Anda di halaman 1dari 6

Danau Tondano Nasibmu Kini, Masalah Eutrofikasi, Eceng

gondok, Pendangkalan dan penyempitan

3. Limbah pertanian

Ketika sedang musim hama, para petani biasa menggunakan insektisida untuk melindungi
tanaman- tanaman komoditi pertanian. Penggunaan beberapa jenis insektisida seperti dichloro
diphenil trichonetan (DDT) yang berlebihan dapat menyebabkan pencemaran air. Jika limbah
pertanian tersebut tidak diolah dan langsung dibuang ke sungai maka akan menyebabkan
pencemaran sungai. Air sungai menjadi kekurangan oksigen dan pada akhirnya akan
mempengarui ekosistem sungai.
Air Sungai Jeneberang tercemar berat

Jumaidil Halide

Senin, 12 Mei 2014 - 20:47 WIB

views: 11.723

Sindonews.com - Kualitas air Sungai Jeneberang yang selama ini menjadi salah satu sumber baku air
minum untuk wilayah Makassar dan sekitarnya, cukup memprihatinkan. Badan Lingkungan Hidup
Daerah (BLHD) Sulawesi Selatan (Sulsel) bahkan melabeli kualitas air sungai yang melintasi Kabupaten
Gowa dan dua kecamatan di Makassar ini, sangat buruk.

Berdasarkan data dari BLHD Sulsel per akhir 2013, mutu air Sungai Jeneberang berada pada tingkat
cemar berat. Parameternya mengacu pada hasil uji TSS, BOD, NO2, H2S, dan CI yang berada di atas
baku. Kondisi ini diperparah dengan lahan hutan di sekitar Sungai Jeneberang yang luasnya sekitar 2.462
hektare, tergolong kritis.

Kepala BLHD Sulsel Hasbi Nur mengungkapkan, umumnya pencemaran air sungai Jeneberang ini berasal
dari erosi di pinggiran sungai yang disebabkan oleh penebangan hutan. Pencemaran juga diakibatkan
oleh aktivitas pertambangan yang dilakukan di pinggiran sungai. "Hal inilah yang mengakibatkan
terjadinya peningkatan sedimentasi di aliran sungai," kata Hasbi, Senin (12/5/2014).

Masalah lain yang dihadapi adalah aktivitas masyarakat di sekitar sungai yang berakibat pada
pencemaran sungai sepanjang 73 kilometer itu. Misalnya pertanian, limbah rumah tangga, hotel, dan
tempat wisata.

Baca Juga:

 Aktivis Lingkungan Laporkan Oknum Kementerian LHK


 Sungai Cilamaya Karawang Tercemar, Diduga dari Limbah Pabrik di Subang

Di Kecamatan Malino dan Kecamatan Pallangga, Kabupaten Gowa, serta Kecamatan Tamalate misalnya,
banyak perumahan dan pasar yang menyumbang limbah domestik ke badan sungai. "Sumber pencemar
lainnya juga adalah hewan ternak. Kotoran ternak yang masuk ke air sungai menyebabkan kualitas air
memburuk. Limbah pemotongan hewan juga banyak merusak kualitas air di sungai ini," jelas Hasbi.
Jika kondisi ini terus dibiarkan, kondisi Sungai Jeneberang akan semakin parah dan dampaknya akan
dirasakan oleh warga sendiri. Untuk itu, Hasbi mengimbau masyararakat agar bersama-sama menjaga
kebersihan Sungai Jeneberang. Pelaku usaha dan industri diimbau agar dalam melakukan proses
produksinya tidak melebihi baku mutu yang ditetapkan.

"Seharusnya tidak ada lagi warga yang membuang sampah ke sungai. Pelaku pertanian dan perkebunan
juga diminta untuk tidak menggunakan pupuk secara berlebihan dan beralih menggunakan pupuk
organik," imbuhnya.

Hasbi juga mengimbau agar masyarakat dapat bekerja sama untuk mengawasi tindakan pencemaran
yang bisa saja dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. "Silakan lapor ke kami (BLHD Sulsel)
atau pihak berwajib kalau menemukan pelaku industri yang membuang limbahnya ke sungai,"
tandasnya.

https://daerah.sindonews.com/read/862915/25/air-sungai-
jeneberang-tercemar-berat-1399902423
Sungai Citarum dengan segala permasalahannya
Rabu, 17 Januari 2018 07:06 Reporter : Henny Rachma Sari




Sungai Citarum. ©avaxnews.com

Merdeka.com - Penataan Sungai Citarum kini menjadi agenda yang diprioritaskan pemerintah.
Sebab, sungai yang membelah Kota bandung dan daerah sekitarnya tersebut sempat menjadi
primadona lantaran kejernihannya, beberapa tahun lalu.

BERITA TERKAIT

 Tandatanagani Berkas P21, Tersangka Hakim PN Jaksel Segera Jalani Sidang


 Dua Korban Penganiayaan Bahar Bin Smith Dijadwalkan Hadiri Persidangan
 Pindahkan Solar & Premium ke Dermaga, Kapal Angkut 6.000 Liter BBM Terbakar

Sungai yang mempunyai panjang kurang lebih 225 km itu berhulu di Cisanti, lereng Gunung
Wayang, salah satu anak Gunung Malabar, Bandung Selatan. Di saat masa jayanya, kehadiran
Sungai Citarum yang cukup jernih dan bersih sangat membantu penghidupan masyarakat sekitar.
Bahkan, penduduk sekitar juga sangat memelihara kondisinya.
Kini, dalam perjalanannya, Sungai Citarum tak lagi berfungsi sebagai pemasok air untuk
pertanian. Di sekitarnya, dibangun Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) serta waduk.

Yang sangat disayangkan, keberadaan PLTA maupun waduk tidak sejalan dengan pemeliharaan
lingkungan sekitar. Perlahan, Citarum tercemar. Limbah pabrik dan sampah rumah tangga
menggenangi permukaan sungai.

Bahkan, penumpukan sampah yang ada di Sungai Citarum berdampak banjirnya Kota Bandung
saat hujan lebat mengguyur.

Kepala Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citarum, Yudha Mediawan mengatakan, banjir
yang menerjang wilayah Bandung ini tak lepas dari gambaran permasalahan dari citarum hulu
menuju hilir. "Harus dibenahi dari hulu ke hilir agar Bandung bebas banjir," ujar Yudha kepada
Merdeka Bandung saat ditemui dalam acara Seminar Solusi Penanggulangan Banjir Citarum di
Grand Royal Panghegar Hotel, Selasa (15/11).

Berikut adalah permasalahan Citarum Hulu yakni lahan kritis 26,022 hektare (20 persen) dan
erosi sebesar 592.11 ton per hektare per tahun, sampah 500.000 meter kubik per tahun yang tidak
dapat ditampung masuk ke sistem drainase dan sungai.

Kemudian sedimentasi 7,9 juta ton per tahun masuk ke sungai Citarum akibat tingginya erosi
yang terjadi di daerah hulu sunga dan sungai tercemar dari limbah industri yang dibuang ke
Sungai Citarum setiap harinya.

Selanjutnya adalah permukiman berkembang tanpa perencanaan yang baik dan juga tanpa
memperhatikan tata ruang yang ada serta penurunan tanah dicekungan bandung 4-5 centimeter
per tahun karena pengambilan air tanah yang berlebihan oleh industri.

"Untuk permasalahan Citarum tengah satu ada keramba terapug yang melampaui daya dukung
yaitu mengakibatkan menurunnya kualitas air Waduk Saguling, Cirata dan Jatiluhur yang
berdampak pada kesehatan masyarakat dan berkurangnya umur pelayanan hidromekanikal pada
waduk," ujarnya.

Geram, pemerintah pun mengancam akan menutup perusahaan yang seenaknya membuang
limbah ke Citarum.

"Saya hadir di sini walaupun kewenangan Luhut sebagai menko maritim, saya akan menangani
masalah hukum yang masuk dalam penanganan Citarum itu," kata Wiranto usai Rapat
koordinasi dan sosialisasi penataan Sungai citarum di Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota
Bandung, Selasa (16/1).

Dalam rapat tersebut dibahas bahwa ada 3.236 industri tekstil yang berada di kawasan sungai 90
persen tidak memiliki IPAL. 280 Ton limbah kimia per hari serta limbah medis (HIV). Kadar
mercuri dalam ikan budidaya (lele dan ikan mas) di Citarum jauh melebihi ambang batas aman.
Dilaporkan pula laporkan bahwa perusahaan banyak yang melanggar hukum, yang membuat
Citarum lebih kotor lagi.

"Jika tidak kita luruskan ya percuma. Maka saya mengawal sisi hukum, perusahaan, calo
pemalak yang gak beres segera kita bersihkan sehingga simultan nanti, secara teknis menyeluruh
oleh luhut, nanti kalau ada masalah hukum lempar ke saya," ucapnya.

Program penataan Sungai Citarum sendiri mempunyai target dalam 5-10 tahun mendatang, air
sungai tersebut sudah bisa dikonsumsi.

"Paling tidak lima tahun. Lima tahun kita berharap airnya semakin baik, industri semuanya sudah
punya IPAL (Intalasi Pengolahan Air Limbah), orang sudah punya MCK, sehingga tidak buang
kotoran ke sungai," kata Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan.

"Nanti limbahnya dikelola dan airnya layak untuk diminum lagi, apakah lima atau 10 tahun lagi
itu terjadi, kita harus mulai. Itu generasi kamu, saya yang memulai, enggak bisa satu atau dua
tahun, jadi kita harus konsisten," ujarnya. [rhm]

https://www.merdeka.com/peristiwa/sungai-citarum-
dengan-segala-permasalahannya.html

Anda mungkin juga menyukai