Anda di halaman 1dari 10

KASUS TINDAK KEJAHATAN TERHADAP LINGKUNAN

(Walhi: Kondisi Ekologis Kota Bandar Lampung Semakin Memprihatinkan)

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah penyidikan lingkungan

Di susun oleh

FEBI ISMAIL SUNI - P17333117408

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI

JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN

PRODI D-IV SANITASI LINGKUNGAN

CIMAHI

2020
A. PERMASALAHAN TINDAK KEJAHATAN LINGKUNGAN
Sebagai Ibu Kota Provinsi Lampung, Kota Bandar Lampung memang mendapat
perhatian khusus dari berbagai kalangan, terutama para pegiat lingkungan. Kali ini Wahana
Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Lampung menyoroti beberapa bencana ekologis yang yang
terjadi di Bandar Lampung selama 2019 dan awal 2019, Jumat (17/1).

Direktur Eksekutif Walhi Lampung Irfan Tri Musri mengatakan bahwa kondisi ekologis
Kota Bandar Lampung semakin hari semakin memprihatinkan. "RTH Kota Bandar Lampung
hanya tersisa 11,08 persen, sungai-sungai di Kota Bandar Lampung sudah tercemar dan
mengalami penyempitan dan pendangkalan, kondisi wilayah pesisir Kota Bandar Lampung yang
sudah rusak dan menjadi tempat tumpukan sampah serta tidak maksimalnya pengelolaan sampah
di Kota Bandar Lampung yang mengakibatkan Kota Bandar Lampung selalu mengalami bencana
ekologis banjir, predikat kota terkotor dan kota minim RTH," ujar Irfan.

Sebagai Ibukota Provinsi Lampung, tentunya Kota Bandar Lampung memiliki


karakteristik dan kehidupan yang berbeda dengan kabupaten/kota lainnya di Provinsi Lampung
mulai dari jumlah penduduk, ekonomi, serta kehidupan dan kondisi lingkungan hidup serta
ancaman terkait dengan lingkungan hidup yang sehat dan berkelanjutan. Selama kurun waktu
2019 Walhi Lampung mencoba untuk merangkum beberapa fenomena kerusakan lingkungan
hidup dan bencana ekologis di Kota Bandar Lampung.

1. Permasalahan Sampah
Sampah yang ada di Kota Bandar Lampung setiap harinya terus bertambah. Hal ini
terlihat dari Januari 2019 sampah di Kota Bandar Lampung mencapai 800 ton per hari, kemudian
per 20 September 2019 sampah yang ada di Kota Bandar Lampung mencapai 1.000 ton per hari.
Sampah ini bersumber dari daratan yang kemudian hanyut ke sungai dan bermuara ke laut dan
juga sampah yang berada di pesisir Kota Bandar lampung bersumber dari sampah kiriman dari
laut lepas yang karena karakteristiknya memiliki teluk maka Bandar Lampung juga menjadi
tempat mendarat sampah dari laut lepas yang mana sampah-sampah tersebut didominasi oleh
sampah plastik yang sulit terurai dan membutuhkan waktu lama dalam proses penguraiannya.
Tampak sampah yang bertumpuk di pesisir teluk Lampung | Foto : Dok. Walhi Lampung

Sumber utama dari persoalan sampah ini adalah pada bagian hulu, selain itu TPA Bakung
masih menggunakan system open dumping atau sebatas meratakan sampah menggunakan alat
berat saja tetapi masih banyak hal yang menjadi persoalan dalam pengelolaan sampah di Kota
Bandar lampung seperti minimnya infrastuktur persampahan dari tingkat tapak sampai tingkat
Tempat Pembuangan Akhir (TPA), sarana dan prasarana pengangkut dan pengolah persampahan
sampai dengan minimnya sumber daya manusia dalam pengelolaan dan pengolahan sampah di
Kota Bandar lampung.
Kondisi ekologis Kota Bandar Lampung | Foto : Dok. Walhi Lampung

Selain itu, adanya Bank Sampah juga menjadi solusi penting karena untuk
menanggulangi sampah perkotaan juga sebagai sarana pemberdayaan masyarakat dan
pengembangan ekonomi serta kreativitas, akan tetapi fakta di lapangan Bank Sampah yang
didirikan oleh Pemerintah Kota Bandar Lampung kurang berjalan dengan maksimal, dan seperti
Bank Sampah di Kota Bandar Lampung yang terletak di Lapangan Kalpataru Kelurahan
Beringin Raya, Kecamatan Kemiling dalam pantauan Walhi Lampung juga kurang berjalan
dengan baik yang dikarenakan belum ada dan/atau masih minimnya sumber daya manusia dan
biaya pengelolaan yang disediakan oleh pemerintah Kota Bandar Lampung.

Di Bandar Lampung ada beberapa titik lokasi yang menjadi tumpukan sampah yang
cukup memprihatinkan di antaranya adalah di garis pantai di wilayah Bumi Waras yang tepatnya
di Gang Ikan Semadar, Sukaraja. Sumber sampah ini mulai dari sampah rumah tangga,
lingkungan, hulu pesisir dan bahkan sampah kiriman dari laut lepas.

2. Ruang Terbuka Hijau (RTH)


Selama Lima tahun terakhir Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Bandar Lampung tidak
ada penambahan dan bahkan cenderung berkurang. RTH di Kota Bandar Lampung baru
terpenuhi 11,08 persen yang merupakan masih jauh dari angka ideal yang seharusnya ruang
terbuka hijau publik idealnya minimal 20 persen. Hal ini disebabkan oleh alih fungsi dan bahkan
hilangnya tempat-tempat yang awalnya menjadi RTH kemudian beralih fungsi menjadi gedung
bisnis dan kantor, tempat wisata dan bahkan ada yang menjadi lokasi pertambangan batu dan
tanah.

RTH di Kota Bandar Lampung masih belum maksimal dan perlu pengawasan baik
perawatan lingkungannya maupun peruntukannya. Hal ini disebabkan oleh alih fungsi bahkan
hilang, tempat-tempat yang awalnya menjadi RTH menjadi gedung bisnis dan kantor. RTH di
dalam kota juga setidaknya dapat menekan perubahan iklim, sehingga RTH mampu menjadi
mitigasi dalam laju emisi gas rumah kaca terutama di wilayah perkotaan.

3. Pencemaran Udara
Kota Bandar Lampung sebagai Ibu Kota Provinsi Lampung dan merupakan salah satu
kota terpadat yang ada di Provinsi Lampung tentu memiliki udara yang tidak sesegar dan
sebersih kabupaten lainnya yang ada di Provinsi Lampung. Seperti yang kita ketahui, bahwa
setiap kota akan identik dengan pencemaran udaranya. Indeks Kualitas Udara di Kota Bandar
Lampung sendiri, kualitas udaranya saat ini ada pada satu level di bawah baik, hal ini
kemungkinan disebabkan oleh padatnya kendaraan di Kota Bandar Lampung. Karena padatnya
kendaraan merupakan salah satu penyebab polusi udara di suatu wilayah, faktor lainnya yang
menjadi penyumbang pencemaran udara adalah asap dari industri.

Indeks Nilai Kualitas Udara di Kota Bandar Lampung | Foto : Dok. Walhi Lampung

Berdasarkan pengamatan Walhi Lampung selama 2019 dengan menggunakan Aplikasi


Air Matters23, indeks kualitas udara (Air Quality Indeks/AQI) kota Bandar Lampung pada 2019
rata-rata berada di level sedang/moderate dengan angka indeks kualitas udara 80 sedangkan
untuk rata-rata angka paparan PM 2.5 ialah 26 Mikrogram/M3 dan untuk paparan PM 10 ialah
34 Mikrogram/M324. Pada Juni 2019, indeks kualitas udara Kota Bandar Lampung pernah
mencapai pada rata-rata angka tidak sehat yaitu berada pada angka indeks kualitas udara 113.

4. Kondisi Sungai
Di Bandar Lampung setidaknya ada 23 sungai yang keadaan dan kualitas airnya yang
sangat buruk. Hal ini dikarenakan sungai di Bandar Lampung mengalami pendangkalan dan
penyempitan. Selain itu, terkait manajemen pengelolaan sungainya juga masih buruk, terlihat
dengan adanya masalah sampah di sungai maupun pesisir kota.

Daftar sungai dan bukit di Bandar Lampung | Foto : Dok. Walhi Lampung

Selain permasalahan sampah di sungai, beberapa aktivitas usaha juga diduga melakukan
perusak dan pencemaran sungai di Kota Bandar Lampung karena sungai menjadi tempat
pembuangan segala macam limbah, mulai dari limbah domestik, sampah, tinja, dan akhirnya
mencemari sungai-sungai yang ada di Kota Bandar Lampung. Terlebih lagi di bagian hulu
sungai-sungai yang ada di Kota Bandar Lampung kondisinya juga sudah sangat kritis sehingga
menyebabkan sungai-sungai di Kota Bandar Lampung mengalami kekeringan di musim kemarau
dan juga berpotensi mengalami bencana banjir di musim hujan akibat betonisasi bagian sungai
dan sistem drainase sungai yang kurang baik.

5. Kondisi Bukit
Berdasarkan data Walhi Lampung, Bandar Lampung memiliki 33 bukit, dimana kondisi
bukit di Kota Bandar Lampung beberapa sudah rusak bahkan rusak parah, hal ini disebabkan
oleh alih fungsi menjadi pertambangan, pemukiman dan tempat wisata. Walhi mencatat ada 20
bukit yang kondisinya rusak sedang dan parah, artinya bisa dikatakan 70% bukit di kota ini
sudah rusak sedang hingga parah. Tanggal 1 November 2019 Bukit Perahu/Bukit Onta
mengalami longsoran.

Pemerintah Kota Bandar Lampung sebut bahwa izin pertambangan bukit/gunung


kewenangannya ada di Provinsi Lampung. Pemkot seharusnya membuat regulasi khusus
perlindungan dan pengelolaan bukit serta melakukan upaya-upaya pengawasan, karena longsor
ini bukan terjadi secara alami melainkan adanya campur tangan manusia sebab lokasi longsor
berada di lokasi penambangan batu. Walhi Lampung berharap sudah saatnya pemerintah Kota
Bandar Lampung segera melakukan tindakan dan membuat regulasi terkait dengan perlindungan
dan pengelolaan bukit di Kota Bandar Lampung. Karena bukit-bukit di Kota Bandar Lampung
memiliki fungsi ekologis yang sangat tinggi sebagai daerah tangkapan air dan juga sebagai
penyerap karbon.

6. Bencana Banjir
Februari 2019, Kota Bandar Lampung mengalami banjir yang cukup parah yang terjadi di
beberapa titik diantaranya Labuhan Ratu, Sukabumi, Teluk Betung Selatan, Way Halim,
Kedamaian, Tanjung Karang Barat, Bumi Waras, Kedaton, dan Sukarame.

Berdasarkan keterangan Sekretaris BPBD Kota Bandar Lampung terdapat enam


Kecamatan yang memiliki potensi banjir antara lain, Teluk Betung Selatan, Teluk Betung Barat,
Teluk Betung Timur, Bumi Waras, Panjang, dan Kedamaian, dan yang terdampak ini berada di
bantaran sungai maupun daratan.

Salah satu penyebab banjir ini adalah luapan air dari sungai karena aliran sungai sebagian
tersumbat oleh sampah, daerah resapan air yang beralih fungsi, hingga banyaknya drainase yang
sempit dan hal ini membuktikan bahwa daya dukung dan daya tampung lingkungan Kota Bandar
Lampung sudah mengalami perubahan yang sangat drastis sehingga menyebabkan terjadinya
banjir ketika musim hujan tiba.

Di penghujung 2019, Kota Bandar Lampung kembali diberi peringatan oleh alam yaitu
berupa bencana banjir. Setidaknya banjir kali ini cakupan wilayah dan jumlah titiknya lebih luas
dari banjir-banjir yang terjadi sebelumnya. Tepat pada 28 Desember 2019 malam hingga 29
Desember 2019 dini hari Bandar Lampung diguyur hujan dengan intensitas tinggi dan dalam
kurun waktu yang cukup lama, sehingga menyebabkan bencana banjir di kota Bandar Lampung
yang terjadi di 20 titik. Adapun 20 titik tersebut ialah : Jalan Jati Tanjung Gading, Jalan Haji
Komarudin Rajabasa, Jalan RA Kartini depan Hotel Horison, Beberapa ruas Jalan ZA
Pagaralam, Jalan Pramuka Rajabasa, Jalan Haji Sabari Lingkungan 02 Bumi Kedamaian, Talang
Garuntang Teluk Betung Selatan, Jalan RA Kartini depan Central Plaza, Jembatan Sungai Gang
Citra Rajabasa Raya, Kampung Karawang Garuntang, Jalan Abas Anang Koala Panjang, Gang
Nyunyai Rajabasa, Jalan Ikan Baung Kupang Teba, Jalan Haji Sabari RT 14 Bumi Kedamaian,
Perumahan Blora Persada Kemiling, Jalan Urip Sumoharjo perempatan lampu merah Bypass,
Srengsem Panjang depan PT Hanjung, Puskesmas Permata Sukarame belakang UIN RIL,
Sepang Jaya Labuhan Ratu dan jalan Cendana Way Dadi Baru Sukarame.
Persoalan ekologis yang dihadapi Bandar Lampung | Foto : Dok. Walhi Lampung

7. Pesisir Kota Bandar Lampung


Kondisi pencemaran pesisir di Kota Bandar Lampung kian menjadi bukti nyata banyak
tumpukan sampah di pesisir Pantai di Kota Bandar Lampung. Pencemaran limbah industri
diduga juga turut mencemari kawasan pantai di Kota Bandar lampung. Pada awal Juni lalu,
masyarakat Kota Bandar Lampung dikagetkan dengan adanya ikan-ikan serta biota laut lainnya
mati yang diduga imbas pembuangan limbah kapal yang bersandar di Pelabuhan Panjang.

Sebagian limbah yang terbawa ke laut umumnya berasal dari pembuangan di sungai-
sungai di Bandar Lampung, mulai dari limbah rumah tangga hingga limbah pabrik. Oktober
2019 sejumlah nelayan Sukaraja Teluk Lampung mengeluhkan masih ada limbah-limbah pabrik
yang dibuang ke perairan teluk Lampung. Dampaknya, hasil tangkapan ikan nelayan payang
selalu berkurang setiap hari, apalagi perairan tersebut sekarang sudah dipenuhi sampah plastik.

Ada dua hal yang mengancam keberadaan nelayan payang yang tergabung dalam
Komunitas Nelayan Sukaraja. Pertama, pembuangan limbah pabrik ke laut masih berlangsung
sampai sekarang. Kedua, banyaknya sampah-sampah plastik setiap harinya.

Tumpukan sampah di pesisir Kota Bandar Lampung sudah semakin nyaa mengancam
kelestarian lingkungan hidup terutama ekosistem pesisir Kota Bandar Lampung. Saat ini
tumpukan sampah di pesisir Bandar Lampung sudah sangat memprihatinkan, bahkan ada
tumpukan sampah di pesisir Kota Bandar Lampung memiliki ketebalan lebih dari 1 meter.

Walhi menekankan agar Pemerintah Kota Bandar Lampung menyiapkan rencana aksi
yang strategis dan segera demi terciptanya wilayah pesisir Kota Bandar Lampung yang bersih
dan berkelanjutan. Sampah di Pesisir Kota Bandar Lampung tidak dapat diselesaikan dalam
waktu yang singkat dan hanya sekedar seremonial semata, melainkan harus ada tim khusus
dengan berbasis masyarakat lokal yang dibentuk untuk menanggulangi sampah di pesisir Kota
Bandar Lampung. Selain sumber daya manusia tersebut, untuk menanggulangi sampah di pesisir
Kota Bandar Lampung juga harus disediakan sistem dan infrastruktur untuk pengelolaan sampah
pesisir Kota Bandar Lampung.
Peratuan yang mengatakan bahwa ini pelanggaran tindak pidana ataun kejahatan
terahdap lingkungan

a. Tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan

mana yang disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang

siapa yang melanggar larangan tersebut.21

b. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya,

keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang

mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan

kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. (Pasal 1 angka 1 Undang- Undang

Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup)

c. Bahan berbahaya dan beracun yang selanjutnya disingkat B3 adalah zat, energi,

dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik

secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak

lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta

kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain. (Pasal 1 angka 21 Undang-

Undang Nomor 32 Tahun 2009)

Anda mungkin juga menyukai