Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIKUM

AGROKLIMATOLOGI

ACARA 4
PEMBUATAN OMBROMETER SEDERHANA

Oleh:
Afif Maulana Saputra
NIM A1C020049

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2021
DAFTAR ISI
Halaman

DAFTAR ISI ........................................................................................... ii


I. PENDAHULUAN ........................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................ 1
B. Tujuan.......................................................................................... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 3
III. METODOLOGI ............................................................................... 5
A. Alat dan Bahan ............................................................................ 5
B. Prosedur Kerja ............................................................................. 5
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................ 6
A. Hasil ............................................................................................ 6
B. Pembahasan ................................................................................. 9
V. KESIMPULAN DAN SARAN........................................................ 16
A. Kesimpulan ................................................................................. 16
B. Saran ............................................................................................ 16
Daftar Pustaka ......................................................................................... 17
Lampiran ................................................................................................. 19

ii
I. PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Curah hujan ialah jumlah air yang jatuh pada permukaan tanah selama periode
tertentu bila tidak terjadi penghilangan oleh proses evaporasi, pengaliran dan
peresapan, yang diukur dalam satuan tinggi. Tinggi air hujan 1 mm berarti air hujan
pada bidang seluas 1 m2 berisi 1 liter atau 100 x 100 x 0,1 = 1 liter. Unsur unsur
hujan yang harus diperhatikan dalam mempelajari curah hujan ialah: jumlah curah
hujan, hari hujan dan intensitas atau kekuatan tetesan hujan.
Air yang jatuh di atas permukaan tanah yang datar dianggap sama tinggi.
Volume air hujan pada luas permukaan tertentu dengan mudah dapat dihitung
bila tingginya dapat diketahui. Maka langkah penting dalam pengukuran
hujan ditujukan ke arah pengukuran tinggi yang representatif dari hujan yang jatuh
selama jangka waktu tertentu. WMO menganjurkan penggunaan satuan millimeter
sampai ketelitian 0,2 mm. Dalam bidang klimatologi pertanian dilakukan
pencatatan hujan harian (jumlah curah hujan) setiap periode 24 jam dan jumlah hari
hujan. Berdasarkan pengertian klimatologi, satu hari hujan ialah periode selama 24
jam terkumpul curah hujan setinggi 0,5 mm atau lebih. Apabila kurang dari
ketentuan tersebut, maka hari hujan dianggap nol meskipun curah hujan tetap
diperhitungkan.
Ombrometer adalah alat pengukur curah hujan yang umumnya dinamakan
penakar hujan. Alat ini dipasang di tempat terbuka, sehingga air hujan akan diterima
langsung oleh alat ini. Satuan yang digunakan adalah milimeter (mm) dan ketelitian
pembacaannya sampai dengan 0,1 mm. Pembacaan dilakukan sekali sehari pada
pukul 07.00 pagi hari.
Alat ukur curah hujan ini terdapat juga versi manual. Pengukur hujan
(ombrometer) dalam standar Jumlah air hujan diukur menggunakan pengukur hujan
atau ombrometer. Ia dinyatakan sebagai kedalaman air yang terkumpul pada
permukaan datar, dan diukur kurang lebih 0,25 mm. Satuan curah hujan menurut SI
adalah milimeter, yang merupakan penyingkatan dari liter per meter persegi.
Ombrometer biasanya hanya terlihat di Stasiun Klimatologi. Alat ini
berbentuk seperti tabung dengan kran dibagian bawahnya. Alat ini juga bisa dibuat
secara sederhana sebagai bahan pembelajaran dan penilitian. Banyak orang yang
sudah mencoba membuat alat ini. Mengapa demikian karena mungkin saja di
daerah orang tersebut tidak ada stasiun klimatologi. Jadi untuk mengukur curah
hujan mereka harus membuat ombrometer sederhana. Ombrometer sederhana juga
dapat di manfaatkan oleh para petani untuk mengetahui varietas tanaman yang
cocok dengan curah hujan di daerah tersebut.

B. Tujuan

1. Mahasiswa mengetahui cara pembuatan alat pengukur curah hujan.


2. Mahasiswa mengetahui cara kerja alat pengukur hujan.
3. Mahasiswa mengetahui cara pengukuran alat pengukur curah hujan.

2
II. TINJAUAN PUSTAKA

Unsur-unsur klimatologi dan cuaca seperti suhu dan kelembaban udara, curah
hujan, intensitas penyinaran matahari, kecepatan dan arah angin serta unsur lainnya
merupakan faktor yang sangat penting dalam usaha pertanian. Dan pengukuran
besaran-besaran tersebut lazim dilakukan di stasiun-stasiun klimatologi. Cara dan
alat ukur di stasiun meteorologi dan klimatologi di Indonesia umumnya masih
secara manual, yang hasil kelengkapan dan keakuratan datanya sangat tergantung
kepada manusia pencatatnya. Beberapa alat pencatat otomatis buatan pabrik sudah
digunakan, tetapi harganya relatif masih mahal.
Nurdiyanto, I. A., & Primawan, A. B. (2020) menyatakan, “Pengukuran curah
hujan adalah mengukur tebal atau tingginya permukaan air hujan yang menutupi
suatu luasan daerah di permukaan bumi. Dari pengukuran curah hujan akan
didapatkan beberapa data yang kemudian diolah menjadi tiga jenis hasil
pengukuran seperti berikut:
• Jumlah curah hujan harian, yaitu hasil pengukuran hujan selama 24 jam.
• Jumlah curah hujan bulanan, yaitu jumlah total curah hujan harian selama sebulan.
• Jumlah curah hujan tahunan, yaitu jumlah total curah hujan harian selama 12
bulan.
Alat pengukur jumlah curah hujan disebut penakar hujan . Berdasarkan
mekanismenya, alat pengukuran curah hujan dibagi menjadi dua jenis yaitu penakar
hujan tipe manual dan penakar hujan tipe otomatis (perekam). Penakar hujan tipe
manual Alat penakar hujan tipe manual pada dasarnya berupa tabung atau ember
yang sudah diukur diameternya. Pengukur curah hujan dengan alat ukur manual
dilakukan dengan cara mengukur volume air hujan yang tertampung pada tempat
penampungan air hujan alat setiap interval waktu tertentu. Dengan cara tersebut
hanya diperoleh data curah hujan selama periode tertentu. Contoh alat penakar
curah hujan manual adalah Ombrometer biasa dan Ombrometer Observatorium.
Alat penakar hujan otomatis adalah alat yang mekanisme pencatatan hujannya
berlangsung secara otomatis. Mampu merekam data curah hujan dengan interval

3
waktu yang lebih lama. Dengan menggunakan alat ini dapat mengukur tinggi
rendahnya curah hujan selang periode waktu tertentu dan dapat mencatat lamanya
waktu hujan terjadi. Dengan demikian besarnya intensitas curah hujan dapat
ditentukan. Pada dasarnya alat penakar hujan otomatis ini sama dengan alat penakar
hujan manual yang terdiri dari 3 komponen utama yaitu corong, bejana pengumpul
dan alat ukur. Bedanya pada komponen bejana dan alat ukur dibuat secara khusu.
Contoh alat penakar hujan otomatis adalah penakar hujan tipe Hellman, tipe Bendix,
Tilting Siphon, tipe Tipping Bucket, tipe Floating Bucket, tipe Weighing Bucket,
tipe Optical”.

4
III. METODOLOGI

A. Alat dan Bahan

1. Alat tulis
2. Botol plastik
3. Corong
4. Gunting
5. Handphone/Laptop
6. Internet
7. Lem perekat
8. Pisau

B. Prosedur Kerja

1. Memasuki tempat area di mana alat-alat pengukur unsur iklim/cuaca berada.


2. Memperhatikan dengan seksama asisten praktikum yang menjelaskan
bagaimana cara pembuatan ombrometer sederhana.
3. Praktikan mengerjakan serangkaian kuis dan juga post test.
4. Praktikan membuat ombrometer sederhana sesuai dengan petunjuk yang
diberikan asisten praktikum.

5
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Alat dan Bahan

a. Gunting

Gambar 1. Gunting.

b. Lem Perekat

Gambar 2. Lem.

c. Pisau

6
Gambar 3. Pisau.

d. Corong

Gambar 4. Corong.

2. Cara Membuat Ombrometer Sederhana

a. Persiapkan alat dan bahan.

Gambar 5. Alat dan Bahan.

b. Potong bagian atas botol untuk digunakan sebagai corong 1.

7
Gambar 6. Pembuatan Corong 1.

c. Lakukan hal serupa pada botol satunya untuk digunakan sebagai corong 2.

Gambar 7. Pembuatan Corong 2.

d. Lalu potong bagian bawah botol sehingga kedua ujung botol memiliki
lubang (seperti pipa). Kemudian, rapikan ujung botol yang sudah dipotong
bagian atas dan bawahnya untuk kemudian dijadikan tabung penampung
air.

Gambar 8. Melubangi Bagiab Bawah Botol.

8
e. Setelah itu, lem bagian ujung atas badan botol. Lalu, rekatkan bagian atas
botol (corong 1) ke badan botol posisi terbalik.

Gambar 9. Memasang Corong 1.

f. Kemudian, lem bagian bawah botol dan rekatkan dengan corong 2 dengan
posisi tutup botol corong 2 berada di bawah (posisi terbalik seperti gambar
10).

Gambar 10. Memasang Corong 2.

g. Cek ombrometer sampai tidak ada kebocoran yang terjadi.

B. Pembahasan

Menurut Choiriyah (2018) menyatakan, “Curah hujan merupakan jumlah air


yang jatuh pada permukaan tanah selama periode tertentu yang diukur dengan
satuan milimeter (mm) pada permukaan horizontal. Proses pengukuran curah hujan
secara umum masih dilakukan secara manual oleh pengamat dengan menggunakan

9
alat penakar hujan observasi, meskipun terdapat beberapa stasiun yang sudah
menggunakan alat penakar hujan otomatis”.
Menurut Nasution et all. (2016) menyatakan Curah hujan merupakan hujan
yang sampai ke permukaan tanah yang diukur berdasarkan volume air hujan per
satuan luas. Peramalan banyaknya curah hujan dapat menunjang kegiatan sosial
ekonomi di Indonesia yang kemudian hasilnya dapat dijadikan informasi yang
berguna bagi berbagai macam aktifitas kehidupan seperti: keselamatan masyarakat,
produksi pertanian, perkebunan, perikanan, penerbangan, dan sebagainya.
Curah hujan menurut Hermawan et all. (2010) dalam Yuggotomo & Ihwan
(2014), Curah hujan merupakan salah satu unsur cuaca yang sangat berpengaruh
dalam setiap kegiatan manusia. Ada beberapa fenomena cuaca yang mempengaruhi
kondisi curah hujan di Indonesia, antara lain fenomena ENSO dan DM. ENSO
merupakan fenomena cuaca yang terjadi di wilayah Samudra Pasifik. Secara umum
peristiwa ENSO berulang antara dua sampai tujuh tahun.
Curah hujan menurut Kumar, dkk., (2006) dalam Vitri (2014) menyatakan,
Curah hujan merupakan parameter yang tingkat variabilitasnya tinggi baik terhadap
lokasi maupun waktu yang mencakup variasi harian, bulanan, musiman, dan
tahunan.
Menurut Syaifullah (2014) menyatakan, “Curah hujan merupakan salah satu
unsur iklim yang sangat penting bagi kehidupan di bumi. Jumlah curah hujan dicatat
dalam satuan inci atau millimeter, jumlah curah hujan 1 mm artinya tinggi air hujan
yang 2 menutupi permukaan per satuan luas (m ) sebesar 1 mm, jika air tersebut
tidak meresap ke dalam tanah, menguap ke atmosfer ataupun mengalir. Hujan
memainkan peranan penting dalam siklus hidrologi yang mempengaruhi
kesetimbangan sumber daya air di permukaan bumi”.
Curah hujan menurut Mulyono (2014) menyatakan, “Curah hujan (mm)
merupakan ketinggian air hujan yang jatuh pada tempat yang datar dengan asumsi
tidak menguap, tidak meresap dan tidak mengalir. Curah hujan 1 (satu) mm adalah
air hujan setinggi 1 (satu) mm yang jatuh (tertampung) pada tempat yang
datar seluas 1 m2 dengan asumsi tidak ada yang menguap, mengalir dan
meresap”.

10
Ombrometer menurut Anonim (2014) dalam Manengkey et all. (2016)
menyatakan, “Ombrometer adalah alat pengukur curah hujan manual dengan alat
yang memiliki luas permukaan 100 cm2 dengan peralatan alat setinggi 120 cm dari
permukaan tanah, dan pengamatan dilakukan setiap hari dengan mengambil volume
air yang termasuk kedalam alat ombrometer.”
Menurut Choiriyah(2018) menyatakan, “Ombrometer adalah alat pengukur
curah hujan yang umumnya dinamakan penakar hujan. Alat ini dipasang di tempat
terbuka, sehingga air hujan akan diterima langsung oleh alat ini. Satuan yang
digunakan adalah milimeter (mm) dan ketelitian pembacaannya sampai dengan 0.1
mm. Pembacaan dilakukan sekali sehari pada pukul 07.00 pagi hari. Alat ukur curah
hujan ini terdapat juga versi manual”.
Menurut Sofendi (2000) dalam Sarjito menyatakan, Ombrometer tipe
observasi termasuk alat pengukur curah hujan secara manual. Penakar ini terdiri
dari corong (mulut penampung air hujan) dengan permukaan horizontal. Jumlah air
hujan yang tertampung diukur dengan gelas ukur yang telah dikonversi dalam gelas
ukur yang kemudian dibagi 10 karena luas penampangnya 100 cm sehingga
dihasilkan mm. Pengamatan dilakukan sekali dalam 24 jam yaitu pada pagi hari.
Hujan yang diukur pada pagi hari adalah hujan kemarin bukan hari ini.
Ombrometer adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur curah hujan
di suatu daerah (Akbar, 2010) dalam Wahyuning. Alat pengukur hujan secara
umum dinamakan penakar hujan. Pada penempatan yang baik, jumlah air hujan
yang masuk ke dalam sebuah penakar hujan merupakan nilai yang mewakili untuk
daerah di sekitarnya. Kerapatan penempatan penakar di suatu daerah tidak sama,
secara teori tergantung pada tipe hujan dan topografi daerah itu sendiri (Pasaribu,.
Dkk. 2012) dalam Wahyuning.
Menurut Jumin, (2002) dalam Cahyono(2019) menyatakan, Curah hujan
dapat diukur dengan alat pengukur curah hujan otomatis atau yang manual. Alat-
alat pengukur tersebut harus diletakkan pada daerah yang masih alamiah, sehingga
curah hujan yang terukur dapat mewakili wilayah yang luas. Salah satu tipe
pengukur hujan manual yang paling banyak dipakai adalah tipe observatorium (obs)
atau sering disebut ombrometer. Curah hujan dari pengukuran alat ini dihitung dari

11
volume air hujan dibagi dengan luas mulut penakar. Alat tipe observatorium ini
merupakan alat baku dengan mulut penakar seluas 100 cm2 dan dipasang dengan
ketinggian mulut penakar 1,2 meter dari permukaan tanah. Menurut Astuti et all.
(2018) ombrometer untuk mengetahui curah hujan yang terjadi pada saat hujan dan
dilakukan pengukuran dan pencatatan setiap pagi.
Menurut Nurmalasari (2015) syarat dan letak pemasangan alat pengukur
hujan ialah:
1. Berada di permukaan tanah datar, rata dan sepenuhnya tertutup rumput
pendek yang terpelihara dengan baik. Taman alat hendaknya tidak
diletakkan di atas permukaan berbatu atau berpasir.
2. Diletakkan di tengah-tengah daerah terbuka, jauh dari pepohonan dan
gedung
3. Cukup luas dan masing-masing alat tersusun dengan baik, sehingga tidak
saling menghalangi.
4. Diberi pagar kawat setinggi kira-kira 1 – 2 meter.
5. Pintu masuk disebelah utara atau selatan dan terkunci baik Modul
Praktikum Klimatologi 4 Luas taman alat tergantung jumlah dan macam
alat.
Menurut WMO untuk pemasangan alat yang terdiri dari pengukur suhu udara
dan kelembaban udara saja, memerlukan sebidang tanah berukuran paling sempit
yaitu 9 x 6 meter. Adapun untuk sebuah stasiun klimatologi pertanian yang lengkap
dibutuhkan daerah terbuka yang berukuran paling sempit 10 x 10 meter.
(Doorenbas, 1976 ) dalam Nurmalasari (2015).
Prinsip alat pengukur hujan menurut Muliantara et all. (2015) menyatakan,
“Jika hujan turun, air hujan masuk melalui corong, kemudian terkumpul dalam
tabung tempat pelampung. Air hujan ini menyebabkan pelampung serta tangkainya
terangkat atau naik keatas.Pada tangkai pelampung terdapat tongkat pena yang
gerakkannya selalu mengikuti tangkai pelampung Gerakkan pena dicatat pada pias
yang ditakkan/digulung pada silinder jam yang dapat berputar dengan bantuan
tenaga per.

12
Jika air dalam tabung hampir penuh (dapat dilihat pada lengkungan selang
gelas),pena akan mencapai tempat teratas pada pias.Setelah air mencapai atau
melewati puncak lengkungan selang gelas,maka berdasarkan sistem siphon
otomatis (sistem selang air),air dalam tabung akan keluar sampai ketinggian ujung
selang dalam tabung.Bersamaan dengan keluarnya air,tangki pelampung dan pena
turun dan pencatatannya pada pias merupakan garis lurus vertikal.Jika hujan masih
terus-menerus turun,maka pelampung akan naik kembali seperti diatas.Dengan
demikian jumlah curah hujan dapat dihitung atau ditentukan dengan menghitung
garis-garis vertical”.
Cara perhitungan data ombrometer ini dilakukan dengan cara menghitung
curah hujan tiap hari. Setelah itu data di rata-rata tiap bulan maupun tahun
tergantung dengan kebutuhan data. Berikut merupakan contoh rata-rata curah hujan
bulanan yang diambil di stasiun Barukku.
Tahun Bulan Data Hujan rata-rata per hari pada bulan n

Oktober 41

2018 November 83

Desember 87

Januari 77

Februari 67

Maret 91

April 81

Mei 60

Juni 64
2019
Juli 43

Agustus 56

September 54

Oktober 34

November 36

Desember 40

13
Σ 914

Tabel 1. Data curah hujan rata-rata perbulan di stasiun Barukku.

Data ini diambil menggunakan ombrometer observatorium. Perhitungan


dilakukan dengan cara sebagai berikut:
𝑉
H=𝐴

Keterangan:
H = Tinggi curah hujan
V = Volume air yang masuk
A = Luas area penampang
Alat dan bahan yang harus di siapkan dalam pembuatan ombrometer
sederhana, yaitu: gunting, pisau, lem perekat, corong, dan juga dua botol bekas
minuman. Langkah yang pertama yaitu potong bagian atas botol untuk digunakan
sebagai corong 1, lakukan hal serupa pada botol satunya untuk digunakan sebagai
corong 2. Berikutnya potong dan rapikan salah satu bagian bawah botol plastik
untuk digunakan sebagai tabung penampung air. Setelah itu, lem bagian ujung atas
badan botol (corong 1) ke badan botol posisi tebalik. Kemudian lem bagian bawah
botol dan rekatkan dengan corong 2 dengan posisi tutup botol corong 2 berada di
bawah. Langkah yang terakhir yaitu isi ombrometer dengan air untuk mengecek
apakah terjadi kebocoran pada ombrometer sederhana yang telah dibuat.
Kendala yang saya alami selama praktikum acara 4 ini yaitu kekurangan waktu
untuk mengerjakan post test.

14
V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Praktikum kali ini mengajarkan mahasiswa tentang cara pembuatan alat


pengukur curah hujan. Cara pembuatan alat pengukur hujan sederhana yaitu dengan
bahan botol bekas, gunting dan lem. Proses pembuatan pertama-tama potong bagian
atas botol untuk digunakan sebagai corong. Setelah itu, corong dan badan utama
ombrometer (salah satu botol yang sudah dipotong) dilem sehingga dapat
menampung air. Langkah terakhir yaitu periksa jika ada kebocoran.
Selain itu, kita juga diajari cara mengukur dengan ombrometer
observatorium. Pengukuran dilakukan dengan cara menghitung rasio antara
Volume air hujan yang masuk dengan luas penampang corong atau bisa dinotasikan
𝑉
dengan 𝐻 = 𝐴, dimana H adalah tinggi curah hujan, V adalah volume air, dan A

adalah luas penampang corong.

B. Saran

Praktikum berjalan dengan lancar, namun saran dari saya waktu untuk
mengerjakan post test ditambah. Karena tergesa-gesa, pengerjaan post test jadi
kurang maksimal.

15
DAFTAR PUSTAKA

Cahyono, A. A. (2019). Pemodelan Kapasitas Daya Tampung Folder Jalan Kadri


Oening Berbasis Sistem Informasi Geografis. Kurva Jurnal
Mahasiswa, 1(1), 1742- 1750.

Choiriyah, I. C. Prototipe Perancangan Alat Pengukur Curah Hujan


Otomatis Tipe Hellman Berbasis Arduino Uno.

Fauziah, N., Wahyuningsih, S., & Nasution, Y. N. (2016). Peramalan


Mengunakan Fuzzy Time Series Chen (Studi Kasus: Curah
Hujan Kota Samarinda). Jurnal Statistika Universitas
Muhammadiyah Semarang, 4(2).

Klimatologi, P. A. S., & Wahyuning, S. E. Program Studi Teknik Pertanian


Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya.

Muliantara, A., ER, N. A. S., & Widiartha, I. M. (2015). Perancangan alat ukur
ketinggian curah hujan otomatis berbasis
mikrokontroler. Jurnal Ilmu Komputer, 8(2).

Mulyono, D. (2014). Analisis karakteristik curah hujan di wilayah Kabupaten


Garut Selatan. Jurnal Konstruksi, 12(1).

Nurdiyanto, I. A., & Primawan, A. B. (2020, April). Monitoring Data Curah


Hujan Berbasis Internet of Things (IoT). In Seri Prosiding
Seminar Nasional Dinamika Informatika (Vol. 4, No. 1).

Nurmalasari, R. (2015). Pengenalan Alat-alat Pengukur Cuaca. Laporan


Kegiatan Fieldtrip. Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Kediri.

Runtukahu, J. O., Assa, B. H., & Manengkey, G. S. (2016, October).


Efektifitas Trichoderma sp. Metabolik Dan Pseudomonas
fluorescens Terhadap Penyakit Busuk Lunak Pada Tanaman Kol
Bunga (Brassica oleracea var. Botrytis L.). In COCOS (Vol. 7,
No. 5).

Sarjito, hendro. Alat-alat Klimatologi

Syaifullah, M. D. (2014). Validasi data TRMM terhadap data curah hujan


aktual di tiga DAS di Indonesia. Jurnal Meteorologi dan
Geofisika, 15(2).

Triangga, A. (2020). Analisis Curah Hujan Dengan Pemodelan Deret Waktu


Pada Das Walanae (Doctoral dissertation, Universitas Bosowa).

16
Vitri, T. (2014). Analisis Pengaruh El Nino Southern Oscilation (Enso)
Terhadap Curah Hujan Di Koto Tabang Sumatera
Barat. Jurnal Fisika Unand, 3(4), 214-221.

Yonadha, R., Santoso, T. N. B., & Astuti, Y. T. M. (2018). Kajian Pengaruh


Curah Hujan Terhadap Produktifitas Kelapa Sawit Di Perkebunan
SeiPelakar PT.Kresna Duta Agroindo Regional Jambi I. Jurnal
Agromast, 3(2).

Yuggotomo, M. E., & Ihwan, A. (2014). Pengaruh fenomena El Niño Southern


Oscillation dan Dipole Mode terhadap curah hujan di
Kabupaten Ketapang. POSITRON, 4(2).

17
Lampiran

18
19
20

Anda mungkin juga menyukai