Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

DAMPAK PENAMBANGAN BAHAN GALIAN


BANGUNAN DAN RENCAMA PENGEMBANGAN DAN
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

Disusun Oleh :

Nama : MUHAMMAD DZAKY PUTRA RAMADHAN

NIM : 03021282025028

Kelas : B

Kampus : Indralaya

JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2022
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan salah satu Negara yang mempunyai kekayaan tambang yang
paling besar hal ini dapat kita ketahui dari daerah-daerah penghasil tambang di
Indonesiayang beraneka ragam. Tidak hanya itu dapat kita pelajari dari sejarah proses
pembentukan permukaan bumi Negara Indonesia memiliki potensi penghasil bahan
tambang karenadahulunya saat pembentukan permukaan bumi terjadi proses
sedimentasi serta beberapadaerah terdapat bekas bentukan pegunungan yang mungkin
pada aman ini telah menjadi lautan ataupun ada yang menjadi daratan. Satuan dan
bahan tambang itu dimaanaatkan dalam berbagai industri yang mana memenuhi
kebutuhan manusia secara primer,sekunder,maupun tersier.
Pertambahan penduduk telah meningkatkan kebutuhan terhadap sandang, pangan,
papan, air bersih dan energy. Hal tersebut mengakibatkan eksploitasi terhadap sumber
daya alam semakin tinggi serta cenderung mengabaikan aspekaspek lingkungan
hidup. Pertambahan jumlah penduduk dengan segala konsekuensinya akan
memerlukan lahan yang luas melakukan aktivitas dan memanfaatkan sumber daya
alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu penggolongan bahan galian ?
2. Apa saja dampak pertambangan bahan galian bahan bangunan ?
3. Apa saja rencana terhadap pengembangan dan pemberdayaan masyarakat ?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui penggolongan bahan galian
2. Mengetahui dampak pertambangan bahan galian bahan bangunan
3. Mengetahui rencana terhadap pengembangan dan pemberdayaan masyarakat
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Penggolongan Bahan Galian


Berdasarkan kejadian dan sifatnya, bahan galian dapat dibagi menjadi 3 (tiga)
kelompok yaitu mineral logam, mineral industri, serta batubara dan gambut.
Karakteristik ketiga bahan galian tersebut berbeda sehingga metode eksplorasi yang
dilakukan juga berbeda. Oleh Karena itu diperlukan berbagai macam metode untuk
mengetahui keterpadatan, sebaran, kuantitas, dan kualitasnya (Rachimoellah, 2002).
Bahan-bahan galian menjadi primadona karena memiliki nilai jual yang sangat
tinggi. Bahan galian yang memiliki nilai tinggi antara lain adalah minyak bumi,
batubara, tembaga, emas, dan berlian. Dalam UU Nomor 11 Tahun 1976 tentang
pertambangan di Indonesia mengacu PP Nomor 25 Tahun 2000, secara rinci telah
menjelaskan mengenai kewenangan pemerintah dan provinsi sebagai daerah
otonomi termasuk di bidang pertambangan terdapat klasifikasi bahan galian menurut
kepentingannya bagi pemerintah. Pertama, golongan A atau bahan galian strategis.
Artinya bahan galian tersebut penting untuk pertahanan/keamanan Negara atau
untuk menjamin perekonomian Negara seperti semua jenis batubara, minyak bumi
dan gas alam, bahan radio aktif, aluminium, mangaan, timah putih, besi, dan nikel.
Kedua, golongan B atau bahan galian vital. Maksudnya bahan galian ini dapat
menjamin hajat hidup orang banyak seperti emas, perak, seng, wolfram, asbes, dan
magnesium. Dan ketiga, golongan C yaitu bahan galian yang tidak termasuk
golongan A dan golongan B. Contohnya: batu, kerikil dan pasir. Bahan galian
golongan C disebut juga mineral industri, yaitu bahan galian yang digunakan untuk
industri atau bahan bangunan. Contohnya pasir kuarsa, marmer, gips/gipsum, tanah
liat, dan lainnya.
Dengan pertumbuhan penduduk yang meningkat drastis menyebabkan kebutuhan
akan pemukiman yang merupakan kebutuhan papan meningkat pesat. Pada
umunmya bahan galian C sering dianggap sebelah mata karena tidak memiliki nilai
yang setinggi bahan galian A dan B. Sekarang mulai diperhitungkan karena
memiliki permintaan dan kebutuhan yang meningkat. Karena bahan galian C ini
biasanya digunakan sebagai bahan dasar pembangunan infrastruktur, baik bangunan
pribadi, swasta maupun pemerintah. Oleh karena itu mulai banyak orang yang
melakukan penambangan bahan galian C.
2.2 Dampak Penambangan Bahan Galian Bangunan
Dari beberapa jenis bahan galian golongan C yang paling banyak penambangannya
dilakukan adalah pasir, kerikil, batu kali dan tanah urug. Usaha penambangan
terutama tanah urug tersebut harus mendapat perhatian serius, karena sering kali
usaha penambangan tersebut dilakukan dengan kurang memperhatikan akibatnya
terhadap lingkungan hidup. Pada umumnya pengusaha penambangan bahan galian
golongan C melakukan kegiatan penambangan memakai alat berat. Dalam pemakaian
alat-alat berat inilah yang mengakibatkan terdapatnya lubang-lubang besar bekas
galian yang kedalamannya mencapai 3 sampai 4 meter, dan apabila bekas galian ini
tidak direklamasi oleh pengusaha mengakibatkan lingkungan sekitarnya menjadi
rusak.
Pada umumnya proses pembukaan lahan tambang dimulai dengan pembuatan jalan
masuk, pembersihan lahan (land clearing) yaitu menyingkirkan dan menghilangkan
penutup lahan berupa vegetasi, tumbuhan perdu dan pohon-pohon, kemudian
dilanjutkan dengan penggalian dan pengupasan tanah bagian atas (top soil) atau
dikenal sebagai tanah pucuk. Setelah itu dilanjutkan kemudian dengan pengupasan
batuan penutup (overburden), tergantung pada kedalaman bahan tambang berada.
Proses tersebut secara nyata akan merubah bentuk topografi dari suatu lahan, baik dari
lahan yg berbukit menjadi datar maupun membentuk lubang besar dan dalam pada
permukaan lahan khususnya terjadi pada jenis surface mining. Dari setiap tahapan
kegiatan berpotensi menimbulkan kerusakan lahan.
Penambangan bahan galian C tersebut. Pada umumnya pengusaha penambangan
bahan galian C menggunakan alat-alat berat untuk mengeruk bahan galian tersebut
sehingga meninggalkan lubang-lubang besar dan apabila tidak direklamasi akan
menyebabkan lingkungan sekitarnya menjadi rusak. Selain menggunakan alat-alat
berat, truk-truk besar digunakan untuk pendistribusiannya. Sehingga menebang
vegetasi penutup akibatnya akan meningkatkan erosi di daerah tersebut. Rona awal
lahan yang sebelumnya kebun tanaman budidaya masyarakat sekitar di pinggiran
sungai akibat penambangan terjadi pelebaran alur sungai apabila sungai meluap akan
merendam tanaman budidaya tersebut. Akibat dari pelebaran alur sungai yang
akibatkan erosi lateral menyebabkan pendangkalan sungai dan mengurangi debit air
sungai. pada musim kemarau daerah tersebut akan kesulitan mencari air disungai dan
muka air sungai akan menurun sejalan dengan menyusutnya debit air sungai.
Selain masalah fisik daratan terdapat juga masalah lain seperti pencemaran air.
Pencemaran air yang terjadi terutama disebabkan oleh tetesan minyak dari alat yang
digunakan dan disebabkan oleh proses pengerukan material di dalam air sehingga air
bercampur minyak sedangkan sungai-sungai tersebut sebagian besar masih digunakan
masyarakat sebagai sarana MC (mandi dan cuci) dan masih ada juga yang
menggunakannya sebagai sumber air bersih. Habitat yang ada di dalam air terutama
ikan-ikan dan berbagai hidup lainnya juga akan terganggu. Kebisingan yang
ditimbulkan oleh aktivitas mesin yang digunakan akan sangat mengganggu
ketenangan.

2.3 Reklamasi dan Rehabilitasi


Berbagai dampak yang timbul dari kegiatan pertambangan pada dasarnya dapat
diminimalisir memalui proses akhir dari aktivitas pertambangan yaitu reklamasi dan
penutupan tambang (mining closure) dengan baik dan sesuai prosedur. Setiap
perusahaan tambang wajib melakukan hal tersebut sebagaimana telah diatur oleh
pemerintah (Peraturan ESDM No. 1824 Tahun 2018). Reklamasi adalah kegiatan
yang bertujuan memperbaiki atau menata kegunaan lahan yang terganggu sebagai
akibat kegiatan usaha pertambangan, agar dapat berfungsi dan berdaya guna sesuai
peruntukannya serta terjaminnya kesejahteraan generasi sekarang dan mendatang.
Reklamasi tidak berarti akan mengembalikan seratus persen sama dengan kondisi
rona awal. Sebuah lahan atau gunung yang dikupas untuk diambil isinya hingga
kedalaman ratusan meter, walaupun sistem gali timbun (back filling) diterapkan tetap
akan meninggalkan lubang besar seperti danau .
Pada prinsipnya kawasan atau sumberdaya alam yang dipengaruhi oleh kegiatan
pertambangan harus dikembalikan ke kondisi yang aman dan produktif melalui
rehabilitasi. Kondisi akhir rehabilitasi dapat diarahkan untuk mencapai kondisi seperti
sebelum ditambang atau kondisi lain yang telah disepakati. Namun kebanyakan
pemrakarsa kegiatan pertambangan kurang memperhatikan prosedur reklamasi dan
rehabilitasi. Kegiatan rehabilitasi dilakukan merupakan kegiatan yang terus menerus
dan berlanjut sepanjang umur pertambangan sampai pasca tambang. Tujuan jangka
pendek rehabilitasi adalah membentuk bentang alam (landscape) yang stabil terhadap
erosi. Selain itu rehabilitasi juga bertujuan untuk mengembalikan lokasi tambang ke
kondisi yang memungkinkan untuk digunakan sebagai lahan produktif. Bentuk lahan
produktif yang akan dicapai menyesuaikan dengan tataguna lahan pasca tambang.
Penentuan tataguna lahan pasca tambang sangat tergantung pada berbagai faktor
antara lain potensi ekologis lokasi tambang dan keinginan masyarakat serta
pemerintah. Bekas lokasi tambang yang telah direhabilitasi harus dipertahankan agar
tetap terintegrasi dengan ekosistem bentang alam sekitarnya.
Dampak positif yang ditimbulkan dari penambangan bahan galian C yaitu (1)
terserapnya tenaga kerja sehingga mengurangi pengangguran, (2) menambah
pendapatan masyarakat, (3) menambah pendapatan asli daerah (PAD) melalui pajak,
iuran-iuran dan retribusi penambangan, dan (4) memperlancar akses transportasi.

2.4 Rencana Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat


Sejak diterbitkannya Peraturan Menteri ESDM No. 25 Tahun 2018 tentang
Pengusahaan Pertambangan Mineral & Batubara dan Keputusan Menteri ESDM No.
1824 Tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengembangan dan Pemberdayaan
Masyarakat, selanjutnya dalam pelaksanaan Program Pengembangan dan
Pemberdayaan Masyarakat (PPM).
Kegiatan yang dapat dilakukan untuk pengembangan dan pemberdayaan
masyarakat adalah :
1. Pendidikan (dapat berupa:beasiswa; pendidikan, pelatihan keterampilan,
dan keahlian dasar; bantuan tenaga pendidik;bantuan sarana dan/atau
prasarana pendidikan;dan/atau pelatihan dan kemandirian masyarakat).
2. Kesehatan (dapat berupa:kesehatan Masyarakat Tambang; tenaga
kesehatan;dan/atau sarana dan/atauprasarana kesehatan).
3. Tingkat pendapatan riil atau pekerjaan (dapat berupa:kegiatan ekonomi
menurut profesi yang dimiliki seperti perdagangan, perkebunan,pertanian,
peternakan,perikanan, dan kewirausahaan;atau pengutamaan penggunaan
tenaga kerja Masyarakat Sekitar Tambang sesuai dengan kompetensi).
4. Kemandirian ekonomi (dapat berupa: peningkatan kapasitas dan akses
Masyarakat Setempat dalam usaha kecil dan menengah; pengembangan
usaha kecil dan menengah Masyarakat Sekitar Tambang;dan/atau
pemberian kesempatan kepada Masyarakat Sekitar Tambang untuk ikut
berpartisipasi dalam pengembangan usaha kecil dan menengah sesuai
profesinya).
5. Sosial dan budaya (dapat berupa: bantuan pembangunan sarana dan/atau
prasarana ibadah dan hubungan di bidang keagamaan; bantuan bencana
alam; dan/atau partisipasi dalam pelestarian budaya dan kearifan lokal
setempat).
6. Pemberian kesempatan kepada masyarakat setempat untuk ikut
berpartisipasi dalam pengelolaan lingkungan kehidupan Masyarakat Sekitar
Tambang yang berkelanjutan;
7. Pembentukan kelembagaan komunitas masyarakat dalam menunjang
kemandirian PPM;
8. Pembangunan infrastruktur yang menunjang PPM.
BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Sejak diterbitkannya Peraturan Menteri ESDM No. 25 Tahun 2018 tentang
Pengusahaan Pertambangan Mineral & Batubara dan Keputusan Menteri ESDM No.
1824 Tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengembangan dan Pemberdayaan
Masyarakat, selanjutnya dalam pelaksanaan Program Pengembangan dan
Pemberdayaan Masyarakat (PPM).
Beberapa pilar strategis program yang juga merupakan arah kebijakan dan prioritas
seperti bidang Pendidikan, Kesehatan, Ekonomi, Sosial dan Budaya, Lingkungan,
Kelembagaan, serta Infrastruktur, secara teknis operasionalnya dilakukan melalui 3
(tiga) pola dukungan, yaitu; 1. Program Pengembangan Kawasan Perdesaan Mandiri
(PKPM); 2. Kemitraan Strategis; dan 3. Konstribusi Strategis. Sejalan dengan
kebijakan operasionalnya, pola ini dilaksanakan dengan semangat penguatan
kompetensi sumberdaya manusia, terpadu dengan kelembagaan masyarakat, dan
semangat kemitraan.
3.2 Kritik dan Saran
Dalam makalah ini penulis berkeinginan supaya makalah ini bermanfaat bagi
pembaca dan dapat menambah pengetahuan tentang Dampak Bahan Galian Bahan
Bangunan dan Kegiatan Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat sesuai
Keputusan Menteri ESDM No. 1824 Tahun 2018.

Anda mungkin juga menyukai