OLEH :
HARI ADITYA RAHARJA
1520025025
Latar Belakang
Indonesia memiliki sumber air sebanyak hampir 6% sumber air dunia, atau sekitar
21% sumber air di wilayah Asia Pasifik. Konsumsi air cenderung meningkat secara
signifikan. Menurut Water Environment Partnership di Asia, total permintaan air di tahun
2000 mencapai 156,000 juta m³ per tahun. Angka tersebut diperkirakan akan meningkat dua
kali lipat di tahun 2015. Namun, ketersediaan air bersih justru semakin berkurang karena
degradasi lingkungan dan pencemaran. Laju degradasi sumber-sumber air diperkirakan
mencapai 15-35% per tahunnya. Sungai Citarum di Jawa Barat, Indonesia adalah salah satu
dari sungai yang paling tercemar di negara ini.
Sungai Citarum memiliki peran penting dalam pembangunan ekonomi, tidak hanya
bagi masyarakat yang tinggal di sekitarnya tetapi juga bagi mereka yang tinggal ribuan km
jauhnya disana. Citarum merupakan sumber pasokan air minum bagi Provinsi padat
penduduk Jawa Barat dan Ibukota Jakarta. Daerah aliran sungai Citarum didominasi oleh
sektor industri manufaktur seperti tekstil, kimia, kertas, kulit, logam/elektroplating, farmasi,
produk makanan dan minuman. Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Jawa Barat
(BPLHD Jabar) telah mengkonfirmasi bahwa limbah industri jauh lebih intens dalam hal
konsentrasi dan mengandung bahan-bahan berbahaya. Sebanyak 48% industri yang diamati,
rata-rata pembuangan limbahnya 10 kali melampaui baku mutu yang telah ditetapkan
(BPLDH,2010).
Kontaminasi bahan-bahan kimia berbahaya dan beracun industri dibuktikan oleh
sejumlah penelitian. Perhatian utama diberikan pada bahan kimia beracun yang ditemukan di
sungai, yaitu logam berat. Logam berat merupakan elemen yang tidak dapat terurai
(persisten) dan dapat terakumulasi melalui rantai makanan (bioakumulasi), dengan efek
jangka panjang yang merugikan pada makhluk (Terangna,1991). Pencemaran logam berat
merupakan masalah yang serius terhadap kondisi lingkungan saat ini. Logam berat banyak
ditemukan pada hampir semua jenis limbah industri. Semakin berkembangnya industri akan
menyebabkan peningkatan pencemaran terhadap sumber-sumberair yang berasal dari limbah
industri yang dibuang keperairan tanpa pengolahan terlebih dahulu. Pencemaran logam berat
cenderung meningkat sejalan dengan meningkatnya proses industrialisasi. Pencemaran logam
berat dalam lingkungan (perairan, tanah, udara) bisa menimbulkan bahaya bagi kesehatan.
Efek toksik dari logam berat mampu menghalangi kerja enzim sehingga mengganggu
metabolism tubuh, menyebabkan alergi, bersifat mutagen, teratogen ataupun karsinogen.
Beberapa logam berat yang sering ditemukan dalam limbah industri yaitu seperti
kromium (Cr), kadmium (Cd), tembaga (Cu), nikel (Ni), dan timbal (Pb) ditemukan semula
dalam konsentrasi kecil, namun selanjutnya akan mengalami pemekatan dan menimbulkan
dampak negatif khususnya terhadap kesehatan manusia. Kromium merupakan salah satu
logam berat yang memiliki potensi besar sebagai polutan di lingkungan. Sumber utana
pencemaran kromium di perairan berasal dari industri tekstil. Industri tekstil lebih banyak
menggunakan zat warna sintetik dibandingkan zat warna alam karena zat warna sintetik dapat
memenuhi kebutuhan skala besar, warna bervariasi, dan pemakaiannya lebih praktis. Pada
umumnya zat warna tekstil menggunakan logam berat seperti kromium pada zat warna
mordan, tembaga, dan kobalt pada beberapa zat warna yang ditunjukkan untuk memberikan
warna dan meningkatkan kecermelangan penampakan warna.
Limbah industri yang mengandung logam berat seperti kromium jika di buang ke
lingkungan tanpa melalui pengolahan terlebih dahulu dapat mengakibatkan penambahan
jumlah ion logam pada air lingkungan. Kandungan krom dalam air dapat menimbulkan efek
kesehatan bagi manusia dan lingkungan. Selain itu, para pekerja yang terkontaminasi
kromium akan berakibat pada kesehatan pekerja tersebut.
Rumusan Masalah
Dari permasalahan ini, maka penulis akan membahas mengenai bagaimana dampak
terhadap masyarakat akibat cemaran logam berat kromium (Cr) yang mencemari sungai
citarum dan bagaimana cara menanggulanginya serta sikap pemerintah terhadap tercemarnya
kromium di sungai citarum.
PEMBAHASAN
Berdasarkan data yang di himpun dari Direktori Perusahaan, dapat dilihat bahwa jenis
industri yang mendominasi di daerah aliran sungai citarum adalah industri tekstil.
Proses pada industri tekstil menghasilkan baik limbah organik atau limbah B3 (bahan
berbahaya dan beracun) dalam bentuk limbah cair. Limbah organik yang dihasilkan dari
industri tekstil mampu merubah nilai pH, atau meningkatkan kadar BOD dan COD dalam
badan air. Kebanyakan industri tekstil juga menghasilkan limbah logam berat yang termasuk
dalam kategori berbahaya. Banyak macam elemen logam berat yang dihasilkan dari proses
produksi tekstil, diantaranya Arsen, Cadmium, Krom, Timbal, Tembaga, dan seng. Proses-
proses dalam industri tekstil yang menghasilkan limbah cair antara lain pengkajian dan
penghilangan kanji, pengelantangan, pemasakan, merserisasi, pewarnan, pencetakan, dan
proses penyempurnaan (Potter dan Gani,1994).
Pencemaran limbah industri ini diklaim dapat menurunkan hasil panen padi di daerah
Rancaekek. Berdasarkan hasil estimasi, penurunan produksi yang terjadi mencapai 1 sampai
1,5 ton per hektar per musim panen. Turunnya angka produksi padi dapat berpengaruh
terhadap pendapatan petani. Dari sudut pandang ini, pencemaran sungai ternyata berakibat
pula pada kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat setempat.
Keterangan:
BM adalah Baku Mutu – diitampilkan kriteria mutu air berdasarkan PP. No. 82 thn 2001; Untuk baku mutu
limbah industri dapat merujuk ke Keputusan Gubernur Jawa barat No. 6 Tahun 1999.
Kontaminasi logam berat dari industri tekstil bersumber terutama dari proses “dyeing”
dan “printing”, sedangkan proses-proses lainnya juga sangat mungkin. Dari tabel di atas,
dapat di lihat bahwa salah satu logam berat yaitu kromium heksavalen di beberapa titik
sampel, kandungannya melebihi batas yang di tentukan.
Dyeing adalah proses pemberian warna pada produk-produk tekstil menggunakan
senyawa-senyawa kimia, dyes. Beberapa senyawa pewarna yang digunakan dalam proses ini
antara lain vat dyes, sulfur dyes, reactive dyes, disperse dyes, acid dyes, metal complex dyes,
and basic dye. Beberapa zat warna mengandung tembaga atau logam lain yang diintegrasikan
dalam molekul pewarna. Proses “finishing” juga membuang senyawa organo-metalik
misalnya dari water-repellent, anti-jamur, anti-bau, dan pemadam api. Senyawa-senyawa ini
sangat mungkin mengandung timah, antimoni, dan zink.
C. Pencemaran Logam Berat dari Industri Tekstil yang ada di Daerah Aliran
Sungai Citarum
- Zat Warna pada Produksi Tekstil
Limbah tekstil mengandung bahan-bahan yang berbahaya bila dibuang ke lingkungan,
terutama daerah perairan. Di bantaran sungai atau kali sering dijumpai perairan yang
tercemar oleh limbah tekstil. Cemaran ini ditandai dengan perubahan warna perairan menjadi
merah, biru dan sebagainya yang berasal dari limbah tekstil tersebut. Sebagian besar bahan
yang terdapat dalam limbah tekstil adalah zat warna, terutama zat warna sintetik. Zat warna
sintetik merupakan molekul dengan sistem elektron terdelokalisasi dan mengandung dua
gugus yaitu kromofor dan auksokrom (Ramachandran et al.,2009). Kromofor berfungsi
sebagai penerima elektron, sedangkan auksokrom sebagai pemberi elektron yang mengatur
kelarutan dan warna. Gugus kromofor yang penting yaitu gugus azo (-N=N-), gugus karbonil
(-C=O), gugus etilen (-C=C-), dan gugus nitro (-NO2) yang dapat menimbulkan warna.
Sedangkan beberapa gugus auksokrom yang penting adalah –NH2, -COOH, -SO3H dan –OH
yang bersifat polar sehingga dapat larut dalam air (Ramachandran et al., 2009; Sunarto,
2008). Saat ini, terdapat bermacam-macam jenis zat warna sintetik yang penggunaannya
disesuaikan dengan jenis serat yang akan dicelup, ketahanan warna yang dikehendaki, faktor-
faktor teknis dan ekonomis lainnya.
Beberapa pewarna dapat mengandung tembaga atau logam lain sebagai bagian
terintegrasi dari molekul pewarna. Pada umumnya, pada Color Index diindikasikan bahwa
pewarna yang mengandung logam adalah biru atau hijau. Pewarna ini banyak jenisnya,
hampir 74.000 seri bahan kimia, termasuk pewarna ptalosianin dan pigmen. Masing-masing
pewarna mengandung tembaga sebagai bagian internal dari struktur molekul kromofornya
sehingga sebagian besar logam tersebut akan memapari benang melalui pewarna, kecuali
untuk pewarna langsung yang memiliki sisa 5-15% larutan pewarna yang tidak digunakan
sehingga logam akan terbuang sebagai limbah (Zille, 2005).
- Sifat-sifat Kromium
Kromium mempunyai konfigurasi electron 1s2,2s2,2p6,3s2,3p6,4s2, dan 3d4, sangat
keras, mempunyai titik leleh dan didih tinggi di atas titik didih dan leleh unsur-unsur transisi
deretan pertama lainnya. Bilangan oksidasi yang terpenting adalah +2,+3,dan +6, disebut
terpenting karena reaksi dan senyawa kromium yang sering ditemukan hanya menyangkut
kromium dengan bilangan oksidasi +2,+3,dan +6. Bilangan oksidasi +2,+3,dan +6 adalah
bilangan yang menyatakan sifat muatan spesies tersebut ketika terbentuk dari atom-atomnya
yang netral. Jika didalam keadaan murni melarut dengan keadaan lambat sekali, dalam asam
encer membentuk garam kromium (II). (Achmad,1992)
- Kromium (+2)
Logam kromium biasanya melarut dalam asam klorida atau asam sulfat yang
membentuk larutan (Cr(H2O)6)2+ dengan warna larutan biru langit. Didalam larutan air ion
Cr2+ dapat juga bereaksi dengan H+ dan dengan air jika terdapat katalis berupa serbuk logam.
- Kromium (+3)
Senyawa kromium 3+ adalah ion yang paling stabil diantara logam transisi yang
mempunyai bilangan oksidasi +3. Kompleks Cr3+ umumnya berwarna hijau dan dapat berupa
kompleks anion dan kation. Larutan yang mengandung Cr3+ (Cr(H2O)6)+3 berwarna ungu,
apabila dipanaskan menjadi hijau.
- Kromium (+6)
Kromium (VI) oksida (CrO3) bersifat asam sehingga dapat bereaksi dengan basa
membentuk kromat. Jika larutan ion kroma diasamkan akan dihasilkan ion kromat yang
berwarna jingga. Dalam larutan asam, ion kromat atau ion dikromat adalah oksidator kuat.
Sesuai dengan tingkat valensi yang dimilikinya ion-ion kromium yang telah membentuk
senyawa mempunyai sifat yang berbeda-beda sesuai dengan tingkat ionitasnya. Senyawa
yang terbentuk dari ion Cr2+ akan bersifat basa, ion Cr3+ bersifat ampoter, dan senyawa yang
terbentuk dari ion Cr6+ bersifat asam (Palar,1994).
Cr3+ dapat mengendap dalam bentuk hidroksida. Kromium hidroksida ini tidak larut,
kondisi optimal Cr3+ dicapai dalam air dengan pH antara 8,5-9,5. Kromium hidroksida ini
melarut akan lebih tinggi apabila kondisi pH rendah atau asam. Cr 6+ sulit mengendap,
sehingga penanganannya memerlukan zat pereduksi untuk mereduksi menjadi Cr3+.
Senyawa kromium umumnya dapat membentuk padatan (Kristal CrO3, Cr2O3) larutan
dan gas (uap dikromat). Kromium dalam larutan biasanya berbentuk trivalent (Cr 3+) dan ion
Heksavalen (Cr6+). Dalam larutan yang bersifat basa dengan pH 8 sampai 10 terjadi
pengendapan Cr dalam bentuk Cr(OH)3. Sebenarnya kromium dapat bentuk ion trivalent tidak
begitu berbahaya dibandingkan dengan bentuk heksavalen, akan tetapi apabila bertemu
dengan oksidator dan kondisinya memungkinkan untuk Cr3+ tersebut akan berubah menjadi
sama bahayanya dengan Cr6+.
- Efek fisiologis
Kromium mempunyai fungsi sebagai pengatur glukosa dalam darah, asupan harian
kromium untuk manusia dewasa berkisar antara 50 sampai 200 µg per hari. Senyawa
kromium bersifat oksidator kuat sehingga apabila terkena paparan kromium dapat
menyebabkan iritasi dan korosi. Organ tubuh yang menjadi sasaran pengaruh kromium
adalah paru-paru, ginjal, hati, kulit dan sistem kekebalan tubuh.
- Efek pada kulit
Senyawa kromium dapat menyebabkan sensitasi dan iritasi pada kulit bahkan dapat
menyebabkan eksim pada kulit
- Efek pada sistem pernafasan
Senyawa kromium jika terhirup akan menyebabkan iritasi saluran pernafasan dan dapat
menyebabkan sensitasi pada paru-paru bahkan kanker paru-paru.
- Efek pada ginjal
Studi yang dilakukan pada pekerja yang terkena paparan kromium sebesar (20 µg/m3)
menunjukkan kerusakan pada saluran ginjal. Pada paparan yang lebih tinggi dapat
mengakibatkan matinya sel ginjal.
- Efek pada hati
Paparan kromium dapat menyebabkan kerusakan pada hati, suatu studi menunjukkan bahwa
20% pekerja yang terkena paparan kromium mengalami kerusakan pada hati dan ginjal.Efek
karsinogenikStudi epidemiologi menunjukkan bahwa pekerja yang terpapar kromium dalam
jangka waktu yang lama mengalami kanker paru-paru.
- Efek pada sistem reproduksi
Banyak data yang menunjukkan bahwa kromium dapat mempengaruhi organ reproduksi dan
efek tetratogenik (perkembangan tidak normal dari sel selama kehamilan yang menyebabkan
kerusakan pada embrio) pada hewan.
Uji toksisitas logam berat Cr6+ terhadap histopatologis hati dan insang ikan nila
(Oreochromis niloticus)
(Berdasarkan jurnal dari SitiBariyah,Agung Budiharjo, dan Tetri Widiyani, Program Studi Biologi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sebelas Maret.)
Ikan nila degan jumlah 40 ekor ditempatkan pada 4 buah akuarium yang telah diisi air
sebanyak 36 liter. Ikan diberi perlakuan dengan kromium heksavalen yang berasal dari
senyawa K2Cr2O7 pada 4 macam konsentrasi, yaitu: 0; 57,69; 59,94; dan 83,20 ppm. Pada
penelitian ini, pemaparan kromium heksavalen 96 jam, mengacu pada penelitian yang telah
dilakukan oleh Wirespathi et al.(2012). Data tingkat kelangsungan hidup ikan nila menurun
sesuai naiknya konsentrasi kromium heksavalen. Pada konsentrasi 0 ppm/kontrol tingkat
kelangsungan hidup ikan sebesar 100%, konsentrasi 57,69 ppm sebesar 70%, konsentrasi
59,69 ppm sebesar 50%, dan pada konsentrasi 83,20 ppm sebesar 0%.Semakin besar
konsentrasi logam berat yang dipaparkan pada media pemeliharaan akan berbanding lurus
dengan derajat kelangsungan hidup organisme akuatik yang berada di dalamnya (Lu, 1995).
Paparan kromium heksavalen, dapat menyebabkan ikan menjadi stress. Di dalam
upaya pemulihan diri dari keadaan stress, ikan akan memproduksi hormon kortisol. Namun
untuk jangka panjang kadar kortisol yang tinggi akan berdampak negatif terhadap kesehatan
ikan (Yuniar,2009). Jika kesehatan ikan menurun maka ikan mengalami stress
berkepanjangan sehingga menurunkan kemampuannya untuk mempertahankan diri dari
serangan penyakit. Stress dapat mengganggu sistem imunitas yang berdampak negatif
terhadap kelangsungan hidup. Senyawa K2Cr2O7 yang dilarutkan dalam media air akan
mengubah kondisi fisika-kimia air dari kondisi normal. Ion-ion kromium heksavalen terurai
karena reaksi kimia yang terjadi akibat adanya perbedaan kepekatan cairan dalam tubuh ikan
nila dengan media air. Cr yang masuk ke dalam tubuh akan ikut dalam proses fisiologis atau
metabolisme tubuh. Interaksi yang terjadi antara Cr dengan unsur biologis tubuh
menyebabkan terganggunya fungsi tertentu yang bekerja dalam proses metabolisme karena
ion Cr6+ yang telah masuk ke dalam sel seterusnya larut dalam darah (Palar, 2008).
Logam yang dapat terkakumulasi dalam beberapa jangka waktu menunjukkan bahwa
ion-ion logam telah masuk ke dalam sel, berinteraksi secara kimia, dan dapat menyebabkan
terganggunya fungsi tertentu yang bekerja dalam proses metabolisme tubuh (Palar, 2008).
Kromium heksavalen melewati membran sel melalui empat mekanisme yaitu, difusi pasif
lewat membran, filtrasi lewat pori-pori membran, transport dengan perantaraan carrier, dan
pencaplokan oleh sel (pinositosis) (Lu, 1995).
Kromium heksavalen yang masuk melalui saluran pernafasan (insang) dapat mudah
menembus membran sel karena insang langsung bersentuhan dengan air karena Cr
heksavalen adalah senyawa yang mudah menembus membran sel melalui sistem transportasi
anion dan memiliki kemampuan meminjam atau mengurangi elektron pada Cr (III). Cr (VI)
lebih aktif hingga 1000 kali dibanding Cr (III) terhadap sel hidup. Sehingga Cr (VI) lebih
aktif masuk menembus membran sel kemudian merusak sel tersebut. Kemudian Cr (VI)
menembus sel epitel endothelial kapiler darah dan masuk dalam aliran darah hingga akhirnya
ikut dalam proses metabolisme (Connel, 1995).
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa menunjukkan bahwa logam berat
kromium menyebabkan beberapa kerusakan pada hati, dan insang ikan nila. Pada konsentrasi
0 ppm tidak menunjukkan adanya kerusakan. Pada konsentrasi 57,69 ppm menyebabkan
kerusakan berupa edema, hiperplasia, melano macrophages center, dan fibrosis. Pada
konsentrasi 59,94 ppm menyebabkan kerusakan berupa edema, hiperplasia, melano
macrophages center, dan degerasi hidropsis. Pada konsentrasi 83,20 ppm menyebabkan
kerusakan berupa edema, hiperplasia, fusi lamella, melano macrophages center, kongesti,
fibrosis, dan degenerasi lemak.
Dari dua jurnal tersebut, dapat disimpulkan bahwa kromium heksavalen sangat
berbahaya bagi lingkungan. Selain berbahaya bagi lingkungannya, kromium tersebut jika
kandungannya cukup tinggi pada badan air, maka akan mengakibatkan organisme yang hidup
dibadan air tersebut mengalami gangguan fungsi fisiologis pada organisme tersebut.
Sungai citarum merupakan salah satu sungai yang sudah tercemar logam berat salah
satunya kromium, maka organisme yang hidup di sepanjang aliran sungai citarum tersebut
akan terganggu, dan jika disalah satu alirannya kadar kromium cukup tinggi, maka
organisme-organisme tersebut akan mati. Bukan hanya air sungai saja yang tercemar, tetapi
tanah disungai tersebut dapat tercemar akibat logam berat kromium tersebut, sehingga petani
dapat gagal panen atau panennya berkurang akibat kontaminasi logam berat tersebut.
- Cleaner Production
Satu-satunya cara adalah dengan program produksi bersih (Cleaner Production).
Produksi bersih adalah usaha berkelanjutan pada seluruh siklus hidup produk dan proses
untuk mengurangi risiko terhadap manusia dan lingkungan. Dengan adanya cleaner
production ini, maka tidak ada lagi limbah B3 yang tercemar di sungai citarum.
PENUTUP
Kesimpulan
Sungai Citarum memiliki peran penting dalam pembangunan ekonomi, tidak hanya
bagi masyarakat yang tinggal di sekitarnya tetapi juga bagi mereka yang tinggal ribuan
kilometer jauhnya disana. Seiring berjalannya waktu, sungai citarum dari tahun ketahun
tercemar limbah. Salah satunya adalah limbah industri tekstil. Limbah industri tekstil
mengandung logam berat berbahaya salah satunya Kromium (Cr). Logam berat kromium
jika di buang ke badan air tanpa melalui pengolahan terlebih dahulu dapat mengakibatkan
penambahan jumlah ion logam pada badan air. Kandungan krom dalam air dapat
menimbulkan efek kesehatan bagi manusia. Selain itu, para pekerja yang terkontaminasi
kromium akan berakibat pada kesehatan pekerja tersebut. Berbagai regulasi dan program
telah dikeluarkan oleh Pemerintah, Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah dalam
upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Namun, pada praktiknya, tingkat
kesadaran, partisipasi, dan ketaatan terhadap peraturan (regulasi) yang berlaku dari
masyarakat dan pelaku industri masih sangat rendah.
Saran
Membuat komitmen dan aturan yaitu cleaner production pada bahan kimia berbahaya
dan beracun dan memberikan hak publik atas informasi pengelolaan bahan kimia berbahaya
dan beracun pada industri-industri yang ada di aliran sungai citarum. Bagi industri yang
masih menggunakan logam berat agar membuat instalasi pengolahan air limbah maupun
wetland agar limbah yang dibuang disungai tersebut setelah melewati media tersebut, kadar
logam berat dan sebagainya dapat di kurangi sehingga tidak melebihi baku mutu maupun
mencemari badan air.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad,Hiskia,1992, Kimia Unsur dan Radiokimia, Citra Aditya Bakti, Jakarta.
Birry, A Ashov dan Hilda Meutia,2012. Sebuah Poret Pencemaran Bahan Kimia Berbahaya
dan Beracun di Badan Sungai serta Beberapa Titik Pembuangan Industri Tak Bertuan,
Studi Kasus Sungai Citarum, Greenpeace Asia Tenggara WAHLI Jawa Barat, Jawa
Barat.
BPLHD Provinsi Jawa Barat. 2010. Original Title : Status Lingkungan Hidup Daerah.
Translated :Regional Environmental Status. Sections :Industrial activities with water
contamination possibility.
Bramandita, A,2009. Penurunan kadar kromium heksavalent dengan penambahan bubuk besi,
J, Insitut Pertanian Bogor, Bogor.
Connell, D.W. 1995. Bioakumulasi Senyawaan Xenobiotik. Jakarta: UI Press
Jalius,DD Setiyanto,K Sumantadinata,E Riani, Y Ernawati,2008,Akumulasi logam berat dan
pengaruhnya terhadapspermatoginosis Kerang Hijau (Perna viridis), Jurnal ilmu-ilmu
Perairan dan Perikanan Indonesia, 5 (1) :77-83.
Kementerian Lingkungan Hidup. 2011. Laporan Pengkajian Kriteria Mutu Air, lampiran PP
no. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran
Air. Deputi bidang pembinaan sarana teknis lingkungan dan peningkatan kapasitas.
King,RB,1994. Encyclopedia of Inorganic Chemistry and Chemical Reactivity, Ed ke 6,
Belmont :Thomson Brooks/Cole.
Kusnoputranto H,1996. Toksikologi Lingkungan Logam Toksik dan B3, Jakarta, UI-Press.