Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kegiatan Penambangan Pasir Besi


2.1.1 Sumberdaya Pasir Besi
Besi merupakan logam kedua yang paling banyak di bumi ini. Karakter dari
endapan besi ini bisa berupa endapan logam yang berdiri sendiri namun seringkali
ditemukan berasosiasi dengan mineral logam lainnya. Kadang besi terdapat
sebagai kandungan logam tanah (residual), namun jarang yang memiliki nilai
ekonomis tinggi. Endapan besi yang ekonomis umumnya berupa Magnetite,
Hematite, Limonite dan Siderite. Kadang kala dapat berupa mineral: Pyrite,
Pyrhotite, Marcasite, dan Chamosite. Pasir besi sebagai salah satu bahan baku
utama dalam industri baja dan industri alat berat lainnya di Indonesia,
keberadaannya akhir-akhir ini memiliki peranan yang sangat penting. Permintaan
dari berbagai pihak meningkat cukup tajam. Berdasarkan kejadiannya endapan
besi dapat dikelompokan menjadi tiga jenis. Pertama endapan besi primer, terjadi
karena proses hidrotermal, kedua endapan besi laterit terbentuk akibat proses
pelapukan, dan ketiga endapan pasir besi terbentuk karena proses rombakan dan
sedimentasi secara kimia dan fisika. Beberapa jenis mineral-mineral biji besi,
magnetit adalah mineral dengan kandungan Fe paling tinggi, tetapi terdapat dalam
jumlah kecil, sementara hematit merupakan mineral biji utama yang dibutuhkan
dalam industri besi(Bambang 2007).

2.1.2 Proses Penambangan Pasir Besi


Pasir besi merupakan mineral yang mengendap di sekitar pantai, rawa dan
muara sungai, endapannya terdapat pada permukaan sampai ke kedalaman 15
meter. Proses pengambilan pasir besi dilakukan dengan cara membongkar dan
mengangkut endapan ke alat pemisah yang bersifat magnet untuk memisahkan
pasir besi dari komponen ikutan non logam seperti pasir, tanah dan batuan. Proses
pemisahan ini biasa disebut pekerja tambang sebagai processing magnet
separator. Magnet separator berkerja memurnikan pasir besi berdasarkan sifat
logam yang dimiliki. Bahan galian yang di masukan ke dalam processing akan
terpisah menjadi 4 bagian, batu coral, air bersama pasir dan tanah ke 3 bagian ini
dibuang dalam bentuk limbah cair dan padat. Pasir besi akan menempel pada

9
 
magnet akan diambil dan selanjutnya dengan eskalator lalu ditimbun ke
penyimpanan atau gudang. Dari gudang pasir besi (stockpile) akan diangkut ke
loading area di pelabuhan untuk selanjut dibawa ke tempat pembeli.

2.1.3 DampakNegatif Penambangan Pasir Besi


Dalam pandangan fisik aktivitas ekstraksi mineral logam ini terlihat
sederhana, tapi tidak demikian dengan daya rusak sesungguhannya. Kerusakan
lingkungan yang diakibatkan ekstraksi pasir besi dapat dikelompokan menjadi 2
golongan, pertama kehancuran fisik, kerusakan pada fisik lingkungan yang dapat
langsung terlihat terbagi menjadi beberapa bentuk kehancuran berdasarkan
tahapan aktivitas ekstraksi 4 :
a. Pengerukan Bahan Galian
Endapan pasir besi ini terdapat pada sekitar tepian pulau di sekitar muara
sungai, rawa dan sempadan pantai, proses pengerukan akan membuat kawasan
lindung sempadan pantai yang biasanya dalam bentuk hutan mangrove dan
cemara akan terbabat habis. Masyarakat yang melihat kondisi pantai ketika
tambang beroperasi atau pasca tambang tanpa melihat kondisi pulau sebelum
tambang beroperasi, tidak akan dapat melihat perubahan ekstrem yang terjadi
pada kawasan ini. Berbeda dengan pandangan mata kepala masyarakat di sekitar
tambang yang dapat membandingkan perubahan pantai sebelum dan sesudah
tambang beroperasi. Masyarakat yang melihat dengan dua kondisi berbeda ini
akan menyadari bahwa sebenarnya proses pengerukan kawasan terluar pulau ini
telah menyebabkan pengurangan yang luar biasa terhadap luas pulau tempat
tambang pasir besi beroperasi. Pengerukan pasir besi selain memangkas bagian
terluas pulau, secara fisik juga merubah bentang alam kawasan rawa dan hutan
mangrove serta habitat dan tempat pemijahan ikan, kepiting dan udang.
b. Pemisahan Pasir Besi
Pemisahaan pasir besi yang menggunakan sistem magnetik yang boros air,
untuk memisahkan 50.000 m3 pasir besi dibutuhkan air sebanyak 20.000 m3.
Untuk memenuhi kebutuhan air ini, perusahaan akan membendung muara sungai

                                                            
4
 Seperti yang dinyatakan dalam judul “ Pencemaran Lingkungan Akibat Aktifitas Pertambangan
Dan UUD Tentang Pencemaran”. 2011. www.rahmatbkhant.blogspot.com 
 

10 
 
dan mengalihkan aliran sungai menuju lokasi proccesing melalui pipa besar atau
menggunakan pompa. Proses pembendungan sungai ini akan menyebabkan luapan
air menggenangi kawasan pertanian, pemukiman dan sentra aktivitas warga
lainnya.
Dampak lainnya akibat pembendungan ini adalah kerusakan ekosistem yang
tidak kasat mata tetapi akan terasa oleh nelayan sekitar. Pemusnahan masal
terhadap kekayaan biodiversity yang siklus sidupnya tergolong katadromus, yaitu
jenis ikan dan arthopoda yang siklus regenerasinya membutuhkan 2 ekosistem.
Ekosistem air tawar dan ekosistem air laut, seperti ikan sidat yang akan mati
setelah bertelur di gugusan terumbu karang dalam laut, dan setelah menetas
anakannya akan melanjutkan siklus hidup induknya untuk tumbuh dan hidup di
ekosistem sungai. Pembendungan sungai akan membuat jenis katadromus ini
tidak bisa kembali ke sungai untuk memijah.
Pada proses pemurnian pasir besi, bahan yang terambil adalah dalam bentuk
butiran pasir besi dan titanium, juga silicon dan magnesium. Jumlah limbah
sebagai buangan sisa-sisa pemurnian yang dibuang tergantung dari berapa kadar
pasir besi di wilayah endapan yang diambil. Misalnya wilayah Pesisir Barat
Bengkulu, dari setiap 50.000 meter persegi pasir besi, akan membuang limbah
padat dalam bentuk lumpur pasir dan koral sebanyak 126.000 m3.
Deposit pasir besi dan mineral lain yang digali merupakan sedimentasi dari
proses geomorfologi jutaan tahun yang lalu, pembongkaran endapan ini akan
mengakibatkan stabilitas ikatan komponen kimia yang mengendap terlepas.
Proses pengambilan pasir besi oleh magnet separator tidak sepenuhnya dapat
mengambil semua pasir besi dan mineral logam lain. Senyawa kimia yang
dibongkar dan terikut dalam prosesing dan bukan berunsur logam, akan terlepas
bebas ke air dan lingkungan tempat pembuangan limbah. Ikan yang hidup
disungai dan pantai sekitar pembuangan limbah ini biasanya akan mati serentak
dalam jumlah yang besar, kalaupun ada yang tersisa ikannya ditemukan dalam
kondisi kudisan yang memiliki benjolan disekitar badannya. Kementerian
lingkungan hidup RI sudah mencoba mengeleminir resiko dari proses ini dengan
mengeluarkan permen LH no 21 tahun 2010 tentang ambang batas mutu air
pertambangan biji besi. Sayangnya peraturan ini tidak cukup menjamin

11
 
keselamatan ekosistem sekitar kegiatan penambangan, karena tidak menjangkau
identifikasi berbagai jenis komponen kimia yang dilepas,selain itu peraturan ini
lebih bersifat pengaturan prosedural fisik.
c. Pengangkutan Pasir Besi
Dalam pengangkutan hasil produksi menuju konsumen, pengangkutan pasir
besi biasanya pemanfaatan infrastruktur umum seperti jalan. Pengangkutan
dilakukan menggunakan truk – truk pasir berbobot tinggi dan cenderung melebihi
kapasitas angkut dan daya dukung jalan. Hal ini menyebabkan kerusakan jalan
tidak dapat dihindarkan, akibatnya berdampak pada terganggunya fungsi jalan
sebagai barang publik dalam melayani masyarakat pengguna jalan.
Jaringan jalan raya merupakan prasarana transportasi darat yang memegang
peranan sangatpenting dalam sektor perhubungan, terutama untuk kesinambungan
distribusi barang dan jasa. Keberadaan jalan raya sangat diperlukan untuk
menunjang laju pertumbuhan ekonomi seiring dengan meningkatnya kebutuhan
sarana transportasi yang dapat menjangkau daerah-daerah terpencil. Selain
pertumbuhan ekonomi, transportasi jalan juga sering menimbulkan permasalahan
dibidang pemeliharaannya. Kenaikan volume kendaraan (trailer, truk, bus, and
kendaraan lainnya) yang melebihi kapasitas daya angkutnya juga merupakan salah
satu faktor yang menyebabkan jalan relatif cepat rusak sebelum mencapai umur
pelayanan jalan yang telah direncanakan. Peningkatan arus lalu lintas kendaraan
khususnya kendaraan berat, yang pada umumnya mengangkut bahan mentah
seperti kayu dan sawit (yang dilakukan oleh perusahaan – perusahaan industri)
sangat berpengaruh besar terjadinya kerusakan jalan. Terlepas dari mutu
komponen perkerasan dan pelaksanaan pekerjaan yang mungkin kurang baik,
faktor lain yang sangat berpengaruh dan menentukan umur perkerasan jalan
adalah perbedaan antara beban rencana as kendaraan dengan beban aktual yang
melewati jalan tersebut (Mudjiatko 2006).
UNESCAP (2005) menyoroti pentingnya infrastruktur jalan dalam
perekonomian wilayah, jalan sebagai salah satu komponen infrastruktur
berpengaruh secara signifikan terhadap iklim investasi. Jalan merupakan
penghubung antara kegiatan produksi dan distribusi, sehingga ketersediaan
jaringan jalan yang baik akan sangat menentukan proses produksi dan distribusi.

12 
 
2.2 Eksternalitas
Masalah lingkungan banyak disebabkan oleh kegagalan pasar dan tidak
adanya hak kepemilikan. Konsumsi terhadap barang publik sering menimbulkan
apa yang disebut eksternalitas. Eksternalitas diartikan sebagai setiap pengaruh
samping dari produksi atau konsumsi yang dirasakan oleh pihak ketiga di luar
pasar. Menurut teori ekonomi mikro harga merupakan mekanisme sinyal penting
dalam proses pasar. Harga keseimbangan menunjukkan nilai marjinal yang
diberikan oleh konsumen dari pemakaian barang dan biaya marjinal yang harus
ditanggung oleh perusahaan dalam memproduksikan barang dimaksud. Dalam
keadaan biasa, teori ini dapat memprediksi realitas pasar dengan baik. Namun
terdapat banyak keadaan di mana harga gagal merefleksikan semua manfaat dan
biaya yang terkait dengan transaksi pasar. Kegagalan pasar ini muncul ketika
pihak ketiga dipengaruhi oleh produksi atau konsumsi satu barang. Apabila
pengaruh kepada pihak ketiga ini mengakibatkan timbulnya biaya, maka pengaruh
ini disebut eksternalitas negatif, sedangkan pengaruh kepada pihak ketiga yang
bermanfaat disebut eksternalitas positif (Mangkoesoebroto 1993).
Kerusakan lingkungan akibat aktivitas orang lain merupakan suatu
eksternalitas. Eksternalitas terjadi jika suatu kegiatan menimbulkan manfaat
ataubiaya bagi kegiatan atau pihak di luar pelaksana kegiatan tersebut.
Eksternalitas ditambah dengan biaya swasta disebut sebagai biaya sosial. Biaya
social berkaitan dengan kerusakan lingkungan hidup yang dapat dianggap biaya
pembangunan ekonomi (Randal 1987). Masalah utamanya adalah siapa yang
harus menanggung biaya sosial tersebut, apakah biaya itu harus ditanggung oleh
pihak yang menimbulkan korban atau pihak yang dirugikan, atau pemerintah. Para
ekonom menyetujui agar pihak yang menimbulkan kerugian harus dikenai
kewajiban untuk mencegah pencemaran atau diwajibkan membayar pajak sebesar
kerugian yang ditimbulkannya atau sumber pencemar dipindahkan keluar daerah
yang mengalami pencemaran (Suparmoko 1997).
Secara grafis terjadinya eksternalitas dapat dilihat pada Gambar1, dimana
produksi optimum akan didapatkan pada saat polusi telah diperhitungkan sebagai
biaya sosial yang harus dibayarkan dalam penambangan sehingga mengurangi

13
 
jumlah produksi berdasarkan harga pasar. Dengan kondisi ini tidak ada pihak
yang dirugikan dalam sebuah aktivitas penambangan.

Gambar 1 Eksternalitas negatif pada penambangan pasir besi


Sumber :Disesuaikan dengan Kahn (1998)

2.3 Jenis – Jenis Eksternalitas


Eksternalitas lingkungan dapat dikelompokkan berdasarkan pengaruhnya
terhadap individu dan wilayah. Pencemaran lingkungan atau kerusakan
lingkungan dapat dikelompokkan sebagai eksternalitas daerah/lokal seperti terjadi
kerusakan air danau, kerusakan tanah, dan polusi udara. Polusi di daerah menjadi
kesulitan bagi penduduk daerah tersebut jika memiliki dua karakteristik,
yaitunon-rivalry and non-exclusion. Adapun polusi dari sungai besar dan
kerusakan ekosistem gunung mungkin akan mempengaruhi sejumlah wilayah.
Emisi gas rumah kaca merupakan masalah penduduk dunia tanpa memperhatikan
dari mana polusi berasal, emisi menyeluruh berdampak kepada semua orang di
dunia dan ekosistem secara keseluruhan. Pengelompokkan eksternalitas penting
berkenaan dengan masalah otoritas mana yang akan membawahi masalah polusi
dan atau kerusakan tersebut (Sankar 2008).
Putri et al. (2010) membagi eksternalitas berdasarkan sebab dan dampak
yang dimunculkannya serta interaksi agen ekonomi. Eksternalitas berdasarkan
interaksi agen ekonomi misalnya adalah sebagai berikut:
a. Dampak Produsen Terhadap Produsen Lain
Suatu kegiatan produksi dikatakan mempunyai dampak eksternal terhadap
produsen lain jika kegiatannya itu mengakibatkan terjadinya perubahan atau
penggeseran fungsi produksi dari produsen lain. Contoh dampak atau efek yang
termasuk dalam kategori ini misalnya suatu proses produksi pengolahan ikan

14 
 
sardine menghasilkan limbah produk yang dimasukkan ke dalam aliran sungai,
sehingga produsen ikan yang menggunakan air dari aliran sungai tersebut akan
dirugikan karena produksinya akan menurun.
b. Dampak Produsen Terhadap Konsumen
Suatu produsen dikatakan mempunyai dampak terhadap konsumen, jika
aktivitasnya merubah atau menggeser fungsi utilitas rumah tangga (konsumen).
Contoh kategori dampak ini adalah pencemaran atau polusi. Kategori ini meliputi
polusi suara (noise), berkurangnya fasilitas daya tarik alam (amenity) karena
pertambangan, serta polusi air, yang semuanya mempengaruhi kenyamanan
konsumen atau masyarakat luas. Misalnya adalah dampak penciuman (bau) dari
produsen pembuat ikan asin terhadap masyarakat sekitar, atau polusi udara dari
produsen pengasapan ikan kepada masyarakat sekitar.
c. Dampak Konsumen Terhadap Konsumen Lain
Dampak konsumen terhadap konsumen yang lain terjadi jika aktivitas
seseorang atau kelompok tertentu mempengaruhi atau menggangu fungsi utilitas
konsumen yang lain. Dampak atau efek dari kegiatan suatu seorang konsumen
yang lain dapat terjadi dalam berbagai bentuk. Misalnya, bisingnya suara alat
pemotong rumput tetangga, kebisingan bunyi radio atau musik dari tetangga, asap
rokok seseorang terhadap orang sekitarnya dan sebagainya.
d. Dampak Konsumen Terhadap Produsen
Dampak konsumen terhadap produsen terjadi jika aktivitas konsumen
mengganggu fungsi produksi suatu produsen atau kelompok produsen tertentu.
Dampak jenis ini misalnya terjadi ketika limbah rumah tangga terbuang ke aliran
sungai dan mencemarinya sehingga menganggu perusahaan tertentu yang
memanfaatkan air seperti nelayan atau perusahaan yang memanfaatkan air bersih.
Soemarno (2008) membagi eksternalitas berdasarkan sebab dan dampak
yang dimunculkannya adalah sebagai berikut:
a. Eksternalitas Pecuniary
Eksternalitas pecuniary atau eksternalitas istimewa terjadi karena perubahan
harga dari beberapa input maupun output. Dengan kata lain, eksternalitas ini
terjadi manakala aktivitas ekonomi seseorang mempengaruhi kondisi finansial
pihak lain. Misalkan pada saat memutuskan apakah membeli atau tidak membeli

15
 
sesuatu barang, seseorang biasanya akan mempertimbangkan kebutuhannya
sendiri akan barang tersebut, harganya, dan situasi anggarannya. Jarang sekali,
dan umumnya hanya dalam kasus monopsoni saja, individu mempertimbangkan
bahwa keputusannya untuk membeli barang/jasa dapat berkontribusi terhadap
peningkatan kebutuhan produk tersebut dan oleh karena itu menyebabkan
harganya meningkat. Biasanya, pengabaian ini dibenarkan, karena pembelian
individual atas suatu komoditi merupakan fraksi yang demikian kecilnya dari total
jumlah barang yang dijual, sehingga keputusan individu mempunyai dampak yang
dapat diabaikan terhadap harga. Bagaimanapun keputusan individual
mempengaruhi harga, bukan hanya seseorang, tetapi juga semua pembeli lainnya,
akan mengakibatkan penurunan atau kenaikan harga. Perubahan harga, yang
disebabkan oleh keputusan-keputusan individu, disebut sebagai eksternalitas
istimewa. Kalau keputusan individu menyebabkan harga naik (kasus yang
lazimnya berhubungan dengan peningkatan kebutuhan) maka fenomenanya
merupakan suatu eksternal disekonomi yang pecuniary bagi konsumen lainnya.
Apabila keputusan individu menyebabkan harga turun (seperti yang dilukiskan
dengan keputusan untuk menggabungkan kelompok perjalanan travel yang masih
belum mencapai kapasitas penuh) fenomenanya disebut eksternal ekonomi yang
pecuniary bagi konsumen lainnyaefisien.
Secara simetri, eksternalitas dis-ekonomi yang pecuniar bagi konsumen
merupakan eksternalitas yang pecuniar bagi produsen dan eksternalitas ekonomis
yang pecuniar bagi konsumen akan merupakan eksternalitas dis-ekonomi bagi
produsen. Hal penting yang harus diperhatikan ialah bahwa eksternalitas pecuniar,
apakah ekonomis atau disekonomis, tidak menimbulkan problem bagi ekonomi
pasar. Berubahnya kebutuhan menyebabkan harga naik atau turun fluktuasi ini
menyediakan pertanda esensial bagi tempat-pasar untuk merotasikan barang dan
jasa secara efisien (Soemarno 2008).
b. Eksternalitas banyak arah (Multidirectional externality)
Ekstenalitas banyak arah adalah eksternalitas yang disebabkan oleh suatu/
sejumlah pihak yang mengakibatkan terganggunya suatu/ sejumlah pihak lain.

16 
 
2.4 Solusi Eksternalitas
Fauzi (2010) mengemukakan model dasar untuk membangun prinsip
kebijakan ekonomi dalam memecahkan masalah eksternalitas. Ia mengemukakan
contoh hubungan ekonomi antara perusahaan penambang emas dengan usaha
perikanan. Meski tidak ada hubungan keputusan ekonomi dari dua unit usaha
tersebut, namun keduanya menjadi terkait karena adanya sungai sebagai barang
publik. Penambang emas tersebut membuang limbahnya berupa zat merkuri ke
dalam sungai yang menjadi sumber mata pencaharian. Pada dasarnya Fauzi (2010)
menyatakan untuk meredam eksternalitas negatif, tidak terkecuali dalam
kegiatan penambangan terdapat tiga alternatif kebijakan yang dapat digunakan :
internalisasi, perpajakan dan memfungsikan pasar.
Nicholson (1999) menjelaskan dua pemecahan tradisional terhadap
eksternalitas. Yaitu perpajakan dan internalisasi biaya. Dalam menggunakan
perpajakan sebagai penyelesaian eksternalitas, Nicholson (1999) berpendapat
bahwa pemerintah dapat mengenakan pajak cukai yang sesuai terhadap
perusahaan yang menghasilkan disekonomi eksternal. Pajak ini dapat dianggap
keluaran atau produk yang dihasilkan oleh sebuah perusahaan menjadi berkurang.
Pemecahan klasik terhadap masalah eksternalitas ini pertama kali diajukan oleh
A.C. Pigou pada dasawarsa 1920-an. Walaupun telah sedikit dimodifikasi, solusi
ini tetap merupakan jawaban standar untuk masalah eksternalitas yang dibuat oleh
ahli ekonomi. Masalah utama bagi regulator adalah mendapatkan informasi
empiris yang memadai sehingga pajak yang tepat dapat dikenakan secara
langsung kepada perusahaan yang menyebabkan polusi. Pemecahan tradisional
kedua adalah internalisasi, merupakan upaya untuk “menginternalkan” dampak
yang ditimbulkan dengan cara menyatukan proses pengambilan keputusan dalam
satu unit usaha.

2.5 Teori Pemanfaatan Sumberdaya Secara Optimal

Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar pengambilan sumberdaya


alam yang tidak dapat diperbaharui menjadi lebih optimal. Syarat pertama yang
harus dipenuhi adalah terdapatnya pasar persaingan sempurna dengan tercapai
suatu tingkat efisiensi yang optimum pada saat harga barang sama dengan biaya

17
 
marginalnya. Pada kasus sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui,
efisiensi optimum akan dicapai apabila harga barang sumberdaya sama dengan
biaya marginal ditambah biaya alternatif. Biaya alternatif adalah kelebihan nilai
yang bersedia dibayarkan oleh konsumen dengan nilai lebih besar daripada biaya
marginal untuk menghasilkan barang sumberdaya tersebut. Biaya alternatif ini
juga disebut manfaat sosial bersih, rent, atau royalty. Syarat kedua dari
pengambilan sumberdaya secara optimal menyangkut tingkah laku dari biaya
alternatif atau royalty itu sepanjang waktu. Biaya alternatif harus selalu meningkat
sebesar tingkat bunga yang berlaku dari waktu kewaktu, atau dengan kata lain bila
royalty itu dinyatakan dengan nilai sekarang (present value), maka ia tidak akan
berubah sepanjang waktu. Syarat terakhir adalah ekstraksi sumberdaya alam tidak
dapat diperbaharui sangat tergantung pada kendala stok yang terbatas. Sebagai
dasar dari teori ekstraksi sumberdaya alam tidak terbaharui yang optimal adalah
model Hotelling yang dikembangkan oleh Harold Hotelling pada 1931 (Fauzi
2010).
Tujuan perusahaan dalam pemanfaatan sumber daya minerba adalah
memaksimumkan keuntungan.Tujuan ini dicapai dengan memilih tingkat
ekstraksi optimal selama masa izin. Jika ada komponen biaya yang dapat dihindari
atau dapat dibebankan kepada pihak lain, maka tanpa regulasi yang efektif
komponen biaya tersebut tidak akan ditanggung oleh perusahaan. Hal seperti ini
dapat menghasilkan kondisi dimana pemanfaatan sumber daya minerba
menguntungkan secara finansial tetapi merugikan secara ekonomi. Untuk
sederhananya, jika present value dari penjualan hasil tambang adalah S dan
present value dari biaya eksplorasi, eksploitasi, dan reklamasi adalah C, maka
present value dari pemanfaatan sumber daya minerba adalah
W = S –C
Jika W > 0, maka pemanfaatan sumber daya minerba secara finansial layak atau
menguntungkan bagi pelakunya.Tetapi apakah hal ini juga menguntungkan secara
sosial masih perlu dikaji lebih jauh karena biaya yang diperhitungkan masih
belum tentu mencakup seluruh biaya yang ditimbulkan oleh pemanfaatan sumber
daya minerba tersebut. Seperti umum terjadi, pemanfaatan sumber daya minerba
sering menimbulkan dampak lingkungan, khususnya yang bersifat negatif.

18 
 
Pemerintah sebagai wakil rakyat mempunyai kewajiban untuk memperhitungkan
biaya lingkungan dari setiap keputusannya (Soemarno 2008).

2.5.1 Teori Optimasi Sumberdaya Tidak Terbarukan

Pada tahun 1970-an adalah suatu periode intensif, dimana kekhawatiran


publik terhadap kelangkaan sumberdaya alam. Dipicu dari laporan klub roma
mengenai “limits to growth” oleh Deniss Meadows. Ia memprediksi konsekuensi
katastropik pada awal abad 21 kecuali jika pertumbuhan ekonomi ditunda,
ditambah lagi kondisi menjelang tahun 1973 dengan adanya embargo minyak
yang akhirnya menyebabkan krisis. Pada saat itu para ekonom bersiap untuk
menerapkan kerangka kerja yang dimulai oleh Hotelling tahun 1931(Gaudet
2007).
Cadangan sumberdaya alam adalah sama dengan cadangan kapital fisik
yang merupakan aset bagi pemiliknya. Dalam ekonomi pasar, nilai dari aset ini,
seperti beberapa aset modal sangat bergantung kepada tingkat pengembalian hasil
yang dapat diperoleh pemiliknya. Secara khas, tingkat pengembalian dari aset
kapital dapat diuraikan pada tiga komponen :
1. Komponen pertama disebabkan oleh aliran dari produk yang dihasilkan oleh
marginal unit dari aset. Ini disebut tingkat dari marginal produktivitas atau
tingkat dividen.
2. Komponen kedua disebabkan oleh fakta bahwa karakteristik aset fisik dapat
berubah sepanjang waktu.
3. Komponen ketiga adalah tingkat dimana nilai pasar aset dapat berubah
sepanjang waktu. Nilai ini mungkin saja negatif, sepanjang nilai ini lebih dari
komponen positif lainnya terhadap tingkat pengembalian.
Agar pasar aset berada dalam keadaan equilibrium, tingkat pengembalian
harus sama dengan tingkat pengembalian yang diharapkan oleh pemilik
sumberdaya jika aset tersebut diinvestasikan ditempat lain. Pada contoh aset fisik
seperti bangunan, mesin dan peralatan, komponen pertama yang digunakan adalah
produk marginal yang diturunkan dari penggunaan setiap masukan dalam proses
produksi. Komponen kedua berasal dari depresiasi fisik aset, yang akan
mengurangi tingkat pengembalian. Komponen ketiga, adalah pendapatan modal
yang dapat diterima dengan menahan aset (Gaudet 2007).

19
 
Seandainya sekarang aset adalah sumberdaya tidak terbarukan, seperti
deposit mineral atau cadangan minyak dalam tanah. Beberapa aset tidak dapat
diproduksi kembali, dimana jumlah cadangan sekarang tidak dapat meningkat
sepanjang waktu. Keputusan menahan aset tersebut tidak akan mendapatkan hasil
selama aset tersebut berada dalam tanah, yang berarti tidak produktif, berbeda
dengan mesin atau peralatan, yang dapat menghasilkan aliran jasa.
Oleh sebab itu komponen pertama identik dengan nilai nol. Seperti
komponen kedua, dimana tidak ada padanan yang tepat pada kasus cadangan
sumberdaya, dalam artian kekacauan tidak akan terjadi dari menahan aset didalam
tanah. Ini sebabnyalebih baik menahan marginal unit dari aset yang ditempatkan
dalam tanah daripada mengekstraksi untuk menjaga kualitas merata dari cadangan
yang tersisa dari keadaan memburuk. Komponen kedua ini mencatat tingkat
pengembalian yang lebih positif, daripada negatif. Jika p (t) adalah harga sekarang
dimana sumberdaya dapat berada dalam pasar segera setelah diekstraksi dan c(t)
adalah biaya marginal ekstraksi sumberdaya pada tahun t, maka nilai marginal
dalam tanah seharusnya:
π (t) = p (t) − c(t),
yang mewakili harga aset dari sumberdaya. Jika tingkat bunga adalah r, dan aset
keseimbangan pasar mensyaratkan:

Ini adalah rumus Hotelling yang terkenal, yang menyatakan bahwa harga
bersih dari sumberdaya alam-harga aset sumberdaya alam-harus naik sama dengan
tingkat bunga. Jika biaya marginal dari ekstraksi sumberdaya bebas dari tingkat
ekstraksi dan tidak berubah sepanjang waktu, dan hal ini menghasilkan prediksi
sebagai perilaku dari nilai pasar sepanjang waktu, yaitu:

Jika fungsi diatas benar-benar dapat mewakili kenyataan, kita dapat mengamati
harga sumberdaya tidak terbarukan akan meningkat sesuai tingkat bunga sebagai
bagian dari biaya dalam harga yang semakin kecil dan semakin kecil sepanjang
waktu dan rente kelangkaan semakin tinggi sepanjang waktu (Gaudet 2007).

20 
 
2.6 Pajak Sebagai Instrumen Ekonomi Pengelolaan

Pajak merupakan salah satu instrumen ekonomi pengelolaan lingkungan,


namun bukan instrumen untuk melegalisasi pencemaran atau perusakan
lingkungan. Pajak lingkungan merupakan salah satu instrumen yang berbasis
pasar diantara berbagai instrumen yang tersedia. Di Indonesia, pajak lingkungan
telah diatur dalam UU No 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan
Lingkungan Hidup. Sayangnya implementasi belum banyak dilakukan sehingga
pengelolaan lingkungan di Indonesia lebih mengutamakan pendekatan command-
and-control (Suedomo 2009). Ketika pajak digunakan sebagai alat internalisasi
eksternalitas akan membuat pemerintah kehilangan ketegasan dihadapan
masyarakat. Ini disebabkan kehidupan yang tenang tanpa ada gangguan dari
adanya eksternalitas negatif adalah hak setiap orang, sementara bagi pasar hal ini
adalah peluang untuk melakukan lobi dan transaksi. Analisis cost-benefit menjadi
penting dalam hal ini, menimbang mana yang lebih penting antara tujuan dari tiap
aspek yang dibahas dengan opportunity cost yang harus dikeluarkan. Misalkan
antara kesehatan/lingkungan dengan sisi perkembangan ekonomi dan
kesejahteraan materi masyarakat. Mekanisme Pajak Pigovian bisa menjadi
alternatif karena memang dianggap mampu menekan laju peningkatan biaya sosial
dimasa depan sementara mekanisme pengendalian langsung bisa diterapkan jika
memang sumber penerimaan negeri sudah tangguh dan mandiri (Eirik dan Ronnie
1999).
Pajak pada bads akan memberi insentif kepada pembangkit dampak negatif
untuk mencari dan menggunakan teknologi yang dapat mengurangi dampak
negatif pada lingkungan. Kelemahan utama Pajak Pigou pada barang adalah
bahwa pajak ini hanya dapat dikenakan ketika proses produksi tambang masih
berjalan, padahal dampak lingkungan dapat berlangsung meskipun tambang telah
berhenti. Oleh karena itu, pajak Pigou hanya menangkap kerugian lingkungan
yang terjadi selama proses penambangan berlangsung (Suedomo 2009).
Para ahli menyarankan untuk menerapkan pajak terhadap pencemaran dan
kerusakan, agar tercapai kualitas lingkungan yang diharapkan. Nilai pajak harus
sesuai dengan tingkat optimal sosial degradasi (dan tidak mengeliminasi polusi
secara menyeluruh). Menerapkan pajak kepada pencemar adalah metode paling

21
 
tepat untuk mengatasi masalah lingkungan, karena akan mengubah prilaku
pencemar secara tidak langsung untuk menaati peraturan pengelolaan limbahnya.
Akibatnya jumlah output perusahaan tidak lagi pada tingkat yang mengeluarkan
eksternalitas terlalu tinggi, dibandingkan output yang ada dipasar (market
equilibrium). Solusi berbasis insentif diusulkan oleh Pigou, yang menyarankan
pemberlakuan pajak pada entitas yang membuat eksternalitas (Kahn 1998).
Pengendalian produksi dengan sistem pajak merupakan perilaku respon terhadap
adanya eksternalitas. Pengendalian produksi dilakukan dengan memperhitungkan
biaya lingkungan dan menerapkan kepastian hak. Pengaturan produksi seharusnya
dirumuskan, ditetapkan dan diimplementasikan secara bersama-sama oleh para
pihak. Situasi ini akan mendorong tumbuh dan berkembangnya komitmen untuk
tidak melakukan eksploitasi berlebihan (Suhaeri 2005).
Pencemar akan berfikir untuk mengurangi kewajiban pajak mereka,
sehingga biaya kerusakan lingkungan dibebankan kepada masyarakat. Ilustrasi
dapat dilihat pada Gambar 2 dan diasumsikan biaya pencemaran telah ditentukan.
Analisis ini membutuhkan informasi substansial mengenai prosedur pengurangan
(abatement) dan teknologi yang dipakai. Marginal damage cost (S) adalah
representasi dari beban yang ditanggung oleh masyarakat. Marginal control cost
(MC’) adalah atribut yang dilakukan pencemar untuk mengurangi pencemaran.
Pada jumlah produksi yang optimumdengan mempertimbangkan pajak tingkat
produksi akan berkurang menuju keseimbangan jumlah produksi baru yang lebih
kecil, karena biaya produksi mengalami peningkatan dengan penetapan pajak
sejumlah tertentu.

Gambar 2 Eksternalitas dengan pajak


Sumber : Kahn (1998)

22 
 
Kebijakan pemerintah menetapkan tax, sebagai unit yang dibebankan
terhadap polusi yang dibuat pencemar, menyebabkan pencemar akan mengurangi
emisi dengan mengurangi jumlah produksi mereka dari x1 ke x2. Dana yang
dipungut dari pajak tersebut, dapat dimanfaatkan pemerintah untuk memperbaiki
kondisi lingkungan. Pajak pencemaran ini berdasarkan atas prinsip pembayaran
oleh pencemar (Kahn 1998).

2.7 Tinjauan Penelitian Sejenis Terdahulu


Penelitian mengenai eksternalitas dan laju ekstraksi optimal pada
sumberdaya pertambangan pasir besi masih jarang ditemukan.Beberapa penelitian
mengenai eksternalitas memang pernah dilakukan oleh peneliti–peneliti
sebelumnya. Syaefuddin (2010) menghitung dampak pengangkutan batu bara
melalui jalur sungai di Sungai Barito Kalimantan Selatan. Pengangkutan batubara
melalui sungai menggunakan perahu tongkang melalui jalur Sungai Barito di
wilayah Kabupaten Batola, ditengarai merusak ekosistem perairan, menimbulkan
masalah sosial ekonomi dan pencemaran lingkungan serta memperparah abrasi di
perairan sungai tersebut. Penelitian ini menggunakan metode valuasi ekonomi
Damage Cost Analysis. Dalam penelitian ini dampak yang ditimbulkan oleh
adanya tansportasi tongkang batubara yaitu penurunan jumlah tangkapan nelayan
jaring insang hanyut yang berakibat pada penurunan pendapatan nelayan. Jumlah
keramba dan KJA dari tahun 2007 sampai 2008 mengalami penurunan yang
drastis. Jumlah Produksi keramba turun sebesar 86 % dan produksi KJA turun
sebesar 73%. Kecelakaan berdampak pada besarnya kerugian material, seperti
kerusakan dermaga dan perahu.
Kerugian immaterial agak sulit dihitung, karena terkait dengan emosi dan
perasaan manusia. Kerugian immaterial terutama terkait dengan kehilangan jiwa.
Dalam penelitian ini kehilangan jiwa, dampak berupa perasaan kehilangan,
tertekan,sedih dan sebagainya tidak dinilai karena masih sulit diterapkan.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Perhubungan Barito Kuala tahun
2009, diperoleh jumlah keluar masuk tongkang batubara menunjukkan bahwa
total batubara yang diangkut/keluar selama tahun 2009, baik melalui Rute
Banjarmasin-Kelanis maupun Banjarmasin-Teweh sebesar 36.344.000 ton.
Menggunakan dasar perhitungan tahun 2009 diperoleh nilai total kerugian akibat

23
 
pengangkutan batubara adalah Rp. 5.516.800.000. Nilai total tersebut terdiri dari
kerugian pada sektor perikanan Rp. 5.335.800.000 dan kerugian karena
kecelakaan Rp. 181.000.000. Nilai ini dikaitkan dengan jumlah batubara yang
diangkut, yang jumlahnya mencapai 36.344.000 ton per tahun maka dapat
ditetapkan nilai kompensasi sebesar Rp. 152 (seratus lima puluh dua rupiah) per
ton batubara.
Noviana (2011) meneliti tentang dampak penambangan pasir besi di
Kabupaten Kaur Sumatera Selatan. Tujuannya mengidentifikasi semua dampak
penambangan pasir besi. Diantaranya menyebabkan menurunnya kualitas udara,
disebabkan mobilisasi alat berat pada tahap pra konstruksi yang meningkatkan
kadar debu dan kebisingan di areal tambang dan pemukiman masyarakat di jalan
Way Hawang Sukamenanti. Kondisi wilayah penambangan yang merupakan
perairan Sungai Air Numan (Danau Kembar) dengan luasan awal 16,02 hektar dan
daratan seluas 163,34 hektar. Kegiatan penggalian akan memperluas bentuk dan
struktur danau hingga meluas kira – kira menjadi sebesar 28 hektar. Hal ini sangat
membahayakan warga, karena debit air juga akan mengalami perubahan struktur,
sehingga ancaman terhadap kekeringan dan banjir meningkat. Aktifitas
penambangan juga akan mempengaruhi struktur pantai Way Hawang. Ancaman
akan meningkat khususnya pada saat air laut pasang dan gelombang besar serta
tinggi, yang akan membuat bentuk pantai berubah. Kegiatan penambangan juga
dipastikan akan menurunkan kualitas air tanah (sumur) dan kualitas air permukaan
Danau Kembar serta Air Way Hawang.
Pengolahan pasir besi membutuhkan banyak air untuk diolah di Magnetic
Separator. Dalam proses pengolahan, selain menghasilkan pasir besi juga
menghasilkan limbah. Demikian juga dengan kegiatan perawatan alat berat
tambang pasir besi dipastikan menghasilkan sisa-sisa pelumas dan oli bekas. Sisa
oli bekas ini yang tidak dikelola dengan baik akan mencemari danau kembar dan
sumur warga, serta air laut di lingkungan tambang. Pada tahap pengangkutan hasil
pemurnian pasir besi, rute jalur angkut perusahaan meliputi jalan Raya Desa
Sukamenanti, Desa Way Hawang hingga Pelabuhan Linau. Jalan ini merupakan
jalan negara dengan spesifikasi III A atau dapat dilalui kendaraan dengan muatan
maksimal 8 ton. Kendaraan pasir besi dari awal konstruksi hingga pengangkutan

24 
 
memiliki rata-rata beban melebihi 8 ton sehingga dipastikan akan merusak jalan.
Kegiatan penambangan juga merubah tipe vegetasi seluas 46,03 hektar (total) dari
vegetasi daratan seluas 16,02 hektar dan perairan Danau Kembar seluas 30,01
hektar kehilangan vegetasi penutup sehingga dipastikan dapat menimbulkan
abrasi. Disamping itu pendapatan masyarakat dari berkebun, seperti kelapa,
kelapa sawit, tanaman padi juga ikut hilang. Dampak terhadap biota air
merupakan dampak tak langsung akibat kegiatan tambang pasir besi. Sumber
dampak berasal dari perubahan kulitas air akibat limbah pengolahan pasir. Sumber
lainnya adalah karena tirisan penumpukan pasir besi, air limbah bekas pelumas
dari kegiatan bengkel. Indeks keanekaragaman Danau Kembar akan menurun dari
kondisi awal 0,8 s/d 2, 48 untuk plankton dan 1,90 s/d 2,98 untuk biota benthos.
Kondisi ini akan menurunkan jumlah ikan, udang, kepiting, yang merupakan mata
pencaharian tambahan bagi masyarakat selain bertani.
Parluhutan (2005) melakukan penelitian mengenai Dampak Penambangan
Pasir Laut Terhadap Perikanan Rajungan di Kecamatan Tirtayasa, Kabupaten
Serang. Penelitian ini bertujuan menganalisis dampak penambangan pasir laut
terhadap perikanan rajungan.Uji T digunakan untuk membandingkan produksi
rajungan sebelum dan setelah adanya penambangan pasir laut. Analisis regresi
digunakan untuk mengetahui hubungan antara produksi pasir laut dengan
produksi rajungan. Aspek ekonomi dinilai dengan valuasi ekonomi melalui
metode perubahan surplus produsen. Hasil penelitian menunjukan bahwa produksi
rajungan menurun secara signifikan setelah adanya penambangan pasir laut. Lebar
karapas dan bobot tubuh juga menurun setelah adanya penambangan pasir laut.
Analisis regresi menunjukan bahwa setiap kenaikan produksi pasir laut akan
menurunkan produksi rajungan. Terdapat perubahan surplus produsen sebesar
Rp.10.046.625.000 setiap tahun. Penambangan pasir laut juga telah berdampak
terhadap pola penangkapan nelayan rajungan.

25
 
Tabel 1Tabulasi Perbedaan Penelitian Ini Dengan Penelitian Terdahulu

Peneliti Judul Tujuan Metode Output


Syaefuddin Penentuan Besarnya Menghitung Damage cost Nilai
(2010) Kompensasi untuk kompensasi Analysis kompensasi
Pemulihan Lingkungan dampak persatuan berat
Akibat Angkutan pengangkutan batu batubara
Batubara di Sungai bara melewati
Barito, Sungai Barito
Kabupaten Barito
Kuala - Kalimantan
Selatan
Noviana DAMPAK NEGATIF Mengidentifikasi Deskriptif Dampak –
(2011) PENAMBANGAN dampak – dampak analisis dampak
PASIR BESI (Studi penambangan Pasir penambangan
kasus Dermaga Linau Besi di Kabupaten diberbagai
Kecamatan Maje Kaur Sumsel sektor
Kabupaten Kaur)
Parluhutan Analisis dampak Menganalisis Uji Tingkat
(2005) penambangan pasir laut perbedaan jumlah perbedaan pengaruh
Terhadap perikanan produksi rajungan produksi dan pertambangan
rajungan sebelum dan surplus terhadap
Di kecamatan tirtayasa sesudah produsen morfologi
kabupaten serang penambangan rajungan dan
pasir laut. Dan produktivitas
menganalisis nelayan
perubahan
kesejahteraan
nelayan dengan
menggunakan
surplus konsumen.
Edward Eksternalitas negatif Mengkaji pola Valuasi Nilai
(2012) dan laju ekstraksi ekstraksi aktual dan ekonomi, eksternalitas,
penambangan pasir biaya ekstraksi. keseimbanga nilai pajak,
besi di Kabupaten Mengestimasi nilai n marginal, volume
Tasikmalaya eksternalitas maksimisasi ekstraksi
gangguan perikanan keuntungan optimal dengan
dan fungsi jalan, bersih saat dan tanpa
menetapkan nilai ini eksternalitas
pajak dan laju
ekstraksi optimal

Pada penelitian ini adalah perluasan dari penelitian yang dilakukan oleh
Noviana (2011), Parluhutan (2005) dan Syaefuddin (2010). Penelitian ini
menghitung secara ekonomi dampak kerusakan jalan dari lalu lintas kendaraan
pengangkutan pasir , perubahan tangkapan nelayan akibat pencemarani. Penelitian
ini juga menentukan tingkat pajak yang harus dikeluarkan perusahaan
penambangan. Pajak ini kemudian dijadikan internalisasi biaya produksi dalam
rangka menentukan laju ekstraki optimal dalam penambangan.

26 
 

Anda mungkin juga menyukai