Anda di halaman 1dari 6

TAMBANG BATUBARA SEBAGAI TRIGGER KRISIS SOSIAL DAN LINGKUNGAN DI

RT. 24 KELURAHAN SANGA-SANGA DALAM KECAMATAN SANGA-SANGA,


KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

Dosen: Prof. Dr. Marjono., M.Phil.


MK Prinsip-Prinsip Ekologi Lingkungan

NOVIYANTI
NIM : 237000100111018

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
PROGRAM DOKTOR ILMU LINGKUNGAN
MALANG
2023
ABSTRAK
Kalimantan Timur memiliki cadangan batubara yang cukup besar, sangat
memungkinkan untuk menghasilkan bahan bakar minyak pengganti (sumber energi alternatif)
dengan memanfaatkan teknologi pencairan batubara untuk menjadi bahan bakar minyak.
Berdasarkan hasil perhitungan, usaha batubara cair layak produksi jika ada diversifikasi produk
dan jaminan produk diatas harga yang berlaku. Area pertambangan yang berkembang cukup
pesat dan mengalami perluasan area eksplorasi wilayah kalimantan Timur adalah tambang
batubara. setelah era penebangan hutan dan industri kayu. Lahan bekas tambang batu bara ini tiap
tahunnya mengalami peningkatan perluasan wilayah areal penambangan.
Industry tambang batubara sebagai trriger terjadinya krisis social dan lingkungan di RT. 24, Kel.
Sanga-Sanga Dalam, Kec. Sangsanga, Kutai Kartanegara. aktivitas tambang batubara menjadi
trriger terjadinya dua krisis sekaligus, yaitu: krisis social dan krisis lingkungan. Pertama, Krisis Sosial:
pada aspek ini aktivitas tambang batubara menjadi penyebab terjadinya konflik horizontal dan konflik
vertical. Secara horizontal konflik social terjadi antara warga vs warga, sedangkan konflik vertical
melibatkan warga vs pemerintah Kec. Sanga-Sanga dan warga vs perusahaan tambang batubara.
Kedua, Krisis Lingkungan: pada aspek ini aktivitas tambang batubara menjadi penyebab
hilangnya keseimbangan lingkungan. Dampaknya adalah wilayah RT. 24 Sanga-Sanga Dalam
sering terjadi bencana alam seperti banjir jika hujan turun, air menjadi tercemar, dan tanah
dipenuhi lubang galian tambang yang tidak kunjung direhabilitasi. Dua krisis tersebut masih
bertahan hingga kini meskipun aktivitas tambang batubara telah berhenti.
1. KONDISI REAL
Warga RT.24 merasakan bahwa tempat mereka tidak layak huni karena polusi udara,
banjir, serta jalur perjalanan tidak memadai karena adanya aktivitas yang sangat dekat serta
tidak efektif dan efesien dalam sebuah permukiman warga. Perusahan yang mengakibatkan itu
yang terakhir adalah perusahan CV. Sanga-Sanga Perkasa, yang dimana pihak perusahaan
tidak melihat atau tidak memerhatikan dampak yang dirasakan masyarakat. Pengalaman ini
menjadi pelajaran bagi warga Sanga-Sanga Dalam terutama di wilayah RT. 24, akibat dari
aktivitas pertambangan di Kelurahan Sanga-sanga Dalam RT.24 ini bukan hanya merusak
lingkungan tetapi juga berpengaruh terhadap kondisi sosial di daerah sekitar pertambangan.
Kondisi sosial masyarakat di Kelurahan Sanga-Sanga Dalam khususnya di RT.24
sebelum adanya perusahaan tambang warga berkehidupan secara layak dengan pekerjaan
sebagai petani dan beternak memiliki tempat tinggal layak huni. Berbeda dengan saat ini
dampak pasca pertambangan justru membuat masyarakat harus kehilangan mata pencaharian
yang biasanya mereka tekuni sebelum adanya tambang, Dampak dari pertambangan batubara
sangatlah berpengaruh terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat dalam aspek mata
pencaharian dikarenakan hilangnya sumber pencaharian serta lahan untuk bertani dan
beternak. Pemanfaatan kawasan industri pertambangan batubara di Kampung cukup banyak
berdampak bagi masyarakat lokal Salman (2019: 101)

2. KERUSAKAN LINGKUNGAN YANG TERJADI


a. Banjir saat musim hujan di RT.24 Kelurahan Sanga-Sanga Dalam:
Akibat jebolnya setting pond tersebut, air yang dimuntahkan membuat banjir bandang
dengan membawa material pasir menuju kali (parit) utama yang melintasi RT.24 Kelurahan
Sangsanga Dalam dengan Kelurahan Sarijaya sepanjang 4 km. parit yang semula memilki
kedalaman 2m menjadi 0,5m dikarenakan penuh dengan pasir dan lumpur. Jika terjadi
hujan maka menyebabkan pendangkalan parit yang meluap ke permukiman warga.
Kerusakan lingkungan di RT.24 Kelurahan Sanga-Sanga Dalam menjadi perhatian
khusus dari masyarakat yang tinggal di wilayah itu sendiri dan beberapa relawan yang juga
peduli tentang lingkungan.lubang bekas tambang mengakibatkan banjir bandang,
karena setting pond CV SSP jebola dan mambawa timbunan tanah ke parit utama
RT.24 dengan kedalaman 2 meter menjadi 0,5 meter. Ketika hujan turun, air dan
pasir meluap ke perkebunan dan pemukiman warga
b. Kerusakan Lingkungan dialami masyarakat RT.24 Kelurahan Sangsanga Dalam ialah
terjadinya kerusakan lingkungan yang menimbukan bencana seperti banjir, parit yang
penuh dengan material akibat aktivitas penambangan juga mengubur sumber air bersih
masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari, jadi masyarakat sekarang sebagian menggunakan
air PDAM sebagian juga menggunakan air hujan dan air yang berada di bekas lubang
tambang. Dampak negatif terjadianya perubahan sosial yang dialami oleh masyarakat
RT.24 Kelurahan Sanga-Sanga Dalam seperti terjadinya konflik dan rusaknya lingkungan
yang mengakibatkan sebagian masyarakat tidak bisa bertani seperti biasanya. Krisis
lingkungan akibat perusahaan tambang batubara ini membawa dampak buruk bagi
lingkungan sekitar wilayah RT 24
3. Krisis sosial yang terjadi

a. Terjadinya keributan pada pihak perusahaan akibat banjir terjadi dan tercemarnya sumber
air masyarakat.

b. adanya perusahaan tambang perubahan yang terjadi di kehidupan sosial masyarakat


cukup banyak, pola kehidupan masyarakat setempat juga banyak mengalami perubahan
yang dulunya masyarakat lokal hanya mengandalkan lahan untuk berladang, bertani,
dan berternak kini masyarkat sudah beralih ke bidang lain seperti menjadi karyawan
perusahaan tambang, kerja serabutan misalnya menjadi tukang, tetapi masyarakat
juga masih ada mengandalkan lahan bekas tambang untuk berkebun karena tidak
memiliki pekerjaan tetap.

4. Upaya-Upaya Yang Dapat Dilakukan


a. Pembenahan regulasi dengan mencabut kebijakan-kebijakan di Bidang
Pertambangan yang secara hierarki bertentangan dengan UUD 1945 dan
semangat yang ada di dalamnya
b. Membuat standar pengelolaan Lingkungan Hidup yang tinggi dalam industri
Pertambangan.
Salah satu ciri kegiatan pertambangan adalah bahwa kegiatan ini memiliki
resiko yang tinggi, padat teknologi dan padat modal. Resiko tinggi pada
kegiatan pertambangan terdapat selain pada keselamatan kerja bagi pekerja
tambang juga pada lingkungan area pertambangan terutama akibat yang dapat
ditimbulkannya pada lingkungan hidup pasca kegiatan pertambangan yang
berlangsung. Selama ini perusahaan pertambangan cenderung untuk
meninggalkan kawasan eks tambang begitu saja tanpa proses reklamasi yang
layak. Apalagi jika pertambangan yang dilakukan adalah pertambangan
terbuka, jenis pertambangan dengan cara ini lebih tidak mungkin direklamasi
karena kerusakan yang ditimbulkannya pada bentang alam permukaan bumi
sangat parah.
c. Memberi perlindungan kepada masyarakat di sekitar lokasi pertambangan.
Pertambangan merupakan kegiatan yang sarat dengan resiko. Resiko yang
muncul dari kegiatan ini tidak hanya berupa rusaknya lingkungan hidup, tetapi
juga terancamnya nyawa masyarakat yang berada di sekitar lokasi
pertambangan yang menggantungkan hidupnya dari alam dengan
memanfaatkan kekayaan alam yang ada, termasuk di lokasi pertambangan.
Tambang
d. Reklamasi lahan untuk bekas tambang batu bara
Lahan bekas tambang batubara biasanya memiliki tingkat kepadatan yang
tinggi dan kurang subur dikarenakan adanya bahan-bahan timbunan yang berasal
dari lapisan bawah tanah, baik horizon C maupun bahan induk tanah. Kegiatan
pertambangan adalah bagian dari kegiatan ekonomi yang mendayagunakan
sumber daya alam dan diharapkan dapat menjamin kehidupan di masa yang akan.
Secara teknis kegiatan pertambangan meliputi proses pembersihan lahan;
pengambilan dan penimbunan top soil serta overburden penambangan bahan
galian dan penimbunan kembali sehingga memberikan dampak perubahan bentang
alam. Teknik penambangan yang dilakukan di Kalimantan pada umumnya
menggunakan teknik penambangan terbuka (open pit mining) Lahan bekas
tambang batubara biasanya memiliki tingkat kepadatan yang tinggi dan kurang
subur dikarenakan adanya bahan-bahan timbunan yang berasal dari lapisan bawah
tanah, baik horizon C maupun bahan induk tanah. Kegiatan pertambangan adalah
bagian dari kegiatan ekonomi yang mendayagunakan sumber daya alam dan
diharapkan dapat menjamin kehidupan di masa yang akan.
Secara teknis kegiatan pertambangan meliputi proses pembersihan lahan;
pengambilan dan penimbunan top soil serta overburden penambangan bahan
galian dan penimbunan kembali sehingga memberikan dampak perubahan bentang
alam. Teknik penambangan yang dilakukan di Kalimantan pada umumnya
menggunakan teknik penambangan terbuka (open pit mining) dengan metode gali-
isi kembali (back fillings method). Penggunaan teknik penambangan terbuka (open
pit mining) dengan metode gali-isi kembali (back fillings method) menyebabkan
terjadinya lahan kritis akibat hilangnya vegetasi penutup tanah, adanya tekanan
berat dari gaya gravitasi pada air hujan yang menghantam langsung permukaan
tanah, erosi, terpapar secara langsung oleh sinar matahari dan terjadi pemadatan
tanah yang disebabkan penggunaan alat berat dalam proses penambangan.

c. Biochar merupakan bahan padatan yang terbentuk melalui proses pembakaran


bahan tanpa oksigen (pyrolysis) pada suhu tive 250-500°C. Biochar telah terbukti
bertahan dalam tanah hingga >1000 tahun dan mampu mensekuestrasi karbon
dalam tanah (Bambang, 2012). Penambahan biochar dapat meningkatkan
kesuburan tanah dan mampu memulihkan kualitas tanah yang telah terdegradasi.
Tanaman leguminosa sebagai tanaman cover crop mempunyai beberapa manfaat,
yaitu : berkemampuan untuk bersimbiosis dengan bakteri sehingga dapat
meningkat N bebas dari udara, meningkatkan bahan organik (BO) tanah, dan
dapat dipergunakan sebagai pupuk hijau yang akan memperbaiki kesuburan
tanah. Keberadaan leguminosa sebagai tanaman cover crop diharapkan dapat
memperbaiki kualitas lahan bekas penambangan batubara sehingga terjadi
peningkatan nilai manfaat dari lahan tersebut.Tanah reklamasi lahan bekas
pertambangan batubara dengan pemberian biochar dan mucun penanaman dapat
dilakukan meski dengan biaya yang murah dan juga ramah lingkungan. Ini
memungkinkan kawasan tersebut dimanfaatkan untuk pertanian dan perkebunan.
d. pemanfaatan biomassa dari jenis tanaman kayu energi seperti kaliandra
(Caliandra callothyrsus), gamal (Gliricidia sepium), lamtoro (Leucaena
leucocephala) dan lain-lain. Jenis-jenis tersebut dikenal memiliki sifat-sifat
pertumbuhan (riap) yang cepat dengan percabangan lebat, berat jenis (BJ) tinggi,
mudah tumbuh pada berbagai kondisi tempat tumbuh, cepat bertunas setelah
dipangkas serta kayu yang dihasilkan memiliki nilai kalor yang tinggi.

Anda mungkin juga menyukai