Anda di halaman 1dari 14

CATATAN PENDEK

KOTA BANDUNG DAN PERMASALAHAN BANJIR


(ANALISA PENYEBAB BANJIR DI KOTA BANDUNG
DAN INTENSITAS SERTA SEBARAN WILAYAH
TERDAMPAK BANJIR YANG SEMAKIN LUAS PADA
MUSIM HUJAN TAHUN 2016)

OLEH:
JENI SUKMARA
i

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, karena atas perkenan-Nya, saya dapat
menyelesaikan catatan ini. Tulisan ini saya beri judul “Kota Bandung dan
Permasalahan Banjir” Makalah ini mencoba menganalisa penyebab banjir yang
selama ini terjadi di Kota Bandung dan penyebab banjir pada musim hujan tahun
2016 yang intensitasnya lebih sering dan sebarannya lebih banyak.
Dalam penulisan catatan ini saya masih menggunakan data-data yang
masih belum lengkap serta analisa yang terlalu singkat, terutama pada perhitungan
empiris dan analisa teknis, karena untuk mendapatkan analisa yang lebih akurat
diperlukan penelitian yang lebih intens, data-data yang lebih lengkap, dan ruang
yang cukup banyak.

Akhirnya, saya ucapkan terima kasih atas segala perhatiannya.


ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... iii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... iv

I. PENDAHULUAN ................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Perumusan Masalah .......................................................................... 2
1.3 Maksud dan Tujuan Penulisan catatan ........................................... 2

II. KERANGKA TEORI ........................................................................... 2


2.1 Hidrologi dan klimatologi ................................................................. 2
2.2 Luas Wilayah Penampang, Kontur, dan Tata Guna Lahan ............... 4
2.3 Sungai dan Drainase .......................................................................... 4
2.4 Banjir ................................................................................................. 4

III. GAMBARAN WILAYAH KOTA BANDUNG .................................. 5

IV. ANALISIS .............................................................................................. 6


4.1 Intensitas dan Curah Hujan Kota Bandung ....................................... 6
4.2 Luas Wilayah Penampang, Kontur, dan Tata Guna Lahan
Kota Bandung ................................................................................... 6
a. Banjir di Gedebage...................................................................... 8
b. Banjir di Pasteur .......................................................................... 9

V. KESIMPULAN ...................................................................................... 9
iii

DAFTAR GAMBAR

2.1 Siklus Hidrologi ...................................................................................... 3


4.1 Peta Tofografi Metro Bandung ............................................................... 7

DAFTAR TABEL
2.2 Curah hujan Kota Bandung 2009-2016................................................... 6
1

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagai negara kepulauan yang di berada di antara dua benua dan dua
samudra, Indonesia menjadi wilayah yang memiliki curah hujan cukup tinggi akibat
dari angin muson Barat yang berembus dari Benua Asia ke Benua Australia melalui
Samudera Pasifik dan dan Samudera Hindia sehingga angin mengandung banyak
uap air, yang kemudian akan turun di sebagian besar wilayah Indonesia. Dalam
iklim yang normal musim hujan berlangsung mulai Bulan Oktober sampai dengan
Bulan Februari, selebihnya adalah musim kemarau yang disebabkan oleh angin
muson Timur, dimana angin bertiup dari arah Benua Australia melewati gurun,
padang savana, dan stepa yang kering, sehingga tidak membawa uap air. Musim
kemarau berlangsung mulai Bulan April sampai dengan Bulan Agustus.
Pada dasarnya hujan merupakan siklus yang dapat kembali memasok air
tawar yang dibutuhkan manusia dan makhluk hidup lainnya di daratan, mengingat
97 persen air yang ada di bumi berupa air laut yang mengandung garam yang tidak
dapat dikonsumsi manusia secara langsung. Jadi tanpa hujan, makhluk hidup di
daratan akan kesulitan untuk hidup. Air hujan pun memberikan manfaat yang
sangat besar bagi sistem pertanian, bagi kesuburan tanah di area aliran sungai, bagi
produksi energy, dan banyak manfaat besar lainnya. Hanya saja, mayoritas manusia
belum bijak dalam menghadapi dan mengatur air hujan, sehingga seringkali, di
banyak tempat di dunia ini, hujan menjadi bencana.
Kota Bandung merupakan salah satu kota di Indonesia yang juga selalu
kesulitan dalam mengahadapi air hujan yang meluap dan menyebabkan banjir,
walaupun rata-rata banjir yang terjadi merupakan banjir kilat karena waktu surutnya
kurang dari 5 jam (Seta, 1991), atau disebut juga banjir perkotaan (urban flood)
karena kondisi permukaan perkotaan yang sudah beraspal atau ada perkerasan,
sehingga kehilangan kemampuan untuk menyerap air hujan. Air hujan dengan cepat
akan menjadi limpasan. Air dalam drainase yang telah kelebihan kapasitas akan
meluap dan akan menyebabkan banjir terutama di permukiman dan bagian kota
yang lebih rendah (ICSU, 2008).
Sebagai daerah cekungan, Kota Bandung sangat rentan dengan banjir, dan
akan sangat dipengaruhi oleh wilayah sekitanya (Metro Bandung), terutama
wilayah Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, dan Kota Cimahi.
Beberapa wilayah di Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat secara
tofografis berada di dataran lebih tinggi dari Kota Bandung, dimana aliran sungai
dari wilayah-wilayah tersebut akan melewati Kota Bandung, yang akan bermuara
ke Sungai Citarum. Jadi, penyelesaian banjir di Kota Bandung, akan cukup
kompleks, karena akan melewati batas wilayah administratif yang memiliki
kepentingan dan kebijakan yang mungkin berbeda.
Beberapa titik yang selalu menjadi langganan banjir di Kota Bandung
tersebar dari arah barat, timur, dan selatan. Bandung sebelah utara cenderung aman
dari banjir karena memiliki dataran lebih tinggi, sehingga daerah Bandung Utara
menjadi pemasok air bagi wilayah Bandung di daerah tengah, barat, atau timur.
Tetapi, walaupun begitu, Bandung bagian utara, tidak terlepas dari luapan drainase
dan titik genangan dalam skala kecil dan waktu surut yang singkat.
2

1.2 Perumusan Masalah


Dalam makalah ini masalah yang akan menjadi bahasan akan dibatasi oleh
beberapa hal berikut ini:
1. Berapa curah hujan Kota Bandung tahun 2016 dan dibandingkan dengan
curah hujan tahun-tahun sebelumnya?
2. Bagaimana kondisi pembangunan Kota Bandung dan perubahan tata guna
lahan?
3. Bagaimana kondisi eksisting fasilitas saluran air (sungai dan drainase
kota)?
4. Apa penyebab banjir di Kota Bandung tahun 2016?

1.3 Maksud dan tujuan


1. Untuk mencari penyebab banjir di Kota Bandung secara umum dan
mencari penyebab tingginya intensitas banjir tahun 2016
2. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengetahuan Lingkungan

II. KERANGKA TEORI


2.1 Hidrologi dan klimatologi
Fokus perhatian dari hidrologi terutama kepada asal, distribusi, dan sifat
dari air di bumi (Linsley, Kohler, Phaulus, 1958). Dalam pengertian yang lebih
lengkap, hidrologi berkaitan dengan distribusi air di atas dan di bawah permukaan
bumi yang bersentuhan dengan atmosfer (Davie, 2002). Siklus hidrologi dapat
digambarkan secara sederhana sebagai perputaran air, mulai dari air yang ada
dipermukaan bumi dan lautan yang menguap ke atmosfer, kemudian setelah
mengalami proses kondensasi yaitu perubahan menjadi partikel-partikel es yang
membentuk awan dan mengalami perpindahan akibat angin, selanjutnya mengalami
proses presipitasi akibat pengaruh suhu udara yang tinggi, partikel-partikel es
tersebut akan berubah menjadi butiran-butiran air yang jatuh ke bumi berupa hujan.
Kemudian air hujan tersebut akan dialirkan melalui sungai ke lautan dan sebagian
mengalami infiltrasi atau penyerapan ke dalam bumi, yang akan keluar lagi di suatu
tempat yang lebih rendah atau mengisi kantong air di dalam bumi, dalam
perjalanannya teruatama setelah sampai di lautan air akan terus mengalami
penguapan
3

Gambar 2.1. Siklus hidrologi (sumber: Tim Davie, fundamentals of hydrology)

Secara teori jumlah air di bumi tidak mengalami perubahan, jumlahnya tetap
sama. Yang berubah adalah perjalanan dan debit air ketika berupa air tawar sampai
kemudian bermuara ke lautan dan menjadi asin. Perubahan ini lebih banyak
diakibatkan oleh tangan manusia, seperti penggundulan hutan, perubahan fungsi
lahan, perkerasan lahan, meningkatnya jumlah permukiman, dan sebagainya,
sehingga air dipaksa untuk melakukan proses infiltrasi yang sangat minimal, air
akan dengan cepat masuk ke sungai dan kembali ke laut. Hal ini berakibat pada
cadangan air tawar yang semakin sulit didapat, karena berkurangnya pasokan dan
penambangan yang terus menerus. Selain itu, air pun mengalami pencemaran, baik
oleh limbah industri, domestik, maupun pertanian. Padahal air tawar adalah air yang
dibutuhkan oleh manusia untuk bertahan hidup.
Klimatologi memfokuskan pengamatannya pada kondisi cuaca rata-rata
dalam periode yang panjang. Klimatologi merupakan Peluang statistik berbagai
keadaan atmosfer, antara lain suhu, tekanan, angin kelembaban, yang terjadi di
suatu daerah selama kurun waktu yang panjang (Gibbs, 1978). Mempejari data
cuaca dan iklim sangat penting untuk mendapatkan hipotesis dan kesimpulan
penyebab bajir, karena cuaca akan memberikan informasi intensitas dan curah
hujan dalam suatu waktu tertentu.
Beberapa tahun terakhir, terjadi fenomena perubahan ilim dunia, atau yang
biasa kita sebut dengan El Nino dan La Nina. Pengaruh la nina bagi wilayah
Indonesia adalah curah hujan menjadi lebih tinggi, dan el nino menyebabkan musim
kering mejadi lebih panjang, tetapi karena posisi Indonesia di antara dua benua,
seihingga menjadi lokasi terjadinya konvergensi dua buah sirkulasi utama di dunia
yaitu sirkulasi walker dan sirkulasi Hadley, sehingga interaksi terhadap el nino dan
la nina di setiap daerah di Indonesia berbeda-beda.
Banyak para ahli meyakini, perubahan cuaca diakibatkan oleh memanasnya
suhu bumi. Gas rumah kaca yang disebabkan oleh CO2, metana, dan uap air yang
melebihi kapasitas yang diperlukan untuk kehidupan menjadi penghalang sinar
matahari untuk kembali memantul ke angkasa, sehingga bumi menjadi lebih panas.
Aktifitas manusia dengan mempergunakan banyak perangkat ditambah dengan
aktifitas industry dan pertanian, mengahasilkan gas rumah kaca tersebut. Menurut
hasil analisis dari BMKG, beberapa dalam kurun waktu 20 tahun terakhir ini, di
Indonesia terjadi perubahan iklim, dimana waktu hujan yang menjadi lebih singkat
4

tetapi intensitasnya banyak, dan waktu hari hujan dalam setahun menjadi lebih
sedikit.
Curah hujan yang banyak dalam waktu yang singkat berpengaruh banyak
pada infiltrasi air ke dalam tanah dan pengikisan lapisan hara, akibatnya air akan
lebih banyak langsung masuk ke dalam sungai dan bisa menyebabkan banjir.

2.2 Luas wilayah penampang, kontur, dan tataguna lahan


Luas penampang merupakan elemen yang penting dalam mneganalisis
banjir dan penyebabnya. Luas penampang akan sangat berpengaruh pada seberapa
banyak air yang diterima dan masuk ke dalam saluran yang ada. Korelasinya apakah
saluran memadai dengan debit air yang ada. Jika tidak memadai air akan meluap
dan menyebabkan banjir.
Kontur wilayah juga sangat penting, karena berpengaruh pada seberapa
cepat aliran air limpasan (run off) dan aliran air dalam saluran. Kecepatan air sangat
berpengaruh pada kapasitas saluran, yaitu air yang mengalir dalam saluran tersebut
dalam meter kubik per menit, atau dalam satuan kapasitas dan waktu tertentu.
Kontir juga berpengaruh pada desain saluran, kontur dengan derajat kemiringan
lebih tinggi akan lebih cepat mebgalirkan air, akan lebih banyak air yang mengalir
dalam hitungan waktu tertentu, ketika ada perubahan kontur maka seharusnya ada
perubahan luas penampang saluran, karena akibatnya adalah air akan meluap jika
luas penampang saluran tidak disesuaikan.
Tata guna lahan merupakan faktor lain yang harus diketahui. Di perkotaan,
dimana permukiman, perkantoran, dan pusat bisnis menjadi dominan, maka daya
serap air (permeabilitas) pemukaan menjadi berkuran atau hampir tidak ada.
Hampir seluruh air hujan yang diterima akan langsung dialirkan ke saluran air atau
sungai, maka jika luas penampang aliran tidak memadai akan terjadi peluapan dan
banjir.

2.3 Sungai dan Drainase


Sungai dan saluran air (drainase) adalah elemen utama dalam persoalan
mengatasi banjir. Luas penampang dan kapasitas saluran harus mencukupi untuk
menerima air yang diterima wilayah tertentu, apalagi jika di dalam wilayah tersebut
sudah tidak ada lagi daerah resapan, artinya hamper seluruh air yang diterima akan
masuk ke adalam saluran. Saluran air yang memadai akan menjadi solusi banjir atau
mempercepat waktu surut genangan jika curah hujan melebihi batas normal karena
pengaruh perubahan iklim atau el nino yang menyebabkan curah hujan menjadi
lebih banyak dan lebih panjang.

2.4 Banjir
Banjir secara sederhana dapat didefisikan sebagai genangan air yang
menutupi suatau wilayah tertentu sebagai akibat meluapnya sungai atau tidak
berfungsinya saluran air. Menurut Kamus Bahasa Indonesia banjir adalah peristiwa
terbenamnya daratan (yang biasanya kering) karena volume air yang meningkat.
Lebih lengkap menurut Peraturan Direntur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan
Perhutanan Sosial (RLPS) Kementrian kehutanan Nomor No.04 thn 2009, Banjir
adalah debit aliran sungai yang secara relatif lebih besar dari biasanya akibat hujan
5

yang turun di hulu atau di suatu tempat tertentu secara terus menerus, sehingga air
limpasan tidak dapat ditampung oleh alur/palung sungai yang ada, maka air
melimpah keluar dan menggenangi daerah sekitarnya.
Bersarnya debit banjir dan waktu surut banjir, dipengaruhi oleh banyak
faktor, selain oleh besarnya curah hujan, juga oleh faktor pendukung, seperti
kapasitas penampang saluran, luas daerah resapan, kapasitas saluran primer (sungai
induk) dan level air, dan permiabilitas tanah di lokasi genangan.
Sesuai dengan sifat alaminya karena pengaruh gravitasi, air akan mengalir
dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah, daerah-daerah yang
terkena banjir biasanya berada di di tempat yang lebih rendah, di wilayah sekitar
aliran sungai (karena meluapnya sungai atau drainase), dan di sekitar pertemuan
beberapa sungai atau drainase karena penambahan debit air ke dalam satu saluran.

III. GAMBARAN WILAYAH KOTA BANDUNG

Walaupun Kota Bandung Berada di 675 s.d. 1.050 di atas permukaan laut,
tetapi karena tofografi Kota Bandung berada di cekungan, dikelilingi oleh gunung,
maka Kota Bandung cukup rawan banjir, terutama di wilayah tertentu, seperti
Gedebage, Cisaranten, Jl. Pasteur, Jl. Pelajar Pejuang, Ciateul, Sawah kurung, dan
yang terbaru yang cukup menjadi perhatian publik nasional adalah di Jl. Pagarsih.
Walaupun biasanya banjir di Kota Bandung tidak lama, masuk dalam banjir kilat
atau urban floods, tetapi hal ini menimbulkan kesulitan bagi masyarakat Kota
Bandung.
Jika dilihat dari kontur wilayahnya, daerah-daerah tersebut merupakan
daerah cekungan dekat dengan sungai, daerah pertemuan aliran sungai dan
darinase, atau daerah yang terendah dari Kota bandung seperti Gedebage.
Jumlah air hujan yang masuk dalam aliran sungai dan drainase di Kota
Bandung juga tidak hanya berasal dari Kota Bandung saja, tetapi juga dari daerah
sekitar Bandung, yaitu Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat.
Misalnya daerah Gedebage, wilayah ini menerima air juga dari arah utara, yaitu
Kecamatan Cilengkrang. Pasteur, menerima kontribusi air juga dari arah utara,
yaitu lembang. Daerah lainnya,
Air dari Kota Bandung akan dialirkan kea arah selatan, ke dalam sungai
Citarum. Sungai ini juga memiliki masalah dengan kapasitas. Seringkali sungai
meluap ke wilayah permukiman, atau aliran air dari permukiman tidak bisa masuk
ke dalam sungai Citarum, akibatnya adalah banjir yang menggenangi wilayah
cukup luas di daerah Kabupaten Bandung. Sehingga aliran sungai dari Kota
Bandung, terutama yang berada di wilayah selatan seperti Gedebage, juga punya
potensi masalah, ketika air sungai Citarum dalam level tinggi, aliran air dari
gedebage harus mengantri atau memperlambat arus, sehingga akan terjadi peluapan
sungai dan menyebabkan banjir di wilayah tertentu, atau membuat genangan air di
permukiman dan jalan sampai level air Sungai Citarum normal kembali.
6

IV. ANALISIS

4.1 Curah hujan Kota Bandung

Dari data yang didapat dari BMKG, curah hujan normal Kota Bandung dari
data yang diperoleh dari BMKG dalam 30 tahun terakhir rata-rata 87,5 mm
(Galamedia, 3/10/2016). Sedangkan dalam 6 tahun terakhir curah hujan bulanan
Kota bandung adalah sebagai berikut:

Curah Hujan (mm)


Bulan
2009 2010 2011 2012 2013 2014
Januari 208,5 353,3 63 82,9 216,9 309
Februari 200,5 557,1 76,7 303,7 250 88,9
Maret 365,7 531 89,4 155,5 305 418,7
April 165,6 93 381,5 290,8 286 216,6
Mei 183,8 345 193,4 257,1 171 176,7
Juni 101 191,9 117,6 60,5 231,5 195,5
Juli 24,2 220,8 77,2 34,2 159 180,6
Agustus 0,5 220,8 3,1 0 74 119,8
September 24 424,4 102,8 27 172
Oktober 234,5 292,2 103,6 125 234
November 318,2 401,4 321,4 537 164
Desember 271,1 237,5 259 637 418
Rata-rata 174,8 322,4 149,06 209,2 223,45
Tabel 4.1. Curah hujan Kota Bandung tahun 2009-2014 (sumber: BMKG
(dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik Kota Bandung)

Tabel tersebut memperlihatkan intensitas curah hujan dalam satu bulan, jika
dihitung dalam harian, untuk curah hujan tertinggi yang terjadi pada Bulam
Februari tahun 2010 yaitu sebesar 557,1 mm, maka diperoleh curah hujan harian
sebsar 18,57 mm.
Tahun 2016 ini, ternyata intensitas curah hujan cukup tinggi, dari
pernyataan BMKG diperoleh bahwa curah hujan pada tanggal 24 Oktober 2016,
ketika terjadi banyak kejadian banjir di beberapa wilayah Kota Bandung tercatat
curah hujan mencapai 77,5 mm dalam 1,5 jam pada saat turunnya hujan. Padahal
curah hujan dengan intensitas 20 mm dalam 1 jam saja sudah termasuk lebat.
(Tempo, 24 Oktober 2016). Jadi, curah hujan pada musim hujan tahun 2016 ini
sudah di atas normal, sehingga tidak mengherankan terjadi banjir. Tetapi tentu saja
curah hujan tinggi di atas normal bukan satu-satunya penyebab banjir yang melanda
di banyak tempat di Kota Bandung.

4.2 Luas wilayah penampang, Kontur, dan tata guna lahan Kota Bandung
Kota Bandung memiliki luas 16.731 hektar. Letak Kota Bandung yang
berada di cekungan Bandung, menjadi dataran terendah disbanding wilayah
sekitaranya. Kondisi ini menyebabkan Kota Bandung memerlukan sistem
7

manajemen air yang baik, untuk mengatasi banjir dan kekuarangan air ada saat
musim kemarau.
Kontur wilayah Kota Bandung sendiri tidak datar/rata, tetapi memiliki
perbedaan ketinggian antara satu wilayah dengan wilayah lainnya. Bandung utara
lebih tinggi dari Bandung Selatan, dalam satu wilyah pun perbedaan kontur ini
cukup terasa. Karena itu di Kota Bandung cukup mudah kita mendapati tanjakan
atau turunan. Hal ini berpengaruh pada aliran air sungai dan air limpasan hujan,
karena itu diperlukan penataan yang baik, sehingga air tidak menggenang di satu
tenpat, padahal sebenarnya hal itu tidak perlu terjadi.
Untuk menentukan luas penampang hujan, tidak bisa ditentukan dari luas
wilayah Kota Bandung sendiri, tetapi harus mengikut sertakan dengan wilayah di
luar Kota Bandung yang memiliki kontribusi memasok air ke Kota Bandung.
Karena itu diperlukan penelitian yang lebih cermat dan baik.
Dalam makalah ini saya akan membatasi pada beberapa wilayah saja yang
menjadi langganan banjir, analisa yang saya gunakan tidak akan menggunakan
analisa yang detail dengan perhitungan empiris, karena membutuhkan waktu dan
ruang yang lebih banyak.

Gambar 4.1. Peta tofografi, Metro Bandung berada di cekungan


(sumber: Google maps)

Wilayah Kota Bandung, sebagian besar sudah digunakan untuk lahan


permukiman, perkantoran, lahan bisnis, fasilitas umum, jaringan jalan, lapangan,
dan pabrik. Ruang Terbuka Hijau (RTH) baru seluas 12,15% (sumber: Diskamtam
Kota Bandung), dari seharusnya minimal 30% dari luas kota. Ruang Terbuka Hijau,
yang diharapkan dapat ikut berkontribusi menjadi wilayah serapan air, dan di Kota
Bandung yang luasnya masih jauh dari cukup, artinya 87,85% kemungkinan besar
merupakan daerah yang sudah tidak bisa menyerap air ketika hujan, sehingga air
hujan akan langsung masuk ke dalam saluran air. Jika ditambah dengan wilayah di
luar Kota Bandung yang aliran sungai/drainasenya masuk ke dalam Kota Bandung,
tentu akan menambah banyak jumlah debit air yang mengalir baik berupa limpasan
maupun aliran dalam sungai ke Kota Bandung, padahal wilayah sekitar Bandung
pun yang masuk ke dalam wilayah Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung
Barat sudah cukup padat dengan permukiman dan fasilitas lain.
8

a. Penyebab Banjir di Gedebage


Gedebage menjadi salah satu wilayah yang terkena banjir setiap turun hujan.
Wilayah ini menjadi daerah penghubung antara aliran sungai dari wilayah
Kabupaten Bandung di Kecamatan Cilengkrang dengan sungai Citarum di selatan
Gedebage. Aliran sungai kecil dan sedang bercabang dan membentang dari arah
utara ke selatan, kemudian menyatu di wilayah Gedebage, untuk selanjutnya
mengalir sampai ke Sungai Citarum. Luas penampang hujan kurang lebih 6,07 km2
(perkiraan kasar menggunakan google maps). Sekitar tiga buah sungai dan drainase
yang dianggap menjadi aliran utama di daerah ini. Jika dihitung dengan metode
mononobe, gumbel, dan empiris, didapatkan debit banjir sebesar 25,5 m3/det pada
saat curah hujan maksimum dalam waktu satu jam.
Dari ketiga Saluran eksisting yang ada dengan ukuran 2,5x1,5, 2x1,5,
0,5x05, dan 0,5x05 dihitung dengan metode kontinuitas dan manning, hanya hanya
mampu mengalirkan air sebesar 5,4 m3/det. Ketiga sungai tersebut kemudian
menyatu menjadi satu satu sungai, dengan kapasitas 6,6 m3/det. Padahal air yang
dihasilkan sejumlah 25,5 m3/det. Jumlah debit air banjir dengan kapasitas saluran
yang tidak memadai menyebabkan luapan dan menjadi banjir di Gedebage. Air
melakukan antrian dalam saluran yang jauh lebih kecil dibanding dengan debit yang
dihasilkan dari curah hujan. Sehingga banjir memerlukan waktu surut yang cukup
lama.

b. Penyebab banjir Pasteur


Walaupun menjadi pintu gerbang masuk ke Kota Bandung, Paster pun tidak
luput dari banjir. Ada beberapa penyebabnya, pertama kontur/tofografi yang tidak
rata. Sebelah Utara memiliki elevasi lebing tinggi, dengan beda tinggi hamir sekitar
300 m (sumber: google earth). Sungai yang sungai yang membentang dari arah
gegerkalong, sukajadi, dan Sarijadi, melewati daerah pasteur. Di Jl. Pasteur,
tepatnya sekitar BTC (Bandung Trade Centre), lokasinya juga agak cekung.
Penampang sungai memiliki penampang yang tidak memadai untuk menampung
kapasitas air yang besar. Penampang ini mengecil karena sedinmentasi, sampah,
dan terdesak bangunan. Sehingga air tidak bisa mengalir secara maksimal.
Akibatnya kembali seperti di gedebage, terjadi antrian air. Dengan bentuk cekungan
di Jl. Junjunan (Pasteur), akibatnya terjadi genangan, walaupun tidak lama, tetapi
cukup menyulitkan dan merugikan masyarakat.
Dua kasus tersbut menjadi contoh penyebab banjir di Kota Bandung, di
wilayah lain pada dasarnya hampr sama. Saluran eksisting yang tidak memadai
menjadi salah satu penyebab terjadinya antrian air yang akhirnya menjadi banjir.

V. KESIMPULAN
Dari hasil analisis dengan mengolah data dan informasi yang ada,
didapatkan beberapa kesimpulan penyebab banjir yang terjadi di Kota Bandung
yang selalu terus berulang, juga untuk menjawab pertanyaan mengapa akhir-akhir
ini. Dari hasil analisa di atas setidaknya ada 13 penyebab banjir di Kota Bandung:
1. Musim hujan tahun 2016 curah hujan di Kota Bandung di atas intensitas
normal
9

2. La Nina, menyebabkan waktu hujan yang panjang dan lebat, menyebabkan


intensitas dan curah hujan di Kota bandung naik, sehingga tidak dapat
difasilitasi oleh saluran yang ada yang juga tidak memadai.
3. Pemanasan global, menyebabkan perubahan iklim, ini juga mempengaruhi
intensitas hujan, menurut kajian para ahli, hal ini menyebabkan hujan lebat
dalam waktu yang singkat, sehingga mengurangi kemampuan infiltrasi ke
dalam tanah, air langsung masuk ke sungai atau saluran air.
4. Tofografi wilayah Bandung Raya mempengaruhi debit air yang dan kecepatan
air yang mengalir yang tidak diimbangi dengan kapasitas saluran yang ada.
5. Kontur wilayah Kota Bandung memerlukan desain saluran yang tepat (tidak
seragam), disesuaikan dengan perbedaan elevasi yang mempengaruhi
kecepatan air dan debit per satuan panjang, sehingga tidak terjadi antrian
ketika kontur lebih landai atau rata yang menyebabkan kecepatan air
berkurang, hal ini belum secara maksimal diterapkan di Kota Bandung.
6. Semakin menyusutnya wilayah resapan air, tidak hanya di Kota Bandung,
juga di wilayah penyangganya di Kabupaten Bandung dan Kabupaten
Bandung Barat
7. Kurangnya kapasitas saluran, disebabkan oleh perencanaan yang tidak
maksimal dengan memperhitungkan waktu puncak curah hujan dan rencana
debit banjir, tofografi, dan perubahan kontur yang seharusnya akan
menyebabkan perubahan penampang saluran karena kecepatan air dan debit
air per satuan panjang yang berubah.
8. Berkurangnya kapasitas saluran karena sedimentasi, sampah, pembangunan
jembatan ke rumah-rumah warga, pemasangan kabel bawah tanah, dan
kerusakan saluran yang tidak segera diperbaiki
9. Sedimentasi saluran yang disebabkan oleh adanya limbah domestik, limbah
yang berupa tinja dan limbah dapur yang dibuang langsung ke sungai atau
saluran air dalam jangka waktu tertentu dapat menjadi lumpur, yang jika
terakumulasi dalam jangka waktu yang lama akan memperkecil luas saluran,
sedangkan hamper 30% permukiman Kota bandung belum memiliki sarana
sanitasi yang sehat, banyak yang langsung membuang limbah domestik
langsung ke sungai, terutama di permukiman padat penduduk.
10. Tata kota dan wilayah yang belum mengindahkan kebutuhan dan manajemen
air yang baik, ditambah dengan inkonsistensi penegakan aturan, seperti
wilayah KBU yang seharusnya menjadi daerah resapan air menjadi
permukiman, hotel, dan fasilitas lainnya.
11. Ruang terbuka hijau yang diharapkan dapat berkontribusi menjadi daerah
resapan air belum maksimal, di Kota Bandung baru 12,15% dari seharusnya
30% dari luas Kota Bandung.
12. Perilaku sebagian masyarakat yang belum peduli dengan kebersihan
lingkungan, membuang sampah sembarangan, dan belum memiliki kesadaran
untuk ikut membersihkan lingkungan
13. Aturan bagi perusahaan public yang memasang kabel, seharusnya tidak
menggangu saluran air, ini belum dilaksnakan secara maksimal di Kota
Bandung.
DAFTAR PUSTAKA

(ICSU), I. C. (2008). Science Plan on Hazard and Disaster, Earthquakes, Floods,


and Landslide. Asia Fasifik Regional Office: ICSU.
davie, T. (2002). Fundamental of Hydrology. London and New York: Routledge.
GalamediaNews.com. (2 Oktober 2016). Oktober, Curah Hujan di Bandung
Tinggi. Bandung: Galamedianews.com.
Gibbs, W. (1987). A Drought System. World Meteorogical Ornanization.
kbbi.web.id, K. B. (n.d.).
Ray K. Linsley. Jr., M. A. (1958). Hydrology for Engineers. New York, London,
Toronto: McGraw Hill Book Company.
Science Plan on Hazard and Disaster, earthquakes, flood, and Landslide. (2008).
Asia and Fasific regional Office: International Council for Science
(ICSU).
Tempo.com. (24 Oktober 2016). BMKG ingatkan Banjir Bandung Bisa Terulang.
Jakarta: Tempo.

Catatan:
Penyusunan daftar pustaka menggunaka APA (American Psychologiocal
Assosiatiaon) style

Anda mungkin juga menyukai