Anda di halaman 1dari 24

DAMPAK PENCEMARAN BAHAN KIMIA BERBAHAYA DAN BERACUN DI

SUNGAI CITARUM SERTA CARA PENANGGULANGANNYA


(Pencemaran Logam Berat Kromium Heksavalen (Cr6+) dari Industri Tekstil)

OLEH :
HARI ADITYA RAHARJA
1520025025

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2018
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Indonesia memiliki sumber air sebanyak hampir 6% sumber air dunia, atau sekitar
21% sumber air di wilayah Asia Pasifik. Konsumsi air cenderung meningkat secara
signifikan. Menurut Water Environment Partnership di Asia, total permintaan air di tahun
2000 mencapai 156,000 juta m³ per tahun. Angka tersebut diperkirakan akan meningkat dua
kali lipat di tahun 2015. Namun, ketersediaan air bersih justru semakin berkurang karena
degradasi lingkungan dan pencemaran. Laju degradasi sumber-sumber air diperkirakan
mencapai 15-35% per tahunnya. Sungai Citarum di Jawa Barat, Indonesia adalah salah satu
dari sungai yang paling tercemar di negara ini.
Sungai Citarum memiliki peran penting dalam pembangunan ekonomi, tidak hanya
bagi masyarakat yang tinggal di sekitarnya tetapi juga bagi mereka yang tinggal ribuan km
jauhnya disana. Citarum merupakan sumber pasokan air minum bagi Provinsi padat
penduduk Jawa Barat dan Ibukota Jakarta. Daerah aliran sungai Citarum didominasi oleh
sektor industri manufaktur seperti tekstil, kimia, kertas, kulit, logam/elektroplating, farmasi,
produk makanan dan minuman. Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Jawa Barat
(BPLHD Jabar) telah mengkonfirmasi bahwa limbah industri jauh lebih intens dalam hal
konsentrasi dan mengandung bahan-bahan berbahaya. Sebanyak 48% industri yang diamati,
rata-rata pembuangan limbahnya 10 kali melampaui baku mutu yang telah ditetapkan
(BPLDH,2010).
Kontaminasi bahan-bahan kimia berbahaya dan beracun industri dibuktikan oleh
sejumlah penelitian. Perhatian utama diberikan pada bahan kimia beracun yang ditemukan di
sungai, yaitu logam berat. Logam berat merupakan elemen yang tidak dapat terurai
(persisten) dan dapat terakumulasi melalui rantai makanan (bioakumulasi), dengan efek
jangka panjang yang merugikan pada makhluk (Terangna,1991). Pencemaran logam berat
merupakan masalah yang serius terhadap kondisi lingkungan saat ini. Logam berat banyak
ditemukan pada hampir semua jenis limbah industri. Semakin berkembangnya industri akan
menyebabkan peningkatan pencemaran terhadap sumber-sumberair yang berasal dari limbah
industri yang dibuang keperairan tanpa pengolahan terlebih dahulu. Pencemaran logam berat
cenderung meningkat sejalan dengan meningkatnya proses industrialisasi. Pencemaran logam
berat dalam lingkungan (perairan, tanah, udara) bisa menimbulkan bahaya bagi kesehatan.
Efek toksik dari logam berat mampu menghalangi kerja enzim sehingga mengganggu
metabolism tubuh, menyebabkan alergi, bersifat mutagen, teratogen ataupun karsinogen.
Beberapa logam berat yang sering ditemukan dalam limbah industri yaitu seperti
kromium (Cr), kadmium (Cd), tembaga (Cu), nikel (Ni), dan timbal (Pb) ditemukan semula
dalam konsentrasi kecil, namun selanjutnya akan mengalami pemekatan dan menimbulkan
dampak negatif khususnya terhadap kesehatan manusia. Kromium merupakan salah satu
logam berat yang memiliki potensi besar sebagai polutan di lingkungan. Sumber utana
pencemaran kromium di perairan berasal dari industri tekstil. Industri tekstil lebih banyak
menggunakan zat warna sintetik dibandingkan zat warna alam karena zat warna sintetik dapat
memenuhi kebutuhan skala besar, warna bervariasi, dan pemakaiannya lebih praktis. Pada
umumnya zat warna tekstil menggunakan logam berat seperti kromium pada zat warna
mordan, tembaga, dan kobalt pada beberapa zat warna yang ditunjukkan untuk memberikan
warna dan meningkatkan kecermelangan penampakan warna.
Limbah industri yang mengandung logam berat seperti kromium jika di buang ke
lingkungan tanpa melalui pengolahan terlebih dahulu dapat mengakibatkan penambahan
jumlah ion logam pada air lingkungan. Kandungan krom dalam air dapat menimbulkan efek
kesehatan bagi manusia dan lingkungan. Selain itu, para pekerja yang terkontaminasi
kromium akan berakibat pada kesehatan pekerja tersebut.

Rumusan Masalah
Dari permasalahan ini, maka penulis akan membahas mengenai bagaimana dampak
terhadap masyarakat akibat cemaran logam berat kromium (Cr) yang mencemari sungai
citarum dan bagaimana cara menanggulanginya serta sikap pemerintah terhadap tercemarnya
kromium di sungai citarum.

PEMBAHASAN

A. Dampak yang dialami Masyarakat sekitar Sungai Citarum


- Dampak Tercemarnya Sungai Citarum bagi Masyarakat di Aliran Sungai.
Berdasarkan salah satu media, masyarakat yang ada di daerah aliran sungai citarum
mengatakan air dari sumur itu berwarna hitam. Bau tak sedap terasa menyengat menusuk ke
rongga hidung. Kondisi ini membuat masyarakat tidak bisa lagi menggunakan air sumur
untuk mandi, mencuci perabotan dapur dan pakaian. Untuk keperluan sehari-hari, masyarkat
di aliran sungai citarum harus membeli air minum isi ulang seharga Rp.5000 dikarenakan air
aliran sungai citarum tersebut sudah tidak layak untuk dijadikan air minum. Selain itu juga,
masyarakat yang memiliki sumur terkena dampaknya. Air sumur mereka menjadi kuning dan
ironisnya lagi air sumur tersebut tetap digunakan untuk keperluan sehari-hari.
Namun sungai terbesar ini juga menyandang gelar sungai terkotor di dunia. Hulu
Sungai Citarum di Situ Cisanti, Kertasari, Kabupaten Bandung. Hanya berjarak puluhan
meter dari hulu, Sungai Citarum langsung dikotori limbah ternak. Belum lagi warga yang
membuang sampah domestik ke sungai. Pencemaran air sungai kian bertambah karena
industri turut membuang limbah ke Citarum. Alhasil, tak hanya air sumur yang tercemar,
lahan pertanian di kawasan Rancaekek juga terkena imbas pembuangan limbah pabrik. Air
sungai yang mengairi sawah kualitasnya buruk. Sehingga warga harus menderita karena
kualitas padi yang dihasilkan buruk dan harganya turun drastis.
Petani pengelola lahan pertanian seperti Abah Uban misalnya. Pria 56 tahun yang
masih tampak tegap itu, saat ditemui sedang menggarap sawah miliknya. Sebelum terkena
limbah, ia masih merasakan hasil panen padi yang lumayan. Satu tumbak sawah bisa
menghasilkan 10 kilogram. Sekarang, semua berubah. Bila mengandalkan air sungai yang
sudah tercemar,, padi yang tumbuh tampak baik-baik saja. Namun, saat dipanen padi-padi
tersebut tidak berisi. "Secara fisik bagus tapi kempes padinya. Apalagi saat kemarau
tanamannya langsung mati," ungkap salah satu warga.

- Dampak Kerugian Akibat Tercemarnya Sungai Citarum


Dalam laporan berjudul Konsekuensi Tersembunyi: Valuasi Kerugian Ekonomi Akibat
Pencemaran Industri yang dilakukan Koalisi Melawan Limbah, angka kerugian Rp11,4
triliun terdiri dari perkiraan biaya remediasi yang dibutuhkan untuk pemulihan 933,8 ha lahan
tercemar sebesar Rp8.045.421.090.700. Ditambah lagi total kerugian masyarakat sejak 2004
hingga 2015 sebesar Rp3.339.695.473.968 yang berasal dari kerugian di sektor pertanian,
perkebunan, peternakan, perikanan, kesehatan, kerugian karena kehilangan jasa air,
penurunan kualitas udara dan kehilangan pendapatan. Koalisi ini memaparkan, besaran nilai
kerugian karena abai baku mutu akibat pembuangan limbah ke Sungai Cikijing sejak Oktober
2013 hingga Januari 2014 mencapai Rp325.690.719.750.
Laporan yang didasarkan studi terhadap empat desa di Rancaekek, Kabupaten
Bandung, juga mengungkapkan dalam kurun 12 tahun terakhir kerugian pada sektor pertanian
mencapai Rp841.741.893.000. Keempat desa meliputi Sukamulya, Linggar, Jelegong, dan
Bojongloa. Di sektor ini produktivitas gabah dulunya per hektare mencapai 75 kuintal (7,5
ton) dengan intensitas panen 2-3 kali setahun. Namun, setelah pabrik berdiri intensitas panen
mengalami penurunan menjadi 1-2 kali setahun dengan penurunan produktivitas hingga 97
persen. Kondisi tersebut diperparah dengan jebolnya tanggul Sungai Cikijing di Blok Cipasir
Desa Linggar pada 2013, sehingga air Sungai Cikijing yang telah bercampur dengan limbah
mengairi areal pertanian.Dari sektor perkebunan total kerugian selama 12 tahun mencapai
Rp812.184.000. Studi ini juga memaparkan kerugian di sektor peternakan mencapai
Rp1.966.073.328 selama 12 tahun. Di sektor perikanan kerugian mencapai Rp10.525.500.000
dalam 12 tahun terakhir. Dahulu, diperoleh jumlah rata-rata produksi ikan sebanyak 75
kwintal/panen atau sekitar 225 kwintal/tahun dengan luas lahan rata-rata 0,3 ha. Dengan
tercemarnya Sungai Cikijing akibat limbah pabrik, aktivitas perikanan sama sekali tidak
dapat beroperasi. Penurunan produksi di sektor ini mencapai 100 persen.
Kondisi sakit yang diderita penduduk akibat keadaan lingkungan yang buruk
menyebabkan warga harus berkorban untuk mengeluarkan biaya pengobatan untuk kembali
sehat. Di sektor ini bila diuangkan kerugiannya mencapai Rp815.070.500.400. Hasil studi ini
memaparkan bahwa Sungai Cikijing yang mengaliri empat desa berwarna hitam metalik dan
mengeluarkan busa. Diketahui bahwa air sumur yang dimiliki warga menjadi berwarna dan
mengeluarkan bau sejak pabrik berdiri dan membuang limbahnya ke Sungai Cikijing.
Analisis kualitas air Sungai Cikijing setelah pembuangan limbah cair, menunjukkan kualitas
air telah melebihi baku mutu yang dipersyaratkan. Di antaranya logam Krom Heksavalen
(Cr6+), Tembaga (Cu), Timbal (Pb), Seng (Zn) serta kandungan Fenol. Kerugian di sektor ini
dalam kurun 12 tahun mencapai Rp288.929.984.400. Selain itu, menurut laporan ini
masyarakat mengalami kerugian akibat penurunan kualitas udara selama 12 tahun mencapai
Rp1.374.038.630.400. Adapun menurunnya kualitas lingkungan juga telah mengakibatkan
kerugian kehilangan pendapatan masyarakat selama 12 tahun sebesar Rp7.341.674.036.

B. Limbah Berbahaya yang Mecemari Sungai Citarum.


- Kontaminasi Limbah Berbahaya Industri di Sungai Citarum
Sungai Citarum menghadapi masalah serius terkait pencemaran dan penurunan daya
dukung lingkungannya. Sumber pencemar utama diketahui berasal dari aktivitas industri dan
domestik. Survei terdahulu menginformasikan bahwa jenis-jenis industri utama yang berada
di Daerah Aliran Sungai Citarum antara lain industri tekstil, industri penyamakan kulit,
industri makanan, dan industri elektroplating. Hal yang menjadi fokus perhatian dalam
pengelolaan kualitas air sungai citarum adalah masuknya bahan kimia dari aktivitas industri
ke badan air sungai, misalnya logam berat. Hal ini dikarenakan logam berat merupakan
elemen yang sulit terdegradasi dan dapat terakumulasi dalam makhluk hidup melalui rantai
makanan (bioakumulasi), dengan efek jangka panjang yang merugikan pada organisme
(Terangna,1991). Setiap sektor industri berkontribusi pada jenis limbah yang berbeda
bergantung pada proses produksi yang diadopsi oleh industri tersebut. Limbah padat dan/atau
cair bisa dihasilkan. Secara umum limbah yang dihasilkan dapat berupa limbah organik atau
anorganik, berbahaya atau tidak berbahaya, beracun dan tidak beracun, logam berat, dan
sebagainya.

Berdasarkan data yang di himpun dari Direktori Perusahaan, dapat dilihat bahwa jenis
industri yang mendominasi di daerah aliran sungai citarum adalah industri tekstil.
Proses pada industri tekstil menghasilkan baik limbah organik atau limbah B3 (bahan
berbahaya dan beracun) dalam bentuk limbah cair. Limbah organik yang dihasilkan dari
industri tekstil mampu merubah nilai pH, atau meningkatkan kadar BOD dan COD dalam
badan air. Kebanyakan industri tekstil juga menghasilkan limbah logam berat yang termasuk
dalam kategori berbahaya. Banyak macam elemen logam berat yang dihasilkan dari proses
produksi tekstil, diantaranya Arsen, Cadmium, Krom, Timbal, Tembaga, dan seng. Proses-
proses dalam industri tekstil yang menghasilkan limbah cair antara lain pengkajian dan
penghilangan kanji, pengelantangan, pemasakan, merserisasi, pewarnan, pencetakan, dan
proses penyempurnaan (Potter dan Gani,1994).
Pencemaran limbah industri ini diklaim dapat menurunkan hasil panen padi di daerah
Rancaekek. Berdasarkan hasil estimasi, penurunan produksi yang terjadi mencapai 1 sampai
1,5 ton per hektar per musim panen. Turunnya angka produksi padi dapat berpengaruh
terhadap pendapatan petani. Dari sudut pandang ini, pencemaran sungai ternyata berakibat
pula pada kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat setempat.

- Pencemaran Logam Berat di Sungai Citarum


Industri tekstil pada umumnya menggunakan elemen logam berat pada prosesnya.
Tekstil adalah industri utama yang ada di Sungai Citarum. Konsekuensinya, industri tekstil
menyumbang pencemaran logam berat paling besar. Penelitian terhadap kualitas air Sungai
Citarum menunjukkan bahwa konsentrasi beberapa logam berat tingginya melebihi baku
mutu maksimum yang dipersyaratkan baik untuk kelas air maupun limbah cair. Di beberapa
lokasi pengambilan sampel air, krom heksavalen (Cr6+), tembaga (Cu), Zinc (Zn), timbal
(Pb),merkuri (Hg),mangan (Mn), dan besi (Fe) berada pada konsentrasi yang membahayakan.

Keterangan:
BM adalah Baku Mutu – diitampilkan kriteria mutu air berdasarkan PP. No. 82 thn 2001; Untuk baku mutu
limbah industri dapat merujuk ke Keputusan Gubernur Jawa barat No. 6 Tahun 1999.

Kontaminasi logam berat dari industri tekstil bersumber terutama dari proses “dyeing”
dan “printing”, sedangkan proses-proses lainnya juga sangat mungkin. Dari tabel di atas,
dapat di lihat bahwa salah satu logam berat yaitu kromium heksavalen di beberapa titik
sampel, kandungannya melebihi batas yang di tentukan.
Dyeing adalah proses pemberian warna pada produk-produk tekstil menggunakan
senyawa-senyawa kimia, dyes. Beberapa senyawa pewarna yang digunakan dalam proses ini
antara lain vat dyes, sulfur dyes, reactive dyes, disperse dyes, acid dyes, metal complex dyes,
and basic dye. Beberapa zat warna mengandung tembaga atau logam lain yang diintegrasikan
dalam molekul pewarna. Proses “finishing” juga membuang senyawa organo-metalik
misalnya dari water-repellent, anti-jamur, anti-bau, dan pemadam api. Senyawa-senyawa ini
sangat mungkin mengandung timah, antimoni, dan zink.

C. Pencemaran Logam Berat dari Industri Tekstil yang ada di Daerah Aliran
Sungai Citarum
- Zat Warna pada Produksi Tekstil
Limbah tekstil mengandung bahan-bahan yang berbahaya bila dibuang ke lingkungan,
terutama daerah perairan. Di bantaran sungai atau kali sering dijumpai perairan yang
tercemar oleh limbah tekstil. Cemaran ini ditandai dengan perubahan warna perairan menjadi
merah, biru dan sebagainya yang berasal dari limbah tekstil tersebut. Sebagian besar bahan
yang terdapat dalam limbah tekstil adalah zat warna, terutama zat warna sintetik. Zat warna
sintetik merupakan molekul dengan sistem elektron terdelokalisasi dan mengandung dua
gugus yaitu kromofor dan auksokrom (Ramachandran et al.,2009). Kromofor berfungsi
sebagai penerima elektron, sedangkan auksokrom sebagai pemberi elektron yang mengatur
kelarutan dan warna. Gugus kromofor yang penting yaitu gugus azo (-N=N-), gugus karbonil
(-C=O), gugus etilen (-C=C-), dan gugus nitro (-NO2) yang dapat menimbulkan warna.
Sedangkan beberapa gugus auksokrom yang penting adalah –NH2, -COOH, -SO3H dan –OH
yang bersifat polar sehingga dapat larut dalam air (Ramachandran et al., 2009; Sunarto,
2008). Saat ini, terdapat bermacam-macam jenis zat warna sintetik yang penggunaannya
disesuaikan dengan jenis serat yang akan dicelup, ketahanan warna yang dikehendaki, faktor-
faktor teknis dan ekonomis lainnya.

Beberapa pewarna dapat mengandung tembaga atau logam lain sebagai bagian
terintegrasi dari molekul pewarna. Pada umumnya, pada Color Index diindikasikan bahwa
pewarna yang mengandung logam adalah biru atau hijau. Pewarna ini banyak jenisnya,
hampir 74.000 seri bahan kimia, termasuk pewarna ptalosianin dan pigmen. Masing-masing
pewarna mengandung tembaga sebagai bagian internal dari struktur molekul kromofornya
sehingga sebagian besar logam tersebut akan memapari benang melalui pewarna, kecuali
untuk pewarna langsung yang memiliki sisa 5-15% larutan pewarna yang tidak digunakan
sehingga logam akan terbuang sebagai limbah (Zille, 2005).

- Proses Pencelupan Produk Tekstil dan Karakteristik Limbah


Menurut Ramachandran (2009), kandungan zat-zat pencemar dalam limbah tekstil
tergantung pada proses yang dilakukan yaitu proses pemintalan benang, penenunan dan
pencelupan. Pemintalan benang adalah proses pembuatan benang yang berasal dari serat
kapas, serat poliester atau bahan lainnya. Sedangkan penenunan adalah penyusunan benang
menjadi kain. Kain hasil penenunan selanjutnya mengalami proses pencelupan untuk
meningkatkan nilai komersial kain.

Proses pencelupan kain dan karakteristik limbah tekstil (Sunarto,2008)

Pada dasarnya proses pencelupan kain meliputi penghilangan kanji (desizing),


pelepasan wax (scouring), pengelantangan (bleaching), mercerizing dan pencelupan (dyeing).
Desizing merupakan penghilangan sisa-sisa bahan seperti pati dan polivinil alkohol. Scouring
merupakan penghilangan pengotorpengotor alami yang terdapat pada kain melalui proses
saponifikasi pada pH tinggi. Sabun atau detergen ditambahkan selama proses scouring untuk
mengendapkan kalsium, magnesium maupun besi yang terdapat pada kain. Bleaching
merupakan penghilangan zat warna alami pada kain yang tidak diinginkan. Mercerising
adalah pengolahan kain menggunakan larutan alkali pekat yang bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan serat mengikat zat warna dan penampakan kain yang lembut
(Sunarto, 2008). Karakteristik limbah cair yang dihasilkan industri tekstil sangat erat
hubungannya dengan bahan-bahan yang digunakan dalam tahapan proses pembuatan tekstil.
Berikut merupakan karakteristik dan baku mutu limbah cair industri :
- Sumber Kontaminan Limbah Tekstil
Larutan penghilang kanji yang mengandung zat kimia pengkanji dan penghilang kanji
pati, PVA, CMC, enzim, asam biasanya langsung dibuang. Penghilangan kanji biasanya
memberikan BOD paling banyak dibanding dengan proses-proses lain. Pemasakan dan
merserisasi kapas serta pemucatan semua kain adalah sumber limbah cair yang menghasilkan
asam, basa, COD, BOD, padatan tersuspensi dan zat-zat kimia. Proses-proses ini
menghasilkan limbah cair dengan volume besar, pH yang sangat bervariasi dan beban
pencemaran yang tergantung pada proses dan zat kimia yang digunakan. Pewarnaan dan
pembilasan menghasilkan air limbah yang berwarna dengan COD tinggi dan bahan-bahan
lain dari zat warna yang dipakai, seperti fenol dan logam (Nugroho dkk., 2005).
Kontaminasi logam berat dari industri tekstil bersumber terutama dari proses “dyeing”
dan “printing”, sedangkan proses-proses lainnya juga sangat mungkin. Dyeing adalah proses
pemberian warna pada produk-produk tekstil menggunakan senyawa-senyawa kimia.
Beberapa senyawa pewarna yang digunakan dalam proses ini antara lain pewarna bejana,
pewarna belerang, pewarna reaktif, pewarna asam, pewarna kompleks logam, dan pewarna
dasar.Beberapa zat warna mengandung tembaga atau logam lain yang diintegrasikan dalam
molekul pewarna. Proses “finishing” juga membuang senyawa organometalik misalnya dari
water-repellent, anti-jamur, anti-bau, dan pemadam api. Senyawa-senyawa ini sangat
mungkin mengandung timah, antimoni, dan zink (Ashov dan Meutia, 2012).
Logam juga dihasilkan dari beberapa sumber dalam proses tekstil diantaranya berasal
dari benang, suplai air bersih, bahan kimia (agen) oksidasi dan pereduksi, elektrolit, asam dan
basa, pewarna dan pigmen, beberapa proses penyelesaian, herbisida dan pestisida, serta bahan
kimia perawatan (maintenance).
Krom adalah salah satu logam berat yang dihasilkan dari proses produksi pada
industri tekstil. Krom merupakan bahan pencemar air yang berbahaya dalam jumlah kecil,
terutama sebagai krom (VI). Krom yang dihasilkan berasal dari senyawa krom yang
digunakan pada proses pencelupan baik sebagai zat warna (dalam senyawa CrCl3, K2Cr2O7)
maupun sebagai mordan yaitu pengikat zat warna, Cr(NO3)3, dan PbCrO4 (Suharty, 1999).

D. Logam Berat Pencemar di Daerah Aliran Sungai Citarum.


- Kromium (Cr)
Salah satu logam yang termasuk dalam golongan transisi adalah kromium. Kata
kromium berasal dari bahasa Yunani (=Chroma) yang berarti warna. Dalam struktur kimia,
kromium dilambangkan dengan symbol “Cr”. Sebagai salah satu unsur logam berat, kromium
mempunyai nomor atmo (NA) 24 dan berat atom (BA) 51,996. Ion Cr pertama kali
ditemukan oleh Vagueline pada tahun 1797. Satu tahun setelah unsur ini ditemukan, diperoleh
cara untuk mendapatkan ion Cr (Palar,1994).
Logam kromium murni tidak pernah ditemukan di alam. Logam ini ditemukan dalam
bentuk persenyawaan padat atau mineral dengan unsur-unsur lainnya. Sebagai bahan mineral,
Cr paling ditemukan dalam bentuk chromite (FeO,Cr 2O3). Kadang-kadang pada batuan
mineral chromite juga ditemukan logam-logam Mg,Al, SiO3. Logam-logam dan senyawa
silikat tersebut dalam mineral chromite bukanlah merupakan penyusun pada chromite,
melainkan berperan sebagai pengotor (impurities) (Palar,1994).

- Sifat-sifat Kromium
Kromium mempunyai konfigurasi electron 1s2,2s2,2p6,3s2,3p6,4s2, dan 3d4, sangat
keras, mempunyai titik leleh dan didih tinggi di atas titik didih dan leleh unsur-unsur transisi
deretan pertama lainnya. Bilangan oksidasi yang terpenting adalah +2,+3,dan +6, disebut
terpenting karena reaksi dan senyawa kromium yang sering ditemukan hanya menyangkut
kromium dengan bilangan oksidasi +2,+3,dan +6. Bilangan oksidasi +2,+3,dan +6 adalah
bilangan yang menyatakan sifat muatan spesies tersebut ketika terbentuk dari atom-atomnya
yang netral. Jika didalam keadaan murni melarut dengan keadaan lambat sekali, dalam asam
encer membentuk garam kromium (II). (Achmad,1992)
- Kromium (+2)
Logam kromium biasanya melarut dalam asam klorida atau asam sulfat yang
membentuk larutan (Cr(H2O)6)2+ dengan warna larutan biru langit. Didalam larutan air ion
Cr2+ dapat juga bereaksi dengan H+ dan dengan air jika terdapat katalis berupa serbuk logam.
- Kromium (+3)
Senyawa kromium 3+ adalah ion yang paling stabil diantara logam transisi yang
mempunyai bilangan oksidasi +3. Kompleks Cr3+ umumnya berwarna hijau dan dapat berupa
kompleks anion dan kation. Larutan yang mengandung Cr3+ (Cr(H2O)6)+3 berwarna ungu,
apabila dipanaskan menjadi hijau.
- Kromium (+6)
Kromium (VI) oksida (CrO3) bersifat asam sehingga dapat bereaksi dengan basa
membentuk kromat. Jika larutan ion kroma diasamkan akan dihasilkan ion kromat yang
berwarna jingga. Dalam larutan asam, ion kromat atau ion dikromat adalah oksidator kuat.
Sesuai dengan tingkat valensi yang dimilikinya ion-ion kromium yang telah membentuk
senyawa mempunyai sifat yang berbeda-beda sesuai dengan tingkat ionitasnya. Senyawa
yang terbentuk dari ion Cr2+ akan bersifat basa, ion Cr3+ bersifat ampoter, dan senyawa yang
terbentuk dari ion Cr6+ bersifat asam (Palar,1994).
Cr3+ dapat mengendap dalam bentuk hidroksida. Kromium hidroksida ini tidak larut,
kondisi optimal Cr3+ dicapai dalam air dengan pH antara 8,5-9,5. Kromium hidroksida ini
melarut akan lebih tinggi apabila kondisi pH rendah atau asam. Cr 6+ sulit mengendap,
sehingga penanganannya memerlukan zat pereduksi untuk mereduksi menjadi Cr3+.
Senyawa kromium umumnya dapat membentuk padatan (Kristal CrO3, Cr2O3) larutan
dan gas (uap dikromat). Kromium dalam larutan biasanya berbentuk trivalent (Cr 3+) dan ion
Heksavalen (Cr6+). Dalam larutan yang bersifat basa dengan pH 8 sampai 10 terjadi
pengendapan Cr dalam bentuk Cr(OH)3. Sebenarnya kromium dapat bentuk ion trivalent tidak
begitu berbahaya dibandingkan dengan bentuk heksavalen, akan tetapi apabila bertemu
dengan oksidator dan kondisinya memungkinkan untuk Cr3+ tersebut akan berubah menjadi
sama bahayanya dengan Cr6+.

- Kromium dalam lingkungan


Pada umumnya logam-logam di alam ditemukan dalam bentuk persenyawaan dengan
unsur lain dan sangat jarang ditemukan dalam bentuk elemen tunggal, demikian juga halnya
dengan logam kromium. Logam kromium dapat masuk ke dalam semua strata lingkungan,
apakah itu pada strata perairan, tanah atau pun udara (lapisan atmosfir). Kromium yang
masuk ke dalam strata lingkungan dapat datang dari bermacam-macam sumber. Sumber
masuknya logam Cr ke dalam strata lingkungan yang umum dan diduga paling banyak adalah
dari kegiatan perindustrian, pewarna, dan dari pembakaran serta mobilisasi bahan-bahan
bakar (Palar,1994).
Senyawa kromium di dalam strata udara ditemukan dalam bentuk debu dan atau
partikulat, dalam badan periran. Cr dapat masuk melalui dua cara, yaitu secara alamiah dan
non alamiah. Masuknya Cr secara alamiah dapat terjadi disebabkan oleh beberapa faktor
fisika, seperti erosi (pengikisan) yang terjadi pada batuan mineral. Masuknya Cr yang terjadi
secara non alamiah lebih merupakan dampak atau efek dari aktivitas yang dilakukan manusia
(Palar,1994).

E. Bahaya dan Dampak dari Logam Berat Kromium


- Bahaya Kromium (Cr) Bagi Kesehatan Manusia
Dalam dosis 20-50 μg per 100g bobot badan, kromium memiliki fungsi yang baik
dalam metabolisme karbohidrat, metabolisme lipid, sintesis protein dan metabolisme asam
nukleat (Mertz, 1987 dalam Bramandita, 2009). Dalam metabolisme karbohidrat, kromium
memiliki fungsi mempengaruhi kemampuan reseptor insulin dalam berinteraksi dengan
insulin sehingga insulin dapat aktif berkerja mengatur kadar gula darah. Insulin yang aktif
akan meningkatkan pengambilan glukosa yang kemudian mungkin terolah menjadi
lemak.Dalam sintesis protein, keberadaan kromium mempengaruhi pembentukan asam amino
glisin, serin dan metionin, sedangkan dalam metabolisme asam nukleat, kromium yang
mampu berikatan dengan asam nukleat dapat melindungi RNA dari denaturasi oleh panas dan
menjaga struktur tersier asam nukleat.
Kekurangan kromium trivalen dalam tubuh menyebabkan penurunan kerja hormon
insulin yang kemudian dapat menimbulkan penyakit diabetes melitus, hiperglisemia dan
glukosuria, menyebabkan penurunan bobot badan, kadar asam lemak tinggi, gangguan proses
pernafasan dan kelainan dalam metabolisme nitrogen (King, 1994 dalam Bramandita,
2009).Selain digolongkan sebagai logam esensial, kromium juga digolongkan dalam
kelompok logam berat dengat sifat sangat beracun dan dalam kelompok senyawa
yang karsinogen terhadap manusia. Keracunan oleh kromium menyebabkan gangguan
kesehatan yang tidak pulih dalam waktu singkat (Sutamihardja, 2002 dalam Bramandita,
2009).
Kromium heksavalen memiliki sifat yang lebih toksik dibandingkan dengan bentuk
rivalennya. Kromium heksavalen dapat menyebabkan kerusakan hati, ginjal, pendarahan di
dalam tubuh, dermatitis, kerusakan saluran pernafasan dan kanker paru-paru, walaupun kasus
keracunan kromium relatif sudah jarang karena peningkatan keselamatan di daerah
industri.Bahaya jangka panjang terhadap saluran pernafasan dan kulit dapat menyebabkan
perforasi (pelubangan) dan ulkus septumnasi, peradangan rongga hidung, perdarahan hidung
yang sering dan ulkus jaringan kulit. Respon yang lebih umum terjadi adalah reaksi alergi
kulit terhadap kromium yang berasal dari berbagai produk seperti kulit samak kromium,
semen, ragi bir, pengawet kayu, cat, lem dan pewarna kayu. (Kusnoputranto, 1996 dalam
Bramandita, 2009).
Kromium Heksavalen digolongkan sebagai karsinogenik terhadap manusia oleh
United States Enviromental Protection Agency (USEPA). Percobaan laboratorium
membuktikan bahwa senyawa-senyawa kromium heksavalen atau hasil-hasil reaksi antaranya
di dalam sel dapat menyebabkan kerusakan pada materi genetik. Studi lain pada binatang
percobaan menunjukkan bahwa bentuk kromium tersebut dapat menyebabkan masalah
reproduksi. Efek yang sangat berbahaya dari kromium heksavalen menyebabkan pemerintah
memasukkan kromium heksavalen dalam kriteria nilai baku mutu air. Menurut Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia nomor 82 tahun 2001, air golongan A, B dan C hanya boleh
mengandung kromium heksavalen maksimum 0.05 ppm. Sedangkan air golongan D hanya
boleh mengandung maksimum 0.1 ppm.

- Dampak Pencemaran Kromium


Kromium termasuk dalam jenis logam berat yang sangat toksik. Sehingga keberadaan
senyawa kromium dilingkungan harus mendapat perhatian yang serius. Kromium merupakan
ion logam yang bersifat racun baik bagi manusia maupun bagi kehidupan mahluk hidup
lainnya (ikan). Studi epidemiologi yang dilakukan oleh Baetjer, et al. (EPA, 1984)
menunjukkan bahwa senyawa Cr (VI) sangat reponsif terhadap neoplasia saluran pernafasan.
Senyawa ini juga dapat menyebabkan kanker lokal pada organ tubuh tikus dan kelinci yang
terpapar senyawa kromium. Senyawa Cr (VI) dapat menyebabkan terjadinya mutagen yang
pada akhirnya berpengaruh langsung pada asam deoksiribo nukleat (DNA) sehingga sel
mahluk hidup akan berubah (Sukenjah, 2006). Hasil penelitian Jalius (2008) menunjukkan
terjadi perbedaan metabolisme ion Cr3+ dan Cr6+. Perbedaan tersebut tergantung pada jenis
atau spesies hewan yang dimasuki oleh ion-ion logam tersebut. Tingkat keracunan lebih kuat
ion-ion Cr6+ dibandingkan dengan ion-ion Cr3+. Logam Cr yang masuk ke dalam tubuh
akan ikut dalam proses fisiologis atau metabolisme tubuh. Logam Cr akan berintraksi dengan
bermacam-macam unsur biologis yang terdapat dalam tubuh.Interaksi yang terjadi antara Cr
dengan unsur-unsur biologis tubuh, dapat menyebabkan terganggunya fungsi-fungsi tertentu
yang bekerja dalam proses metabolisme tubuh.
Senyawa-senyawa yang mempunyai berat molekul rendah, seperti yang terdapat
dalam sel darah rendah dapat melarutkan Cr dan seterusnya ikut terbawa ke seluruh tubuh
bersama peredaran darah. Senyawa-senyawa ligan penting yang terdapat dalam tubuh juga
mengubah Cr menjadi bentuk yang mudah terdifusi sehingga dapat masuk ke dalam
jaringan.Di antara ligan-ligan tersebut adalah piropaspat, metionin, serin, glisin, leusin, lisin
dan prolin. Terhadap piropospat, logam Cr mempunyai affinitas yang besar sekali. Affinitas
Cr yang besar ini akan menjadi sangat berbahaya karena piropospat merupakan salah satu
faktor biologis yang sangat penting dalam tubuh. Ion-ion Cr3+ yang masuk ke dalam tubuh
akan bereaksi dengan protein dan secara lambat membentuk suatu ikatan kompleks yang
sangat stabil.Selain itu Cr dapat mengkatalisis suksinat dalam enzim sitokrom reduktase,
sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan dan beberapa reaksi biokimia lainnya dalam
tubuh. Cr dengan kosentrasi sebesar 0,001 M dapat merangsang perubahan asetat menjadi
CO2, kolesterol dan asam lemak (Palar, 2004 dalam Jalius, 2008).
Ion-ion Cr6+ dalam proses metabolisme tubuh akan menghalangi atau mampu
menghambat kerja dari enzim benzopiren hidroksilase. Penghambatan kerja enzim tersebut
dapat mengakibatkan perubahan kemampuan pertumbuhan sel-sel, sehingga menjadi tumbuh
secara tidak terkontrol yang dikenal sebagai sel-sel kanker (Palar, 2004 dalam Jalius, 2008).
Menurut Sukenjah (2006) kromium dapat menyebabkan gangguan pada kesehatan manusia
baik secara akut maupun secara kronis. Paparan dengan konsentrasi yang lebih tinggi melalui
pernafasan (pada manusia) dapat menyebabkan gangguan pada hati, ginjal, saluran
pencernaan dan sistem kekebalan tubuh. Pada manusia kromium dapat
mengakibatkan gangguan pada sistem reproduksi, gangguan hamil dan cacat pada bayi. EFA
telah menggolongkan kromium (VI) sebagai zat karsinogenik kelompok A, yaitu kelompok
yang paling berpotensi menimbulkan kanker. Secara umum efek yang pada dapat ditimbulkan
oleh paparan kromium adalah sebagai berikut:

- Efek fisiologis
Kromium mempunyai fungsi sebagai pengatur glukosa dalam darah, asupan harian
kromium untuk manusia dewasa berkisar antara 50 sampai 200 µg per hari. Senyawa
kromium bersifat oksidator kuat sehingga apabila terkena paparan kromium dapat
menyebabkan iritasi dan korosi. Organ tubuh yang menjadi sasaran pengaruh kromium
adalah paru-paru, ginjal, hati, kulit dan sistem kekebalan tubuh.
- Efek pada kulit
Senyawa kromium dapat menyebabkan sensitasi dan iritasi pada kulit bahkan dapat
menyebabkan eksim pada kulit
- Efek pada sistem pernafasan
Senyawa kromium jika terhirup akan menyebabkan iritasi saluran pernafasan dan dapat
menyebabkan sensitasi pada paru-paru bahkan kanker paru-paru.
- Efek pada ginjal
Studi yang dilakukan pada pekerja yang terkena paparan kromium sebesar (20 µg/m3)
menunjukkan kerusakan pada saluran ginjal. Pada paparan yang lebih tinggi dapat
mengakibatkan matinya sel ginjal.
- Efek pada hati
Paparan kromium dapat menyebabkan kerusakan pada hati, suatu studi menunjukkan bahwa
20% pekerja yang terkena paparan kromium mengalami kerusakan pada hati dan ginjal.Efek
karsinogenikStudi epidemiologi menunjukkan bahwa pekerja yang terpapar kromium dalam
jangka waktu yang lama mengalami kanker paru-paru.
- Efek pada sistem reproduksi
Banyak data yang menunjukkan bahwa kromium dapat mempengaruhi organ reproduksi dan
efek tetratogenik (perkembangan tidak normal dari sel selama kehamilan yang menyebabkan
kerusakan pada embrio) pada hewan.

Uji toksisitas logam berat Cr6+ terhadap histopatologis hati dan insang ikan nila
(Oreochromis niloticus)
(Berdasarkan jurnal dari SitiBariyah,Agung Budiharjo, dan Tetri Widiyani, Program Studi Biologi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sebelas Maret.)
Ikan nila degan jumlah 40 ekor ditempatkan pada 4 buah akuarium yang telah diisi air
sebanyak 36 liter. Ikan diberi perlakuan dengan kromium heksavalen yang berasal dari
senyawa K2Cr2O7 pada 4 macam konsentrasi, yaitu: 0; 57,69; 59,94; dan 83,20 ppm. Pada
penelitian ini, pemaparan kromium heksavalen 96 jam, mengacu pada penelitian yang telah
dilakukan oleh Wirespathi et al.(2012). Data tingkat kelangsungan hidup ikan nila menurun
sesuai naiknya konsentrasi kromium heksavalen. Pada konsentrasi 0 ppm/kontrol tingkat
kelangsungan hidup ikan sebesar 100%, konsentrasi 57,69 ppm sebesar 70%, konsentrasi
59,69 ppm sebesar 50%, dan pada konsentrasi 83,20 ppm sebesar 0%.Semakin besar
konsentrasi logam berat yang dipaparkan pada media pemeliharaan akan berbanding lurus
dengan derajat kelangsungan hidup organisme akuatik yang berada di dalamnya (Lu, 1995).
Paparan kromium heksavalen, dapat menyebabkan ikan menjadi stress. Di dalam
upaya pemulihan diri dari keadaan stress, ikan akan memproduksi hormon kortisol. Namun
untuk jangka panjang kadar kortisol yang tinggi akan berdampak negatif terhadap kesehatan
ikan (Yuniar,2009). Jika kesehatan ikan menurun maka ikan mengalami stress
berkepanjangan sehingga menurunkan kemampuannya untuk mempertahankan diri dari
serangan penyakit. Stress dapat mengganggu sistem imunitas yang berdampak negatif
terhadap kelangsungan hidup. Senyawa K2Cr2O7 yang dilarutkan dalam media air akan
mengubah kondisi fisika-kimia air dari kondisi normal. Ion-ion kromium heksavalen terurai
karena reaksi kimia yang terjadi akibat adanya perbedaan kepekatan cairan dalam tubuh ikan
nila dengan media air. Cr yang masuk ke dalam tubuh akan ikut dalam proses fisiologis atau
metabolisme tubuh. Interaksi yang terjadi antara Cr dengan unsur biologis tubuh
menyebabkan terganggunya fungsi tertentu yang bekerja dalam proses metabolisme karena
ion Cr6+ yang telah masuk ke dalam sel seterusnya larut dalam darah (Palar, 2008).
Logam yang dapat terkakumulasi dalam beberapa jangka waktu menunjukkan bahwa
ion-ion logam telah masuk ke dalam sel, berinteraksi secara kimia, dan dapat menyebabkan
terganggunya fungsi tertentu yang bekerja dalam proses metabolisme tubuh (Palar, 2008).
Kromium heksavalen melewati membran sel melalui empat mekanisme yaitu, difusi pasif
lewat membran, filtrasi lewat pori-pori membran, transport dengan perantaraan carrier, dan
pencaplokan oleh sel (pinositosis) (Lu, 1995).
Kromium heksavalen yang masuk melalui saluran pernafasan (insang) dapat mudah
menembus membran sel karena insang langsung bersentuhan dengan air karena Cr
heksavalen adalah senyawa yang mudah menembus membran sel melalui sistem transportasi
anion dan memiliki kemampuan meminjam atau mengurangi elektron pada Cr (III). Cr (VI)
lebih aktif hingga 1000 kali dibanding Cr (III) terhadap sel hidup. Sehingga Cr (VI) lebih
aktif masuk menembus membran sel kemudian merusak sel tersebut. Kemudian Cr (VI)
menembus sel epitel endothelial kapiler darah dan masuk dalam aliran darah hingga akhirnya
ikut dalam proses metabolisme (Connel, 1995).
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa menunjukkan bahwa logam berat
kromium menyebabkan beberapa kerusakan pada hati, dan insang ikan nila. Pada konsentrasi
0 ppm tidak menunjukkan adanya kerusakan. Pada konsentrasi 57,69 ppm menyebabkan
kerusakan berupa edema, hiperplasia, melano macrophages center, dan fibrosis. Pada
konsentrasi 59,94 ppm menyebabkan kerusakan berupa edema, hiperplasia, melano
macrophages center, dan degerasi hidropsis. Pada konsentrasi 83,20 ppm menyebabkan
kerusakan berupa edema, hiperplasia, fusi lamella, melano macrophages center, kongesti,
fibrosis, dan degenerasi lemak.

Kasus –kasus lain yang pernah terjadi akibat Cr6+ .


- Cemaran logam berat kromium (Cr) di sekitar industri pelapisan logam Desa Susut,
Bangli. (Dalam jurnal Distribusi Cemaran Logam Berat Kromium (cr) di Sekitar Industri
Pelapisan Logam Desa Susut, Bangli, Siaka, I M. Laboratorium Kimia Analitik, Jurusan
Kimia FMIPA Universitas Udayana Denpasar)
Distribusi cemaran logam Cr pada tanah juga diamati pada kedalaman lapisan tanah di
sekitar industri pelapisan logam. Hal ini dilakukan untuk mengetahui atau mempelajari
kecendrungan logam Cr terikat pada lapisan tanah pada kedalaman tertentu. Pola distribusi Cr
pada kedalaman dari kedua titik sampling sangat mirip yaitu semakin dalam lapisan tanah
(sampai 40 cm dari permukaan tanah), semakin tinggi konsentrasi Cr yang terkandung.
Kandungan Cr pada tanah dengan kedalaman 0 – 40 cm dari kedua titik sampling masing-
masing berkisar antara 3,5022 – 7,8130 mg/kg untuk titik sampling I dan 9,9725 – 30,7174
mg/kg untuk titik sampling II. Konsentrasi Cr tertinggi dijumpai pada tanah dengan
kedalaman 40 cm untuk kedua titik sampling.
Adanya kesamaan pola distribusi cemaran logam Cr pada tanah di sekitar industri
pelapisan logam yaitu semakin jauh lokasi tanah dengan sumber pencemar atau industri,
semakin berkurang konsentrasi logam Cr yang terkandung di dalam tanah tersebut.
Kandungan logam Cr pada tanah berdasrkan jarak dari sumber pencemar di tiga lokasi
sampling adalah 19,6719 – 15,9014 mg/kg untuk lokasi sebelah Utara industri, 23,5352 –
15,0952 mg/kg untuk lokasi sebelah Barat industri, dan 25, 8771 – 32,1749 mg/kg untuk
lokasi sebelah Selatan industri. Distribusi logam Cr berdasarkan kedalaman mempunyai pola
yang sama antara kedua titik sampling yaitu semakin dalam lapisan tanah (0 - 40 cm dari
permukaan), semakin tinggi kadar logam Cr yang terkandung dalam tanah tersebut.
Konsentrasi Cr pada titik sampling I berkisar antara 3,5022 dan 7,8130 mg/kg, sementara
pada titik sampling II berkisar antara 9,9725 dan 30,7174 mg/kg.
- Pencemaran Kromium di Limbah Cair Industri Kulit. (Dalam jurnal Pengurangan
Chrom (Cr) dalam Limbah Cair Industri Kulit pada Proses Tannery Menggunakan Senyawa
Alkali Ca(OH)2, NaOH dan NaHCO3 (STUDI KASUS PT. TRIMULYO KENCANA MAS
SEMARANG)
Penggunaan senyawa alkali Ca(OH)2, NaOH, dan NaHCO3 dapat menurunkan
konsentrasi kromium (Cr) total dalam limbah cair dengan efesiensi yang tinggi, yaitu sampai
di bawah 2,0 mg/l, sesuai dengan Kep- 51/MENLH/10/1995 tentang baku mutu limbah cair
bagi kegiatan industri penyamakan kulit. Penurunan (efesiensi pemisahan) kromium dari
limbah cair masing-masing senyawa alkali adalah sebagai berikut :
a. Senyawa alkali Ca(OH)2 10 % dengan efesiensi rata-rata penurunan kromium sebesar
99,28 % (dari 49,575 mg/l menjadi 0,358 mg/l), pada pH optimal 8.
b. Senyawa alkali NaOH 10 % dengan efesiensi rata-rata penurunan kromium sebesar
99,28 % (dari 49,575 mg/l menjadi 0,358 mg/l), pada pH optimal 8.
c. Senyawa alkali NaHCO3 10 % dengan efesiensi rata-rata penurunan kromium sebesar
98,50 % (dari 49,575 mg/l menjadi 0,741), pada pH optimal 8.

Dari dua jurnal tersebut, dapat disimpulkan bahwa kromium heksavalen sangat
berbahaya bagi lingkungan. Selain berbahaya bagi lingkungannya, kromium tersebut jika
kandungannya cukup tinggi pada badan air, maka akan mengakibatkan organisme yang hidup
dibadan air tersebut mengalami gangguan fungsi fisiologis pada organisme tersebut.
Sungai citarum merupakan salah satu sungai yang sudah tercemar logam berat salah
satunya kromium, maka organisme yang hidup di sepanjang aliran sungai citarum tersebut
akan terganggu, dan jika disalah satu alirannya kadar kromium cukup tinggi, maka
organisme-organisme tersebut akan mati. Bukan hanya air sungai saja yang tercemar, tetapi
tanah disungai tersebut dapat tercemar akibat logam berat kromium tersebut, sehingga petani
dapat gagal panen atau panennya berkurang akibat kontaminasi logam berat tersebut.

F. Upaya Penanggulangan Untuk Mengurangi Cemaran Logam Berat di Sungai


Citarum
Beberapa alternatif untuk menanggulangi pencemaran logam berat oleh industri
tekstil di aliran sungai citarum tersebut dapat dilakukan dengan cara :
- Memperkuat aturan hukum dan mempertegas sanksi yang diberikan.
Memperkuat pentaatan aturan hukum lingkungan yang berlaku baik untuk pihak
pemilik usaha industri tekstil dan pengelola kawasan, misalnya memperhatikan aturan
peneglolaan dan pengolahan limbah seperti disebutkan dalam beberapa regulasi baik
peraturan tingkat nasional maupun tingkat propinsi dan kabupaten/kota.

- Membangun instalasi pengolah limbah komunal sebagai alternatif pengolahan limbah.


Pembangan instalasi pengolahan limbah komunal sangat membantu mengurangi
pencemaran logam berat yang ada di aliran sungai citarum. Dengan dibuatkannya instalasi
pengolahan limbah komunal, maka industri yang ada di aliran sungai citarum seperti industri
teksti dapat mengurangi jumlah limbah yang masih mengandung logam berat tersebut untuk
di buang ke badan sungai. Jadi instalasi pengolahan limbah tersebut akan mengolahan limbah
buangan dari industri tekstil sebelum di buang ke badan air, disana limbah di olah agar
kandungan logam berat dan sejenisnya yang dapat mengganggu mikroorganisme tersebut
dapat di kurangi jumlahnya sehingga tidak melebihi dari baku mutu yang telah ditetapkan
pemerintah.

- Menggunakan media constructed wetland


Selain menggunakan pengolahan limbah secara komunal, yang dapat dilakukan untuk
mengurangi cemaran logam berat yaitu menggunakan media wetland. Media wetland
merupakan suata lahan yang jenuh air dengan kedalaman air kurang lebih 1 meter dengan
tanaman pendukung. Tanaman pendukung ini merupakan tanaman air, contohnya seperti
cattail, canna, bulrush dan sebagainya. Jadi limbah yang dihasilkan oleh industri tekstil
tersebut sebelum di buang kebadan air akan melewati media wetland ini. Di sini limbah akan
diolah alami oleh tanah dan tumbuhan air, sehingga limbah yang berisi kandungan-
kandungan logam berat tersebut dapat dikurang sebelum masuk ke badan air.

- Cleaner Production
Satu-satunya cara adalah dengan program produksi bersih (Cleaner Production).
Produksi bersih adalah usaha berkelanjutan pada seluruh siklus hidup produk dan proses
untuk mengurangi risiko terhadap manusia dan lingkungan. Dengan adanya cleaner
production ini, maka tidak ada lagi limbah B3 yang tercemar di sungai citarum.

G. Usaha Pemerintah Untuk Mengatasi Cemaran Logam Berat di Sungai Citarum


Berbagai regulasi telah dikeluarkan oleh Pemerintah, Pemerintah Pusat maupun
Pemerintah Daerah, dalam upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Namun,
pada praktiknya, tingkat kesadaran, partisipasi, dan ketaatan terhadap peraturan (regulasi)
yang berlaku dari masyarakat dan pelaku industri masih sangat rendah. Sebuah survey
menemukan bahwa hanya 47.2% (83 industri) dari 176 industri di Kabupaten Bandung yang
telah mengelola limbah cairnya menggunakan IPAL (Setiawati,2009). Tetapi, dari jumlah
tersebut hanya 39.5% (33 industri) yang buangan limbah dari IPAL-nya telah memenuhi baku
mutu. sedangkan sebagian lainnya hanya memenuhi kadar, beban, atau tidak memenuhi
keduanya (kadar dan beban) yang disyaratkan berdasarkan Keputusan Gubernur No. 6 Tahun
1999.
Sebagai respon dan upaya perbaikan kondisi lingkungan akibat pencemaran sungai,
Kementerian Lingkungan Hidup menggalakkan Program Kali Bersih atau 'PROKASIH'
melalui promosi Instalasi Air Limbah Industri dan pengolahan sampah domestik komunal.
Indikator keberhasilan yang digunakan adalah peningkatan kualitas air atau penurunan
tingkat pencemaran. PROKASIH mengklaim bahwa program ini telah mengurangi tingkat
pencemaran dari pembuangan limbah industri, tapi sayangnya, kualitas air setelah
PROKASIH diluncurkan pada tahun 1989 belum menunjukkan peningkatan yang signifikan,
bahkan cenderung memburuk. Kondisi kualitas air Sungai Citarum sejak tahun 1989 sampai
saat ini belum pernah memenuhi standar kualitas air yang ditetapkan oleh pemerintah
lokal/daerah.
Menyadari bahwa PROKASIH belum memberikan hasil yang memuaskan,pada tahun
2007 , Pemerintah Indonesia merancang sebuah program pemulihan terpadu yang disusun di
dalam suatu roadmap. Perencanaan roadmap ini dikoordinir oleh Bappenas bersama dengan
pemerintah pusat, pemerintah provinsi, sektor swasta, dan organisasi masyarakat sipil.
Roadmap ini bernama ICWRMIP atau Integrated Citarum Water Resources Management
Investment Program (Program Investasi Manajemen Sumber Daya Air Citarum Terpadu).
Program terpadu ini masih terus berjalan sampai hari ini, meskipun hasilnya menunjukkan
kondisi yang memprihatinkan, kondisi badan air Citarum semakin buruk dari waktu ke
waktu. Pada tahun 2014, Pemerintah provinsi Jawa Barat meluncurkan Gerakan Citarum
Bestari (Bersih, Sehat, lestari, dan Indah), pemerintah juga mengadakan program reviltalisasi
dan normalisasi sungai Citarum dengan melakukan pembangunan sarana dan prasarana
pengolahan limbah cair dan padat industri dan rumah tangga, infrastrukturpengendali banjir,
dan penghijauan disekitar aliran sungai Citarum.

PENUTUP
Kesimpulan
Sungai Citarum memiliki peran penting dalam pembangunan ekonomi, tidak hanya
bagi masyarakat yang tinggal di sekitarnya tetapi juga bagi mereka yang tinggal ribuan
kilometer jauhnya disana. Seiring berjalannya waktu, sungai citarum dari tahun ketahun
tercemar limbah. Salah satunya adalah limbah industri tekstil. Limbah industri tekstil
mengandung logam berat berbahaya salah satunya Kromium (Cr). Logam berat kromium
jika di buang ke badan air tanpa melalui pengolahan terlebih dahulu dapat mengakibatkan
penambahan jumlah ion logam pada badan air. Kandungan krom dalam air dapat
menimbulkan efek kesehatan bagi manusia. Selain itu, para pekerja yang terkontaminasi
kromium akan berakibat pada kesehatan pekerja tersebut. Berbagai regulasi dan program
telah dikeluarkan oleh Pemerintah, Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah dalam
upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Namun, pada praktiknya, tingkat
kesadaran, partisipasi, dan ketaatan terhadap peraturan (regulasi) yang berlaku dari
masyarakat dan pelaku industri masih sangat rendah.

Saran
Membuat komitmen dan aturan yaitu cleaner production pada bahan kimia berbahaya
dan beracun dan memberikan hak publik atas informasi pengelolaan bahan kimia berbahaya
dan beracun pada industri-industri yang ada di aliran sungai citarum. Bagi industri yang
masih menggunakan logam berat agar membuat instalasi pengolahan air limbah maupun
wetland agar limbah yang dibuang disungai tersebut setelah melewati media tersebut, kadar
logam berat dan sebagainya dapat di kurangi sehingga tidak melebihi baku mutu maupun
mencemari badan air.

DAFTAR PUSTAKA
Achmad,Hiskia,1992, Kimia Unsur dan Radiokimia, Citra Aditya Bakti, Jakarta.
Birry, A Ashov dan Hilda Meutia,2012. Sebuah Poret Pencemaran Bahan Kimia Berbahaya
dan Beracun di Badan Sungai serta Beberapa Titik Pembuangan Industri Tak Bertuan,
Studi Kasus Sungai Citarum, Greenpeace Asia Tenggara WAHLI Jawa Barat, Jawa
Barat.
BPLHD Provinsi Jawa Barat. 2010. Original Title : Status Lingkungan Hidup Daerah.
Translated :Regional Environmental Status. Sections :Industrial activities with water
contamination possibility.
Bramandita, A,2009. Penurunan kadar kromium heksavalent dengan penambahan bubuk besi,
J, Insitut Pertanian Bogor, Bogor.
Connell, D.W. 1995. Bioakumulasi Senyawaan Xenobiotik. Jakarta: UI Press
Jalius,DD Setiyanto,K Sumantadinata,E Riani, Y Ernawati,2008,Akumulasi logam berat dan
pengaruhnya terhadapspermatoginosis Kerang Hijau (Perna viridis), Jurnal ilmu-ilmu
Perairan dan Perikanan Indonesia, 5 (1) :77-83.
Kementerian Lingkungan Hidup. 2011. Laporan Pengkajian Kriteria Mutu Air, lampiran PP
no. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran
Air. Deputi bidang pembinaan sarana teknis lingkungan dan peningkatan kapasitas.
King,RB,1994. Encyclopedia of Inorganic Chemistry and Chemical Reactivity, Ed ke 6,
Belmont :Thomson Brooks/Cole.
Kusnoputranto H,1996. Toksikologi Lingkungan Logam Toksik dan B3, Jakarta, UI-Press.

Lu, C. F. 1995. Toksikologi Dasar. Jakarta: Universitas Indonesia Press


Palar,Heryando,1994, Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat , PT.Reneka Cipta, Jakarta
Potter. C, Soeparwadi M., Gani A. 1994. Limbah Cair Berbagai Industri di Indonesia.
Project of the Ministry of State for Environment Republic of Indonesia and Dalhousie
University, Canada
Ramachandran ,T,P, Ganesan, dan S,Hariharian,2009. Decolourization of textile effluents :
An overview, J, Inst, Engineers 90:20-25
Salim, Parikesit, and Dhahiyat. 1997. Fish diversity in the Citarum River: a preliminary
wastes textile industry on the sustainability of rice field. Proceeding of national
seminar on multifunction and conversion of agricultural land used.Balai Penelitian
Tanah Bogor.
Setiawati, N. 2009.Kajian Akumulasi Logam Berat dalam Sedimen Dasar Sungai Citarum,
Hulu
Suharty,N,S, 1999. Studi Kualitas Fsik Kimia Tiga Anak Sungai Bengawan Solo di
Kabupaten Karanganyar, Pusat Studi Lingkungan Hidup Lembaga Penelitian
Srakarta, Surakarta.
Sukenjah,A,2006. Peningkatan Akumulasi Logam kromium dari Limbah Lumpur Industri
Galvanis dan Elektroplanting oleh Tanaman Akar Wangi (Vetlveria zizanoldes)
dengan Penambahan Cacing, Tesis, Program Pasca Sarjana Universitas Padjajaran,
Bandung.
Sunarto,2008.Teknologi Pencelupan dan Pencapan Jilid I, Jakarta : Departemen Pendidikan
Nasional
Sutamihardja, RTM,2002. Toksikologi Lingkungan Bogor: Insitut Pertanian Bogor.

Terangna. 1991. Water pollution. The course of the environmental impact


assessment.Institute of Ecology, Padjadjaran University.
Zille,A,2005. Laccase Reaction for Textile Application I, Disertasi,Textile Departement
Universidade do Minho.

Anda mungkin juga menyukai