karena adanya penguapan air yang di sebabkan oleh
pemanasan sinar matahari. Uap-uap air akan naik ke atmosfer dan mengalami
kondensasi yang membentuk awan, yang lama kelamaan awan akan memberat,
dikarenakan kandungan airnya makin banyak. Jika uap di awan mencapai jumlah
tertentu. Maka titik-titik air pada awan tersebut akan jatuh sebagai hujan.
Kombinasi dari intensitas hujan yang tinggi dengan durasi panjang jarang terjadi,
tetapi apabila terjadi berarti sejumlah besar volume air bagaikan ditumpahkan dari
langit.
Curah hujan merupakan ketinggian air hujan yang terkumpul dalam tempat
yang datar, tidak menguap, tidak meresap, dan tidak mengalir (Rizky & Goejantoro,
2019). Satuan curah hujan selalu dinyatakan dalam satuan milimeter atau inchi
namun untuk di Indonesia satuan curah hujan yang digunakan adalah dalam satuan
milimeter (mm). Curah hujan dalam 1 (satu) milimeter memiliki arti yaitu dalam
luasan satu meter persegi pada tempat yang datar tertampung air setinggi satu
milimeter atau tertampung air sebanyak satu liter.
Jumlah air di bumi itu tetap, salah satunya disebabkan karena adanya siklus
hidrologi (Azhari, 2021). Siklus hidrologi menggambarkan proses siklus air yang
berlangsung secara terus menerus dari bumi ke atmosfer dan kembali lagi ke bumi.
Siklus hidrologi adalah salah satu konsep dasar dalam biogeokimia, siklus ini
memiliki beberapa tahapan yaitu; proses penguapan, proses evaporatranspirasi,
proses hujan, proses aliran air, proses pengendapan air tanah, dan proses air tanah
ke laut (Rustini & Permana, 2022).
Dalam ilmu hidrologi, terdapat berbagai macam analisis yang berkaitan
dengan air, salah satunya yatu analisis frekuensi curah hujan. Analisis frekuensi
curah hujan dilakukan berdasarkan kecenderungan statistik data pada masa lampau
untuk memperoleh kemungkinan besar curah hujan di masa yang akan datang
(Fajriyah & Wardhani, 2020). Analisis frekuensi curah hujan menggunakan 6
metode, yaitu metode distribusi normal, distribusi log normal, distribusi log pearson
tipe III, distribusi log normal 3 parameter dan distribusi
gumbel.

2
B. Tujuan

1. Mahasiswa mampu mengimport data dan loading data ke program agar bisa
diolah.
2. Mahasiswa mampu melakukan analisis hidrograf (menghitung hidrograf
satuan dan menghitung hidrograf banjir) dengan menggunakan alat bantu
pemrograman.

3
II. TINJAUAN PUSTAKA

Suatu kejadian ekstrim dapat diprediksi dengan metode analisis frekuensi


untuk mengetahui seberapa sering kejadian tersebut terjadi. Analisis frekuensi juga
digunakan para hidrolog untuk menetapkan besaran debit atau intensitas hujan
dengan periode ulang tertentu, dibantu dengan data hujan harian maksimum
tahunan (HHMT) (Adiyani, 2019).
Dalam perhitungan analisis distribusi frekuensi, terdapat 6 metode analisis
distribusi, yaitu metode distribusi normal, distribusi log normal, distribusi log
pearson tipe III, distribusi log normal 3 parameter dan distribusi gumbel.
Penggunaan metode distribusi normal selain digunakan sebagai analisis frekuensi
curah hujan juga dapat menghitung curah hujan dalam suatu periode, dan dengan
menggunakan penyelesaian menggunakan rumus berikut:
XT = 𝑋̅ + K . S
XT = Curah hujan dengan periode ulang (T) tahunan.
𝑋̅ = Rata – rata data curah hujan tahunan
K = Faktor frekuensi
S = Simpangan baku atau standar deviasi

4
III. METODOLOGI

A. Alat dan Bahan

1. Data time series hujan atau debit


2. Komputer atau laptop
3. Software Anaconda

B. Prosedur Kerja

1. Instal software Anaconda.


2. Salin satu folder program tersebut ke komputer anda, lalu jalankan python
dengan working folder dari folder tersebut.
3. Jalankan script “freqAnalysis.py”.
4. Pada script “freqAnalysis.py” terdapat baris kode :
===========================
#read data from file filename = 'dataDebitUTS.csv'
===========================
Ganti filename dengan set data lainnya yang ada di folder, yaitu
DataDebitMaxTahunan.csv, dataDebitUTS.csv, DataHujanMaxTahunan.csv.
5. Running program dan lakukan analisis perhitungan.

5
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Hasil Program

a. DataDebitMaxTahunan.csv.

Gambar 1. Hasil program DataDebitMaxTahunan.csv.

Gambar 2. Grafik 1 DataDebitMaxTahunan.csv.

6
Gambar 3. Grafik 2 DataDebitMaxTahunan.csv.

b. DataDebitUTS.csv.

Gambar 4. Hasil Program DataDebitUTS.csv.

Gambar 5. Grafik 1 DataDebitUTS.csv.

7
Gambar 6. Grafik 2 DataDebitUTS.csv.

c. DataHujanMaxTahunan.csv.

Gambar 7. Hasil Program DataHujanMaxTahunan.csv.

Gambar 8. Grafik 1 DataHujanMaxTahunan.csv.

8
Gambar 9. Grafik 2 DataHujanMaxTahunan.csv.

2. Perhitungan

PT = 𝑃̅ + K . 𝜎
PT merupakan nilai presipitasi dalam periode ulang ( T ) yang diinginkan
𝑃̅ merupakan nilai hujan rata – rata dari data hujan maksimal tahunan
K merupakan faktor frekuensi dari data distribusi yang sesuai dengan data
𝜎 merupakan standar deviasi data

a. DataDebitMaxTahunan.csv
𝑃̅ = 5956,89
CS = 2,19
𝜎 = 4370,99
1) Periode 5 tahun
K = 0,574 ≈ 0,57
PT = 𝑃̅ + K . 𝜎
= 5956,89 + 0,57 . 4370,99
= 5956,89 + 2491,46
3
= 8448,35 𝑚 ⁄𝑠
2) Periode 10 tahun
K = 1,284 ≈ 1,28
PT = 𝑃̅ + K . 𝜎
= 5956,89 + 1,28 . 4370,99
= 5956,89 + 5594,86

9
3
= 11551,75 𝑚 ⁄𝑠
3) Periode 100 tahun
K = 3,705 ≈ 3,70
PT = 𝑃̅ + K . 𝜎
= 5956,89 + 3,70 . 4370,99
= 5956,89 + 16172,66
3
= 22129,55 𝑚 ⁄𝑠
b. DataDebitUTS.csv
𝑃̅ = 647,37
CS = - 0,29
𝜎 = 66,63
a. Periode 5 tahun
K = 0,85
PT = 𝑃̅ + K . 𝜎
= 647,37 + 0,85 . 66,63
= 647,37 + 56,63
3
= 704,00 𝑚 ⁄𝑠

b. Periode 10 tahun
K = 1,25
PT = 𝑃̅ + K . 𝜎
= 647,37 + 1,25 . 66,63
= 647,37 + 83,28
3
= 730,65 𝑚 ⁄𝑠

c. Periode 100 tahun


K = 2,17
PT = 𝑃̅ + K .
= 647,37 + 2,17 . 66,63
= 647,37 + 144,58

10
3
= 791,95 𝑚 ⁄𝑠

c. DataMaxHujanTahunan.csv
𝑃̅ = 211,42
CS = - 0,01
𝜎 = 92,46
a. Periode 5 tahun
K = 0,84
PT = 𝑃̅ + K . 𝜎
= 211,42 + 0,84 . 92,46
= 211,42 + 77,66
3
= 289,08 𝑚 ⁄𝑠
b. Periode 10 tahun
K = 1,28
PT = 𝑃̅ + K . 𝜎
= 211,42 + 1,28 . 92,46
= 211,42 + 118,34
3
= 329,76 𝑚 ⁄𝑠
c. Periode 100 tahun
K = 2,32
PT = 𝑃̅ + K . 𝜎
= 211,42 + 2,32 . 92,46
= 211,42 + 214,50
3
= 425, 92 𝑚 ⁄𝑠

B. Pembahasan

Analisis frekuensi merupakan rangkaian analisis hidrologi yang


menghasilkan hujan rencana yaitu kemungkinan tinggi hujan yang terjadi pada

11
periode ulang tertentu. Menurut Gunawan, (2017) Metode analisis frekuensi
perhitungan hujan rencana secara sistematis dilakukan dengan berurutan yaitu,
parameter statistik, distribusi probabilitas kontinyu, dan pengujian kecocokan
sebaran. Tujuan dari analisis frekuensi data hidrologi adalah mencari hubungan
antara besarnya kejadian ekstrim terhadap frekuensi kejadian dengan menggunakan
distribusi probabilitas/kemungkinan. Adapun manfaat dari analisis frekuensi yaitu,
memperhitungkan kapasitas bangunan, saluran drainase, irigasi, bendungan dan
bangunan air lainya. Analisis frekuensi digunakan untuk memperkirakan besarnya
kerusakan yang ditimbulkan oleh debit banjir, untuk menghitung Ekonomi Proyek
serta mengetahui dugaan kala ulang.
Analisis frekuensi juga digunakan untuk memeriksa distribusi dan frekuensi
kemunculan suatu variabel atau peristiwa dalam satu set data. Analisis frekuensi
sering digunakan dalam berbagai bidang seperti statistik, matematika, dan ilmu
sosial. Pertama-tama, data yang akan dianalisis dikumpulkan dan disusun dalam
bentuk tabel frekuensi. Tabel frekuensi berisi daftar nilai atau kategori yang
mungkin terjadi serta jumlah kemunculannya dalam data. Setelah tabel frekuensi
dibuat, beberapa langkah analisis frekuensi dapat dilakukan. Salah satunya adalah
menghitung frekuensi absolut, yaitu jumlah kemunculan nilai atau kategori tertentu.
Frekuensi relatif juga dapat dihitung dengan membagi frekuensi absolut dengan
jumlah total data. Frekuensi kumulatif dapat dihitung dengan menjumlahkan
frekuensi absolut dari nilai-nilai sebelumnya.
Siklus hidrologi merupakan gerakan pada air laut ke udara, yang kemudian
jatuh ke permukaan tanah lagi sebagai huan atau bentuk presipitasi lain, dan
akhirnya mengalir ke laut Kembali. Namun berdasarkan pengamatan susunan
tidaklah sederhana (Talumepa et al., 2017) :
1. Siklus tersebut dapat berupa siklus pendek, yaitu hujan yang jatuh di laut,
danau atau sungai yang segera dapat mengalir kembali ke laut.
2. Tidak adanya keseragaman waktu yang diperlukan oleh suatu siklus. Pada
musim kemarau kelihatannya siklus berhenti sedangkan di musim hujan siklus
berjalan kembali.

12
3. Intensitas dan frekuensi siklus tergantung pada keadaan geografis dan iklim,
yang mana hal ini merupakan akibat adanya matahari yang berubah-ubah
letaknya terhadap meridian bumu sepanjang tahun.
4. Berbagai bagian siklus dapat menjadi sungai kompleks, sehingga kita hanya
dapat mengamati bagian akhirnya saja dari suatu hujan yang jatuh di atas
permukaan tanah dan kemudian mencari jalannya unntuk Kembali ke laut.
Parameter dalam proses pengalihgraman hujan menjadi aliran ada dua, yaitu
intensitas dan durasi. Dalam ilmu statistik, keduanya dapat dihubungkan dengan
suatu frekuensi kejadian hujan dan menghasilkan grafik hubungan Intensitas-
Durasi-Frekuensi (IDF), grafik tersebut berguna untuk menghitung limpasan dan
debit puncak bila menggunakan rumus rasional (Sofia & Nursila, 2019).
Tindakan preventif yang dilaksanakan untuk mengantisipasi adanya
peningkatan debit aliran yaitu dengan perencanaan bangunan air yang diawali
dengan analisis curah hujan, analisis frekuensi curah hujan untuk mendapatkan
hujan rencana dan intensitas hujan, serta untuk melihat kecocokan metode distribusi
probabilitas dan menghitung curah hujan dengan berbagai periode ulang (Fahraini
& Rusdiansyah, 2020).
Analisis frekuensi juga digunakan untuk menentukan hujan rancangan dalam
berbagai periode ulang berdasarkan metode distribusi yang sesuai antara distribusi
hujan secara teoritik dengan distribusi hujan secara empirik (Sofia dkk, 2019).
Terutama pada sistem hidrologi, ada waktu-waktu terjadinya kejadian ekstrim
seperti hujan badai, banjir, dan kekeringan. Besarnya kejadian ekstrem berbanding
terbalik dengan frekuensi kejadiannya. Bencana yang sangat parah cenderung
jarang terjadi dibandingkan dengan bencana yang tidak terlalu parah. Adapun dari
tujuan adanya analisis frekuensi adalah untuk mengetahui besarnya suatu kejadian
dan frekuensi atau periode ulang kejadian tersebut dengan menggunakan distribusi
probabilitas (Talumepa et al., 2017).
Parameter perhitungan analisis frekuensi meliputi nilai rata – rata, standar
deviasi, koefisien variasi, koefisien kemiringan, dan koefisien kurtosis (Gunawan
et al., 2020).

13
Analisis frekuensi merupakan metode statistik yang berguna untuk keperluan
perencanaan bangunan pengendali banjir. Menurut (Pudyastutu, 2017), analisis
frekuensi dapat dilakukan jika memenuhi syarat tertentu, yaitu :
1. Data harus seragam / homogen, yaitu data berasal dari populasi yang sama
(DAS tidak berubah, stasiun pencatat data tidak berpindah lokasi, dll).
2. Data harus independent yaitu artinya besaran data ekstrem tidak terjadi lebih
dari sekali.
3. Data harus representatif, yaitu data mewakili keadaan di masa yang akan
datang (tidak ada perubahan akibat campur tangan manusia di masa yang akan
datang).
Jumlah air hujan yang turun pada suatu daerah dalam waktu tertentu disebut
dengan curah hujan (presipitasi). Presipitasi hujan akan mempengaruhi proses yang
ada di dalamnya. Rain guage digunakan untuk mengukur banyaknya curah hujan,
dimana curah hujan dapat diukur dalam jam, hari, bulan, dan jugatahun. Variasi
curah hujan dan juga besarnya presipitasi rata-rata dapat diketahui secara
makasimal apabila tempat tersebut dipasang alat- alat penakar hujan dengan jumlah
yang banyak. Tinggi atau rendahnya air yang jatuh kepermukaan bumi (jumlah
hujan) dalam satuan waktu disebut dengan intensitas curah hujan. Analisis curah
hujan ini dilakukan untuk memprediksi kejadian hujan di setiap tempat dan waktu
tertentu.
Selain itu terdapat curah hujan desain, yaitu untuk mengetahui curah hujan
yang terjadi pada periode tertentu. Data curah hujan sangat berguna untuk mengatur
air ingasi, terdapat beberapa metode yang digunakan untuk menghitung analisis
curah hujan desain diantaranya metode Log Person III. metode gumbel dan metode
distribusi normal. Setelah melakukan proses dengan metode tersebut maka hasil
yang diperoleh dari metode tersebut dibuat dalam kurva Intensity - Duration-
Frequency (IDF Curve) dimana IDF tersebut digunakan untuk mengetahui
intensitas, durasi, kedalaman, dan juga frekuensinya.
Intensitas hujan merupakan ketinggian hujan yang terjadi pada suatu kurun
waktu dimana air tersebut terkonsentrasi. Durasi adalah lamanya suatu kejadian
hujan. Intensitas hujan yang tinggi pada umumnya terjadi dengan durasi pendek dan

14
meliputi daerah yang tidak terlalu luas. Hubungan intensitas hujan dan durasi
kejadian dapat dicari dengan menggunakan rumus pendekatan secara empiris,
seperti rumus Sherman, Kimijima, Haspers dan Mononobe. Seandainya data curah
hujan yang tersedia merupakan data curah hujan harian, maka untuk menghitung
intensitas hujan dapat digunakan rumus Mononobe dan Haspers.
Analisis Frekuensi hujan diperlukan untuk memprediksi suatu besaran curah
hujan di masa yang akan datang Data hidrologi yang dianalisis diasumsikan tidak
bergantung (independent), terdistribusi secara acak, dan bersifat stokastik, yaitu
memiliki peluang Analisis frekuensi ini didasarkan pada sifat statistik data kejadian
yang telah lalu untuk memperoleh probabilitas besaran hujan di masa yang akan
datang dengan anggapan bahwa sifat statistik kejadian hujan di masa akan datang
akan masih sama dengan sifat statistik kejadian hujan masa lalu.
Untuk menganalisis curah hujan yang akan datang, ada dua cara yang
digunakan yaitu secara langsung dan tidak langsung. Analisis Frekuensi hujan
secara tidak langsung dapat dilakukan dengan menggunakan tiga metode yaitu
metode distribusi normal, metode gumbel, metode log person III.
Selain hal tersebut, dalam analisis frekuensi baik secara langsung maupun
tidak langsung terdapat beberapa parameter penting dalam menganalisis data.
Parameter penting tersebut anatara lain, yaitu : meliputi nilai rerata, deviasi standar,
koefisien varian, koefisien kemencengan dan koefisien kurtois (Upomo &
Kususmawardani, 2016.).
Untuk mencari nilai rerata hujan dapat dihitung dengan persamaan berikut :
1
𝑥 = 𝑛 ∑𝑛𝑖=1 𝑥𝑖

Yang dimana untuk 𝑥 = sebagai nilai rerata, 𝑥𝑖 = variable random dan n =


jumlah data.
Standar deviasi dapat digunakan untuk mengetahui variabilitas dari distribusi.
Semakin besar deviasi standar maka akan semkain besar penyebaran dari
distribusinya. Deviasi standar dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

1
s=√ ∑𝑛𝑖=1(𝑥𝑖 − 𝑥 )2
𝑛−1

15
Koesfisien varian adalah nilai perbandingan anatara deviasi standar dan nilai
rerata. Untuk persamaannya adalah sebagai berikut :
s
Cv = t

Kemencengan (skewness) merupakan derajat ketidaksimestrisan atau dapat


didefinisikan sebgai penyimpangan kesimtrisan dari suatu distribusi. Jika suatu
kurva frekuensi dari suatu distribusi memiliki ekor kurva yang lebih panjang kea
rah sisi kanan dibandingkan ke arah sisi kiri dari milai maksimum tengah, maka
distribusi ini dikenal dengan nama distribusi miring ke kanan, atau meiliki
kemencengan positif. Sebaliknya, distribusi miring ke kiri atau memiliki
kemencengan negatif. Untuk menegtahui derajat kemencengan distribusi dapat
ditentukan dengan persamaan berikut :

𝑛
a = (𝑛−1)(𝑛−2) ∑𝑛𝑖=1(𝑥𝑖 − 𝑥 )3
a
Cs = 𝑠 3

Kurtois adalah derajat ketinggian puncak atau keruncingan suatu distribusi.


Sebuah distribusi yang mempunyai puncak yang relative tinggi disebut
leptokurtik, sementara kurva yang memiliki puncak datar atau rata disebut
platikurtik sedangkan kurva dengan puncak yang tidak terlalu runcing ataupun
terlalu datar disebut meskurtik. Koefisien diberikan oleh persamaan berikut:

𝑛
Ck = (𝑛−1)(𝑛−2)(𝑛−3)𝑠4 ∑𝑛𝑖=1(𝑥𝑖 − 𝑥 )4

Banjir dapat disebabkan karena volume atau intensitas curah hujan yang
tinggi. Dalam perencanaan sebuah bangunan air, diperlukan langkah – langkah atau
cara – cara untuk mengantisipasi terjadinya banjir atau permasalahan lain yang
berkaitan dengan curah hujan dan lingkungan.
Langkah – langkah untuk mengantisipasi banjir yang berkaitan dengan data
yaitu dengan melakukan pengumpulan data hujan harian maksimum dan analisis
frekuensi curah hujan untuk memperoleh hujan rancangan di setiap stasiun
pengamatan.

16
(Astarini et al., 2022) Dalam pengolahan analisis frekuensi, terdapat beberapa
tahapan sebagai berikut :
1. Menentukan hujan harian maksimum di setiap stasiun penelitian/ pengamatan.
2. Mengurutkan data hujan harian maksimum dari yang terbesar ke yang terkecil.
3. Menentukan parameter statistik data.
4. Menentukan jenis distribusi probabilitas yang sesuai dengan parameter statistik
data.
Perlunya menentukan jenis distribusi probabilitas yang sesuai yaitu bertujuan
untuk meramalkan besarnya variable acak tertentu. Terdapat beberapa jenis metode
distribusi probabilitas, sebagai berikut :
a. Metode E.J. Gumbel
Rumus :
XT = 𝑋̅ + s . K
Keterangan :
XT = Besarnya curah hujan rancangan untuk periode ulang (T) tahun
𝑋̅ = Nilai tengah sampel
s = Standar deviasi sampel
K = Faktor Frekuensi

b. Metode Log Pearson Type III


Rumus :
log 𝑋r = log 𝑋 r + K . log 𝑆X
Keterangan :
log 𝑋r = Besarnya curah hujan rencana untuk periode ulang (T) tahun. Log
X adalah nilai rata – rata dari data.
K = Koefisien frekuensi, dapat diperoleh berdasarkan hubungan nilai
Cs dengan periode ulang (T).
S = Simpangan Baku (Standar Deviasi)
2
∑𝑛𝑖=1{log(Xi) − ̅̅̅̅̅̅̅
log 𝑋}

𝑛−1

17
Dengan n = jumlah data hujan

c. Metode Distribusi Normal


Rumus :
XT = 𝑋̅ + KT . Sd
Keterangan :
XT = Besarnya curah hujan dengan periode ulang (T) tahun
𝑋̅ = Curah hujan rata – rata (mm)
𝐾T = Faktor frekuensi
𝑆d = Standar deviasi

d. Metode Distribusi Log Normal


Rumus :
Log XT = Log Xr + K . Log Sx
Keterangan :
K = Variabel standar, besarnya bergantung pada koefisien kemiringan

Setelah dilakukan perhitungan atau uji distribusi frekuensi, uji kesesuaian


data juga harus dilakukan untuk membuktikan apakah metode distribusi
probabilitas yang dipilih itu cocok untuk distribusi frekuensi. Pengujian ini
dilakukan setelah menggambarkan korelasi antara curah hujan atau limpasan dan
nilai probabilitas pada kertas probabilitas. Ada dua jenis uji kesesuaian data, yaitu
: uji Chi – Kuadrat dan uji Smirnov-Kolmogrof.

Dalam praktikum ini, jenis perhitungan distribusi frekuensi yang digunakan


adalah metode distribusi normal, dengan variabel X diubah menjadi P (presipitasi),
sebagai berikut :
PT = 𝑃̅ + K . 𝜎
PT merupakan nilai presipitasi dalam periode ulang ( T ) yang diinginkan
𝑃̅ merupakan nilai hujan rata – rata dari data hujan maksimal tahunan
K merupakan faktor frekuensi dari data distribusi yang sesuai dengan data

18
𝜎 merupakan standar deviasi data

19
V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dalam ilmu hidrologi, terdapat berbagai macam analisis yang berkaitan


dengan air, salah satunya yatu analisis frekuensi curah hujan. Analisis frekuensi
curah hujan dilakukan untuk membantu menentukan debit dan curah hujan dengan
periode ulang yang ditentukan, berguna dalam perencanaan bangunan air untuk
mengantisipasi terjadinya banjir, membantu menentukan hujan rancangan dengan
periode ulang yang ditentukan, dan lain – lain.
Parameter perhitungan analisis frekuensi meliputi nilai rata – rata, standar
deviasi, koefisien variasi, koefisien kemiringan, dan koefisien kurtosis. Terdapat
empat metode distribusi probabilitas/ distribusi frekuensi curah hujan, yaitu :
distribusi normal, distribusi log normal, distribusi Log Pearson Type III, dan
distribusi E.J. Gumbel.

B. Saran

Dalam praktikum ini, materi yang dipaparkan cukup bisa dipahami.


Walaupun masih terjadi beberapa kendala, baik alat bantu pemrograman atau
kesalahpahaman terhadap instruksi dari asisten praktikum. Semoga dapat menjadi
evaluasi untuk praktikum – praktikum selanjutnya.

20
DAFTAR PUSTAKA

Adiyani, L. 2019. Nilai Faktor Pertumbuhan untuk Estimasi Hujan Rencana di


Pulau Jawa. Jurnal Sumber Daya Air, 15(1): 56-68.

Astarini, A., Muliadi, M., & Adriat, R. 2022. Studi Perbandingan Metode
Penentuan Intensitas Curah Hujan Berdasarkan Karakteristik Curah Hujan
Kalimantan Barat. PRISMA FISIKA, 10(1): 1-7.

Azhari, H. N. 2021. Air Dalam Tafsir Al-Azhar (Kajian Ayat Siklus Air dengan
Pendekatan Hidrologi).

Fahraini, A., & Rusdiansyah, A. 2020. Analisis Keandalan Metode Analisa


Frekuensi dan Intensitas Hujan Berdasarkan Data Curah Hujan Klimatologi
Banjarbaru. Jurnal Teknologi Berkelanjutan, 9(01): 11-23.

Fajriyah, S. A., & Wardhani, E. 2020. Analisis Hidrologi untuk Penentuan Metode
Intensitas Hujan di Wilayah Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor. Jurnal
Serambi Engineering, 5(2).

Gunawan, G. 2017. Analisis data hidrologi Sungai Air Bengkulu menggunakan


metode statistik. Inersia: Jurnal Teknik Sipil, 9(1): 47-58.

Gunawan, G. G., Besperi, B., & Purnama, L. 2020. Analisis Debit Banjir
Rancangan Sub DAS Air Bengkulu Menggunakan Analisis Frekuensi dan
Metode Distribusi. Jurnal Ilmiah Rekayasa Sipil, 17(1): 1-9.

Pudyastutu, P.S. 2017. Rekayasa Irigasi & Bangunan Air. Muhammadiyah


University Press Surakarta, ISBN: 978-602-361-064.

Rizky, H., Nasution, Y. N., & Goejantoro, R. 2019. Analisis data curah hujan yang
hilang Menggunakan metode inversed square distance. In Prosiding
Seminar Nasional Matematika dan Statistika (pp. 138-142).

Rustini, A., & Permana, S. 2022. Analisis Hidrologi Perencanaan Embung


Bratayudha. Jurnal Konstruksi, 20(2): 339-347.

Sofia, D. A., & Nursila, N. 2019. Analisis intensitas, durasi, dan frekuensi kejadian
hujan di wilayah Sukabumi. JTERA (Jurnal Teknologi Rekayasa), 4(1): 85-
92.

Talumepa, M. Y., Tanudjaja, L., & Sumarauw, J. S. 2017. Analisis Debit Banjir dan
Tinggi Muka Air Sungai Sangkub Kabupaten Bolaang Mongondow
Utara. Jurnal Sipil Statik, 5(10).

21
Umaroh, F. Z. 2021. Analisis Dampak Sistem Hidrologi Akibat Rusaknya
Bangunan Waduk Telaga Sari Wilayah Kota Balikpapan Kalimantan
Timur.

Upomo, T. C., & Kusumawardani, R. 2016. Pemilihan distribusi probabilitas pada


analisa hujan dengan metode goodness of fit test. Jurnal Teknik Sipil dan
Perencanaan, 18(2): 139-148.

22
LAMPIRAN

Nama Pembagian Tugas


Najwa Malika Y. Laprak Acara 3, Pembahasan Makalah
Evapotranspirasi, dan Pendahuluan Laprak Acara 1.
Mohammad Rifki A. Laprak Acara 5, Tinjauan Pustaka Laprak Acara 1,
Pendahuluan Laprak Acara 1, Revisi dan Editor
Laprak Acara 1, 2, 3,5,dan 6.
Naila Permata Sahrita Laprak Acara 6, Pendahuluan dan Editor Makalah
Evapotranspirasi, Editor Laprak Acara 1.
Salmadina Jihannuha Laprak Acara 2, Hasil dan Pembahasan Laprak Acara
1, Editor Lampiran Pembagian Tugas Acara 1, 2,
3,5,6, dan Makalah.

23
LAPORAN PRAKTIKUM
HIDROLOGI

HIDROGRAF SATUAN

Oleh:
Naila Permata Sahrita
NIM A1C022006

KEMENTRIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET DAN


TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2023
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iii
I. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
A. Latar Belakang .......................................................................................... 1
B. Tujuan ....................................................................................................... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 3
III. METODOLOGI ............................................................................................... 4
A. Alat dan Bahan ......................................................................................... 4
B. Prosedur Kerja .......................................................................................... 4
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................................ 5
A. Hasil .......................................................................................................... 5
B. Pembahasan .............................................................................................. 6
V. KESIMPULAN DAN SARAN....................... Error! Bookmark not defined.
A. Kesimpulan ............................................................................................. 14
B. Saran ....................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 15
LAMPIRAN .......................................................................................................... 17

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1. Hasil Program Discharge.csv. ...................................................................... 5
2. Grafik 1 Discharge.csv................................................................................. 5
3. Grafik 2 Discharge.csv................................................................................. 5
4. Hasil program Discharge3.csv. .................................................................... 6
5. Grafik 1 Discharge3.csv............................................................................... 6
6. Grafik 2 Discharge3.csv............................................................................... 6

iii
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ilmu hidrologi adalah ilmu yang mempelajari mengenai segala hal yang
berkaitan dengan air dan ditujukan untuk kesejahteraan makhluk hidup terutama
manusia. Siklus air dapat disebut sebagai siklus hidrologi, siklus ini merupakan
rangkaian proses terjadinya hujan (presipitasi) sehingga menyebabkan tersedianya
air di bumi.
Panas matahari menyebabkan air di sumber air ( laut, sungai, danau, DAS)
serta air yang ada di tumbuhan menguap dan menjadi uap air, uap air terkumpul di
atmosfer berangsur – angsur di atmosfer sehingga menjadi dingin dan membenruk
awan, ketika intensitas uap air menjadi banyak dan berat, maka akan jatuh menjadi
hujan (air hujan) atau bisa juga berbentuk butiran salju (Azhari, 2019).
Dapat dikatakan bahwa ilmu hidrologi itu mempelajari : presipitasi
(precipitation), evaporasi dan transpirasi (evaporation), aliran permukaan (run off),
dan air tanah (ground water). Analisis hidrologi digunakan untuk perencanaan
drainase, culvert, maupun jembatan yang melintang sungai atau saluran
(Sibagariang, 2021). Dalam analisis hidrologi diperlukan beberapa data, salah
satunya data curah hujan.
Intensitas curah hujan (volume hujan) yang sering dapat mempengaruhi
jumlah limpasan dan debit air sungai, maka dari itu diperlukan perhitungan debit
puncak banjir untuk meminimalisir terjadinya banjir khususnya pada daerah aliran
sungai. Dalam analisis hidrologi terdapat istilah hidrograf satuan dan hidrograf
banjir.
Perhitungan hidrograf satuan dapat membantu dalam proses analisis hidrologi
suatu Daerah Aliran Sungai (DAS). Metode perhitungan tersebut diantaranya yaitu
Snyder, Nakayasu, GAMA I, Limantara, ITB, dan Hidrograf Satuan Sintetis (HSS).
Para hidrolog biasa menggunakan model dan metode HSS dalam menghitung debit
banjir, tanpa mengetahui penyimpangan metode – metode tersebut apabila
dibandingkan dengan hidrograf satuan yang terukur pada DAS (Kristianto dkk,
2019). Hal ini menyebabkan model HSS memberikan hasil yang overstimed atau

1
underestimated terhadap hidrograf satuan terukur.

B. Tujuan

1. Praktikan mampu mengimport data dan loading data ke program agar dapat
diolah.
2. Praktikan mampu melakukan analisis hidrograf (menghitung hidrograf satuan,
menghitung hidrograf banjir) dengan menggunakan alat bantu pemrograman.

2
II. TINJAUAN PUSTAKA

Hidrograf adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan fluktuasi naik


dan turunnya aliran air pada suatu DAS dalam fungsi waktu. Metode hidrograf
satuan banyak digunakan untuk memperkirakan banjir rancangan (Ariyanto, 2020).
Hidrograf satuan merupakan suatu metode hidrologi yang banyak digunakan untuk
menaksir banjir rancangan (design flood). Hidrograf satuan ada yang berupa
hidrograf satuan terukur yaitu hidrograf satuan hasil penurunan data hujan dan
debit. Data hujan didapat dari stasiun pada alat pencatat hujan, misalnya Automatic
Rainfall Recorder (ARR). Sedangkan data debit didapat dari alat pencatat debit,
misalnya Automatic Water Level Recorder (AWLR). Apabila data hujan dan debit
tidak cukup tersedia, maka penurunan hidrograf satuan dilakukan dengan cara
sintetis, hasilnya berupa hidrograf satuan sintetis (HSS) (Kristianto dkk, 2019).
Untuk mendapatkan suatu hidrograf satuan dengan data yang baik maka
dibutuhkan, yaitu data AWLR, data pengukuran debit, data hujan harian, dan data
hujan perjam, yang menjadi permasalahan bahwa karena berbagai sebab data ini
sangat sulit diperoleh atau tidak tersedia. Untuk mengatasi hal ini maka
dikembangkan suatu cara untuk mendapatkan hidrograf satuan tanpa
mempergunakan data tersebut di atas (Kahffi dkk, 2021).
Analisa hidrograf satuan merupakan hubungan antara hujan efektif dan
limpasan langsung sehingga aliran dasar harus dipisahkan. Aliran dasar merupakan
hasil pematusan (drainase) dari aquifer dan merupakan debit minimum. Salah satu
cara empiris yang bisa dipakai untuk menentukan aliran dasar yaitu dengan Straight
Line Method. Metode ini bisa dilakukan jika pada DAS yang bersangkutan
memiliki hidrogaf pengamatan. Jika tidak ada hidrograf pengamatan, pendekatan
dapat dilakukan dengan analisa debit andalan dalam keadaan tertentu (Iyan dkk,
2022).

3
III. METODOLOGI

A. Alat dan Bahan

a. Alat dan Bahan

1. Data hujan
2. Data time-series hujan-debit
3. Komputer pribadi
4. Software anaconda

B. Prosedur Kerja

1. Buka aplikasi anaconda pada laptop.


2. Pelajari dua program yang ada di folder (jupyter_CalcUnitHidrograph dan
jupyter_CalcFloodHydrograph).
3. Running kedua program dan lakukan analisis.
4. Kemudian ganti data pada program dengan data penugasan topik 9. Hidrograf
Satuan.

4
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Hasil Program

a. Discharge.csv

Gambar 1. Hasil Program Discharge.csv.

Gambar 2. Grafik 1 Discharge.csv.

Gambar 3. Grafik 2 Discharge.csv.

b. Discharge3.csv

5
Gambar 4. Hasil program Discharge3.csv.

Gambar 5. Grafik 1 Discharge3.csv.

Gambar 6. Grafik 2 Discharge3.csv

B. Pembahasan

Hidrograf adalah kurva yang memberi hubungan antara parameter aliran dan
waktu. Parameter tersebut bisa berupa kedalaman aliran (elevasi) atau debit aliran;
sehingga terdapat dua macam hidrograf yaitu hidrograf muka air dan hidrograf
debit. Hidrograf muka air dapat ditransformasikan hidrograf debit dengan
menggunakan rating curve.

6
Hidrograf satuan didefinisikan sebagai hidrograf limpasan langsung (tanpa
aliran dasar) yang tercatat di ujung hilir DAS yang ditimbulkan oleh hujan efektif
sebesar 1 mm yang terjadi secara merata di permukaan DAS dengan intensitas tetap
dalam suatu durasi tertentu. Di daerah dimana data hidrologi tidak tersedia untuk
menurunkan hidrograf satuan, maka dibuat hidrograf satuan sintetis yang
didasarkan pada karakteristik fisik dari DAS. Berikut ini merupakan 4 metode yang
biasa digunakan, yaitu :
1. Metode Snyder
2. Metode SCS (Soil Conservation Service)
3. Metode GAMA I
4. Metode Nakayasu
Pola distribusi hujan merupakan suatu pola sebaran hujan yang biasanya
dilakukan dengan suatu interval waktu tertentu. Analisis tentang hidrograf banjir
sangat penting dalam perkiraan banjir, penetapan debit banjir rencana bagi
bangunan air dan memprediksi potensi banjir dalam kaitannya dengan mitigasi
banjir. Hidrograf memberikan penyimpangan yang cukup besar bila dibandingkan
dengan dengan hidrograf terukur di sungai. Penyimpangan tersebut disebabkan oleh
banyak faktor, seperti faktor hujan yang diasumsikan terdistribusi secara merata di
seluruh DAS dan factor metode yang dikembangkan dengan beberapa
penyederhanaan dan asumsi. Salah satu faktor penyebab terjadinya penyimpangan
nilai perkiraan debit banjir rancangan adalah pembuatan pola distribusi hujan jam-
jaman yang tidak tepat (Nia, 2022).
Hidrograf merupakan perubahan besarnya parameter hidrologi (tinggi muka
air hujan dan debit sungai) terhadap waktu kejadiannya (Maini dkk, 2022). Pada
kondisi wilayah aliran yang tidak terukur maka hidrograf satuan sintetik (HSS)
cocok digunakan, diantaranya HSS SCS (Soil Convervation Service), HSS ITB-1,
dan HSS Nakayasu. Dalam setiap metode memiliki keterbatasannya masing –
masing.
Macam – macam data yang dikumpulkan pada saat pengamatan hidrograf
satuan, antara lain :
1. Data hidrograf satuan terukur

7
Data sekunder yang dilakukan dengan mengumpulkan informasi yang
berasal dari data curah hujan rata rata, titik koordinat lokasi penelitian, data
penampang melintang sungai, data ketinggian muka air rata – rata, data
kecepatan aliran sungai, dan data karakteristik DAS yang diamati.
2. Data Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) GAMA I
Data sekunder yang diperlukan untuk mendapatkan HSS GAMA I adalah
(a) data topografi, (b) panjang sungai tiap ordenya, (c) luas DAS, dan (d)
analisa data spasial.
3. Data Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) SCS (HEC-HMS)
Data-data yang diperlukan dalam melakukan metode ini adalah (a) data
asumsi curah hujan 2 tahunan – dalam 10 tahun terakhir, (b) koordinat lokasi
DAS, (c) Analisis data spasial DAS (Luas DAS dan tata guna lahan di DAS).
Pengamatan debit banjir dalam merencanakan bangunan – bangunan
hidraulik seperti jaringan irigasi, waduk, drainase, PLTA, bendungan dan lainnya
demi pemenuhan kebutuhan manusia akan air baku, energi listrik, pengendalian
banjir di suatu wilayah. Perencanaan bangunan air tersebut membutuhkan waktu
puncak dan debit dari kejadian hujan yang ekstrim. Namun saat ini, umumnya
sungai – sungai di Indonesia, tidak memiliki alat pengukuran debit dan tinggi muka
air. Beberapa hanya ada di sungai – sungai bagian hilir (perkotaan) namun sangat
minim bagian percabangan hulu. Ironisnya sebagian alat – alat pengukuran yang
ada sudah rusak dan data yang terekam cenderung lengkap serta berdurasi pendek
(Maini dkk, 2022).
Konsep hidrograf satuan yang dikenalkan oleh L.K. Sherman, yang banyak
digunakan untuk melakukan transformasi dari hujan menjadi debit aliran. Hidrograf
satuan didefinisikan sebagai hidrograf limpasan langsung/direct run-off
hydrograph (tanpa aliran dasar) yang tercatat di ujung hilir DAS yang ditimbulkan
oleh hujan efektif sebesar 1 mm yang terjadi secara merata dengan intensitas tetap
dalam suatu durasi tertentu.
Terdapat empat dalil dalam teori klasik tentang hidrograf satuan, yang
menganggap bahwa teori hidrograf satuan merupakan penerapan dari teori sistem
linier dalam bidang hidrologi. Keempat dalil tersebut adalah sebagai berikut
(Setiawan, 2022):

8
1. Dalil I (Prinsip merata): hidrograf satuan ditimbulkan oleh satu satuan hujan
lebih yang terjadi merata di seluruh DAS, selama waktu yang ditetapkan
2. Dalil II (prinsip waktu dasar konstan): dalam suatu DAS, hidrograf satuan yang
dihasilkan oleh hujan-hujan efektif dalam waktu yang sama akan mempunyai
waktu dasar yang sama, tanpa melihat intensitas hujannya
3. Dalil III (prinsip linearitas): besarnya limpasan langsung pada suatu DAS
berbanding lurus terhadap tebal hujan efektif, yang berlaku bagi semua hujan
dengan waktu yang sama.
4. Dalil IV (prinsip superposisi): total hidrograf limpasan langsung yang
disebabkan oleh beberapa kejadian hujan yang terpisah merupakan
penjumlahan dari tiap-tiap hidrograf satuan.
Model hidrologi untuk keperluan prediksi banjir dapat dikategorikan ke dalam
pemodelan fisik dan pemodelan matematis. Model matematika menggambarkan
perilaku sistem dalam hal: persamaan matematika yang mewakili hubungan antara
keadaan sistem, input, dan output. Sherman adalah orang yang pertama mengajukan
model matematis melalui konsep hidrograf satuan sintetis.
Hidrograf Satuan Sintetis suatu DAS didefinisikan sebagai hidrograf dari
limpasan langsung yang dihasilkan langsung dari satu satuan volume curah hujan
dengan intensitas konstan dan terdistribusi secara merata pada suatu daerah. DAS
memberikan respon terhadap hujan secara linier. Hal ini artinya bahwa secara
prinsip superposisi berlaku sehingga tanggapan dari beberapa hujan dapat
ditumpangkan untuk mendapatkan respon gabungan dari daerah tangkapan.
Terdapat anggapan pokok dalam teori hidrograf satuan yaitu (Destania dkk, 2020)
:
1. Intensitas curah hujan efektif tersebar merata di seluruh DAS.
2. Curah hujan terjadi dengan intensitas konstan sepanjang durasi hujan.
3. Durasi hidrograf limpasan langsung tidak tergantung pada intensitas hujan
efektif dan hanya bergantung pada durasi hujan efektif.
Total aliran sungai selama peristiwa presipitasi termasuk aliran dasar yang
mengalir di dalam DTA sebelum hujan dan limpasan karena curah hujan. Total
hidrograf aliran biasanya terdiri dari 2 macam aliran, yaitu:

9
1. Limpasan Langsung, yang terdiri dari kontribusi limpasan permukaan dan
limpasan cepat yang menjadi satu. Analisis hidrograf satuan hanya mengacu
pada limpasan langsung.
2. Baseflow, yang terdiri dari kontribusi dari delay interflow dan limpasan air
tanah. Namun, pada kasus perusahaan tambang batu bara terbuka, penambahan
outlet pompa yang mengalirkan air keluaran secara konstan dihitung sebagai
tambahan baseflow disamping aliran baseflow yang berasal dari aliran natural.
Aliran dasar adalah komponen aliran yang paling lambat hilang dan bertahan
paling lama. aliran dasar biasanya terkait dengan proses air tanah dan tidak
dapat dikaitkan dengan curah hujan tunggal. Aliran dasar dapat berasal dari
sumber mata air atau pun pemompaan dari aktivitas dewatering pump pit,
aktivitas pompa yang berkelanjutan menimbulkan aliran terus menerus walau
tidak ada hujan.
Hidrograf merupakan penyajian grafis salah satu besaran aliran sebagai fungsi
waktu. Hidrograf menunjukkan tanggapan menyeluruh DTA (Daerah Tangkapan
Air) terhadap masukan hujan. Hidrograf satuan adalah hidrograf limpasan langsung
yang dihasilkan oleh hujan efektif merata di DTA dengan intensitas tetap (diambil
1mm/jam) dalam satu satuan waktu yang ditetapkan (diambil 1 jam). Keberadaan
curah hujan sangat penting dalam kejadian banjir. Parameter ini sangat berpengaruh
dalam menentukan tinggi rendahnya permukaan air tanah (baseflow) dan volume
air permukaan (runoff) (Alhakim dkk, 2019). Hubungan antar waktu dan aliran
permukaan dapat disajikan dalam bentuk grafis yaitu berupa hidrograf. Karena
kondisi fisik berbeda, setiap DAS memiliki ciri khas dalam merespon hujan yang
masuk ke dalam sistem hidrologi yang dapat ditunjukkan pada hidrograf satuan
(Unit Hydrograph) (Alhakim dkk, 2019).
Hidrograf satuan merupakan penggambaran hujan efektif yang diubah
menjadi limpasan langsung di outlet pengeluaran catchment area. Untuk setiap
DAS memiliki hidrograf satuan yang berbeda tergantung karakteristiknya.
Hidrograf satuan (unit hydrograph ). Hidrograf satuan didefinisikan sebagai
hidrograf limpasan langsung (tanpa aliran dasar) yang tercatat di ujung hilir Daerah
Aliran Sungai (DAS) yang ditimbulkan oleh hujan efektif sebesar 1 mm yang
terjadi secara merata di permukaan DAS dengan intensitas tetap dalam suatu durasi

10
tertentu. Metode hidrograf satuan banyak digunakan untuk memperkirakan banjir
rancangan. Metode ini relatif sederhana, mudah penerapannya, tidak memerlukan
data kompleks dan memberikan hasil rancangan yang cukup teliti. Data yang
diperlukan untuk menurunkan hidrograf satuan terukur di DAS yang ditinjau adalah
data hujan otomatis dan pencatatan debit di titik kontrol.
Upaya memperoleh hidrograf satuan suatu DAS yang belum pernah diukur
dilakukan dengan perhitungan hidrograf satuan sinteti Dengan pengertian lain tidak
tersedia data pengukuran debit maupun data AWLR ( Automatic Water Level
Recorder ) pada suatu tempat tertentu dalam sebuah DAS yang tidak ada stasiun
hydrometer. Hidrograf satuan sintetik secara sederhana dapat disajikan empat sifat
dasarnya yang masing – masing disampaikan sebagai berikut :
1. Waktu naik ( Time to Peak ), yaitu waktu yang diukur dari saat hidrograf mulai
naik sampai berakhirnya limpasan langsung atau debit sama dengan nol.
2. Debit puncak ( Peak Discharge, QP )
3. Waktu dasar ( Base Time, TB ), yaitu waktu yang diukur dari saat hidrograf
mulai naik sampai berakhirnya limpasan langsung atau debit sama dengan nol.
Begitu juga untuk hidrograf satuan sintetik umumnya diturunkan dari
karakteristik suatu DAS yang khas dan unik, seperti halnya HSS Nakayasu, HSS
ITB, dan HSS SCS.
a. Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu
Hidrograf Nakayasu dikembangkan di Jepang dan sangat populer di
Indonesia. Perhitungan debit banjir rancangan untuk suatu bangunan air di
Indonesia umumnya menggunakan metode Nakayasu yang ditambah dengan
metode lain sebagai pembandingnya. Persamaan umum Hidrograf Satuan
Sintetik Nakayasu adalah sebagai berikut (Margini dkk, 2017):
Qp = C . A . R03,6 (0,3 Tp+T0,3) (1)
Tp = tg + 0,8 tr (2)
Tg = 0,21 x L0,7 (L < 15 km) (3)
Tg = 0,4 + 0,058 x L (L > 15 km) (4)
T0,3 = α x tg (5)
dimana :
Qp = debit puncak banjir (m3 /det),

11
C = koefisien pengaliran,
R0 = hujan satuan (mm),
A = luas DAS (km2 ),
Tp = Waktu sampai puncak banjir (jam),
T0,3 = waktu yang diperlukan oleh penurunan debit puncak
sampai 30%.
tg = waktu konsentrasi (jam),
tr = satuan waktu hujan,
α = parameter hidrograf,
L = panjang sungai (m).
b. Hidrograf Satuan Sintetik ITB
Hidrograf ITB ini memiliki beberapa rumusan yang digunakan antara
lain (Margini dkk, 2017) :
TL = Ct x 0,21 L0,7 (L < 15 km)
T = Ct x 0.527 + 0,058 L (L=15 km)
dengan :
TL = Time Lag (jam)
Ct = Koefisien untuk proses kalibrasi
L = Panjang sungai terpanjang (km)
c. Hidrograf satuan sintetis SCS merupakan hidrograf tak berdimensi yang
dikembangkan berdasarkan analisis sejumlah besar hidrograf satuan dari data
lapangan dengan berbagai ukuran dan lokasi DAS yang berbeda. Nilai debit
puncak dan waktu puncak hidrograf didapatkan dengan menggunakan
persamaan berikut.
𝑡𝑝 = 0,6𝑡𝑐 (3.16)
𝑄𝑝 = 0,28𝐴 𝑝𝑟 (3.17)
𝑝𝑟 = 𝑡𝑟 2 + 𝑡𝑝 (3.18)
dengan :
𝑄𝑝 = Debit puncak banjir (m3 /detik/mm)
𝑝𝑟 = Waktu puncak banjir (jam)
𝑡𝑐 = Waktu konsentrasi (jam)
𝑡𝑟 = Durasi hujan efektif (jam)

12
𝑡𝑝 = Waktu kelambatan (jam)
Perhitungan aliran dasar (baseflow) dapat dilakukan dengan salah satu
persamaan yang seperti berikut.
𝑄𝑏 = 0,4175 𝐴 0,6444 𝐷 0,943 (3.28)
𝐷 = 𝐿𝑁 𝐴 (3.29)
dengan :
𝑄𝑏 = Aliran dasar (m3 /detik)
𝐷 = Kerapatan jaringan kuras
𝐿𝑁 = Panjang sungai semua tingkat (km)
𝐴 = Luas DAS (km2 )
Perhitungan debit banjir yaitu menggunakan persamaan berikut.
𝑄𝑏𝑎𝑛𝑗𝑖𝑟 = 𝑈𝐻 × 𝑃𝑒 + 𝑄𝑏
dengan :
𝑄𝑏𝑎𝑛𝑗𝑖𝑟 = Jumlah total debit banjir (m3 /detik)
𝑈𝐻 = Unit Hidrograf (m3 /detik/mm)
𝑃𝑒 = Hujan efektif rencana dengan kala ulang tertentu (mm)
𝑄𝑏 = Aliran dasar / baseflow (m3 /detik)

13
V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Hidrograf adalah kurva yang memberi hubungan antara parameter aliran dan
waktu. Hidrograf satuan didefinisikan sebagai hidrograf limpasan langsung/direct
run-off hydrograph (tanpa aliran dasar) yang tercatat di ujung hilir DAS yang
ditimbulkan oleh hujan efektif sebesar 1 mm yang terjadi secara merata dengan
intensitas tetap dalam suatu durasi tertentu. Hidrograf Alami (Hidrograf Satuan
Sintetik) Cara ini dipakai sebagai upaya memperoleh hidrograf satuan suatu DAS
yang belum pernah diukur. Dengan pengertian lain tidak tersedia data pengukuran
debit maupun data AWLR ( Automatic Water Level Recorder ) pada suatu tempat
tertentu dalam sebuah DAS yang tidak ada stasiun hydrometer. Pada kondisi
wilayah aliran yang tidak terukur maka hidrograf satuan sintetik (HSS) cocok
digunakan, diantaranya HSS SCS (Soil Convervation Service), HSS ITB-1, dan
HSS Nakayasu. Dalam setiap metode memiliki keterbatasannya masing – masing.

B. Saran

Pelaksaan kegiatan praktikum hidrologi berjalan dengan lancar, walaupun


terdapat sedikit kendala pada saat mengimport data dan mengolah data, beberapa
instruksi yang disampaikan ada yang tidak terdengar dan bahkan ada yang
mengalami error, sehingga praktikum memerlukan waktu yang tidak sebentar.
Semoga kedepannya lebih tertib dan kondusif.

14
DAFTAR PUSTAKA

Agusalim, M., Nanda, A. R., Praja, S. E., & Syah, E. 2018. Perbandingan Hidrograf
Satuan Amatan dan Hidrograf Satuan Sintesis (Das Maros Sub Das Maros
Tompubulu). Teknik Hidro, 11(1): 1-11.

Alhakim, E. E., Wicaksono, A. B., & Iswanto, E. R. 2020. Perbandingan Hidrograf


Satuan Sub-DAS Cisadane untuk Analisis Banjir Tapak RDNK
Serpong. Jurnal Pengembangan Energi Nuklir, 21(2): 97-104.

Aryanto, L. (2020). Penerapan Hidrograf Satuan Pada Daerah Aliran Sungai Way
Pisang Di Kabupaten Lampung Selatan. Teknika Sains: Jurnal Ilmu
Teknik, 5(2): 8-18.

Azhari, T. R. W., & Anwar, S. 2020. Analisis Curah Hujan Untuk Peramalan Banjir
Di Wilayah Cirebon. Jurnal Konstruksi dan Infrastruktur, 8(1).

Iyan, E. R., Labdul, B. Y., & Husnan, R. 2022. Optimasi Koefisien Parameter
Hidrograf Satuan Sintetik Itb-1 Dan Itb-2 Di Sub Das Bionga
Kayubulan. Composite Journal, 2(1): 21-27.

Kahffi, A., & Lipu, S. 2021. Analisis Hidrograf DAS Poso dengan Metode
Hidrograf Satuan Sintetis Snyder dan Hidrograf Satuan Sintetis Soil
Conversation Service (SCS). Rekonstruksi Tadulako: Civil Engineering
Journal on Research and Development, 121-128.

Kristianto, A. B., Norken, I. N., Dharma, I. G. B. S., & Yekti, M. I. 2019. Komparasi
Model Hidrograf Satuan Terukur dengan Hidrograf Satuan Sintetis (Studi
Kasus DAS Tukad Pakerisan). Jurnal Spektran, 7(1).

Maini, M., & Burhamidar, A. H. 2022. Study Flood Hydrograph In The Tanjung
Parak Watershed On The Construction Of Pulau Tiga Reservoir. Jurnal
Infrastruktur, 8(1): 25-32.

Margini, N. F., Nusantara, D. A. D., & Ansori, M. B. 2017. Analisa Hidrograf


Satuan Sintetik Nakayasu Dan ITB Pada Sub DAS Konto, Jawa Timur. Jurnal
Hidroteknik, 2(1): 41-46.

Nia, I. 2022. Pengaruh Pola Distribusi Hujan Terhadap Penyimpangan Debit


Puncak Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu di DAS Sidutan Kabupaten
Lombok Utara (Doctoral dissertation, Universitas Mataram).

Nugroho, M., Sarino, S., & Yuono, A. L. 2020. Analisis Curah Hujan dan Runoff
Pada Sub DAS Lematang Tengah Dengan Persamaan Rasional Dan HSS
Nakayasu (Doctoral dissertation, Sriwijaya University).

15
Setiawan, J. 2022. Analisis Kapasitas Pelimpah Bendungan Leuwikeris Akibat
Perubahan Tutupan Lahan di Sub-DAS Citanduy Hulu (Doctoral dissertation,
Universitas Siliwangi).

Sibagariang, Y., & Saputra, P. A. E. 2021. Analisis Drainase Di Daerah Rawan


Banjir dan Dampaknya Di Kecamatan Medan Baru Kota Medan. Juitech:
Jurnal Ilmiah Fakultas Teknik Universitas Quality, 5(1): 66-80.

Syaifudin, F., & Pratama, Y. I. 2022. Algoritma Perencanaan Tata Kelola


Air. Prosiding Temu Profesi Tahunan Perhapi, 165-172.

Winarno, D. J. Analisis Perbandingan Hidrograf Satuan Sintetik Gama I dan SCS


(HEC-HMS) dengan Hidrograf Satuan Terukur di Sungai Way Besai Fadhel
Dzaki Al-Imany Sembiring Dyah Indriana K 2.

16
LAMPIRAN

Nama Pembagian Tugas


Najwa Malika Y. Laprak Acara 3, Pembahasan Makalah
Evapotranspirasi, dan Pendahuluan Laprak Acara 1.
Mohammad Rifki A. Laprak Acara 5, Tinjauan Pustaka Laprak Acara 1,
Pendahuluan Laprak Acara 1, Revisi dan Editor
Laprak Acara 1, 2, 3,5,dan 6.
Naila Permata Sahrita Laprak Acara 6, Pendahuluan dan Editor Makalah
Evapotranspirasi, Editor Laprak Acara 1.
Salmadina Jihannuha Laprak Acara 2, Hasil dan Pembahasan Laprak Acara
1, Editor Lampiran Pembagian Tugas Acara 1, 2,
3,5,6, dan Makalah.

17
LAPORAN PRAKTIKUM
HIDROLOGI

FLOOD ROUTING

Oleh:
Naila Permata Sahrita
NIM A1C022006

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN


TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2023
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iii
I. PENDAHULUAN ............................................................................................1
A. Latar Belakang ................................................................................................. 1
B. Tujuan ............................................................................................................... 2
I. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................3
II. METODOLOGI ................................................................................................5
A. Alat dan Bahan ................................................................................................. 5
B. Prosedur Kerja .................................................................................................. 5
III. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................6
A. Hasil .................................................................................................................. 6
B. Pembahasan ...................................................................................................... 9
IV. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................16
A. Kesimpulan ..................................................................................................... 16
B. Saran ................................................................................................................ 16
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................17
LAMPIRAN ...........................................................................................................20

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1. Hasil k dan x ............................................................................................ 6
2. Grafik outflow .......................................................................................... 6
3. Grafik k dan x .......................................................................................... 6
4. Hasil data inflow ...................................................................................... 7
5. Grafik inflow ............................................................................................ 7

iii
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam studi hidrologi fluktuasi dan perjalanan gelombang debit aliran dari
satu titik bagian hulu ke titik berikutnya di bagian hilir dapat diketahui atau diduga
pola dan waktu perjalanannya. Metode itu biasa dikenal sebagai metode
penelusuran banjir (Flood routing). Penelusuran banjir adalah merupakan
peramalan hidrograf di suatu titik pada suatu aliran atau bagian sungai yang
didasarkan atas pengamatan hidrograf di titik lain. Hidrograf banjir dapat ditelusur
lewat palung sungai atau lewat waduk. Banjir merupakan suatu peristiwa hidrologi
yang kadang sulit diprediksi kejadiannya dan sering mendatangkan kerugian.
Metode penelusuran banjir telah banyak digunakan oleh ahli-ahli hidrologi untuk
melakukan pengendalian banjir. Banjir merupakan salah satu bencana alam yang
sering terjadi di berbagai belahan dunia. Dalam upaya mitigasi banjir, penting untuk
memahami perilaku aliran air di dalam sistem sungai.
Flood routing adalah salah satu metode yang digunakan untuk memodelkan
dan memprediksi aliran air selama banjir. Flood routing adalah proses pemindahan
atau pengalihan gelombang banjir dari satu titik ke titik lain dalam sistem sungai.
Metode ini mempertimbangkan karakteristik fisik sungai seperti topografi, hulu dan
hilir sungai, serta parameter hidrologi seperti curah hujan, infiltrasi tanah, dan
kapasitas saluran sungai. Penelusuran banjir dapat juga di artikan sebagai
penyelidikan perjalanan banjir (Flood tracing). yang didefinisikan sebagai upaya
prakiraan corak banjir pada bagian hilir berdasarkan corak banjir di daerah hulu
(sumbernya). Oleh karena itu dalam kajian hidrologi penelusuran banjir (Flood
routing) dan penyelidikan banjir (Flood tracing) digunakan untuk peramalan banjir
dan pengendalian banjir. Dalam prakteknya kajian penelusuran banjir ini bertujuan
untuk : (1) Peramalan banjir jangka pendek; (2) Perhitungan hidrograf satuan pada
berbagai titik sepanjang sungai dari hidrograf satuan di suatu titik sungai tersebut;
(3) Peramalan terhadap kelakuan sungai setelah terjadi perubahan keadaan palung

1
sungai (misalnya karena adanya pembangunan bendungan atau pembuatan tanggul)
dan (4) Deviasi hidrograf sintetik.
Penelusuran banjir dapat diterapkan atau dilakukan melalui atau lewat dua
bentuk kondisi hidrologi, yaitu lewat palung sungai dan waduk. Penelusuran banjir
lewat waduk hasil yang diperoleh dapat lebih eksak (akurat) karena
penampungannya adalah fungsi langsung dari aliran keluar (Outflow). Dalam kajian
ini penelusuran banjir dilakukan lewat palung sungai. Pemodelan flood routing
memainkan peran penting dalam manajemen banjir. Dengan memahami bagaimana
gelombang banjir bergerak melalui sungai dan bagaimana dampaknya terhadap
wilayah yang terkena dampak, kita dapat mengidentifikasi daerah rawan banjir,
merencanakan infrastruktur yang tepat untuk pengendalian banjir, dan mengambil
tindakan yang diperlukan untuk melindungi masyarakat dan properti.

B. Tujuan

1. Mahasiswa mampu mengimport data dan loading data ke program agar bisa
diolah.
2. Mahasiswa mampu melakukan analisis penelusuran banjir (flood routing):
menentukan konstantan routing (K dan x) dari data Inflow dan Outflow
menggunakan alat bantu pemrograman yang diberikan.

2
II. TINJAUAN PUSTAKA

Flood Routing merupakan cara untuk mendapatkan kedalaman aliran,


kecepatan, volume, dan debit pada suatu ruas sungai. Ketika gelombang banjir
memasuki sungai melalui bagian hulu, dengan metode penelusuran banjir,
seseorang dapat melacak pergerakan gelombang banjir di sepanjang panjang
saluran dan dengan demikian ia dapat menghitung hidrograf banjir di setiap bagian
hilir sungai. Informasi ini diperlukan untuk merancang struktur pengendalian
banjir, seperti tanggul dan juga untuk perbaikan saluran, navigasi, dan penilaian
dampak banjir (Tayfur, 2023).
Flow Routing adalah suatu cara untuk menentukan besarnya debit aliran dan
waktu terjadinya debit tersebut pada suatu titik di sepanjang aliran sungai dengan
menggunakan hidrograf aliran di daerah hulu titik tersebut. Jika aliran tersebut
merupakan banjir (flood), maka disebut penelusuran banjir (flood routing) (Amalia,
2016). Dalam studi hidrologi fluktuasi dan perjalanan gelombang debit aliran dari
satu titik bagian hulu ke titik berikutnya di bagian hilir dapat diketahui/diduga pola
dan waktu perjalanannya. Metode itu biasa dikenal sebagai metode penelusuran
banjir (flood routing) (Amri, 2016).
Penelusuran banjir adalah peramalan hidrograf di suatu titik pada suatu aliran
atau bagiansungai yangdidasarkan atas pengamatan hidrograf di titik lain.
Hidrograf banjir dapat ditelusuri lewat palung sungai atau lewat waduk (Samosir,
2019). Pada dasarnya ada dua metode penelusuran banjir: (1) hidrolik dan (2)
hidrologi. Metode hidrolik didasarkan pada solusi numerik persamaan St. Venant
dari kontinuitas dan momentum. Mereka dapat menangani kontribusi aliran lateral.
Metode hidrologi, di sisi lain, hanya didasarkan pada prinsip kekekalan massa.
Kedua metode membutuhkan data lapangan yang substansial, seperti survei
penampang, kekasaran, kedalaman aliran dan pengukuran kecepatan yang mahal
dan memakan waktu. Ketika aliran lateral muncul, model hidrologi perlu
dimodifikasi untuk menangani kasus seperti itu yang sering bermasalah (Norouzi,
2020).

3
Penelusuran banjir ada dua, untuk mengetahui perubahan inflow dan outflow
pada waduk dan inflow dan outflow pada suatu titik dengan suatu titik di tempat lain
pada suatu sungai. Perubahan inflow dan outflow akibat adanya faktor tampungan
yaitu pada suatu waduk terdapat inflow banjir (I) akibat adanya aliran banjir dan
outflow (Q) apabila muka air waduk naik di atas spillway (terdapat limpasan)
(Arsyad, 2017). Penelusuran banjirdapat dilakukan dengan mengetahui hidrograf di
sebelah hulu sungai, sehingga dapat menghasilkan hidrograf di sebelah hilir sungai.
Terdapat dua jenis penelusuran aliran, antara lain penelusuran hidrologis dan
penelusuran hidraulis (Ulfah, 2019). Analisis flood routing digunakan untuk
mengetahui tingkat efektivitas bendungan yang dibangun untuk pengendalian
banjir pada DAS (Prastica, 2020).

4
III. METODOLOGI

A. Alat dan Bahan

1. Data hidrograf inflow dan outflow


2. Data inflow yang berbeda untuk menghitung hidrograf outflow
3. Software Anaconda

B. Prosedur Kerja

1. Buka aplikasi anaconda pada laptop/komputer praktikan.


2. Pelajari program yang ada pada folder program flood routing.
3. Buat new file pada folder program flood routing.
4. Copy data program dan paste pada file yang tadi dibuat.
5. Jalankan program dengan mengklik run pada program.
6. Ganti data pada program dengan data inflow dan outflow dengan data yang lain
pada folder tersebut dan data yang diperoleh dari perhitungan manual.

5
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Hasil Program

Gambar 1. Hasil k dan x.

Gambar 2. Grafik outflow.

Gambar 3. Grafik k dan x.

6
Gambar 4. Hasil data inflow.

Gambar 5. Grafik inflow.


2. Perhitungan
Tabel 1. Inflow dan outflow. 3
t (waktu) Inflow (I) (m /s) Outflow
3
(Q)
(m /s)
0 5 5
6 15 5,24
12 45 10,27
18 45 25,54
24 28 33,67
30 17 30,89
36 10 24,59
42 8 18,12
48 7 13,63
54 5 10,65
60 5 8,15
66 5 6,75

K = 13,33
X = 0,2
nilai ∆𝑡 =6
∆t − 2Kx 6 − 2 (13,33)(0,2)
C1 = = = 0,025
2K(1 − x) + ∆t 2 (13,33)(1 − 0,2) + 6

7
∆t − 2Kx 6 + 2 (13,33)(0,2)
C2 = = = 0,415
2K(1 − x) + ∆t 2 (13,33)(1 − 0,2) + 6
∆t − 2Kx 2 (13,33)(1 − 0,2) − 6
C3 = = = 0,56
2K(1 − x) + ∆t 2 (13,33)(1 − 0,2) + 6

Perhitungan Outflow (Q)


Q j+1 = C1Ij+1 + C2Ij + C3Q j
1) Q 6 = (0,025)(15) + (0,415)(5) + (0,656)(5)
= 0,37 + 2,07 + 2,8
= 5,24 m3/s
2) Q12 = (0,025)(45) + (0,415)(15) + (0,656)(5,24)
= 1,12 + 6,22 + 2,93
= 10,27 m3/s
3) Q18 = (0,025)(15) + (0,415)(45) + (0,656)( 10,27)
= 1,12 + 18,67 + 5,75
= 25,54 m3/s
4) Q 24 = (0,025)(28) + (0,415)(45) + (0,656)(25,54)
= 0,7 + 11,62 + 14,30
= 33,67 m3/s
5) Q 30 = (0,025)(17) + (0,415)(28) + (0,656)(33,67)
= 0,42 + 11,62 + 18,85
= 30,89 m3/s
6) Q 36 = (0,025)(10) + (0,415)(17) + (0,656)(30,89)
= 0,25 + 7,05 + 17,29
= 24,59 m3/s
7) Q 42 = (0,025)(8) + (0,415)(10) + (0,656)(24,59)
= 0,2 + 4,15 + 13,77
= 18,12 m3/s
8) Q 48 = (0,025)(7) + (0,415)(8) + (0,656)(18,12)
= 0,17 + 3,32 + 10,14
= 13,63 m3/s
9) Q 54 = (0,025)(5) + (0,415)(7) + (0,656)(13,63)

8
= 0,12 + 2,9 + 7,63
= 10,65 m3/s
10) Q 60 = (0,025)(5) + (0,415)(5) + (0,656)(10,65)
= 0,12 + 2,07 + 5,96
= 8,15 m3/s
11) Q 6 = (0,025)(15) + (0,415)(5) + (0,656)(8,15)
= 0,12 + 2,07 + 4,56
= 6,75 m3/s

B. Pembahasan

Permasalahan utama yang dihadapi praktisi hidrologi adalah mengestimasi


hidrograf yang menaik dan menurun dari suatu sungai pada sebaran titik pengaliran
terutama selama periode banjir. Permasalahan ini dapat diatasi dengan teknik
penelusuran aliran atau penelusuran banjir yang mengolah sifat-sifat hidrograf
banjir di hulu atau di hilir dari suatu titik ke titik yang lain sepanjang aliran sungai.
Penelusuran dilakukan dari titik dimana ada data pengamatan hidrograf aliran untuk
memudahkan proses penelusuran itu sendiri.
Flood routing adalah pendekatan hidrologi yang digunakan untuk
memprediksi banjir dan mengambil tindakan pencegahan yang diperlukan di daerah
di mana banjir terjadi. Flood routing melibatkan perhitungan hidrograf hilir dengan
memodelkan perubahan debit pada kecepatan gelombang banjir, sambil
mengarahkan sedimen pada kecepatan aliran (Norouzi, & Bazargan, 2020). Metode
penelusuran banjir (flood routing) dapat digunakan dalam pengendalian banjir
dengan tujuan untuk mengurangi dampak buruk yang ditimbulkan oleh banjir.
Metode ini merupakan suatu cara untuk menentukan besarnya debit aliran dan
waktu terjadinya debit tersebut pada suatu titik di sepanjang aliran sungai dengan
menggunakan hidrograf aliran di daerah hulu titik tersebut. Jika aliran tersebut
merupakan banjir, maka disebut penelusuran banjir (flood routing) (Perdana et al.,
2019). Flood routing dapat dilakukan dengan menggunakan metode yang berbeda,

9
seperti metode Muskingum, yang merupakan metode sederhana dan akurat untuk
rute banjir (Vatankhah, 2021).
Metode Muskingum adalah teknik pemetaan banjir hidrologi yang umum
digunakan untuk memprediksi debit banjir atau penyimpanan air di stasiun hilir
sungai dari debit atau tingkat air yang diketahui di stasiun hulu. Metode ini
merupakan teknik perkiraan yang bersifat kira-kira dan didasarkan pada persamaan
kontinuitas dan persamaan keseimbangan massa. Tujuannya adalah untuk
memprediksi debit atau volume banjir pada stasiun hilir dari debit atau volume
banjir pada stasiun hulu (Alhumoud, 2022).
Metode ini mengandung empat parameter yang harus ditentukan untuk
melakukan pemetaan banjir dengan akurat: X, K, Δt, dan panjang aliran (Ehteram
et al., 2018). Metode Muskingum adalah teknik pemetaan hidrologi yang digunakan
untuk memperkirakan hidrograf aliran keluar dari suatu daerah aliran sungai.
Metode ini melibatkan penggunaan tiga parameter: koefisien penyimpanan X,
faktor pembobotan K, dan langkah waktu Δt (Norouzi, & Bazargan, 2020). Nilai-
nilai parameter ini dapat dihitung menggunakan berbagai metode, termasuk trial
and error, regresi linier, dan algoritma optimisasi.
Persamaan Kontinuitas yang umum dipakai dalam flood routing adalah
sebagai berikut:
𝑑𝑆
𝐼−𝐷 =
𝑑𝑡
I = debit yang masuk ke dalam permulaan bagian memanjang palung sungai yang
3
ditinjau (bagian hulu) (𝑚 ⁄𝑠 ).

D = debit yang keluar dari akhir bagian memanjang palung sungai yang ditinjau
3
(bagian hilir) (𝑚 ⁄𝑠 ).

S = besarnya tampungan (storage) dalam bagian memanjang palung sungai yang


ditinjau 𝑚3 .
dt = periode penelusuran (detik, jam atau hari). Dalam selang waktu t, maka
persamaan di atas berubah menjadi:
𝐼1 + 𝐼2
𝐼=
2

10
𝐷1 + 𝐷2
𝐷=
2
𝑑𝑆 = 𝑆2 − 𝑆1
Sehingga persamaan berubah menjadi:
𝐼1 + 𝐼2 𝐷1 + 𝐷2
− = 𝑆2 − 𝑆1
2 2
Persamaan di atas terdapat dua komponen yang tidak diketahui nilainya, yaitu
D2 dan S2. Sedangkan data yang lain seperti I1 dan I2 dapat diketahui dari hidrograf
debit masuk, serta D1 dan S1 dapat diketahui dari periode sebelumnya. Oleh karena
itu, untuk mendapatkan dua nilai komponen tersebut diperlukan persamaan ketiga,
yaitu nilai s merupakan nilai storage yang dapat dicari dengan fungsi inflow sebagai
berikut:
S = K(𝑥𝐼 + (1 − 𝑥 )𝐷 )
Dimana:
x = konstanta tak bersatuan dari ruas sungai
K = konstanta storage yang berdimensi waktu
Nilai x dan K harus dicari dari data pengamatan hidrograf I dan D yang diukur
dari dua tempat lokasi pengukuran. Setelah nilai x dan K diketahui, maka outflow
D dari suatu ruas sungai dapat dicari berdasarkan persamaan sebagai berikut:
(𝐼1 + 𝐼2 )𝑡 (𝐷1 + 𝐷2 )𝑡
− = 𝑆2 − 𝑆1
2 2
𝑆2 − 𝑆1 = K(𝑥(𝐼2 − 𝐼1 ) + (1 − 𝑥 )(𝐷1 − 𝐷2 ))
Persamaan diatas merupakan persamaan S = K(𝑥𝐼 + (1 − 𝑥 )𝐷 ) dalam
bentuk selang waktu diskrit. Dengan menggabungkan kedua persamaan tersebut
di atas, diperoleh hasil:
𝐷2 = 𝐶0 𝐼2 + 𝐶1 + 𝐶2 𝐷1
Metode HEC-RAS (Hydraulic Engineering Centers River Analysis System)
adalah salah satu metode yang digunakan dalam penelusuran banjir. Metode ini
memungkinkan pengguna untuk memodelkan aliran air di sungai dan sistem
drainase dengan menggunakan data topografi, curah hujan, dan data lainnya. Selain
itu, HEC-RAS juga dapat digunakan untuk memprediksi potensi banjir di suatu
daerah. Dengan integrasi antara software HEC-RAS dan Geographical Information

11
System (GIS), pengguna dapat membuat peta genangan banjir yang berguna dalam
analisis kondisi banjir di suatu daerah. Selain itu, metode ini juga dapat digunakan
untuk menghitung debit banjir periodik. Dengan memanfaatkan data yang ada,
HEC-RAS memberikan kemampuan kepada pengguna untuk melakukan
penelusuran banjir dengan lebih efektif dan akurat (Siregar et al., 2022).
Penggunaan HEC-RAS dalam analisis banjir memiliki kelebihan dan
kekurangan. Meskipun HEC-RAS adalah perangkat lunak yang populer dan banyak
digunakan untuk analisis banjir, namun membutuhkan jumlah data yang signifikan
dan keahlian pemodelan yang cukup. Selain itu, pemodelan HEC-RAS dapat
sensitif terhadap data masukan dan asumsi, dan tidak selalu mencerminkan kondisi
dunia nyata dengan akurat. HEC-RAS memiliki beberapa kelebihan seperti:
1. HEC-RAS adalah perangkat lunak yang populer dan banyak digunakan untuk
analisis banjir (Matondang et al., 2022).
2. HEC-RAS memiliki antarmuka pengguna grafis yang memudahkan
penggunaannya dalam analisis banjir (Siregar et al., 2022).
3. HEC-RAS dapat terintegrasi dengan Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk
menghasilkan peta banjir.
4. HEC-RAS dapat digunakan untuk menghitung jumlah aliran permukaan di
sub-das dan mengidentifikasi kejadian banjir di sungai (Dwijayanto, 2019).
5. HEC-RAS dapat digunakan untuk mensimulasikan efek berbagai langkah
pengendalian banjir (Siregar et al., 2022).
Metode Gelombang Kinematik flood routing adalah salah satu metode
numerik yang digunakan untuk memprediksi kelakuan penjalaran gelombang banjir
unsteady flow di lapangan. Metode ini didasarkan pada persamaan diferensial
parsial yang memungkinkan untuk menghitung debit aliran dan kedalaman air
sebagai fungsi dari ruang dan waktu. Metode Gelombang Kinematik flood routing
dapat digunakan untuk mengetahui debit banjir yang terjadi, yang kemudian akan
dipetakan dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG). Teknik
diskretisasi yang digunakan adalah teknik diskritisasi Quadratic Upwind
Interpolation for Convective Kinematics (QUICK) (Ishadi et al., 2018).

12
Metode ini menggunakan persamaan De St. Venant yang mengatur
konservasi volume aliran dan momentum melalui saluran terbuka, dan diberikan
oleh persamaan berikut:
∂Q 𝜕𝐴
+ = 0# (1)
∂x 𝜕𝑡
∂Q 𝜕 𝑄 2 𝜕𝑦
+ ( ) + 𝑔𝐴 − 𝑔𝐴(𝑆0 − 𝑆𝑓 ) = 0 (2)
∂t 𝜕𝑥 𝐴 𝜕𝑥
Dimana Q adalah laju aliran, A adalah luas aliran, g adalah percepatan
gravitasi, y adalah kedalaman air, So adalah kemiringan dasar, Sf adalah kemiringan
energi, x adalah jarak aliran, dan t adalah waktu. Persamaan (2) mewakili
keseimbangan antara inersia, tekanan, dan gesekan. Pendekatan gelombang yang
tepat dapat ditentukan oleh keseimbangan itu. Perlu dicatat bahwa gesekan selalu
penting. Di bawah kondisi hidrolik ambien tertentu, inersia signifikan, tetapi secara
keseluruhan jarang dominan (Meselhe et al., 2020).
Parameter yang digunakan dalam metode gelombang kinematik flood routing
adalah:
1. Debit Aliran
2. Kedalaman Air
3. Waktu
4. Ruang
Selain itu, teknik diskretisasi Quadratic Upwind Interpolation for Convective
Kinematics (QUICK) juga digunakan untuk menghitung debit aliran dan kedalaman
air.
Terdapat beberapa kelebihan dari metode gelombang kinematik, seperti:
1. Kesederhanaan: Metode gelombang kinematik adalah metode yang sederhana
dan efisien yang memerlukan upaya komputasi yang lebih sedikit daripada
metode lain, seperti metode gelombang dinamis. Ini menjadikannya pilihan
populer untuk model peramalan operasional, yang membutuhkan prediksi
kedalaman, durasi, dan luas banjir yang cepat dan akurat (Meselhe et al., 2020).
2. Ketangguhan: Metode gelombang kinematik adalah metode tangguh yang
dapat menangani berbagai kondisi hidrolik, termasuk lingkungan dengan

13
gradien rendah dan efek air belakang. Metode ini juga kurang sensitif terhadap
kesalahan dalam input data, seperti data curah hujan dan limpasan,
dibandingkan metode lainnya (Meselhe et al., 2020).
3. Keakuratan: Metode gelombang kinematik dapat memberikan prediksi
hidrograf banjir yang akurat, terutama untuk DAS berukuran kecil hingga
menengah. Metode ini juga cocok untuk mensimulasikan aliran yang tidak
stabil di sungai dan saluran (Zare, 2020).
4. Kemudahan implementasi: Metode gelombang kinematik mudah diterapkan
dan membutuhkan lebih sedikit data daripada metode lain, seperti metode
Muskingum-Cunge. Hal ini menjadikannya alat yang berguna untuk perutean
banjir di area di mana data terbatas (Prawira et al., 2019).
Singkatnya, metode gelombang kinematik adalah metode yang sederhana,
kuat, dan akurat untuk penelusuran banjir yang dapat menangani berbagai kondisi
hidrolik. Ini juga mudah diimplementasikan dan membutuhkan lebih sedikit data
daripada metode lain.
Hasil flood routing dapat digunakan untuk mengambil tindakan pencegahan yang
diperlukan di daerah tempat terjadinya banjir. Dengan memprediksi banjir
menggunakan analisis rute banjir, pihak berwenang dapat mengambil tindakan
berikut untuk mencegah atau mengurangi dampak banjir (Vanijjirattikhan, et al.,
2021):
1. Evakuasi orang-orang dari daerah yang terkena dampak ke lokasi yang aman.
2. Tutup jalan dan jembatan untuk mencegah kecelakaan dan kerusakan
infrastruktur.
3. Sebarkan karung pasir untuk mencegah air masuk ke gedung.
4. Aktifkan sistem peringatan banjir untuk memperingatkan orang-orang di
daerah yang terkena dampak.
5. Merencanakan operasi pelimpah untuk mengelola ketinggian air di waduk.
Selain itu, analisis rute banjir dapat membantu pihak berwenang untuk
merencanakan dan merancang struktur pengendalian banjir seperti bendungan,
tanggul, dan saluran. Dengan mensimulasikan perilaku banjir menggunakan model
yang berbeda, pihak berwenang dapat menentukan tindakan pengendalian banjir

14
yang paling efisien dan efektif untuk diterapkan di area tertentu (Sarıgöl, &
Yesilyur, 2022; Norouzi, & Bazargan, 2020; Vatankhah, 2021). Hasil analisis rute
banjir juga dapat digunakan untuk mempelajari hubungan antara debit aliran dan
konsentrasi sedimen tersuspensi, yang dapat membantu menjelaskan variasi
musiman dan periode badai dalam kurva penilaian sedimen.

15
V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa flood routing (penelusuran


banjir) dapat membantu mengetahui tentang banjir menggunakan cara mengimport
data dan loading data ke program agar dapat diolah menjadi data yang dibutuhkan
dalam penelusuran banjir.
Flood rounting dengan ketetapan nilainya yaitu K dan x dari data Inflow dan
Outflow yang di dapat dari penggunaan alat pemrograman python yang bertujuan
untuk mendapatkan grafik dari data Inflow dan Outflow apakah grafik tersebut
sesuai dengan data yang sama dengan penelusuran banjir.

B. Saran

Untuk praktikum selanjutnya, disarankan untuk memberikan modul yang


lebih detail mengenai materi dan langkah-langkahnya. Ini akan memudahkan
mahasiswa dalam memahami materi yang akan disampaikan oleh asisten
praktikum, sehingga mahasiswa lebih siap untuk menghadapi pre test dan
praktikum.

16
DAFTAR PUSTAKA

Alhumoud, J.M. 2022. Analysis and Evaluation of Flood Routing Using


Muskingum Method. Journal of Applied Engineering Science, 20(4), 1366-
1277. DOI: https://doi.org/10.5937/jaes0-37455.

Amalia, A., & Wesli, W. 2021. Penelusuran Banjir Menggunakan Metode Level
Pool Routing pada Waduk Kota Lhokseumawe. Teras Jurnal: Jurnal Teknik
Sipil, 5(1). 1-11. DOI: http://dx.doi.org/10.29103/tj.v5i1.2.

Amalia, A., & Wesli, W. 2016. Penelusuran Banjir Menggunakan Metodr Level
Pool Routing Pada Waduk Kota Lhokseumawe. Teras Jurnal, Vol. 5, No. 1.

Arsyad, K.M. 2017. Modul hidrologi dan Hidrolika Sungai: Pelatihan dan
Pengendalian Banjir. Modul 5 Hidrologi dan Hidrolika Sungai.

Dwijayanto, D.A. 2019. Analisis Debit Banjir Sungai Cisadane dengan Metode
HSS Snyder Menggunakan Perangkat Lunak HEC-RAS. S1 thesis, Universitas
Mercu Buana Jakarta.

Ehteram, M., Othman, F.B., Yaseen, Z.M., Afan, H.A., Allawi, M.F., Malek, M.B.,
Ahmed, A.N., Shahid, S., Singh, V.P., & El-Shafie, A. 2018. Improving the
Muskingum Flood Routing Method Using a Hybrid of Particle Swarm
Optimization and Bat Algorithm. Water, 10(6), 807. DOI:
https://doi.org/10.3390/w10060807.

Hong, J.L., Shafie, S., Naubi, I., Yong, S.F., & Hong, K.A. 2019. Muskingum and
Lag Method River Routing Parameters for Klang River at Kuala Lumpur City
Centre Derived Using Recorded Hydrographs. Journal The Institution of
Engineers, 79(2).

Ishadi, N.K., Hadiani, R.R., & Suryandari, E.S. 2018. Penelusuran Banjir
Berdasarkan Analisis Metode Kinematik Berbasis Sistem Informasi Geografis
(SIG) di Kelurahan Sangkrah, Surakarta. Matriks Teknik Sipil, 6(3). DOI:
https://doi.org/10.20961/MATEKSI.V6I3.36562.

Matondang, M.A., Perwira Mulia, A., & Faisal, M. 2022. Analisa Area Genangan
Banjir Sungai Babura Berbasis Hec-Ras dan Gis. Jurnal Syntax Admiration,
3(1), 181-201. DOI: https://doi.org/10.46799/jsa.v3i1.381.

Meselhe, E., Lamjiri, M., Flint, K.R., Matus, S.A., White, E.D., & Mandli, K.T.
2020. Continental Scale Heterogeneous Channel Flow Routing Strategy for
Operational Forecasting Models. JAWRA: Journal of the American Water
Resources Association, 57, 209 - 221.

17
Norouzi, H., & Bazargan, J. 2020. Flood routing by linear Muskingum method
using two basic floods data using particle swarm optimization (PSO)
algorithm. Water supply, 20(5), 1897-1908. DOI:
https://doi.org/10.2166/ws.2020.099.
Norouzi, H., & Bazargan, J. 2020. Investigation of effect of optimal time interval on
the linear Muskingum method using particle swarm optimization algorithm.
Journal of Applied Research in Water and Wastewater, 7(2), 152-156. DOI:
https://doi.org/10.22126/arww.2021.4426.1137.

Perdana, C. ., Suprayogi, I. ., & Fauzi, M. . 2019. Pemodelan Penelusuran Banjir


Menggunakan Metode Adaptive Neuro Fuzzy Inference System pada Sungai
Rokan Kanan. Aptek, 11(1), 42–48. Retrieved from
https://journal.upp.ac.id/index.php/aptek/article/view/468

Prastica, Rian Mantasa Salve, et.,al. 2020. Mitigasi banjir dan alternatif
pemeliharaan infrastruktur keairan pada sub-DAS Code, DAS Opak,
Yogyakarta, Indonesia. Jurnal Sains dan Teknologi, Vol. 16, Ni. 01.

Prawira, D.Y., Soeryantono, H., Anggraheni, E., & Sutjiningsih, D. 2019.


Efficiency analysis of Muskingum-Cunge method and kinematic wave method
on the stream routing (Study case: upper Ciliwung watershed, Indonesia). IOP
Conference Series: Materials Science and Engineering, 669. DOI:
https://doi.org/10.1088/1757-899X%2F669%2F1%2F012036.

Samosir, Florence Agustina. 2019. Rekayasa Hidrologi. Pekanbaru.

Sarıgöl, M., & Yesilyurt, S.N. 2022. Flood Routing Calculation with ANN, SVM,
GPR, and RTE Methods. Polish Journal of Environmental Studies,
31(6), 5221-5228. DOI: https://doi.org/10.15244/pjoes/151542

Siregar, F.A., Mulia Tarigan, A.P., & Faisal, M. 2022. Analisis Kondisi Banjir Di
Kampus USU Berbasis Hecras dan Gis. Jurnal Syntax Admiration, 3(1), 110-
121.

Siregar, F.A., Mulia Tarigan, A.P., & Faisal, M. 2022. Analisis Kondisi Banjir Di
Kampus USU Berbasis Hecras dan Gis. Jurnal Syntax Admiration, 3(1), 110-
121. DOI: https://doi.org/10.46799/jsa.v3i1.383.

Ulfah, Marfirah. 2019. Analisis Metode Routing Terhadap Hidrograf Banjir Sungai
Way Sekampung di Way Kunyir menggunakan HEC-HMS. Lampung.

Vanijjirattikhan, R., Thongthamchart, C., Rakcheep, P., Supakchukul, U., &


Suwatthikul, J. 2021. Reservoir Flood Routing Simulation for Dam Safety
Management in Thailand. Journal of Disaster Research, 16(4), 596-606. DOI:
https://doi.org/10.20965/jdr.2021.p0596.

18
Vatankhah, A.R. 2021. The lumped Muskingum flood routing model revisited: the
storage relationship. Hydrological Sciences Journal, 66, 1625-1637. DOI:
https://doi.org/10.1080/02626667.2021.1957475.

Zare, M. 2020. An Analysis of MLR and NLP for Use in River Flood Routing and
Comparison with the Muskingum Method. 505-513.

19
LAMPIRAN

Nama Pembagian Tugas


Najwa Malika Y. Laprak Acara 3, Pembahasan Makalah
Evapotranspirasi, dan Pendahuluan Laprak Acara 1.
Mohammad Rifki A. Laprak Acara 5, Tinjauan Pustaka Laprak Acara 1,
Pendahuluan Laprak Acara 1, Revisi dan Editor
Laprak Acara 1, 2, 3,5,dan 6.
Naila Permata Sahrita Laprak Acara 6, Pendahuluan dan Editor Makalah
Evapotranspirasi, Editor Laprak Acara 1.
Salmadina Jihannuha Laprak Acara 2, Hasil dan Pembahasan Laprak Acara
1, Editor Lampiran Pembagian Tugas Acara 1, 2,
3,5,6, dan Makalah.

20
MAKALAH
HIDROLOGI

EVAPOTRANSPIRASI

Oleh:
Naila Permata Sahrita
NIM A1C022006

KEMENTRIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN


TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JENDRAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan Rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah Hidrologi dengan judul “Evapotranspirasi”. Banyak halangan yang
dihadapi dalam penyusunan tulisan ini dan kami sadar tulisan ini dapat diselesaikan
hanya dengan kehendak-Nya dan bantuan dari berbagai pihak yang berkontribusi
baik secara moral maupun materi. Oleh karena itu, dengan segenap hati kami
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang turut membantu
menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dan terdapat banyak kekurangan maupun kesalahan dalam proses
penulisan makalah ini karena terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang
penulis miliki. Penulis berharap makalah ini dapat memberikan manfaat dan
pengetahuan bagi para pembaca. Oleh karena itu, kami menerima segala bentuk
kritik serta saran yang membangun dari berbagai pihak demi perbaikan,
pengembangan, dan penyempurnaan makalah ini.

Purwokerto, 09 Juni 2023

Penyususun

ii
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR .............................................................................................. ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
I. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
A. Latar Belakang .......................................................................................... 1
B. Tujuan ....................................................................................................... 2
C. Rumusan Masalah..................................................................................... 2
II. PEMBAHASAN .............................................................................................. 4
III. PENUTUP...................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................11
LAMPIRAN .......................................................................................................... 12

iii
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Evapotranspirasi adalah sebuah peristiwa penguapan air dari daun tanaman


baik dari proses biologi (hasil metabolisme) maupun yang tidak berasala dari
kegiatan tersebut. Menurut (Wouw et al., 2017) menjelaskan bahwa
evapotranspirasi meruakan salah satu parameter acuan dalam memperkirakan
kebutuhan air tanaman. Didukung dengan (Baruga et al., 2019) menyatakan bahwa
evapotranspirasi merupakan penguapan pada permukaan lahan yang terdapat tanah
dan tanaman di permukaan lahan tersebut. Maka dari itu evapotranspirasi
merupakan jumlah total air yang dikembalikan lagi ke atmosfer dari proses biologi
dipermukaan tanah oleh adanya pengaruh faktor iklim dan fisiologis vegetasi
(Fibriana et al., 2018). Selain itu, menurut (Fibriana et al., 2018) evapotranspirasi
terbagi menjadi beberapajenis, yaitu Evapotranspirasi standar, evapotranspirasi
potensial, Evapotranspirasi tanaman dan evapotranspirasi actual. Berhubungan
dengan hal tersebut, evapotranspirasi adalah gabungan dari evaporasi dan
transpirasi. Untuk evaporasi adalah peristiwa menguapnya air menjadi gas pada
permukaan air dan permukaan tanah, sedangkan untuk transpirasi adalah proses
merubahnya air yang terkandung didalam tanaman menjadi gas.
Mengingat banyak sekali peran air yang terserap disuatu wilayah baik
dipermukaan tanah maupun pada suatu tanaman, memiliki artian bahwa semakin
tinggi nilai evapotranspirasi maka banyak sekali faktor-faktor pengaruh yang terjadi
siwilayah tersebut. Hal tersebut, dipengaruihi oleh radiasi, suhu, kelembapan, angin
dan tekanan barometer. Dalam pengaplikasiannya, pengelolaan sumber daya air, hal
ini ada kaitannya dengan siklus air dan ketersediaan air pada suatu wilayah. Analisis
evapotranspirasi membantu dalam permodelan dan perencanaan pengelolaan
sumber daya air. Ini membantu dalam mengidentifikasi pola musiman
evapotranspirasi, menghitung kebutuhan air untuk irigasi, merencanakan jadwal

1
pengairan yang efisien, dan memperkirakan kebutuhan air untuk keperluan manusia
dan lingkungan.
Selain itu, dalam bidang pertanian evapotranspirasi berpengaruh pada
kebutuhan air tanaman. Dengan memahami laju evapotranspirasi, petani dapat
mengelola irigasi secara efisien dan memastikan pasokan air yang cukup untuk
tanaman. Ini membantu meningkatkan produktivitas tanaman, menghindari
kelebihan atau kekurangan air yang dapat merusak tanaman, dan membantu dalam
perencanaan penanaman, dan pemilihan varietas tanaman yang sesuai. Situasi
evapotranspirasi dapat bervariasi tergantung pada lokasi geografis dan kondisi
lingkungan setempat. Dalam daerah yang kering dengan suhu tinggi dan sinar
matahari yang kuat, evapotranspirasi cenderung tinggi. Di daerah dengan
kelembaban yang tinggi dan tutupan vegetasi yang tebal, evapotranspirasi juga
dapat tinggi karena tingginya laju transpirasi dari tumbuhan. Namun penting untuk
dicatat bahwa evapotranspirasi juga dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor manusia
seperti irigasi intensif, penggunaan air dalam industri, atau perubahan penggunaan
lahan yang dapat mengubah siklus air alami. Dalam konteks perubahan iklim
global, evapotranspirasi dapat berubah sebagai respons terhadapa perubahan suhu,
pola curah hujan, dan tingkat kelembaban atmosfer.

B. Tujuan

1. Memahami bagaimana peranan evapotranspirasi terhadap lingkungan sekitar.


2. Mengetahui evapotranspirasi itu apa dan digunakan untuk apa pada fungsinya.
3. Mengetahui cara menganalisis data evapotranspirasi.

C. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Evapotranspirasi?


2. Bagaiamana peranan analisis evapotranspirasi terhadapa lingkungan sekitar?
3. Apa yang menjadi faktor-faktor pengaruh lajunya evapotranspirasi?

2
4. Mengapa analisis data evapotranspirasi disuatu wilayah menjadi aspek yang
begitu penting, khususnya pada bidang pertanian?

3
II. PEMBAHASAN

Siklus hidrologi adalah pergerakan air di bumi berupa cair, gas, dan padat baik
proses di atmosfir, tanah dan badan-badan air yang tidak terputus melalui proses
kondensasi, presipitasi, evaporasi dan transpirasi. Pemanasan air samudera oleh
sinar matahari merupakan kunci proses siklus hidrologi tersebut dapat berjalan
secara kontinu. Air berevaporasi, kemudian jatuh sebagai presipitasi dalam bentuk
air, es, atau kabut. Pada perjalanan menuju bumi beberapa presipitasi dapat
berevaporasi kembali ke atas atau langsung jatuh yang kemudian diintersepsi oleh
tanaman sebelum mencapai tanah. Setelah mencapai tanah, siklus hidrologi terus
bergerak secara kontinu dalam 3 (tiga) cara yang berbeda:
1. Evaporasi/transpirasi : air yang ada dilaut, daratan, sungai, tanaman, dan
sebagainya, kemudian akan menguap ke angkasa (atmosfer) dan kemudian
akan menjadi awan. Pada keadaan jenuh uap air (awan) itu akan menjadi bintik-
bintik air yang selanjutnya akan turun (precipitation) dalam bentuk hujan,
salju, es.
2. Infiltrasi atau perkolasi ke dalam tanah : air bergerak ke dalam tanah melalui
celah celah dan pori-pori tanah dan batuan menuju muka air tanah. Air dapat
bergerak akibat aksi kapiler atau air dapat bergerak secara vertikal atau
horizontal dibawah permukaan tanah hingga air tersebut memasuki kembali
sistem air permukaan.
3. Air permukaan : air bergerak diatas permukaan tanah dekat dengan aliran
utama dan danau; makin landai lahan dan makin sedikit pori-pori tanah, maka
aliran permukaan semakin besar. Aliran permukaan tanah dapat dilihat
biasanya pada daerah urban. Sungai-sungai bergabung satu sama lain dan
membentuk sungai utama yang membawa seluruh air permukaan disekitar
daerah aliran sungai menuju laut.
Evaporasi adalah suatu jumlah maksimum dari air yang berhasil diubah
kedalam fase uap air, berlangsung pada suatu permukaan rata, datar dan basah yang
dapat dicapai secara bebas oleh seluruh faktor – faktor iklim. Evaporasi merupakan

4
faktor penting dalam studi tentang pengembangan sumberdaya air. Evaporasi
sangat mempengaruhi debit sungai, besarnya kapasitas waduk, besarnya kapasitas
pompa untuk irigasi, penggunaan konsumtif untuktanaman, analisis ketersediaan
air dan lain sebagainya. Air akan menguap dari tanah,baik tanah gundul atau yang
tertutup oleh tanaman dan pepohonan, permukaan tidak tembus air seperti atap dan
jalan raya dan air bebas dari air yang mengalir. Laju evaporasi atau penguapan akan
berubah-ubah menurut warna dan sifat pemantulan permukaan dan hal ini juga akan
berbeda untuk permukaan yang langsung tersinari oleh matahari dan yang
terlindung dari sinar matahari. Evaporasi dipengaruhi oleh faktor meteorologi,
termasuk didalamnya radiasisurya, suhu permukaan, evaporasi, selisih tekanan uap,
kecepatan angin dan turbulensi udara. Radiasi surya merupakan sumber energi
utama (Nurhayati, 2017).
Kemudian terdapat transpirasi pada dasarnya merupakan proses dimana air
menguap dari tanaman melalui daun ke atmosfer. Sistem perakaran tanaman
mengadopsi air dalam jumlah yang berbeda-beda dan ditransmisikan melalui
tumbuhan dan melalui mulut daun. Ada dua bentuk transpirasi, yaitu: (1)
Transpirasi stomata, dimana air lepas melalui pori-pori pada stomata daun, (2)
Transpirasi kutikular, dimana air menguap dari permukaan daun ke atmosfir melalui
kutikula (Nurhayati, 2017).
Dan yang terakhir yaitu evapotranspirasi merupakan salah satu bagian dalam
siklus air, dan memiliki peran yang penting bagi pertanian, hidrologi, ekologi dan
bidang lainnya. Mendefinisikan evapotranspirasi sebagai perubahan wujud dari
H2O cair menjadi uap atau gas serta bergerak dari bidang penguap (permukaan
tanah dan vegetasi) ke atmosfir. Perhitungan evapotranspirasi antara lain diperlukan
untuk menentukan besarnya penggunaan air konsumtif untuk tanaman, analisis
ketersediaan air, kapasitas pompa untuk irigasi, air yang dialirkan melalui saluran
irigasi dan kapasitas waduk. Laju evapotranspirasi dapat diukur secara langsung
atau dapat juga diestimasi dengan beberapa pendekatan atau metode seperti
pendekatan iklim mikro maupun pendekatan empirik (Taoni, 2017).
Evapotranspirasi merupakan salah satu mata rantai dalam siklus hidrologi
yang menggambarkan proses transfer air ke atmosfer. Evapotranspirasi terjadi

5
dengan dua cara yaitu evapotranspirasi potensial dan aktual. Evapotranspirasi
potensial terjadi pada saat kondisi air tanah cukup banyak sedangkan
evapotranspirasi aktual terjadi pada saat kondisi air tanah tidak memadai.
Evapotranspirasi merupakan gabungan dari dua proses yaitu evaporasi dan
transpirasi. Evaporasi adalah penguapan dari lautan, danau, massa air lainnya dan
massa daratan, sedangkan transpirasi adalah penguapan air dari tumbuhan.
Evapotranspirasi terjadi secara simultan dan dua proses ini sulit untuk dibedakan.
Perubahan evapotranspirasi sangat dipengaruhi oleh iklim regional sehingga
memegang peranan penting dalam perhitungan ketersediaan air tanah (Nurhayati,
2016).
Evapotranspirasi (ET) adalah proses dimana air berpindah dari permukaan
bumi ke atmosfer termasuk evaporasi air dari tanah dan transpirasi dari tanaman
melalui jaringan tanaman melalui transfer panas laten persatuan area. Apabila
jumlah air yang tersedia tidak menjadi faktor pembatas, maka evapotranspirasi yang
terjadi akan mencapai kondisi yang maksimal dan kondisi itu dikatakan sebagai
evapotranspirasi potensial tercapai atau dengan kata lain evapotranspirasi potensial
akan berlangsung bila pasokan air tidak terbatas bagi stomata maupun permukaan
tanah. Perkiraan evapotranspirasi sangat penting dalam kajian-kajian
hidrometeorologi. Pengukuran langsung evaporasi dan evapotranspirasi dari air
maupun permukaan lahan yang luas akan mengalami banyak kendala. Untuk itu
maka dikembangkan beberapa metode pendekatan dengan menggunakan input data
klimatologi yang diperkirakan akan memberi pengaruh yang signifikan terhadap
besar dan lajunya evapotranspirasi (Susena, 2022).
Evapotranspirasi memiliki dua jenis yaitu, evapotranspirasi potensial dan
evapotranspirasi Aktual. Evapotranspirasi potensial (ETp) adalah evapotranspirasi
yang mungkin terjadi pada suatu permukaan tanah dengan kondisi tutupan vegetasi
tertentu. ETp terjadi ketika air tanah tidak terbatas dan tanaman berada dalam tahap
pertumbuhan aktif dengan penutup tanah penuh. Tingkat ETp untuk jenis tanaman
tertentu biasanya bergantung pada kondisi meteorologi di wilayah tersebut.
Umumnya, evapotranspirasi potensial ini dihitung oleh stasiun cuaca dan dijadikan
evapotranspirasi referensi (ETo) untuk wilayah tersebut dan sekitarnya.

6
Evapotranspirasi aktual (Eta) atau disebut sebagai penggunaan air konsumsi
merupakan jumlah air yang sesungguhnya hilang dalam proses evapotranspirasi.
Jika terdapat jumlah air yang sangat banyak di tanah tersebut, maka angka
evapotranspirasi aktual akan mendekati evapotranspirasi potensial atau bahkan
memiliki nilai yang sama. ETa ini dipengaruhi oleh faktor-faktor yang
mempengaruhi tanaman dan faktor fisik yang ada di wilayah tersebut (Fibriana,
2018).
Evapotranspirasi merupakan proses penggabungan antara evaporasi dengan
transpirasi berkaitan yang terjadi pada tanah tertutup oleh tumbuh-tumbuhan.
Proses transpirasi berjalan terus hampir sepanjang hari di bawah pengaruh sinar
matahari. Proses evaporasi dapat berjalan terus selama ada input panas, karenanya
bagian terbesar jumlah evaporasi diperoleh siang hari. Faktor lain yang penting
adalah adanya air yang cukup banyak, jika jumlah air selalu tersedia secara
berlebihan dari yang dibutuhkan oleh tanaman selama proses transpirasi ini maka
jumlah air yang di transpirasikan akan lebih besar dibandingkan dengan apabila
tersedianya air di bawah kebutuhan (Sittasewi, 2020).
Terdapat 3 faktor yang mendukung kecepatan evapotranspirasi yaitu (1)
faktor iklim mikro, mencakup radiasi netto, suhu, kelembaban dan angin, (2) faktor
tanaman, mencakup jenis tanaman, derajat penutupannya, struktur tanaman, stadia
perkembangan sampai masak, keteraturan dan banyaknya stomata, mekanis
memenutup dan membukanya stomata, (3) faktor tanah, mencakup kondisi tanah,
aerasitanah, potensial air tanah dan kecepatan air tanah bergerak ke akar tanaman.
Data evapotranspirasi di stasiun klimatologi tidak semuanya tersedia. Untuk
mengatasi masalah tersebut maka perhitungan evapotranspirasi dilakukan
menggunakan persamaan empirik dari peneliti berdasarkan penelitian di lapang
yang sudah divalidasi dan dapat digunakan untuk perhitungan evapotranspirasi
(Susena, 2022).
Faktor-faktor yang mempengaruhi evapotranspirasi memurut Putra (2019),
faktor-faktor yang mempengaruhi evaporasi adalah suhu air, suhu udara (atmosfir),
kelembaban, kecepatan angin, tekanan udara, sinar matahari. Pada waktu
pengukuran evaporasi, kondisi iklim ketika itu harus diperhatikan, mengingat faktor

7
itu sangat dipengaruhi oleh perubahan lingkungan. Evapotranspirasi ditentukan
oleh banyak faktor yakni:
1. Radiasi surya (Rd): Komponen sumber energi dalam memanaskan badan-
badan air, tanah dan tanaman. Radiasi potensial sangat ditentukan oleh posisi
geografis lokasi.
2. Kecepatan angin (v): Angin merupakan faktor yang menyebabkan
terdistribusinya air yang telah diuapkan ke atmosfir, sehingga proses
penguapan dapat berlangsung terus sebelum terjadinya keejenuhan kandungan
uap di udara.
3. Kelembaban relatif (RH): Parameter iklim ini memegang peranan karena udara
memiliki kemampuan untuk menyerap air sesuai kondisinya termasuk
temperatur udara dan tekanan udara atmosfir.
4. Temperatur: Suhu merupakan komponen tak terpisah dari RH dan Radiasi.
Suhu ini dapat berupa suhu badan air, tanah, dan tanaman ataupun juga suhu
atmosfir.
Perubahan iklim menjadi dampak evapotranspirasi, berikut beberapa
dampaknya yaitu:
1. Peningkatan suhu, dikarenakan peningkatan suhu rata-rata akibat perubahan
iklim dapat mempengaruhi laju penguapan air dari permukaan tanah. Suhu
yang lebih tinggi meningkatkan energi termal yang tersedia untuk menguapkan
air, sehingga meningkatkan evapotranspirasi.
2. Perubahan pola curah hujan, perubahan ini mempengaruhi ketersediaan air
dipermukaan tanah dan mempengaruhi tingkat evapotranspirasi. Semisal,
curah hujan berkurang, tanah mongering lebih cepat, yang mengakibatkan
penguapan meningkat.
3. Perubahan dalam siklus hidrologi, yang mempengaruhi diantaranya siklus air
diantara atmosfer, tanah, dan permukaan air. Perubahan ini dapat mengubah
ketersediaan air bagi proses evapotranspirasi dan mempengaruhi tingkat
penguapan secara keseluruhan.
Lysimeter merupakan salah satu motode perhitungan evapotranspirasi
yang paling akurat. Alat ukur ini nantinya akan ditempatkan pada stasiun-

8
stasiun cuaca untuk memonitor evapotranspirasi di wilayah tersebut.
Evapotranspirasi yang diukur adalah evapotranspirasi potensial. Alat ukur ini
akan mengukur laju evapotranspirasi pada suatu wilayah yang terbatas saja.
Dengan penyebaran wilayah yang terbatas maka diperlukan lysimeter dalam
jumlah banyak untuk menghitung evapotranspirasi di suatu wilayah. Laju
evapotranspirasi dari suatu wilayah dapat dihitung dengan menggunakan
rumus:
EP = H + S-Pk – P
Dimana:
EP = Evapotranspirasi (potensial)
H = Curah hujan
S = Air siraman
Pk = Air perkolasi
P = Jumlah air untuk penjenuhan tanah sampai tercapai kapasitas lapang

9
III. PENUTUP

Evapotranspirasi merupakan proses yang penting dalam siklus hidrologi dapat


melibatkan penguapan air dari permukaan tanah dan transpirasi air oleh tanaman.
Pada pemabahsan diatas faktor yang mempengaruhi evapotranspirasi, seperti suhu
udara, kelembaban relatif, radiasi matahari, angin, dan jenis vegetasi.
evapotranspirasi memiliki dampak signifikan terhadap ketersediaan air di
lingkungan. Peningkatan suhu global dan perubahan iklim dapat mempengaruhi
pola evapotranspirasi, yang pada gilirannya mempengaruhi siklus air regional dan
global.
Pemahaman yang baik tentang evapotranspirasi penting dalam perencanaan
dan pengelolaan sumber daya air. Metode pengukuran evapotranspirasi yang kita
bahas adalah Lysimeter yang merupakan salah metode perhitungannya lebih akurat.
Selain itu, evapotranspirasi berperan dalam keseimbangan energi di lingkungan.
Proses penguapan dan transpirasi ini dapat mengurangi suhu udara di sekitar area
yang mengalami peningkatan panas, yang memberikan dampak positif dalam
mitigasi perubahan iklim dan kenyamanan termal.
Dengan demikian, pemahaman yang mendalam tentang evapotranspirasi
adalah kunci dalam mengelola sumber daya air dengan efisien, mengantisipasi
dampak perubahan iklim, dan menjaga keseimbangan ekosistem.

10
DAFTAR PUSTAKA

Alldera, B. G., & Yustiana, F. (2022). Tinjauan Evapotranspirasi Acuan Musim


Kemarau di Kota Bandung. FTSP, 54-67.

Ansar, A., Putra, G. M. D., & Ependi, O. S. (2019). Analisis variasi jenis dan
panjang sumbu terhadap pertumbuhan tanaman pada sistem hidroponik.
Jurnal Ilmiah Rekayasa Pertanian dan Biosistem, 7(2), 166-173.

Baruga, C.K., Kim, D., & Hoi, M. (2019). A National-Scale Drought Assessment
in Uganda Based on Evapotranspiration Deficits from Bouchet
Hypothesis. Journal of Hydrology, 580, 1-44.

Fausan, Ahmad. 2020. Analisis Model Evaporasi dan Evapotranspirasi


Menggunakan Pemodelan Matematika pada Visual Basic di Kabupaten
Maros. Jurnal Teknik Sipil Dan Lingkungan, Vol. 05, No. 03.

Fibriana, R., Ginting, Y. S., Ferdiansyah, E., & Mubarak, S. (2018). Analisis besar
atau laju evapotranspirasi pada daerah terbuka. Agrotekma: Jurnal
Agroteknologi dan Ilmu Pertanian, 2(2), 130-137.

Hartati, R., & Marlinda, M. (2019). Optimalisasi Kinerja Teknis Pengelolaan


Daerah Irigasi Jambo Aye dan Alue Ubay di Kabupaten Aceh Utara. Jurnal
Optimalisasi, 5(2), 60-71.

Nurhayati, dan Jamrud Aminuddin. 2016. Pengaruh Kecepatan Angin Terhadap


Evapotranspirasi Berdasarkan Metode Penman di Kebun Stroberi
Purbalingga. Journal of Islamic Science and Technology,Vol 2, No. 1.

Saputra, W. S. E., & Prabawayudha, E. (2022). Klimatologi Pertanian.

Wouw P. M. F., Ros, E. J. M., & Brouwers, H. J. H. (2017). Precipitation


Collection and Evapo(transpi)ration of Living Wall Systems. Building and
Environment, 126, 221-237

Wilnaldo, A., Putra, Y. S., & Adriat, R. (2020). Perbandingan Metode Perhitungan
Evapotranspirasi Potensial di Paloh Kabupaten Sambas Kalimantan Barat.
PRISMA FISIKA, 8(3), 165-171.

11
LAMPIRAN

Nama Pembagian Tugas


Najwa Malika Y. Laprak Acara 3, Pembahasan Makalah
Evapotranspirasi, dan Pendahuluan Laprak Acara 1.
Mohammad Rifki A. Laprak Acara 5, Tinjauan Pustaka Laprak Acara 1,
Pendahuluan Laprak Acara 1, Revisi dan Editor
Laprak Acara 1, 2, 3,5,dan 6.
Naila Permata Sahrita Laprak Acara 6, Pendahuluan dan Editor Makalah
Evapotranspirasi, Editor Laprak Acara 1.
Salmadina Jihannuha Laprak Acara 2, Hasil dan Pembahasan Laprak Acara
1, Editor Lampiran Pembagian Tugas Acara 1, 2, 3,5,6,
dan Makalah.

12
LAPORAN PRAKTIKUM
HIDROLOGI

ANALISIS HUJAN WILAYAH: METODE ARITMATIKA DAN


THIESSEN

Oleh:
Naila Permata Sahrita
NIM A1C022006

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN


TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2023
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL .................................................................................................. iii
I. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
A. Latar Belakang .......................................................................................... 1
B. Tujuan ....................................................................................................... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 3
III. METODOLOGI ............................................................................................... 5
A. Alat dan Bahan ......................................................................................... 5
B. Prosedur Kerja .......................................................................................... 5
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................................ 6
A. Hasil .......................................................................................................... 6
B. Pembahasan .............................................................................................. 7
V. KESIMPULAN DAN SARAN...................................................................... 14
A. Kesimpulan ............................................................................................. 14
B. Saran ....................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 16
LAMPIRAN .......................................................................................................... 17

ii
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
1. Perhitungan metode aritmatika ................................................................. 6
2. Perhitungan metode poligon thiessen........................................................ 7

iii
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Curah hujan, juga dikenal sebagai presipitasi, adalah salah satu aspek
hidrologi yang sangat signifikan. Presipitasi merupakan proses di mana air jatuh
dari atmosfer ke permukaan bumi dan laut dalam berbagai bentuk, seperti curah
hujan di daerah tropis dan kombinasi curah hujan serta salju di daerah beriklim
sedang. Di daerah tropis seperti Indonesia, presipitasi umumnya terjadi dalam
bentuk curah hujan. Pengukuran dan analisis curah hujan dilakukan dengan tujuan
untuk memperoleh data yang akurat mengenai jumlah air hujan yang jatuh di
wilayah tersebut. Wilayah yang menjadi fokus pengukuran curah hujan dapat
berupa suatu area geografis yang memiliki batas-batas tertentu, yang disebut
sebagai wilayah regional atau wilayah tertentu. Wilayah yang dipilih untuk
pengukuran curah hujan umumnya didasarkan pada pertimbangan geografis dan
hidrologis. Dalam prakteknya, wilayah pengukuran dapat memiliki ukuran yang
bervariasi, mulai dari skala kecil seperti daerah perkotaan atau sungai kecil, hingga
skala besar seperti wilayah negara bagian atau bahkan lintas negara.
Pengukuran dan analisis curah hujan wilayah memiliki peran penting dalam
pemahaman pola curah hujan yang terjadi di suatu area yang lebih luas. Data yang
dikumpulkan dari berbagai stasiun pengukuran memberikan informasi yang lebih
komprehensif tentang distribusi spasial curah hujan di wilayah regional. Hal ini
memungkinkan para ahli hidrologi, ilmuwan lingkungan, dan perencana sumber
daya air untuk mengidentifikasi tren, pola musiman, dan perubahan jangka panjang
dalam curah hujan, yang pada gilirannya dapat digunakan untuk perencanaan,
mitigasi bencana, dan manajemen sumber daya air yang efektif sehinga pengukuran
dan analisis curah hujan wilayah memiliki peranan yang sangat penting dalam
berbagai bidang, termasuk hidrologi, manajemen sumber daya air, perencanaan
irigasi, dan pengelolaan lingkungan.

1
Pengukuran dan analisis hujan wilayah dapat ditentukan dengan beberapa
metode seperti rata-rata aritmatika, poligon Thiessen, Isohiet, dan center of gravity.
Pada laporan praktikum ini akan dibahas lebih lanjut mengenai metode aritmatika
dan poligon Thiessen. Metode aritmatika menghitung rata-rata curah hujan di suatu
wilayah berdasarkan data pengukuran yang tersedia, sedangkan metode Thiessen
menghasilkan pola spasial yang lebih rinci dengan memperhitungkan bobot dari
masing-masing stasiun pengukuran yang mewakili luasan wilayah pengukuran.

B. Tujuan

1. Mahasiswa mampu menganalisis hujan wilayah dengan metode sederhana.


2. Mahasiswa mampu membandingkan dua metode sederhana penentuan hujan
wilayah.

2
II. TINJAUAN PUSTAKA

Hujan merupakan salah satu fenomena alam yang menunjukan jatuhnya


titik air dari atmosfer ke permukaan bumi. Hujan memiliki peranan penting dalam
siklus hidrologi atau siklur perputaran air. Curah hujan merupakan salah satu
parameter hujan yang dapat diukur. Dimana curah hujan menyatakan seberapa
besar tinggi air yang ditimbulkan oleh hujan di suatu daerah (Dwirani, 2019). Curah
hujan merupakan ketinggian air hujan yang terkumpul dalam tempat yang
datar, tidak menguap, tidak meresap, dan tidak mengalir. Satuan curah hujan
selalu dinyatakan dalam satuan milimeter atau inchi namun untuk di indonesia
satuan curah hujan yang digunakan adalah dalam satuan milimeter (mm). Curah
hujan dalam 1 (satu) milimeter memiliki arti dalam luasan satu meter persegi
pada tempat yang datar tertampung air setinggi satu milimeter atau
tertampung air sebanyak satu liter. (Dwirani, 2019). Dalam menentukan curah
hujan yang berpengaruh dalam suatu Daerah Aliran Sungai (DAS) digunakan
analisis hujan rata-rata. Dalam penentuan hujan rencana jumlah setasiun hujan
sangat menentukan hasil prediksi hujan yang tepat. Pengaruh stasiun hujan
secara regional sangat menentukan akurasi prediksi hujan (Johnson, 2018).
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode poligon Thiessen.
Metode ini sesuai untuk kawasan dengan jarak penakar hujan yang tidak merata
dan memerlukan stasiun-stasiun pengamat dekat kawasan tersebut, serta
panambahan suatu stasiun pengamat akan mengubah seluruh jaringan. Dalam
metode ini tidak memperhitungakan kondisi topografi DAS (Wijaya, 2016).
Intensitas curah hujan adalah jumlah curah hujan dalam suatu satuan waktu
tertentu, yang biasanya dinyatakan dalam mm/jam, mm/hari, mm/tahun, dan
sebagainya yang berturut-turut sering disebut hujan jam-jaman, harian, tahunan,
dan sebagainya. Biasanya data yang sering digunakan untuk analisis adalah nilai
maksimum, minimum dan nilai rata-ratanya. Cara perhitungan Curah Hujan
Daerah, Curah hujan yang diperlukan untuk menyusun suatu rancangan
pemanfaatan air adalah curah hujan rata-rata di daerah yang bersangkutan,

3
bukan hanya pada satu titik tertentu. Curah hujan ini disebut curah hujan wilayah
atau daerah dan dinyatakan dalam mm. Ketersediaan air yang kurang dari
kebutuhan air tanaman dapat berdampak terhadap produksi pangan yang kurang
maksimal (Pradana dan Sesanti, 2018). Sementara itu, kenaikan suhu udara
menyebabkan peningkatan transpirasi dan peningkatan konsumsi air (Fibriana et
al., 2018).

4
III. METODOLOGI

A. Alat dan Bahan

1. Alat

a. Kertas militer block (saat ini diganti dengan excel program, terlampir)
b. Peralatan gambar (untuk membuat poligon, saat ini diganti dalam soft file)
2. Bahan

a. Data hujan (dummy)


b. Data Areal Kawasan (dummy)

B. Prosedur Kerja

1. Membaca dan memahami materi tentang metode rerata aritmatika dan metode
poligon Thiessen.
2. Lakukan metode perhitungan terhadap data yang telah disediakan.

5
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Metode Aritmatika

Tabel 1. perhitungan metode aritmatika


Stasiun Cuaca Rainfall (mm)
1 762
2 123
3 811
4 263
5 782
6 263
7 183
8 789
Jumlah 3.976
Curah hujan rata-rata 479

Perhitungan Manual:
762+ 123+ 811+263+782+263+183+789
𝑃̅ = 8

= 479
2. Metode Poligon Thiessen

Gambar 1. Wilayah yang dihitung.

6
Tabel 2. Perhitungan metode poligon thiessen
Nama Weight Rainfall Weighted Rainfall
Luas Area (b)
(a) (c=b/1896) (mm) (d) (mm) (e=c*d)
1 450 0,24 762 180,85
2 679 0,36 123 44,05
3 350 0,18 811 149,71
4 79 0,04 263 10,96
5 85 0,04 782 35,06
6 94 0,05 263 13,04
7 102 0,05 183 9,85
8 57 0,03 789 23,72
Hujan wilayah 467,23

Perhitungan:
762.450+ 123.679+ 811.350+263.79+782.85+263.94+183.102+789.57
𝑃̅ = (450+679+350+79+85+94+102+57)

= 467,23

B. Pembahasan

Dalam memperhitungkan data hujan didalam sutau wilayah, yang dimana hal
tersebut membutuhkan analisis lingkungan wilayah, baik itu klasifikasi Oldeman
cukup berguna terutama dalam klasifikasi lahan pertanian tanamanan pangan.
Klasifikasi tipe iklim ini menggolongkan tipe-tipe iklim di Indonesia berdasarkan
pada kriteria bulan bulan basah dan bulan bulan kering secara berturut-turut
(Saputra et al., 2018). Selain itu, beliau menyatakan ketersediaan air yang dapat
memenuhi kebutuhan air tanaman (crop water requirement) diperoleh berdasarkan
klasifikasi kriteria bulan basah pada nilai ambang batas. Selain dapat menentukan
pola hujan, hasil klasifikasi metode Oldeman ini juga dapat digunakan untuk
menggambarkan pola tanam.
Analisis terkait pola hujan menjadi aspek yang penting, mengingat dari
penggunaan data hujan wilayah digunakan untuk menentukan jenis tanaman yang
akan ditanamkan. Berhubungan dengan hal tersebut, Indonesia memiliki iklim
tropis, artinya dalam daerah tersebut matahari beredar disepanjang garis

7
khatulistiwa. Wilayah yang tersoroti sangat cocok untuk tanaman yang memerlukan
jumlah air yang cukup untuk tumbuh dan berkembang. Jika dibandingkan dengan
negara selain negara beriklim tropis, memiliki perbedaan iklim yang cukup
signifikan. Ada beberapa negara yang beriklim sub-tropis yang dimana akan terjadi
4 musim pada negara tersebut, diantaranya adalah musim kemarau, semi, panas,
dan salju. Dikarenakan iklim yang tidak menentu setiap tahunnya mendorong
sebagian negara untuk membuat iklimnya sendiri, dapat berupa pengontrolan iklim
itu sendiri dengan membuat suatu tempat yang dapat mempertahankan suhu yang
diinginkan. Untuk mengantisipasi perubahan iklim yang tidak menentu guna
mencapai pemanfaatan lahan yang efektif perlu menganalisis perubahan iklim yang
terjadi disuatu wilayah, terutama di negara Indonesia, mengingat Indonesia hampir
setiap tahunnya mengalami musim hujan.
Apalagi dengan peningkatan curah hujan, dapat mengakibatkan banjir pada
musim penghujan. Saat curah hujan meningkat melebihi kapasitas inftrastruktur
yang ada, air akan naik dan meluap membanjiri daerah sekitarnya. Kondisi
terburuknya dari banjir adalah dapat merusak bangunan, kehilangan nyawa,
menganggu aktivitas pertanian, dan merusak struktur sungai. Selain itu, longsor dan
erosi tanah turut menjadi dampak yang diberikan akibat peningkatan curah hujan.
Namun, pada aspek yang lebih positif peningkatan curah hujan dapat memberikan
peningkatan aliran sungai dan meningkatkan laju air tanah (Ground water). Pada
dampak yang positif dapat menguntungkan aktivitas masyarakat, khususnya pada
bidang pertanian, karena dari peningkatan aliran sungai dapat mempermudah petani
dalam mengambil Tindakan merancangkan sistem irigasi.
Berdasarkan data yang telah disedia, untuk perhitungan data hujan yang
terdapat disuatu wilayah dapat menggunakan dua metode: metode aritmatika dan
metode poligon Thiessen. Dalam perhitungan metode aritmatika data dihitung
dengan menjumlah data hujan dari setiap stasiun cuaca, dan kemudian dibagi
dengan jumlah stasiun cuaca pada suatu wilayah. Penggunaan metode aritmatika
sebenarnya adalah metode perhitungan yang cukup efektif dan simpel, karena
perhitungan ini menganggap faktor lain tidak memiliki pengaruh terhadap
perhitungan data hujan. Berbeda dengan metode poligon Thiessen yang dimana dari

8
perhitungan rata-rata hujan lebih spesifik lagi. Hal ini dikarenakan pada metode
tersebut menerapkan perhitungan hujan per wilayah dari suatu tempat yang masih
satu wilayah. Metode ini digunakan apabila terjadi jika penyebaran stasiun
hujan tidak merata. Pada DAS hujan yang terjadi dianggap sama oleh karena
itu pada suatu stasiun sudah mewakili luasan daerah tersebut (Wulandari et al.,
2023).
Dalam memperoleh tinggi curah hujan pada suatu wilayah dapat diperoleh
dengan membuat poligon yang memotong tegak lurus pada tengah-tengah garis
penghubung dua stasiun hujan serta mengubungkannya dengan stasiun yang
terdekat. Jika diamatai pada gambar 1. terlihat sebelum dihubungkan dengan garis
yang tegak lurus antar kedua stasiun klimatologi terbentuk pola segitiga dan setelah
dihubungkan dengan garis tegak lurus, akan terbentuk pola yang berbeda dari yang
sebelumnya. Pola berbeda tersebutlah yang akan digunakan untuk
memperhitungkan tinggi cuarh hujan pada masing-masing stasiun klimatologi.
Dengan demikian tiap stasiun penakar Rn akan terletak pada suatu poligon tertentu
An. Dengan menghitung perbandingan luas untuk setiap stasiun yang besarnya =
An/A, dimana A adalah luas daerah penampungan atau jumlah luas seluruh areal
yang dicari tinggi curah hujannya. Curah hujan rata-rata diperoleh dengan cara
menjumlahkan pada masing-masing penakar yang mempunyai daerah pengaruh
yang dibentuk dengan menggambarkan garis-garis sumbu tegak lurus terhadap
garis penghubung antara dua pos penakar.
Kelebihan dari metode poligon Thiessen adalah ketika perhitunga data
wilayah hujan menghilang atau tidak terdeteksi, maka dengan metode ini dapat
diambil atau diperhitungkan data yang hilang tersebut dengan mengambil data yang
paling dekat dengan data wilayah yang hilang tersebut. Merujuk pada penelitian
yang dilakukan oleh (Rizky et al., 2019) menjelaskan bahwa data curah hujan tidak
lengkap tidak jauh berbeda dengan data curah lengkap antar stasiun pencatat curah
huja. Selain itu, metode ini mengabaikan topografi disuatu wilayah sehingga lebih
memudahkan dapat perhitungan nantinya dan perhitngan terkait kepadatan jumlah
penduduk dekat stasiun klimatologi diabaikan pada metode ini.

9
Menurut Dwirani (2019) ia menjelaskan bahwa penempatan stasiun
klimatologi perlu diperhitungkan tata letaknya, hal ini menyangkut pada besar
perolehan data yang akan didapatkan, karena dalam jaringan stasiun klimatologi
perbedaan jumlah stasiun yang digunakan memberi perbedaan hujan yang didapat.
Dan hal ini berpengaruh nyata terhadap ketelitian hitungan hujan rerata. Serta perlu
juga mempertimbangkan variasi jenis tanah, topografi, vegetasi, dan jenis wilayah
yang digunakan untuk stasiun klimatologi. Selain itu, stasiun perlu ditempatkan
dengan penyebaran yang merata di penjuru daerah yang akan diamati. Pempatan
yang terlalu berdekatan dan berjauhan dapat menghasilkan kesalahn terhadap
perhitungan hujan rata-rata. Penyebaran yang merata, akan memperoleh data yang
lebih akurat. Dan perhatian penuh terhadap faktor-faktor penganggu pengamatan
perlu juga dipertimbangkan. Dengan demikian pengamatan stasiun klimatologi
tidak akan mengalami kekeliruan data.
Sebagaimana hujan pada umumnya sering terjadi pada wilayah areal daratan
ataupun laut memiliki proses terjadinya siklus hujan. Siklus hujan sendiri
merupakan fenomena alam yang terjadi dilangit dan turun membasahi bumi dengan
rupa butiran kecil. Fenomena tersebut sering dikatikan dengan proses pengulangan
air yang terjadi dimuka bumi ini, jadi secara garis besarnya air tidak akan habis.
Namun, akan terus berputar dan ditempatkan ditempat yang berbeda dari
sebelumnya. Berikut merupakan proses terjadinya siklus hujan :
1. Evaporasi
Proses ini merupakan menghilangnya air/ diubah dari bentuk air ke bentuk
gas. Proses ini dapat terjadi di laut, danau, sungai, dan sumber air lainnya.
2. Kondensasi
Pada proses ini terjadi perubahan zat gas menjadi zat air Kembali hingga
menjadi es. Kemudian akan bersatu dengan proses yang serupa pula menjadi
bentuk awan.
3. Presipitasi
Proses ini terjadi karena adanya proses pendinginan dan adanya
penambahan uap air. Hal ini disebabkan adanya proses mencairnya awan

10
akibat pengaruh suhu udara yang tinggi. Sehingga awan tidak sanggup
menahannya maka tetesan air dari awan tersebut akan jatuh sebagai hujan.
4. Run off
Air hujan yang turun akan ditampung oleh pergerakan aliran air di
permukaan tanah melalui sungai dan anak sungai. Pergerakan ini dilandasi
dengan volume air yang berlimpah dari permukaan tinggi bergerak menuju
pada permukaan yang lebih rendah.
5. Siklus inflitrasi
Proses infiltrasi merupakan salah satu proses penting dalam siklus
hidrologi karena infiltrasi menentukan besarnya air hujan yang
meresap/masuk ke dalam tanah secara langsung (Ardiansyah et al., 2019).
Siklus ini juga dapat melakukan distribusi hujan yang turun dan dapat berakibat
terjadinya banjir dan erosi. Namun, kondisi baiknya adalah dapat menyimpan
simpanan air untuk tanaman dan irigasi bawah tanah.
Masih menyangkut dengan hal tersebut, hujan ternyata memiliki ukuran
butiran kecil yang dimana dapat digunakan sebagai penentu jenis hujan. Sejalan
dengan apa yang dikemukakan oleh (Mufidah, 2018) berpendapat bahwa hujan
dapat dibedakan berdasarkan ukuran butirannya:
1. Hujan gerimis/drizzle, dengan diameter butirannya kurang dari 0,5 mm.
2. Hujan salju / snow, adalah kristal-kristal es yang temperature udaranya
berada di bawah titik beku.
3. Hujan batu es, curahan batu es yang turun di dalam cuaca panas dari awan
yang temperaturnya di bawah titik beku.
4. Hujan deras, yaitu curahan air yang turun dari awan yang temperaturnya di
atas titik beku dan diameter butirannya kurang lebih 7 mm.
Penentuan jenis hujan tersebut memiliki informasi yang berguna bagi
masyarakat, utamanya bagi kalangan pengelola lahan dan ternak. Pada dasarnya
mereka mengelola sangat bergantung terhadap lingkungan sekitarnya. Sangat tidak
memungkinkan apabila menanam tanaman yang kurang cocok dengan iklim yang
sedang terjadi. Namun, dengan memanfaatkan perolehan informasi yang telah ada

11
maka akan lebih memudahkan masyarakat dalam merancang rencana untuk
kedepannya.
Pada daerah tertentu sering dijumpai pembagian hujan-hujan yang berbeda.
Contohnya terjadi proses pengupan di daerah laut, kemudian ditempat yang sama
terjadi hujan. Pada kasus lain dapat terjadi proses pengupan di daerah laut yang
kemudian hasil dari pengupan tersebut membentuk awan dan tertetiup oleh angin
sehingga sampai kedaratan hujan tersebut. Maka dalam hal ini hujan dapat
diklasifikasikan berdasarkan proses terjadinya:
1. Hujan zenithal
Dapat dikatakan sebagi hujan yang terjadi saat siang hari, terjadinya hujan
ini disebabkan oleh udara yang naik karena pemanasan udara yang begitu
tinggi. Selain itu, hujan ini disebut hujan ekuatioral karena terjadi di daerah
tropis dan dinamai sebagai siklus pendek karena terjadi di daerah yang dekat
dengan proses penguapan.
2. Hujan frontal
Hujan yang terjadi karena adanya pertemuan massa udara berbeda, yakni
massa udara panas dan massa udara dingin. Karena perbedaan massa udara
yang dibertemu inilah maka terjadi pendinginan secara mendadak hingga
terjadi kondensasi yang kemudian menjadi hujan frontal. Batasan massa udara
yang panas dengan massa udara yang dingin ini disebut dengan front, sehingga
daerah yang merupakan lokasi pertemuan massa udara dingin dengan massa
udara panas disebut dengan daerah front. Selain itu, hujan frontal sering
disamakan dengan siklus sedang karena uap air dibawa menuju daratan dan
turun didaerah tersebut.
3. Hujan orografis
Merupakan hujan yang terjadi di daerah pegunungan. Terjadinya hujan ini
dikarenakan adanya kenaikan udara yang mengandung uap air dari daerah
lembah menuju ke atas akan menyebabkan terjadinya penurunan suhu di atas
gunung dan kemudian terkondensasi hingga pada akhirnya menyebabkan
terjadinya hujan. Nama lain dari klasifikasi berdasarkan proses terjadinya

12
disebut dengan siklus panjang karena kedua nama tersebut memiliki pengertian
bahwa proses tersebut terjadi di daerah pergunungan.
Jika dikaitkan dengan data curah hujan yang dibahas sebelumnya, hujan
memiliki peranna yang sangat penting dalam kegiatan masyarakat ataupun
lingkungan sekitarnya. Analisis terkait pola hujan, jenis hujan, klasifikasi hujan,
ukuran butiran hujan, dan lain sebagainya bukan tanpa alasan yang semata-mata
melainkan untuk menjelaskan dan menetukan bahwasannya peran dari hasil curah
hujan yang didapatan memeberikan sebuah dampak yang cukup banyak, baik itu
dampak yang positif atau pun dampak yang negatif. Sehingga dari sekian
penjelasan yang disampaikan diharapkan memberikan wawasan dan pengetahuna
mengenai analisis dari data curah hujan disuatu wilayah.

13
V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah diberikan, analisis terkait curah hujan


sangat begitu penting, mengingat banyak sekali dampak yang diberikan dari juna
tersebut. Apalagi ketika kenaikan jumlah curah hujan justru menuai pada dampak
yang negatif, hal ini disebebabkan ketika jumlah curah hujan meningkat maka
terjadi luapan air pada daerah tampungan air atau sungai sehingga menyebabkan
peningkatan jumlah air, luapan tersebut menyebar ke daerah yang terletak
disekitarnya. Maka dari itu perhitungan menggunakan metode aritmatika dan
metode poligon Thiessen sangat diperlukan. Karena kedua metode tersebut
digunakan untuk menganalisis pola curah hujan rerata disuatu wilayah. Semakin
naik data hujan dari hari sebelumnya atau bulan atau tahun maka semakin
menyebabkan rentang terjadinya banjir yang besar. Namun, dari kedua metode
tersebut memiliki kelebihannya masing-masing. Pada metode aritmatika lebih
mudah digunakan karena data hujan yang diambil dihiutng berdasarkan data yang
diperoleh dari stasiun klimatologi saja sehingga metode ini kurang efektif.
Sedangkan, untuk metode poligon Thiessen memiliki perhitungan yang lebih spesik
karena motde ini mengambil garis tegak lurus yang menghubungkan antara stasiun
klimatologi satu dengan stasiun klimatologi lainnya.

B. Saran

Pada praktikum acara 5 ini memang berbeda dari sebelumnya karena data
yang diambil berdasarkan data yang diperoleh dari data hujan disuatu wilayah. Data
yang diambil tersebut bukan data yang diperoleh dari hasil praktikum, melainkan
data yang diperoleh dari jurnal yang telah disediakan. Sehingga kesannya pada
praktikum ini mengolah data dan menganalisis data dari hasil penelitian orang lain.
Seharusnya data hujan yang diperoleh didasari dengan letak wilayah terdekat saja

14
sehingga praktikan dapat memahami kondisi yang sebenarnya terjadi di wilayah
praktikum tersebut.
Selain itu, untuk menghitung data hujan rerata sebaiknya menggunakan
metode poligon thissen karena metode tersebut besar kemungkinan akurat dan telah
banyak penelitian tentang curah hujan menggunakan metode ini dan terbilang
efektif untuk digunakan. Namun, disela-sela perhitungan yang spesifik dan akurat
pada perhitungannya perlu mengamati luas wilayah dan besar hujan yang terjadi
pada stasiun klimatologi. Sehingga untuk metode poligon Thiessen sekalipun
memiliki kekurangan dan kelebihannya tersendiri. Pada tujuan praktikum
seharusnya diperbanyak lagi agar mahasiswa lebih banyak menganalisis data hujan
yang ada, tidak serta merta menganalisis pola hujan pada daerah yang dikutip dari
jurnal saja. Perlu adanya pengambilan data hujan itu sendiri di wilayah yang dekat
dengan tempat praktikum sehingga pada praktikam memiliki pengetahuan yang
nyata terhadapa kondisi luar ruangan yang sebenarnya sedang terjadi.

15
DAFTAR PUSTAKA

Ardiansyah, E. Y., Tibri, T., Lismawaty, L., Fitrah, A., Azan, S., & Sembiring, J.
A. 2019. Analisa pengaruh sifat fisik tanah terhadap laju infiltrasi air.
In Seminar Nasional Teknik (SEMNASTEK) UISU, (Vol. 2, No. 1, pp. 86-90).

Dwirani, F. 2019. Menentukan stasiun hujan dan curah hujan dengan metode
polygon Thiessen daerah kabupaten lebak. Jurnal Lingkungan Dan
Sumberdaya Alam (JURNALIS), 2(2), 139-146.

Fibriana, R., Ginting, Y.S., Ferdiansyah, E., & Mubarak, S. 2018. Analisis Besar
atau Laju Evapotranspirasi pada Daerah Terbuka. Agrotekm, 2 (2): 130-137.

Johnson, F. 2018. A comprehensive continent-wide regionalisation investigation


for daily design rainfall. Elsevier, 1-13.

Mufidah, N. L. 2018. Sistem Informasi Curah Hujan Dengan Nodemcu Berbasis


Website. Ubiquitous: Computers and its Applications Journal, 1(1), 25-34.

Pradana, O. C. P. & Sesanti, R. N. 2018. Analisis Dampak Perubahan Iklim


Terhadap Curah Hujan Berdasarkan Perubahan Zona Agroklimatologi Pada
Skala Lokal Politeknik Negeri Lampung. Jurnal Wacana Pertanian, 14 (1):
24-31.

Rizky, H., Nasution, Y. N., & Goejantoro, R. 2019. Analisis data curah hujan yang
hilang Menggunakan metode inversed square distance. In Prosiding Seminar
Nasional Matematika dan Statistika, (pp. 138-142).

Saputra, R. A., Akhir, N., & Yulianti, V. 2018. Efek Perubahan Zona Agroklimat
Klasifikasi Oldeman 1910-1941 dengan 1985-2015 terhadap Pola Tanam
Padi Sumatera Barat. Jurnal Tanah dan Iklim, 42 (2): 125-133.

Wijaya, R. C. 2016. Bengawan Solo River Modelling to Create Map inundation of


Flood. ARPN Journal , 1-11.

Wulandari, A., Mashadi, A., & dewi, sulistyorini. 2023. Analisis Distribusi Curah
Hujan Di Sub Das Opak Hulu Menggunakan Metode Aritmatika, Poligon
Thiessen, Normal, Log Normal, Log Pearson III Dan Gumbel. RENOVASI :
Rekayasa Dan Inovasi Teknik Sipil, 8(1).

16
LAMPIRAN

Nama Pembagian Tugas


Najwa Malika Y. Laprak Acara 3, Pembahasan Makalah
Evapotranspirasi, dan Pendahuluan Laprak Acara 1.
Mohammad Rifki A. Laprak Acara 5, Tinjauan Pustaka Laprak Acara 1,
Pendahuluan Laprak Acara 1, Revisi dan Editor
Laprak Acara 1, 2, 3,5,dan 6.
Naila Permata Sahrita Laprak Acara 6, Pendahuluan dan Editor Makalah
Evapotranspirasi, Editor Laprak Acara 1.
Salmadina Jihannuha Laprak Acara 2, Hasil dan Pembahasan Laprak Acara
1, Editor Lampiran Pembagian Tugas Acara 1, 2,
3,5,6, dan Makalah.

17
LAPORAN PRAKTIKUM
HIDROLOGI

PEMODELAN HIDROLOGI

Oleh:
Naila Permata Sahrita
NIM A1C022006

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN


TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2023
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iii
I. PENDAHULUAN ............................................................................................1
A. Latar Belakang ................................................................................................. 1
B. Tujuan ............................................................................................................... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................3
III. METODOLOGI ................................................................................................5
A. Alat dan Bahan ..........................................................................................5
B. Prosedur Kerja ...........................................................................................5
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.........................................................................7
A. Hasil ...........................................................................................................7
B. Pembahasan ...............................................................................................8
V. KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................................15
A. Kesimpulan ..............................................................................................15
B. Saran ........................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................16
LAMPIRAN ...........................................................................................................19

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1. Hasil data permodelan hidrologi. ................................................................. 7
2. Grafik hasil data permodelan hidrologi........................................................ 7

iii
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Air dihasilkan dari penguapan air laut menjadi awan, awan tersebut membawa
air yang akan dijatuhkan kembali ke permukaan bumi dalam bentuk hujan. Air
memiliki peran penting untuk kehidupan makhluk hidup sebagai kebutuhan pokok
kehidupan sehari-hari. Air berkaitan dengan permasalahan yang sering terjadi
dalam perencanaan hidrologi adalah adanya keterbatasan data seperti data yang
tidak lengkap (Cahyono dan Adidarma, 2019). Salah satu cara untuk mengetahui
karakteristik aliran tersebut dapat menggunakan pemodelan. Permodelan hidrologi
merupakan alat bantu untuk mencapai sebuah tujuan yang terjadi pada alam.
Untuk keperluan perencanaan pengembangan sumberdaya air pada suatu
kawasan DAS, diperlukannya suatu perangkat data yang layak atau memdai mulai
dari data hujan sebagai masukan karakteristik DAS itu sendiri secara keseluruhan
dan data debit sungai sebagai keluaran. Kendala yang dialami dalam analisis
perancangaan adalah biasanya kurangnya tersedianya data debit sungai yang
diaman data curah hujan yang cukup memadai.
Permodelan dalam hidrologi awal mulanya bertujuan untuk mecari
keterkaitan antara hujan dengan respon debit sungai terhadap hujan tersebut. Tetapi,
seiring jalannya teknologi pada masa sekarang, model hidrologi menjadi lebih
rumit. Karena secara garis besar, model-model hidrologi dapat digolongkan
berdasarkan proses, skala dan metode dalam pemecahannya. Model hidrologi
dibagi menjadi beberapa model diantaranya yaitu tank model, unit hidrograf,
ANSWER, dan SWAT.
Pada praktikum kali ini praktikan melakukan pemodelan hidrologi dengan
model tank model. Tank model merupakan salah satu model hidrologi yang yang
dapat menggambarkan estimasi Debit Aliran Sungai (DAS). Model tangki terdiri
dari empat buah tangki yang disusun secara vertikal (seri). Tangki paling atas
mempresentasikan neraca air pada daerah perakaran. Total Run Off adalah

1
penjumlahan nilai Run Off dari ke empat tangki tersebut. Dalam model tangki ini,
keluaran dari tangki pertama menggambarkan limpasan permukaan, keluaran dari
tangki kedua menggambarkan aliran antara, dan keluaran dari tangki ketiga dan
keempat menggambarkan aliran dasar. Selanjutnya dilakukan prosedur pendugaan
debit sungai dilakukan dengan menggunakan bantuan program komputer Microsoft
Excel dan selanjutnya dilakukan Kalibrasi dan Uji Keasahan Model.

B. Tujuan

Tujuan praktikum ini adalah menganalisis data hidrologi mengggunakan


model hidrologi tank model.

2
II. TINJAUAN PUSTAKA

Hidrologi adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dari atmosfer ke
bumi dan kembali ke atmosfer melalui kondensasi, presipitasi, evaporasi, dan
transpirasi. Maksud dari kondensasi, presipitasi, evaporasi, dan transpirasi adalah
(Syarifudin, 2017):
1. Presipitasi adalah pembentukan hujan, salju, dan hujan batu yang berasal dari
sekumpulan awan-awan. Awan tersebut bergerak berputar sesuai putaran bumi,
yang diatur oleh arus udara.
2. Kondensasi (pengembunan) adalah uap air yang mendingin yang kemudian
berkondensasi, biasanya ada pada partikel-partikel debu kecil diudara. Ketika
kondensasi terjadi bisa berubah menjadi cair kembali atau langsung berubah
menjadi padat dan partikel ini berkumpul dan membentuk awan-awan.
3. Evaporasi (penguapan) adalah ketika air dipanaskan oleh sinar matahari,
permukaan molekul-molekul air memiliki cukup energi untuk melepaskan
ikatan molekul air yang kemudian akan terlepas dan mengembang sebagi uap
air yang tidak terlihat atmosfer.
4. Transpirasi adalah sama halnya atau berkaitan dengan evaporasi yaitu
terjadinya penguapan air dari permukaan tumbuhan. Yang sebagiannya
menguap ke atmosfer dan menjadi awan.
Untuk melihat keseimbangan antara ketersediaan dan penggunaan air yang
sebagaimana mestinya kebutuhan air terpenuhi yaitu dengan menggunakan model
hidrologi untuk keperluan analisis tentang keberadaan air menurut aspek jumlah,
waktu, tempat, dan probabilitas. Model hidrologi memiliki banyak manfaat, salah
satunya dapat digunakan untuk memprediksi atau meramalkan debit (Fachrunnisa,
2019).
Model yang muncul saat ini adalah hasil pengembangan dari model yang
terdahulu, beberapa pendekatan digunakan untuk membangun suatu permodelan
curah hujan menjadi Debit Aliran Sungai (DAS). Tank model merupakan salah
satu metode untuk transformasi hujan-debit, dengan sususn pada tank model yaitu

3
4 tangki rangkain seri. Tank model atau model tangka diperkenalkan oleh Dr. M.
Sugawara yang menirukan (simulate) daerah aliran sungai dengan
menggantikannya oleh sejumlah tampungan berupa sederet tangki. Tangki
tersebut memiliki lubang didinding tangki dan didasar tangki. Aliran yang
melewati lubang-lubang yang berada didinding tangki-tangki yang
bersangkutan akan menghasilkan limpasan, sedangkan aliran yang melewati
dasar tangki merupakan infiltrasi. Setiawan menyebutkan secara global
persamaan keseimbangan air Tank model adalah sebagai berikut (fachrunnisa,
2019):
𝑑𝐻
= 𝑃 (𝑡) − 𝐸𝑇 (𝑡) − 𝑌(𝑡)
𝑑𝑡
Karena:
H adalah tinggi air (mm),
P(t) adalah hujan (mm/bulan),
ET(t) adalah evapotranspirasi (mm/bulan),
Y(t) adalah aliran total (mm/bulan), dan
t adalah waktu (bulan).

4
III. METODOLOGI

A. Alat dan Bahan

1. Komputer atau laptop


2. Software Microsoft Excel
3. Data curah hujan dan debit

B. Prosedur Kerja

1. Membuat tabel dalam Microsoft Excel sebagai berikut.


T (hari) P(mm) Qobservasi Qmodel erorr
(m3/jam) (m3/jam)
1 19.10 0,88
2 6.37 0,72
3 122.03 1,96
4 0.00 0,97
5 56.26 1,17
6 7.93 0,89
7 6.37 0,80
8 3.18 0,57
9 3.82 0,70
10 3.51 0,71

2. Membuat persamaan-persamaan tiap tangki dalam Visual Basic (dalam Excel)


Option Explicit
Function Yb(b, H1, Hb)
'H1 tinggi air di tangki 1, Hb tinggi lubang pengeluaran b
'Yb besar air yang keluar dari lubang b
If H1 >Hb Then Yb = b * (H1 - Hb) Else Yb = 0
End Function
Function Yc(c, H1, Hc)
'H1 tinggi air ditangki 1, Hc tinggi lubang pengeluaran c
'Yc besar air yang keluar dari lubang c

5
If H1 >Hc Then Yc = c * (H1 - Hc) Else Yc = 0
End Function
Function Ya(a, H1) 'H1
tinggi air ditangki 1
'Ya besar air yang keluar dari lubang a
Ya = a * H1
End Function
Function Yd(d, H2b, Ya)
Yd = d * (H2b + Ya)
End Function
Function NH1(dt, P, ET, Yan, Ybn, Ycn, H1b)
'NH1 tinggi air d tangki 1 pada time step berikutnya
'Yan, Ybn, Ycn adalah besar air yang keluar dari lubang a, b, dan c
NH1 = H1b + (P - ET - Yan - Ybn - Ycn) * dt
End Function
Function NH2(dt, H2b, Yan, Ydn)
'NH2 tinggi air pada tangki 2
'Yan, Ydn besar air yang keluar dari lubang a dan d
NH2 = H2b + (Yan - Ydn) * dt
End Function
3. Memecahkan persamaan-persamaan tersebut dengan menggunakan fasilitas
solver dalam excel.
4. Mem-plot hubungan antara hujan-limpasan langsung dalam sebuah grafik.

6
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Data model
T (hari) P (mm) Qobservasi (m3/jam) Yc(Qmodel(m3/jam)) error Ya Yb Yd H1 H2 ET t
1 19,1 0,880 0,862565384 0,000 13,78548989 12,30755412 1,388548989 109,9648906 12,4969409 0 1
2 6,37 0,720 0,931653128 0,045 14,78104073 13,2933358 1,488104073 95,18447033 25,78987757 0 1
3 122,03 1,960 0,793781368 1,360 12,79431576 11,32610621 1,289431576 214,9362967 37,29476175 0 1
4 0 0,970 1,910826404 0,885 28,89087725 27,26471504 2,899087725 59,75408131 63,28655128 0 1
5 56,26 1,170 0,463286699 0,499 8,031904593 6,610427719 0,813190459 158,974881 70,50526541 0 1
6 7,93 0,890 1,388818318 0,249 21,3687676 19,81641849 2,14687676 83,17649558 89,72715626 0 1
7 6,37 0,800 0,681770979 0,014 11,18025183 9,727880792 1,128025183 102,6005964 99,7793829 0 1
8 3,18 0,570 0,862958992 0,086 13,79116177 12,31317034 1,389116177 94,0332089 112,1814285 0 1
9 3,82 0,700 0,783042401 0,007 12,63956781 11,17287677 1,273956781 97,04501303 123,5470395 0 1
10 3,51 0,710 0,81113651 0,010 13,04440247 11,57373886 1,314440247 95,90122216 135,2770017 0 1
Jumlah

Gambar 1. Hasil data permodelan hidrologi.

2. Grafik

Grafik permodelan hidrologi


Qobservasi (m3/jam) Yc(Qmodel(m3/jam))

2,500

2,000

1,500

1,000

0,500

0,000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Gambar 2. Grafik hasil data permodelan hidrologi.


Gambar 2. Grafik hasil data permodelan hidrologi.

7
B. Pembahasan

Pemodelan hidrologi adalah suatu metode untuk memodelkan dan


memprediksi aliran air di suatu daerah atau DAS (Daerah Aliran Sungai) dengan
mempertimbangkan karakteristik fisik daerah tersebut. Pemodelan hidrologi dapat
digunakan untuk mengatasi masalah banjir, pengelolaan air, dan perencanaan
pembangunan di daerah-daerah yang rawan banjir. Pemodelan hidrologi dapat
dilakukan dengan menggunakan software khusus seperti HEC-HMS dan SCS (Soil
Conservation Service). Pemodelan hidrologi biasanya melibatkan beberapa
tahapan, seperti pengumpulan data, analisis morfometri, kalibrasi dan validasi
model, serta analisis hidrologi. Data yang dikumpulkan meliputi data curah hujan,
data topografi, data tanah, dan data hidrologi lainnya. Analisis morfometri
dilakukan untuk mengetahui karakteristik fisik daerah yang akan dimodelkan,
seperti luas daerah, kemiringan lereng, dan jenis tanah. Kalibrasi dan validasi model
dilakukan untuk memastikan bahwa model yang dibuat dapat menghasilkan
prediksi yang akurat. Analisis hidrologi dilakukan untuk mengetahui aliran air di
daerah tersebut, termasuk debit air, waktu tiba puncak banjir, dan volume air yang
terkumpul di daerah tersebut (Mulyadi et al., 2020).
Dalam pemodelan hidrologi, terdapat beberapa model yang dapat digunakan,
seperti model hidrograf satuan sintesis-SCS (HSS-SCS), model hujan-aliran, dan
model simulasi hidrologi. Model hidrograf satuan sintesis-SCS (HSS-SCS)
digunakan untuk menghitung debit puncak banjir dengan mempertimbangkan
karakteristik fisik daerah dan data curah hujan. Model hujan-aliran digunakan untuk
memprediksi aliran air di daerah tersebut dengan mempertimbangkan karakteristik
fisik daerah dan data curah hujan. Model simulasi hidrologi digunakan untuk
menyederhanakan sistem hidrologi dan memprediksi perilaku dari beberapa
komponen dalam sistem tersebut. Dalam pemodelan hidrologi, terdapat beberapa
aplikasi yang dapat digunakan, seperti HEC-HMS, HEC-GeoHMS, dan Arc-GIS.
HEC-HMS digunakan untuk mengembangkan model aliran air di daerah tersebut,
sedangkan HEC-GeoHMS digunakan untuk memproses data hidrologi dan

8
topografi. Arc-GIS digunakan untuk memvisualisasikan data hidrologi dan
topografi dalam bentuk peta (Sabriyanti, & Hadi, 2022).
Pemodelan hidrologi adalah suatu metode untuk memprediksi dan mengukur
aliran air di suatu daerah aliran sungai (DAS). Terdapat beberapa jenis pemodelan
hidrologi, seperti model hujan-debit, yang digunakan untuk memprediksi aliran air
di sungai berdasarkan data curah hujan (Darmayanti, 2016). Soil Moisture
Accounting yang mensimulasikan perilaku debit di sungai dengan
memperhitungkan pergerakan air pada vegetasi, permukaan tanah, dan di bawah
permukaan tanah. Model IHACRES yang dapat digunakan untuk memprediksi
respons hidrologi dari berbagai daerah aliran sungai. HEC-HMS yang digunakan
untuk memprediksi debit banjir dan mensimulasikan hidrografi banjir.Hingga
model SWAT, yang dirancang untuk memprediksi dampak penggunaan lahan dan
manajemen terhadap air, sedimen, dan hasil kimia pertanian di Daerah Aliran
Sungai (DAS).
Pemodelan hujan-debit adalah suatu model yang digunakan untuk mengolah
data hujan di lapangan menjadi data debit dengan pemodelan hidrologi. Proses
transformasi hujan menjadi debit dapat ditiru dan disederhanakan dalam bentuk
model yang lazim disebut model hujan debit (Darmayanti, 2016). Model ini sangat
penting dalam pemodelan hidrologi karena dapat digunakan untuk memprediksi
data debit Daerah Aliran Sungai (DAS). terdapat beberapa aspek yang perlu
dipahami mengenai dalam pemodelan hujan debit seperti penyesuaian parameter
model yang disebut dengan kalibrasi. Kalibrasi dilakukan terhadap parameter-
parameter model dengan mengevaluasi kemiripan hasil simulasi dan data observasi
(Fadhila, & Lasminto, 2021). Proses transformasi hujan menjadi debit dapat ditiru
dan disederhanakan dalam bentuk model yang lazim disebut model hujan debit
(Darmayanti, 2016). Model-model yang digunakan dalam pemodelan hujan debit
antara lain model HEC-HMS (Fadhila, & Lasminto, 2021), model IHACRES
(Darmayanti, 2016), Block-wise use of TOPMODEL Muskingum-Cunge
(BTOPMC) (Abdillah et al., 2020), Tank Model dan GR2M (Wahyu et al., 2016),
serta model SARIMA. Selain itu, Data yang dibutuhkan dalam pemodelan hujan
debit antara lain data debit observasi, data kapasitas waduk, data curah hujan, peta

9
tata guna lahan, peta jenis tanah, dan peta topografi. Hasil dari pemodelan hujan
debit dapat diperoleh dengan membandingkan debit simulasi dengan debit
observasi pada DAS yang bersangkutan (Fadhila, & Lasminto, 2021).
Model ini sangat penting dalam pemodelan hidrologi karena dapat digunakan
untuk memprediksi data debit Daerah Aliran Sungai (DAS). Berikut adalah cara
kerja model hujan-debit:
1. Pemilihan model: Ada beberapa model yang dapat digunakan dalam
pemodelan hujan-debit, seperti model IHACRES, model HEC-HMS, M5
Model Tree, dan model SARIMA. Pemilihan model yang tepat sangat penting
untuk mendapatkan hasil yang akurat.
2. Kalibrasi: Setelah memilih model, dilakukan kalibrasi terhadap parameter-
parameter model dengan mengevaluasi kemiripan hasil simulasi dan data
observasi (Darmawan, & Setyono, 2019). Hal ini dilakukan untuk
menyesuaikan parameter model agar dapat menirukan perilaku aliran di dalam
sistem DAS.
3. Pengumpulan data: Data yang dibutuhkan dalam pemodelan hujan-debit antara
lain data debit observasi, data kapasitas waduk, data curah hujan, peta tata guna
lahan, peta jenis tanah, dan peta topografi (Fadhila, & Lasminto, 2021). Data
ini digunakan sebagai input dalam membangun model prediksi.
4. Analisis korelasi: Pemilihan variabel input yang berpengaruh terhadap variabel
output dilakukan menggunakan analisa korelasi. Hal ini dilakukan untuk
memilih variabel yang paling berpengaruh terhadap debit.
5. Peramalan: Setelah model terbentuk, dilakukan peramalan terhadap data debit
di masa depan. Metode peramalan yang digunakan dapat berupa data driven
model seperti M5 Model Tree atau model statistik seperti SARIMA (Ruhiat, &
Effendi, 2018).
6. Evaluasi: Hasil peramalan kemudian dievaluasi dengan membandingkan debit
simulasi dengan debit observasi pada DAS yang bersangkutan (Darmawan, &
Setyono, 2019). Evaluasi dilakukan untuk mengetahui seberapa akurat model
yang digunakan dalam memprediksi data debit.

10
Model Akuntansi Kelembaban Tanah adalah metode yang digunakan dalam
pemodelan hidrologi untuk mensimulasikan pergerakan air pada vegetasi,
permukaan tanah, dan di bawah permukaan tanah. Metode ini digunakan dalam
program HEC-HMS, yang merupakan perangkat lunak pemodelan hidrologi yang
banyak digunakan. Model Sacramento Soil Moisture Accounting (SAC-SMA)
adalah contoh model yang menggunakan metode ini. Model ini mensimulasikan
pergerakan air melalui DAS dengan memperhitungkan jumlah air yang tersimpan
di dalam tanah, vegetasi, dan air tanah. Model juga memperhitungkan jumlah air
yang hilang akibat evapotranspirasi. Model tersebut dikalibrasi dan diverifikasi
menggunakan data curah hujan, debit, dan klimatologi selama beberapa tahun
(Ariska et al., 2020).
Estimasi evapotranspirasi potensial (PET) berbasis satelit yang diperoleh dari
pengamatan seperti Spektroradiometer Pencitraan Resolusi Sedang (MODIS) juga
dapat digunakan sebagai input untuk model SAC-SMA (Bowman et al., 2017).
Dampak asimilasi perkiraan kelembaban tanah berbasis satelit pada prediksi aliran
waktu nyata yang dibuat oleh model hidrologi terdistribusi HLM juga telah
diperiksa (Jadidoleslam et al., 2021).
Model HEC-HMS adalah sistem pemodelan hidrologi yang digunakan untuk
mensimulasikan dan memperkirakan aliran air di suatu DAS. Ini adalah model
berbasis proses yang memerlukan kalibrasi dan validasi untuk memastikan hasil
yang akurat. Model ini digunakan untuk mengestimasi aliran suatu sistem
tangkapan hujan, terutama pada aliran rendah. Model HEC-HMS relevan dengan
berbagai jenis wilayah geografis untuk memecahkan masalah DAS. Model ini telah
digunakan untuk memperkirakan aliran sungai harian di DAS dan untuk
mensimulasikan limpasan di daerah tangkapan air tropis. Komponen model yang
dipilih untuk simulasi bergantung pada karakteristik DAS dan tujuan simulasi.
Misalnya, kanopi sederhana, defisit awal dan kehilangan konstan, limpasan
langsung SCS, dan aliran dasar resesi dipilih sebagai komponen model untuk studi
di Sri Lanka. Model HEC-HMS banyak digunakan karena memberikan lebih
banyak opsi untuk disimulasikan dibandingkan dengan model yang dikembangkan
dan diperbarui baru-baru ini (Madhushankha, & Wijesekera, 2021).

11
Berdasarkan beberapa studi keuntungan menggunakan model HEC-HMS
dalam pemodelan hidrologi adalah (Madhushankha, & Wijesekera, 2021; Elfeki, &
Bahrawi, 2017):
1. Model berbasis proses: HEC-HMS adalah model berbasis proses yang
mensimulasikan proses hidrologi DAS. Diperlukan kalibrasi dan validasi untuk
memastikan hasil yang akurat.
2. Menyediakan lebih banyak opsi untuk disimulasikan: Dibandingkan dengan
model yang dikembangkan dan diperbarui baru-baru ini, HEC-HMS
menyediakan lebih banyak opsi untuk disimulasikan.
3. Relevan dengan berbagai jenis wilayah geografis: Model HEC-HMS relevan
dengan berbagai jenis wilayah geografis untuk memecahkan masalah DAS.
4. Banyak digunakan: HEC-HMS adalah model DAS gratis yang diterapkan
secara luas di dunia dan sampai batas tertentu di Sri Lanka.
5. Cocok untuk pengelolaan banjir dan sumber daya air: Model HEC-HMS
direkomendasikan untuk pengelolaan banjir dan sumber daya air karena
memiliki kemampuan yang lebih baik dalam pengelolaan banjir dan sumber
daya air.
6. Dapat digunakan dengan penginderaan jauh dan GIS: Penggunaan
penginderaan jauh dan GIS, dalam kombinasi dengan model hidrologi semi-
terdistribusi memberikan kemungkinan baru untuk menurunkan deret waktu
variabel input yang didistribusikan secara spasial, serta sarana baru untuk
kalibrasi dan validasi model hidrologi.
7. Dapat mengestimasi aliran rendah: Model HEC-HMS dapat memperkirakan
aliran sistem tangkapan hujan, khususnya pada aliran rendah.
8. Dapat digunakan untuk simulasi limpasan: Model HEC-HMS dapat digunakan
untuk simulasi limpasan di DAS.
9. Dapat meningkatkan prediksi aliran sungai: Penggunaan model HEC-HMS
dengan data curah hujan yang bervariasi secara spasial dapat meningkatkan
prediksi aliran sungai di dalam DAS.
Model IHACRES adalah salah satu model hidrologi konseptual yang
digunakan untuk memprediksi aliran air permukaan dari curah hujan. Model ini

12
dikembangkan di Inggris dan telah berhasil diterapkan di berbagai daerah aliran
sungai di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Model IHACRES menghasilkan
parameter nonlinier loss module dan linier unit hydrograph module (Jusatria et al.,
2021). Model ini dapat digunakan untuk memprediksi ketersediaan air di suatu
daerah aliran sungai (DAS) ketika data debit tidak tersedia (Darmayanti, 2016).
Model IHACRES menggunakan data curah hujan dan data klimatologi untuk
memprediksi kebutuhan ketersediaan air suatu DAS (Darmayanti, 2016). Model ini
dapat digunakan untuk memprediksi nilai runoff atau debit air permukaan yang
dihasilkan dari curah hujan. Model IHACRES juga dapat digunakan untuk
memprediksi dampak penggunaan lahan dan manajemen terhadap air, sedimen, dan
hasil kimia pertanian di DAS (Nugraheni et al., 2019).
Model SWAT (Soil and Water Assessment Tool) adalah model hidrologi yang
dirancang untuk memprediksi dampak penggunaan lahan dan manajemen terhadap
air, sedimen, dan hasil kimia pertanian di Daerah Aliran Sungai (DAS) (Nugraheni
et al., 2019). Model ini dapat menggambarkan proses hidrologi (erosi dan
sedimentasi) unit lahan Model SWAT memerlukan beberapa data sebagai masukan,
seperti data DEM resolusi, data tanah, tutupan lahan, dan kontur untuk menentukan
unit lahan hydrolocal response unit (HRU) DAS, serta data curah hujan dan iklim
(suhu, kelembapan rata-rata, intensitas matahari, kecepatan angin) (Sujarwo et al.,
2020). Data yang terkumpul kemudian diolah menggunakan pemodelan SWAT
untuk menganalisis karakteristik hidrologi, meliputi surface runoff, lateral flow/sub
surface runoff, baseflow dan mensimulasi skenario tutupan lahan terhadap
karakteristik hidrologi di DAS (Apriadi et al., 2023).
Persamaan matematis, komponen hidrologi neraca air yang berlaku pada
model SWAT yaitu (Hidayat et al., 2016):
𝑡
𝑆𝑊𝑡 = 𝑆𝑊0 + ∑ (𝑅𝑑𝑎𝑦 − 𝑄𝑠𝑢𝑟𝑓 − 𝐸𝑎 − 𝑊𝑠𝑒𝑝 − 𝑄𝑔𝑤 )

SWt = kandungan lengas tanah pada akhir waktu t (mm)


SW0 = kandungan lengas tanah pada awal waktu i (mm)
Rday = presipitasi/hujan harian pada waktu/hari i (mm)
Qsurf = jumlah limpasan permukaan pada waktu/hari i, (mm)

13
Ea = jumlah evapotranspirasi pada waktu/hari i (mm)
Wsep = jumlah air yang memasuki zona vadose pada profil tanah (perkolasi) pada
Waktu/hari i (mm)
Qgw = jumlah air, aliran balik/kembali (mm)
i dan t = i = 1, t = menunjukkan waktu (hari)
Luaran utama model SWAT adalah kondisi hidrologi berupa nilai debit, erosi,
dan sedimen terangkut. Nilai-nilai tersebut mencerminkan kondisi hidrologi terkait
kinerja DAS seperti Koefisien Regim Sungai (KRS), Sediment Delivery Ratio
(SDR), dan nilai coefficient runoff (Hidayat et al., 2016).
Berdasarkan beberapa penelitian ditemukan bahwa kelebihan model SWAT
dalam pemodelan hidrologi adalah sebagai berikut (Nurllita et al., 2020; Sujarwo
et al., 2020):
1. Model ini dapat memprediksi dampak penggunaan lahan dan manajemen
terhadap air, sedimen, dan hasil kimia pertanian di Daerah Aliran Sungai
(DAS).
2. Model ini dapat menggambarkan proses hidrologi (erosi dan sedimentasi) unit
lahan.
3. Model ini memerlukan beberapa data sebagai masukan, seperti data DEM
resolusi, data tanah, tutupan lahan, dan kontur untuk menentukan unit
lahan/hydrolocal response unit (HRU) DAS, serta data curah hujan dan iklim
(suhu, kelembaban rata-rata, intensitas matahari, kecepatan angin).
4. Model ini dapat mensimulasi skenario tutupan lahan terhadap karakteristik
hidrologi di DAS.
Namun, model SWAT juga memiliki kekurangan, yaitu (Hidayat et al., 2016;
Sujarwo et al., 2020):
1. Model ini memerlukan parameter kalibrasi minimum dan dimaksudkan untuk
digunakan sebagai perbandingan berbagai strategi pengelolaan dan
penggunaan lahan.
2. Model ini dirancang untuk menjadi ukuran bidang pertanian.
3. Model ini memerlukan data yang cukup lengkap dan akurat, serta waktu dan
sumberdaya komputer yang memadai.

14
V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Setelah pembahasan diatas dapat kita simpulkan pengertian dasar tentang apa
itu hidrologi dan yang melaluinya (atmosfer). Kita dapat menganalisis data
hidrologi menggunakan permodelan tank model. Kita menghitung data dengan cara
menggunakan Microsoft Excel membuat persamaan tangka-tangki dalam visual
basic, memecahkan persamaan dengan fasilitas solver dan membuat grafik dari
hasil penghitungan dengan permodelan hidrologi. Serta kita dapat mengetahui apa
itu permodelan hidrologi dan model hidrologi serta kegunaan fungsi model tersebut.
Dan yang terakhir dipembahasan yang dibahas disini juga menjelaskan jenis-jenis
permodelan lain selain tank model

B. Saran

Mungkin bisa kita ambil data yang real atau yang benar-benar kita lakukan
sehingga kita merasakan data yang kita peroleh sendiri dan mendapatkan hasil yang
kita peroleh.

15
DAFTAR PUSTAKA

Abdillah, R., Harisuseno, D., & Sisinggih, D. 2020. Penerapan Model Hidrologi
Hujan Limpasan Menggunakan Aplikasi Block-Wise TOPMODEL
Muskingum-Cunge (BTOPMC) di Sub Daerah Aliran Sungai Lesti. Jurnal
Mahasiswa Jurusan Teknik Pengairan, 3(2).

Apriadi, A., Banuwa, I.S., Yuwono, S.B., Wulandari, C., Winarno, G.D., Fitriana,
Y.R., & Febryano, I.G. 2023. Karakteristik Hidrologi di DAS Ilahan
Menggunakan Pemodelan SWAT (Soil Water Assessment Tools). Jurnal
Hutan Tropis, 11(1).

Ariska, G.A., Handayani, Y.L., & Sujatmoko, B. 2020. Analisis Hidrologi Model
Soil Moisture Accounting Menggunakan Program HEC-HMS (Studi Kasus :
DAS Rokan AWLR Pasir Pangaraian). Jurnal Saintis, 20(1), 11-18.

Bowman, A.L., Franz, K., & Hogue, T.S. 2017. Case Studies of a MODIS-Based
Potential Evapotranspiration Input to the Sacramento Soil Moisture
Accounting Model. Journal of Hydrometeorology, 18, 151-158.

Darmawan, A.A., & Setyono, E. 2019. Analisa Hubungan Curah Hujan dan Debit
serta Korelasi Pengaruh Parameter Lain di Daerah Aliran Sungai Brantas
Hulu. Prosiding Seminar Nasional Teknologi dan Rekayasa. Fakultas Teknik
Universitas, Muhammadiyah Malang.

Darmayanti, T. 2016. Aplikasi Model Hidrologi Konseptual IHACRES untuk


Pengalihragaman Hujan-Debit pada Daerah Aliran Sungai. Jurnal Teknik
Sipil, 12(4).

Elfeki, A.M., & Bahrawi, J. 2017. Application of the random walk theory for
simulation of flood hazards: Jeddah flood 25 November 2009. International
Journal of Emergency Management, 13, 169.

Fadhilla, I.N., & Lasminto, U. 2021. Pemodelan Hujan-Debit DAS Kali Madiun
Menggunakan Model HEC-HMS. Jurnal Aplikasi Teknik Sipil, 19(3), 361-
368.

Hidayat, L., Sudira, P., Susanto, S., & Jayadi, R. 2016. Validasi Model Hidrologi
SWAT di Daerah Tangkapan Air Waduk Mrica. AGRITECH, 36(4), 467-474.

Jadidoleslam, N., Mantilla, R., & Krajewski, W.F. 2021. Data Assimilation of
Satellite-Based Soil Moisture into a Distributed Hydrological Model for
Streamflow Predictions. Hydrology, 8(1), 52.

16
Jusatria, Fauzi, M., & Suprayogi, I. 2020. Analisis Ketersediaan Air pada DAS
Kampar Menggunakan Model IHACRES. Jurnal Ilmiah APTEK: Aplikasi
Teknologi, 11(2): 91-151.

Jusatria, J., Syahnandito, S., Gasali M., M., & Kinanda, R. (2021). Analisis
Ketersediaan Air pada DAS Indragiri Hilir Menggunakan Model
IHACRES. Selodang Mayang: Jurnal Ilmiah Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah Kabupaten Indragiri Hilir.
Lubis, R.I., Syahrul, S., & Devianti, D. 2022. Penggunaan Model Mock dalam
Menghitung Ketersediaan Air di Daerah Aliran Sungai (DAS) Krueng
Aceh. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian.

Madhushankha, J.M., & Wijesekera, N.T. 2021. Application of HEC-HMS Model


to Estimate Daily Streamflow in Badddegama Watershed of Gin Ganga Basin
Sri Lanka. Engineer: Journal of the Institution of Engineers, 54(1), 89-97.

Marwadi, A. 2021. Pemodelan Aliran Air Tanah untuk Sistem Manajemen dan
Pembangunan di Kawasan Perkotaan Kabupaten Majene, Provinsi Sulawesi
Barat.. Jurnal Ilmiah Teknik Sipil, 25(1), 1-92.

Mulyadi, R., Sulistioadi, Y.B., & Suhardiman, A. 2020. Pemodelan Hidrologi


Dengan HEC-HMS di Sub-DAS Karangmumus Samarinda. Jurnal Hutan
Tropis, 4(1), 20-29.

Nugraheni, C.T., Pawitan, H., Purwanto, Y.J., & Ridwansyah, I. 2019. Neraca Air
Situ Cikaret dan Situ Kabantenan di Kabupaten Bogor Menggunakan
Pemodelan Hidrologi SWAT. LIMNOTEK Perairan Darat Tropis di
Indonesia 2019, 26(2), 89–102.

Nurullita, P., Ridwansyah, I., & Kendarto, D.R. 2020. Analisis Perubahan
Penggunaan Lahan terhadap Respon Hidrologi Menggunakan Model Soil
and Water Assessment Tool (SWAT) di Sub DAS Cimandiri Hulu, Kabupaten
Sukabumi. Seminar Nasional II Ummat 2023, 1.

Ruhiat, D., & Effendi, A. 2018. Pengaruh Faktor Musiman pada Pemodelan Deret
Waktu untuk Peramalan Debit Sungai dengan Metode SARIMA. Teorema, 2,
117-128.

Sabriyanti, D., & Hadi, M.P. 2022. Kajian Hidrologi Debit Puncak Penyebab Banjir
Bandang Menggunakan Pemodelan Hidrograf Satuan Sintesis-SCS (HSS-
SCS). Jurnal Akuatiklestari, 5(2), 80-90.

Sujarwo, M.W., Indarto, I., & Mandala, M. 2020. Pemodelan Erosi dan Sedimentasi
di DAS Bajulmati: Aplikasi Soil dan Water Assesment Tool (SWAT). Jurnal
Ilmu Lingkungan, 18(2), 220-223.

17
Syarifudin, A. (2017). Hidrologi Terapan.

Wahyu, D., Hadiyani, R.R., & Suyanto, S. 2016. Transformasi Hujan-Debit


Berdasarkan Analisis Tank Model dan GR2M di DAS Dengkeng. Seminar
Nasional Sains dan Teknologi. Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah
Jakarta.

18
LAMPIRAN

Nama Pembagian Tugas


Najwa Malika Y. Laprak Acara 3, Pembahasan Makalah
Evapotranspirasi, dan Pendahuluan Laprak Acara 1.
Mohammad Rifki A. Laprak Acara 5, Tinjauan Pustaka Laprak Acara 1,
Pendahuluan Laprak Acara 1, Revisi dan Editor
Laprak Acara 1, 2, 3,5,dan 6.
Naila Permata Sahrita Laprak Acara 6, Pendahuluan dan Editor Makalah
Evapotranspirasi, Editor Laprak Acara 1.
Salmadina Jihannuha Laprak Acara 2, Hasil dan Pembahasan Laprak Acara
1, Editor Lampiran Pembagian Tugas Acara 1, 2,
3,5,6, dan Makalah.

19

Anda mungkin juga menyukai