TERHADAP JAMUR
Collectroticum sp.
UJI ANTAGONIS JAMUR Trichoderma sp. TERHADAP JAMURCollectroticum sp.
(Laporan Praktikum Bioekologi Penyakit Tumbuhan)
Oleh
Karina Zulkarnain
1314121095
Kelompok 8
JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2014
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Agen hayati merupakan setiap organisme yang meliputi spesies, varietas, semua jenis serangga, nematoda,
protozoa, cendawan (fungi), bakteri, virus, mikoplasma, serta organisme lainnya dalam semua tahap
perkembangannya dapat di pergunakan untuk keperluan pengendalian hama dan penyakit atau organisme
pengganggu dalam proses produksi, pengolahan hasil pertanian, dan berbagai keperluan lainnya (Harman,
2000).
Trichoderma sp. adalah cendawan saprofit tanah yang secara alami dapat dimanfaatkan sebagai agens hayati,
karena memiliki sifat antagonisme terhadap patogen berupa kompetisi ruang dan nutrisi, mikoparasit dan
antibiosis. Selain itu cendawan Trichoderma sp. juga memiliki beberapa kelebihan seperti mudah diisolasi, daya
adaptasi luas, mudah ditemukan di tanah areal pertanaman, dapat tumbuh dengan cepat pada berbagai substrat,
memiliki kisaran mikroparasitisme yang luas dan tidak bersifat patogen pada tanaman (Howell, dkk. 1997).
Cendawan Colletotrichum sp. jenis patogen tanaman yang seringkali menimbulkan permasalahan dalam
berbagai usaha budidaya tanaman, luasnya kisaran inang kedua jenis patogen ini menyebabkan besarnya
peluang dalam menimbulkan penyakit pada berbagai jenis tanaman, terlebih lagi patogen tersebut merupakan
patogen tular tanah, sehingga penyebarannya sangat mudah di lahan petani (Nurbailis, dkk. 2005).
Cendawan Colletotrichum sp. merupakan patogen penyebab penyakit antraknosa pada berbagai jenis komoditas,
mulai dari komoditas hortikultura sampai dengan komoditas perkebunan. Berdasarkan beberapa hasil penelitian
melaporkan bahwa
cendawan Colletotrichum sp. dapat mengakibatkan kehilangan hasil pada tanaman cabai sampai dengan 75%,
menginfeksi buah mangga dihampir semua negara penghasil mangga, dan juga menginfeksi tanaman kakao
(Nurbailis, 2008).
1.2 Tujuan
Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah cawan petri, penggaris, spidol, bor,
dan jarum ose. Sedangkan bahan yang digunakan dalam praktikum yakni media PDA,
jamur Trichoderma sp. dan jamur Coletotrichum capsisi.
2.2 Prosedur kerja
Adapun hasil pengamatan yang diperoleh adalah sebagai yang tertera pada tabel berikut:
No Gambar Hari/Tanggal Diameter Uji antagonis
1
T K = 1,4 cm
Jum’at,
P = 1,6
28 November 2014 14%
C K = 0,4
( Hari ke-2)
P = 0,3
2
T K = 2,4 cm
Sabtu,
P = 2cm
29 November 2014 16%
(Hari ketiga) C K = 0,9cm
P = 1,1cm
3
Senin,
1 Desember 2014 Dominan 100%
(Hari kelima)
3.2 Pembahasan
Uji antagonis adalah suatu cara untuk mengukur kemampuan bakteri atau jamur antagonis
terhadap pathogen pada skala invitro (skala laboratorium). Tujuanya untuk mengetahui
kemampuan jamur tersebut dalam menekan petumbuhan dan perkembngan pathogen. Pada
praktikum ini menggunakan jamur Tricoderma
sebagai jamur antagonis dan jamur C.capsici sebagai jamur pathogen. Praktikum ini
dilakukan dengan membiakan kedua jamur yang berlawanan tersebut dalam satu wadah
cawan petri yang diberi jarak, dengan demikian keduanya akan saling menekan sehingga
dapat dilihat seberapa jauh keampuan jamurTricoderma yang dominan dalam menekan
pertumbuhan jamur C.capsici(Harman, 2000).
Dari Praktikum yang telah dilaksanakan didapatkan data pengukuran jamurTrichoderma dan
jamur Colletorichum sebagai berikut, pada hari pertama jamur Trichoderma sudah
menampakkan dominasinya yaitu dengan luas kontrol 1,4 cm dan luas perlakuan sedikit lebih
lebar yaitu 1,6 cm sedangkan pada C.capsicimemiliki luas selebar kontrol 0,4 dan perlakuan
0,3, pada hari keduaTrichoderma memiliki luas kontrol sebesar 2,4 cm dan perlakuan 2 cm
(sudah mencapai dinding cawan) sedangkan pada C.Capsici adalah kontrol 0,9 cm dan
perlakuan 1,1 cm, pada hari ketiga dominasi Trichoderma sudah menampakkan dominasinya,
yaitu telah memenuhi cawan yang berisi media tumbuh. JamurTrichoderma sp. merupakan
salah satu agen antagonis yang bersifat saprofit dan bersifat parasit terhadap jamur lain.
Jamur ini termasuk Eukariota. Klasifikasi jamur Trichoderma sp. adalah sebagai berikut:
Divisi : Deuteromycota
Kelas : Deuteromycetes
Ordo : Moniliales
Famili : Moniliaceae
Genus : Trichoderma
Spesies : Trichoderma sp. (Howell, dkk. 1997).
Pada umumnya jamur Trichoderma sp. hidup ditanah yang lembab, asam dan peka terhadap
cahaya secara langsung. Pertumbuhan Trichoderma sp. yang optimum membutuhkan media
dengan Ph 4-5. Kemampuan jamur ini dalam menekan jamur patogen lebih berhasil pada
tanah masam daripada tanah alkalis. Kelembaban yang dibutuhkan berkisar antara 80-90%.
Mekanisme kerja jamurTrichoderma sp. sebagai agen pengendalian hayati adalah antagonis
terhadap jamur lain. Penekanan patogen berlangsung dengan proses antibiosis parasitisme,
kompetisi O2 dan ruang yang dapat mematikan patogen tersebut(Nurbailis, 2008).
Jamur Trichoderma sp. memiliki banyak manfaat diantaranya adalah sebagai berikut sebagai
organisme pengurai, membantu proses dekomposer dalam pembuatan pupuk bokashi dan
kompos. Pengomposan secara alami akan memakan waktu 2-3 bulan akan tetapi jika
menggunakan jamur sebagai dekomposer memakan waktu 14- 21 hari. Selain itu
jamur Trichoderma sp.sebagai agensia hayati, sebagai aktifator bagi mikroorganisme lain di
dalam tanah, stimulator pertumbuhan tanaman. Biakan jamur trichoderma dalam media
aplikatif dedak bertindak sebagai biodekomposer yaitu mendekomposisi limbah organik
menjadi kompos yang bermutu, serta dapat juga berlaku sebagai biofungisida yaitu
menghambat pertumbuhan beberapa jamur penyebab penyakit pada
tanaman (Nurbailis, dkk. 2005).
Mikoparasitisme dari Trichoderma sp. merupakan suatu proses yang kompleks dan terdiri
dari beberapa tahap dalam menyerang inangnya. Interaksi awal dariTrichoderma sp. yaitu
dengan cara hifanya membelok ke arah cendawan inang yang diserangnya. Ini menunjukkan
adanya fenomena respons kemotropik padaTrichoderma sp. Karena adanya rangsangan dari
hifa inang ataupun senyawa kimia yang dikeluarkan oleh cendawan inang. Ketika
mikoparasit itu mencapai inangnya, hifanya kemudian membelit atau menghimpit hifa inang
tersebut dengan membentuk struktur seperti kait (hook-like structure), mikoparasit ini juga
terkadang memenetrasi miselium inang dengan mendegradasi sebagian dinding sel
inang. Trichoderma sp. Menghasilkan enzim dan senyawa antibiosis yang mampu
menghambat bahkan membunuh patogen. Senyawa antibiosis tersebut yaitu gliotoxin,
glyoviridin dan Trichodermin yang sangat berat menghambat pertumbuhan patogen. Banyak
juga dilaporkan Trichoderma sp.Mampu memproduksi senyawa volatil dan non-volatil
antibiotik. Senyawa ini mempengaruhi dan menghambat banyak sistem fungsional dan
membuat patogen rentan (Harman, 2000).
Konidifor dari Trichoderma sp. dapat bercabang menyerupai piramida, yaitu pada bagian
bawah cabang lateral yang berulang-ulang, sedangkan kearah ujung percabangan menjadi
bertambah pendek. Fialid tampak langsing dan panjang terutama apeks dari cabang, dan
berukuran (2,8-3,2) μm x (2,5-2,8) μm, dan berdinding halus. Klamidospora umumnya
ditemukan dalam miselia dari koloni yang sudah tua, terletak interkalar kadang terminal,
umumnya bulat, berwarna hialin, dan berdinding halus (Sinaga, 1989).
Inokulasi Trichoderma sp. ke dalam tanah dapat menekan serangan penyakit layu yang
menyerang di persemaian, hal ini disebabkan oleh adanya pengaruh toksin yang dihasilkan
cendawan ini. Selain itu Trichoderma sp. mempunyai kemampuan berkompetisi dengan
patogen tanah terutama dalam mendapatkan Nitrogen dan Karbon. Mekanisme utama
pengendalian patogen tanaman yang bersifat tular tanah dengan menggunakan cendawan
Trichoderma sp. dapat terjadi melalui :
a. Mikoparasit (memarasit miselium cendawan lain dengan menembus dinding sel dan masuk
kedalam sel untuk mengambil zat makanan dari dalam sel sehingga cendawan akan mati).
b. Menghasilkan antibiotik seperti alametichin, paracelsin, trichotoxin yang dapat
menghancurkan sel cendawan melalui pengrusakan terhadap permeabilitas membran sel, dan
enzim chitinase, laminarinase yang dapat menyebabkan lisis dinding sel.
c. Mempunyai kemampuan berkompetisi memperebutkan tempat hidup dan sumber makanan.
d. Mempunyai kemampuan melakukan interfensi hifa. Hifa Trichoderma sp. Akan
mengakibatkan perubahan permeabilitas dinding sel
(Howell, dkk. 1997).
Diketahui bahwa beberapa spesies Trichoderma mampu menghasilkan metabolit gliotoksin
dan viridin sebagai antibiotik dan beberapa spesies juga diketahui dapat mengeluarkan enzim
b1,3-glukanase dan kitinase yang menyebabkan eksolisis pada hifa inangnya, namun proses
yang terpenting yaitu kemampuan mikoparasit dan persaingannya yang kuat dengan patogen.
Beberapa penelitian yang telah dilakukan, Trichoderma Sp memiliki peran antagonisme
terhdap beberapa patogen tular tanah yang berperan sebagai mikoparasit terhadap beberapa
tanaman inang. Chet (1987), berpendapat bahwa bahwa mikoparasitisme dari Trichoderma
Sp. merupakan suatu proses yang kompleks dan terdiri dari beberapa tahap dalam menyerang
inangnya. Interaksi awal dariTrichoderma Sp. yaitu dengan cara hifanya membelok ke arah
jamur inang yang diserangnya, Ini menunjukkan adanya fenomena respon kemotropik
padaTrichoderma Sp. karena adanya rangsangan dari hyfa inang ataupun senyawa kimia yang
dikeluarkan oleh jamur inang. Ketika mikoparasit itu mencapai inangnya, hifanya kemudian
membelit atau menghimpit hifa inang tersebut dengan membentuk struktur seperti kait (hook-
like structure), mikoparasit ini juka terkadang mempenetrasi miselium inang dengan
mendegradasi sebagian dinding sel inang (Sinaga, 1989).
IV KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Howell, C. R., DeVay, J. E., Garber, R. H. dan Batson, W. E. 1997. Field Control of cotton seedling
deseases with Trichoderna virens in combination with fungicide seed treatments.
Journal of cotton science 1 : 15-20.
Nurbailis, Mardinus, Nasril, N. Dharma, A., 2005. Penapisan Isolat Trichoderma yang berasal
dari rizosfir tanaman pisang di Sumatera Barat untuk pengendalian penyakit layu
Fusarium. Jurnal Akta Agrosia Vol. 9 No 1 tahun 2006. ISSN : 1410 –
3354.Terakreditasi.
Nurbailis, 2008. Karakterisasi mekanisme Trichoderma spp indigenus rizosfir pisang untuk
pengendalian Fusarium oxysporum f. sp. cubense penyebab penyakit layu Fusarium pada
tanaman pisang. Disertasi, Program Pascasarjana Universitas Andalas Padang.
Sinaga, M.S. 1989. Potensi Gliocladium spp sebagai agen pengendalian hayati beberapa
cendawan patogenik tumbuhan yang bersifat soil borne. Laporan penelitian SPP/DPP.
PERKEMBANGAN TRICHODERMA
Oleh :
Ilhamdani Rahman
1105101050038
AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM - BANDA ACEH
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengendalian hayati merupakan salah satu komponen penting dalam
Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Pengendalian hayati adalah pemanfaatan
musuh alami untuk mengendalikan serangga hama atau penggunaan agens
antagonis untuk mengendalikan patogen tanaman. Pada dasarnya, setiap serangga
hama mempunyai musuh alami yang dapat berperan dalam pengaturan
populasinya. Musuh alami serangga hama adalah komponen utama dari
pengendalian almiah, yang merupakan bagian dari ekosistem dan sangat penting
peranannya dalam mengatur keseimbangan ekosistem tersebut.
Penyakit tanaman yang disebabkan oleh jamur patogen sampai saat ini
masih merupakan masalah utama di bidang pertanian. Produksi pertanian secara
kualitas maupun kuantitas mengalami penurunan yang sangat tinggi, sehingga perlu
dilakukan penanggulangan dan pengendalian yang tepat dan cermat.Konsep yang
harus dikembangkan dalam pengendalian hama dan penyakit tanaman adalah
selain memperhatikan efektivitas dan segi ekonomisnya juga harus mempertimbang-
kan masalah kelestarian lingkungan. Bertitik tolak dari konsep tersebut, maka
perhatian dunia kembali pad Dewasa ini banyak diketahui bahwa Trichoderma
spp.dapat dipakai untuk mengendalikan berbagai penyakit bawaan pada tanah.
Pengendalian secara biologis juga dapat dilakukan dengan patogen yamg tidak
virulen dari jenis yang sama sebagai pesaing (kompetitor) ( Schlegel, 1994).a
pengendalian secara hayati, yakni suatu cara pengendalian hama penyakit tanaman
dengan memanfaatkan musuh-musuh alami yang bersifat antagonis.
B. Tujuan Pratikum
Adapun tujun pratikum ini adalah untuk mengetahui perkembangan dari
trichoderma serta cara pengembangan dari trichoderma.
BAB II
TINJAUN PUSTAKA
Jamur Trichoderma
Hal ini menunjukkan bahwa peranan jamur antagonis sebagi contoh jamur
potensi jamur Trichoderma yang merupakan jamur antagonis yang bersifat preventif
bagi tanaman. Hal ini sesuai dengan literatur Harman (1998) yang menyatakan
bahwa Potensi jamur Trichoderma sebagai jamur antagonis yang bersifat preventif
terhadap serangan penyakit tanaman telah menjadikan jamur tersebut semakin luas
digunakan oleh petani dalam usaha pengendalian organisme pengganggu tumbuhan
.( Suwahyono dan Wahyudi .2005).
3. Langkah Kerja
Langkah kerja dalam pembiakan Tricoderma :
1. campurkan Agar 2 gram dan PDA 5 gram serta di tambahakan Aquades sebanyak
125 ml untuk membuat media pembiakan agar.
2. Kemudian media yang telah di campur di masukkan kedalam Autoklaf dengan
menggunakan petridis agar media menjadi steril dengan suhu 121 derajat celsius
sebelum di masukkan ke dalam petridis di tambahkan dulu antibiotik, dan kemudian
tunggu selama dua jam atau hingga media dingin agar mudah dalam
pengangkatannya.
3. Kemudian petri dish di isi dengan tricoderma pada ruangan steril agar tidak
terkontaminasi oleh Mikroorganisme yang berada pada luar ruangan.
4. Pengisian tricoderma diisi dengan cara di tuangkan ke dalam petri dish.
5. Selanjutnya pada bagian tepi petri dish di bakar dan kemudian di balut dengan
menggunakan cling wrap sebagai plastik penutup serta melebel media dengan
nama.
6. Selanjutnya diamati setiap hari selama 3 hari pada 3 media.
7. Pengukuran dilakukan pada setiap pengamatan yaitu panjang perkembangan
tricoderma pada media.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
B. Pembahasan
Dari hasil pengamtan yang dilakukan seperti yang terlihat pada tebel di
atas, pengamatan yang dilakukan dalam 3 hari pada tingkat perkembangan
trikoderma menunjukkan bahwasanya pada hari pertama pengamatan dilakukan,
untuk tingkat perkembangan trikoderma pada ulangan T1, T2 dan T3 menunjukkan
perkembangan yang sama yaitu 1,3 cm. Pengamatan yang dilakukan pada hari
kedua menunjukkan tingkat perkembangan tricoderma pada ulangan T1 lebih cepat
di bandingkan dengan perkembangan pada ulangan T2 dan T3. Yaitu
perkembangan T1 adalah 3 cm disusul T3 2,8 cm dan T2 2,7 cm. Dan pengamatan
pada hari terakhir yaitu pada hari ketiga didapatkan bahwasanya perkembngan
tricoderma yang begitu cepat yaitu pada ulangan T1 yaitu 4,5 cm, T2 4,6 cm
dan T3 4,3 cm. Pengamatan yang dilakukan secara berturut-turut selama 3 hari ini
menunjukkan bahwasanya perkembangan tericoderma pada media Agar dan PDA
sangatlah cocok dan hal ini juga kemungkinan di pengaruhi oleh beberapa faktor.
Adapun factor-faktor yang menentukan tingkat keberhasilan pertumbuhan
Tricoderma adalah :
v Kondisi lingkungan disekitar tempat pembiakan tricoderma( laboratorium)
v Media yang digunakan harus dalam kondisi steril
v Dan keahlian dalam mengembang biakkan tricoderma tersebut
BAB IV
PENUTUP
1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari hasil pengamatan yang dilakukan adalah :
Ø Perkembangan tricoderma pada ulangan T1, T2 dan T3 berpengaruh sangat
signifikan.
Ø Perkembangan tricoderma di pengaruhi oleh beberapa faktor
v Kondisi lingkungan disekitar tempat pembiakan tricoderma( laboratorium)
v Media yang digunakan harus dalam kondisi steril
v Dan keahlian dalam mengembang biakkan tricoderma tersebut
2. Saran
Ø Saran saya agar pratikum kedepannya agar ditingkatkan lagi, mulai dari segi
kedesiplinan hingga waktu pratukmnya menurut saya agar ditambah lagi guna untuk
menigkatkan keahlian mahasiswa dibidang pengisolasian jamur trichoderma
tersebut
Ø Pada proses praktikum ini berlangsung sebaiknya praktikan dalam keadaan steril
agar terhindar dari kontaminasi yang berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA
Harman (1998). 1996. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada University.
Yogyakarta.
http://lp.unand.ac.id, 2010 Pegendalian secara Biologi,diakses tgl 5 -6-2011.
Pelczar, M. J. 1988. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Penerbit Universitas Indonesia.
Jakarta.
Rao, N. S. S. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Penerbit
Universitas Indonesia. Jakarta.
Sinner cit Hinggis,1985. Mikrobiologi Umum. Gadjah Mada University. Yogyakarta..
Sinaga, M. S. 2003. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Suwahyono dan Wahyudi (2005) Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura Di Indonesia.
Gadjah Mada University. Yogyakarta
PENGARUH D
AYA SIMPAN
Trichoderma
harzianum
PADA
BERBAGAIME
DIA CAIR
TERHADAP EF
EKTIVITAS
Trichoderma
harzianum
DALAM
MENEKAN
PERKEMBANG
AN
DAN PERTUM
BUHAN
JAMURPETOG
EN TULAR
TANAH (
Rhizoktonia
solani
)