OLEH:
JENI SUKMARA
i
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, karena atas perkenan-Nya, saya dapat
menyelesaikan catatan ini. Tulisan ini saya beri judul “Kota Bandung dan
Permasalahan Banjir” Makalah ini mencoba menganalisa penyebab banjir yang
selama ini terjadi di Kota Bandung dan penyebab banjir pada musim hujan tahun
2016 yang intensitasnya lebih sering dan sebarannya lebih banyak.
Dalam penulisan catatan ini saya masih menggunakan data-data yang
masih belum lengkap serta analisa yang terlalu singkat, terutama pada perhitungan
empiris dan analisa teknis, karena untuk mendapatkan analisa yang lebih akurat
diperlukan penelitian yang lebih intens, data-data yang lebih lengkap, dan ruang
yang cukup banyak.
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN ................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Perumusan Masalah .......................................................................... 2
1.3 Maksud dan Tujuan Penulisan catatan ........................................... 2
V. KESIMPULAN ...................................................................................... 9
iii
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
2.2 Curah hujan Kota Bandung 2009-2016................................................... 6
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagai negara kepulauan yang di berada di antara dua benua dan dua
samudra, Indonesia menjadi wilayah yang memiliki curah hujan cukup tinggi akibat
dari angin muson Barat yang berembus dari Benua Asia ke Benua Australia melalui
Samudera Pasifik dan dan Samudera Hindia sehingga angin mengandung banyak
uap air, yang kemudian akan turun di sebagian besar wilayah Indonesia. Dalam
iklim yang normal musim hujan berlangsung mulai Bulan Oktober sampai dengan
Bulan Februari, selebihnya adalah musim kemarau yang disebabkan oleh angin
muson Timur, dimana angin bertiup dari arah Benua Australia melewati gurun,
padang savana, dan stepa yang kering, sehingga tidak membawa uap air. Musim
kemarau berlangsung mulai Bulan April sampai dengan Bulan Agustus.
Pada dasarnya hujan merupakan siklus yang dapat kembali memasok air
tawar yang dibutuhkan manusia dan makhluk hidup lainnya di daratan, mengingat
97 persen air yang ada di bumi berupa air laut yang mengandung garam yang tidak
dapat dikonsumsi manusia secara langsung. Jadi tanpa hujan, makhluk hidup di
daratan akan kesulitan untuk hidup. Air hujan pun memberikan manfaat yang
sangat besar bagi sistem pertanian, bagi kesuburan tanah di area aliran sungai, bagi
produksi energy, dan banyak manfaat besar lainnya. Hanya saja, mayoritas manusia
belum bijak dalam menghadapi dan mengatur air hujan, sehingga seringkali, di
banyak tempat di dunia ini, hujan menjadi bencana.
Kota Bandung merupakan salah satu kota di Indonesia yang juga selalu
kesulitan dalam mengahadapi air hujan yang meluap dan menyebabkan banjir,
walaupun rata-rata banjir yang terjadi merupakan banjir kilat karena waktu surutnya
kurang dari 5 jam (Seta, 1991), atau disebut juga banjir perkotaan (urban flood)
karena kondisi permukaan perkotaan yang sudah beraspal atau ada perkerasan,
sehingga kehilangan kemampuan untuk menyerap air hujan. Air hujan dengan cepat
akan menjadi limpasan. Air dalam drainase yang telah kelebihan kapasitas akan
meluap dan akan menyebabkan banjir terutama di permukiman dan bagian kota
yang lebih rendah (ICSU, 2008).
Sebagai daerah cekungan, Kota Bandung sangat rentan dengan banjir, dan
akan sangat dipengaruhi oleh wilayah sekitanya (Metro Bandung), terutama
wilayah Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, dan Kota Cimahi.
Beberapa wilayah di Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat secara
tofografis berada di dataran lebih tinggi dari Kota Bandung, dimana aliran sungai
dari wilayah-wilayah tersebut akan melewati Kota Bandung, yang akan bermuara
ke Sungai Citarum. Jadi, penyelesaian banjir di Kota Bandung, akan cukup
kompleks, karena akan melewati batas wilayah administratif yang memiliki
kepentingan dan kebijakan yang mungkin berbeda.
Beberapa titik yang selalu menjadi langganan banjir di Kota Bandung
tersebar dari arah barat, timur, dan selatan. Bandung sebelah utara cenderung aman
dari banjir karena memiliki dataran lebih tinggi, sehingga daerah Bandung Utara
menjadi pemasok air bagi wilayah Bandung di daerah tengah, barat, atau timur.
Tetapi, walaupun begitu, Bandung bagian utara, tidak terlepas dari luapan drainase
dan titik genangan dalam skala kecil dan waktu surut yang singkat.
2
Secara teori jumlah air di bumi tidak mengalami perubahan, jumlahnya tetap
sama. Yang berubah adalah perjalanan dan debit air ketika berupa air tawar sampai
kemudian bermuara ke lautan dan menjadi asin. Perubahan ini lebih banyak
diakibatkan oleh tangan manusia, seperti penggundulan hutan, perubahan fungsi
lahan, perkerasan lahan, meningkatnya jumlah permukiman, dan sebagainya,
sehingga air dipaksa untuk melakukan proses infiltrasi yang sangat minimal, air
akan dengan cepat masuk ke sungai dan kembali ke laut. Hal ini berakibat pada
cadangan air tawar yang semakin sulit didapat, karena berkurangnya pasokan dan
penambangan yang terus menerus. Selain itu, air pun mengalami pencemaran, baik
oleh limbah industri, domestik, maupun pertanian. Padahal air tawar adalah air yang
dibutuhkan oleh manusia untuk bertahan hidup.
Klimatologi memfokuskan pengamatannya pada kondisi cuaca rata-rata
dalam periode yang panjang. Klimatologi merupakan Peluang statistik berbagai
keadaan atmosfer, antara lain suhu, tekanan, angin kelembaban, yang terjadi di
suatu daerah selama kurun waktu yang panjang (Gibbs, 1978). Mempejari data
cuaca dan iklim sangat penting untuk mendapatkan hipotesis dan kesimpulan
penyebab bajir, karena cuaca akan memberikan informasi intensitas dan curah
hujan dalam suatu waktu tertentu.
Beberapa tahun terakhir, terjadi fenomena perubahan ilim dunia, atau yang
biasa kita sebut dengan El Nino dan La Nina. Pengaruh la nina bagi wilayah
Indonesia adalah curah hujan menjadi lebih tinggi, dan el nino menyebabkan musim
kering mejadi lebih panjang, tetapi karena posisi Indonesia di antara dua benua,
seihingga menjadi lokasi terjadinya konvergensi dua buah sirkulasi utama di dunia
yaitu sirkulasi walker dan sirkulasi Hadley, sehingga interaksi terhadap el nino dan
la nina di setiap daerah di Indonesia berbeda-beda.
Banyak para ahli meyakini, perubahan cuaca diakibatkan oleh memanasnya
suhu bumi. Gas rumah kaca yang disebabkan oleh CO2, metana, dan uap air yang
melebihi kapasitas yang diperlukan untuk kehidupan menjadi penghalang sinar
matahari untuk kembali memantul ke angkasa, sehingga bumi menjadi lebih panas.
Aktifitas manusia dengan mempergunakan banyak perangkat ditambah dengan
aktifitas industry dan pertanian, mengahasilkan gas rumah kaca tersebut. Menurut
hasil analisis dari BMKG, beberapa dalam kurun waktu 20 tahun terakhir ini, di
Indonesia terjadi perubahan iklim, dimana waktu hujan yang menjadi lebih singkat
4
tetapi intensitasnya banyak, dan waktu hari hujan dalam setahun menjadi lebih
sedikit.
Curah hujan yang banyak dalam waktu yang singkat berpengaruh banyak
pada infiltrasi air ke dalam tanah dan pengikisan lapisan hara, akibatnya air akan
lebih banyak langsung masuk ke dalam sungai dan bisa menyebabkan banjir.
2.4 Banjir
Banjir secara sederhana dapat didefisikan sebagai genangan air yang
menutupi suatau wilayah tertentu sebagai akibat meluapnya sungai atau tidak
berfungsinya saluran air. Menurut Kamus Bahasa Indonesia banjir adalah peristiwa
terbenamnya daratan (yang biasanya kering) karena volume air yang meningkat.
Lebih lengkap menurut Peraturan Direntur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan
Perhutanan Sosial (RLPS) Kementrian kehutanan Nomor No.04 thn 2009, Banjir
adalah debit aliran sungai yang secara relatif lebih besar dari biasanya akibat hujan
5
yang turun di hulu atau di suatu tempat tertentu secara terus menerus, sehingga air
limpasan tidak dapat ditampung oleh alur/palung sungai yang ada, maka air
melimpah keluar dan menggenangi daerah sekitarnya.
Bersarnya debit banjir dan waktu surut banjir, dipengaruhi oleh banyak
faktor, selain oleh besarnya curah hujan, juga oleh faktor pendukung, seperti
kapasitas penampang saluran, luas daerah resapan, kapasitas saluran primer (sungai
induk) dan level air, dan permiabilitas tanah di lokasi genangan.
Sesuai dengan sifat alaminya karena pengaruh gravitasi, air akan mengalir
dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah, daerah-daerah yang
terkena banjir biasanya berada di di tempat yang lebih rendah, di wilayah sekitar
aliran sungai (karena meluapnya sungai atau drainase), dan di sekitar pertemuan
beberapa sungai atau drainase karena penambahan debit air ke dalam satu saluran.
Walaupun Kota Bandung Berada di 675 s.d. 1.050 di atas permukaan laut,
tetapi karena tofografi Kota Bandung berada di cekungan, dikelilingi oleh gunung,
maka Kota Bandung cukup rawan banjir, terutama di wilayah tertentu, seperti
Gedebage, Cisaranten, Jl. Pasteur, Jl. Pelajar Pejuang, Ciateul, Sawah kurung, dan
yang terbaru yang cukup menjadi perhatian publik nasional adalah di Jl. Pagarsih.
Walaupun biasanya banjir di Kota Bandung tidak lama, masuk dalam banjir kilat
atau urban floods, tetapi hal ini menimbulkan kesulitan bagi masyarakat Kota
Bandung.
Jika dilihat dari kontur wilayahnya, daerah-daerah tersebut merupakan
daerah cekungan dekat dengan sungai, daerah pertemuan aliran sungai dan
darinase, atau daerah yang terendah dari Kota bandung seperti Gedebage.
Jumlah air hujan yang masuk dalam aliran sungai dan drainase di Kota
Bandung juga tidak hanya berasal dari Kota Bandung saja, tetapi juga dari daerah
sekitar Bandung, yaitu Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat.
Misalnya daerah Gedebage, wilayah ini menerima air juga dari arah utara, yaitu
Kecamatan Cilengkrang. Pasteur, menerima kontribusi air juga dari arah utara,
yaitu lembang. Daerah lainnya,
Air dari Kota Bandung akan dialirkan kea arah selatan, ke dalam sungai
Citarum. Sungai ini juga memiliki masalah dengan kapasitas. Seringkali sungai
meluap ke wilayah permukiman, atau aliran air dari permukiman tidak bisa masuk
ke dalam sungai Citarum, akibatnya adalah banjir yang menggenangi wilayah
cukup luas di daerah Kabupaten Bandung. Sehingga aliran sungai dari Kota
Bandung, terutama yang berada di wilayah selatan seperti Gedebage, juga punya
potensi masalah, ketika air sungai Citarum dalam level tinggi, aliran air dari
gedebage harus mengantri atau memperlambat arus, sehingga akan terjadi peluapan
sungai dan menyebabkan banjir di wilayah tertentu, atau membuat genangan air di
permukiman dan jalan sampai level air Sungai Citarum normal kembali.
6
IV. ANALISIS
Dari data yang didapat dari BMKG, curah hujan normal Kota Bandung dari
data yang diperoleh dari BMKG dalam 30 tahun terakhir rata-rata 87,5 mm
(Galamedia, 3/10/2016). Sedangkan dalam 6 tahun terakhir curah hujan bulanan
Kota bandung adalah sebagai berikut:
Tabel tersebut memperlihatkan intensitas curah hujan dalam satu bulan, jika
dihitung dalam harian, untuk curah hujan tertinggi yang terjadi pada Bulam
Februari tahun 2010 yaitu sebesar 557,1 mm, maka diperoleh curah hujan harian
sebsar 18,57 mm.
Tahun 2016 ini, ternyata intensitas curah hujan cukup tinggi, dari
pernyataan BMKG diperoleh bahwa curah hujan pada tanggal 24 Oktober 2016,
ketika terjadi banyak kejadian banjir di beberapa wilayah Kota Bandung tercatat
curah hujan mencapai 77,5 mm dalam 1,5 jam pada saat turunnya hujan. Padahal
curah hujan dengan intensitas 20 mm dalam 1 jam saja sudah termasuk lebat.
(Tempo, 24 Oktober 2016). Jadi, curah hujan pada musim hujan tahun 2016 ini
sudah di atas normal, sehingga tidak mengherankan terjadi banjir. Tetapi tentu saja
curah hujan tinggi di atas normal bukan satu-satunya penyebab banjir yang melanda
di banyak tempat di Kota Bandung.
4.2 Luas wilayah penampang, Kontur, dan tata guna lahan Kota Bandung
Kota Bandung memiliki luas 16.731 hektar. Letak Kota Bandung yang
berada di cekungan Bandung, menjadi dataran terendah disbanding wilayah
sekitaranya. Kondisi ini menyebabkan Kota Bandung memerlukan sistem
7
manajemen air yang baik, untuk mengatasi banjir dan kekuarangan air ada saat
musim kemarau.
Kontur wilayah Kota Bandung sendiri tidak datar/rata, tetapi memiliki
perbedaan ketinggian antara satu wilayah dengan wilayah lainnya. Bandung utara
lebih tinggi dari Bandung Selatan, dalam satu wilyah pun perbedaan kontur ini
cukup terasa. Karena itu di Kota Bandung cukup mudah kita mendapati tanjakan
atau turunan. Hal ini berpengaruh pada aliran air sungai dan air limpasan hujan,
karena itu diperlukan penataan yang baik, sehingga air tidak menggenang di satu
tenpat, padahal sebenarnya hal itu tidak perlu terjadi.
Untuk menentukan luas penampang hujan, tidak bisa ditentukan dari luas
wilayah Kota Bandung sendiri, tetapi harus mengikut sertakan dengan wilayah di
luar Kota Bandung yang memiliki kontribusi memasok air ke Kota Bandung.
Karena itu diperlukan penelitian yang lebih cermat dan baik.
Dalam makalah ini saya akan membatasi pada beberapa wilayah saja yang
menjadi langganan banjir, analisa yang saya gunakan tidak akan menggunakan
analisa yang detail dengan perhitungan empiris, karena membutuhkan waktu dan
ruang yang lebih banyak.
V. KESIMPULAN
Dari hasil analisis dengan mengolah data dan informasi yang ada,
didapatkan beberapa kesimpulan penyebab banjir yang terjadi di Kota Bandung
yang selalu terus berulang, juga untuk menjawab pertanyaan mengapa akhir-akhir
ini. Dari hasil analisa di atas setidaknya ada 13 penyebab banjir di Kota Bandung:
1. Musim hujan tahun 2016 curah hujan di Kota Bandung di atas intensitas
normal
9
Catatan:
Penyusunan daftar pustaka menggunaka APA (American Psychologiocal
Assosiatiaon) style