Anda di halaman 1dari 14

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/325311962

PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR SUNGAI TERHADAP SUSTAINABLE


DEVELOPMENT

Article · May 2018

CITATIONS READS

0 5,143

1 author:

Awanda Susilaningtyas
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
1 PUBLICATION   0 CITATIONS   

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Awanda Susilaningtyas on 23 May 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR SUNGAI TERHADAP
SUSTAINABLE DEVELOMENT

AWANDA SUSILANINGTYAS

20150520229

Pendahuluan

Kepadatan penduduk berpengaruh terhadap peningkatan penggunaan air


bersih. Adanya perpindahan masyarakat desa dari desa ke kota (urbanisasi) untuk
mencari kehidupan yang lebih layak. Peningkatan akan adanya kebutuhan manusia
serta gaya hidup dari tahun ke tahun semakin menuntut. Hal itu membuat sampah
meningkat juga. Sampah yang semakin hari semakin menumpuk tidak sebanding
kehidupan perkotaan yang makin kesini semakin sempit. Sehingga masyarakat
yang tidak mau serta tidak mampu membayar ongkos kebersihan ataupun
masyarakat yang tidak bisa mengolah sampah yang mereka hasilkan akhirnya
dibuang di sungai. Dari keadaan tersebut tentunya muncul permasalahan baru.

Masalah tersebut yaitu pencemaran air. Saat ini pencemaran air di sungai
tentu tidak asing ditelinga masyarakat. Banyak masyarakat yang tidak sadar bahkan
mengabaikan bagaimana bahaya yang ditimbulkan nantinya jika mereka dengan
sengaja membuang sampah ataupun zat berbahaya lainnya ke sungai. Masyarakat
yang sengaja ataupun tidak sengaja membuang limbah rumah tangganya ke sungai
baik berupa sampah, deterjen, kemasan makanan. Lihat saja sungai-sungai di
Indonesia yang banyak tercemar karena membuang sampah di bantaran kali,
misalnya di kali Ciliwung yang ada di jantung negara Indonesia yaitu Jakarta. Baru-
baru ini juga muncul permasalahan baru terkait pencemaran air sungai di daerah
Bandung yaitu sungai Citarum yang merupakan sungai terpanjang di Jawa Barat
itu.

Kini sungai-sungai yang sudah dijelaskan sebelumnya tadi serta sungai-


sungai yang ada khususnya di wilayah DKI Jakarta dan sungai terpanjang di Jawa

1
Barat tersebut sangat memprihatinkan. Bagaimana tidak? Masyarakat banyak yang
membuang sampah di sekitar bantaran sungai tepatnya dibelakang rumah mereka
(khususnya warga bantaran kali Ciliwung, Jakarta). Sampah rumah tangga, limbah
deterjen, pewangi pakaian dibuang secara sembarangan di sungai. Bahkan banyak
juga pabrik sekitar kali membuang limbah ke sungai tanpa dilakukan pengolahan
terlebih dahulu. Hingga akhirnya sekarang, saat musim hujan terjadi banjir secara
terus menerus. Bahkan ada yang mengatakan bahwa DKI Jakarta adalah tempat
langganan banjir. Itu merupakan sebagian kecil dampak yang diakibatkan oleh
pencemaran air terutama pembuangan sampah secara sembarangan di sungai.
Masih banyak lagi dampak yang diakibatkan oleh nya.

Baik Pemerintah Daerah yang bekerja sama dengan SKPD (lebih tepatnya
Badan Lingkungan Hidup Daerah / BLHD) dan Badan Pengendalian Dampak
Lingkungan atau BAPEDAL yang mengurusi bagian ini telah berupaya dengan
sekuat tenaga melakukan upaya untuk membersihkan sungai Ciliwung di Jakarta
ataupun Sungai Citarum di Bandung, Jawa Barat namun, hingga saat ini yang
dilakukan tersebut masih belum terlihat karena tidak adanya timbal balik dari
masyarakat sebagai pembuang sampah. Berbagai upaya juga telah dilakukan
dengan adanya sebuah program dan program tersebut tidak mampu menangani
sampah yang sudah banyak mencemari air sungai yang ada.

Analisis

Air merupakan hal vital dalam kehidupan manusia. Jika tidak ada air di muka
bumi ini kemungkinan manusia tidak akan dapat hidup selama itu (diatas 10 tahun).
Salah satu aliran air di bumi ini terdapat pada sungai. Sungai juga penting dalam
menyalurkan air ke berbagai tempat di dunia. Sungai tidak kalah penting dengan
air, bedanya jika tidak ada sungai maka tempat tersebut akan meluap dan penuh
dengan air. Berbicara terkait air dan sungai terdapat masalah yang sebenarnya tidak
terlalu terfikirkan oleh masyarakat namun memberikan dampak yang sangat
berbahaya baik bagi manusia nya sendiri maupun makhuluk hidup lain seperti ikan
dan tumbuhan yang hidup didalamnya.

2
Pencemaran air sungai yang disebabkan oleh ulah manusia merugikan semua
makhluk hidup di bumi ini. Tidak terkecuali pencemaran air sungai di Sungai
Ciliwung di Jakarta dan Sungai Citarum di kawasan Bandung, Jawa Barat. Banyak
masyarakat yang tidak sadar bagaimana bahaya yang ditimbulkan nantinya jika
mereka dengan sengaja membuang sampah ataupun zat berbahaya lainnya ke
sungai. Padahal bahaya yang mereka lakukan itu dampaknya perlahan akan kembali
ke masyarakat sendiri. Kurangnya kesadaran masyarakat tersebut tentu tidak
terlepas dari peran pemerintah dalam memberikan pengetahuan kepada masyarakat
itu sendiri.

Walaupun sudah turun tangan untuk membersihkan sebagian sampah di


sungai, Pemerintah juga harusnya tanggap dengan keadaan ini, mensosialisasikan
kepada masyarakat tentang bahaya air sungai jika sudah tercemar. Bukan hanya
bagi kehidupan bagi manusia, tetapi juga bagaimana kehidupan biota air yang hidup
di sungai-sungai tersebut. Ikan-ikan banyak yang mati begitu saja, karena buruknya
kualitas air yang tercemar berbagai limbah, baik limbah yang dihasilkan oleh rumah
tangga (masyarakat) ataupun yang dihasilkan oleh pabrik-pabrik disekitar kali.

Hulu Sungai Ciliwung berasal dari salah satu gunung di Kabupaten Bogor,
Jawa Barat yaitu Gunung Telagawangi dan berakhir di Teluk Jakarta. Sungai
Ciliwung memiliki panjang sekitar kurang lebih 76 km yang terhitung dari hulu di
Kabupaten Bogor hingga ke muara yaitu pantai Tanjung Priok di Jakarta Utara.
Sedangkan untuk Daerah Aliran Sungai yang dilewati oleh Sungai Ciliwung yaitu
kurang lebih 322 km2 dan berbatasan langsung dengan aliran Sungai Cisadane di
sebelah barat dan aliran Sungai Citarum di sebelah timur. Daerah Aliran Sungai
(DAS) Ciliwung ini berasal dari beberapa anak sungai yang ada di wilayah
diantaranya Citamiang, Cimega Mendung, Cilember, Ciesek, Cisarua, Cibogo,
Cikabirus, dan Ciseuseupan. Tentunya gabungan dari beberapa anak sungai di
beberapa wilayah itu juga menjadikan Sungai Ciliwung mempunyai aliran yang
sangat luas. Aliran sungai nya saja mempunyai luas sekitar 56.062 ha.

Rata-rata masyarakat yang tinggal di sekitar Sungai Ciliwung mempunyai


tempat tinggal yang membelakangi sungai. Sehingga, potensi masyarakat untuk

3
membuang sampah ke sungai semakin besar. Dilihat dari tata ruang nya saja sudah
tidak bersih sebenarnya ini juga menjadi minus bagi sungai itu sendiri karena
kemungkinan bagi Dinas Kebersihan melihat pemandangan yang ada saja sudah
malas untuk mengurangi intensitas sampah apalagi untuk menghilangkan sampah
tersebut dari Sungai Ciliwung. Di perparah lagi dengan pembangunan rumah
disekitar sungai yang dibiarkan begitu saja, tanpa ada larangan ataupun peringatan.

Sumber pencemaran air ini dapat beberapa bagian berdasarkan limbah yang
dihasilkan diantaranya yaitu sumber limbah domestik dan sumber limbah non
domestik.(Gusriani,2014:2) Sumber limbah domestik biasanya banyak di hasilkan
oleh rumah tangga (masyarakat), pabrik, perkatoran, dll. Sedangkan sumber limbah
non domestik banyak dihasilkan oleh detergen, pewangi, serta sejenisnya. Lihat saja
sungai-sungai di Indonesia yang banyak tercemar karena membuang sampah di
bantaran kali, misalnya di kali Ciliwung yang ada di jantung negara Indonesia yaitu
Jakarta. Kondisi air sungai di Jakarta pun tidak kalah memprihatinkan dengan
banyaknya masyarakat yang membuang sampah ke sungai, padahal jika masyarakat
tidak membuang sampah secara sembarangan, air sungai bisa digunakan sehari-hari
oleh mereka. Baru-baru ini juga muncul permasalahan baru terkait pencemaran air
sungai di daerah Bandung yaitu sungai Citarum yang merupakan sungai terpanjang
di Jawa Barat itu lalu pada tahun 2008 Sungai Citarum di anggap sebagai sungai
terkotor didunia. (Yusuf, 2016:18). Sungai Citarum merupakan sumber pasokan air
utama di daerah Bandung, Jawa Barat, sungai ini juga digunakan masyarakat untuk
pembangkit listrik tenaga air. (Desriyan, 2015)

Satu lagi limbah yang paling berbahaya bagi sungai misalnya saja sungai
Citarum ataupun sungai Ciliwung di Jakarta yaitu limbah detergen. Limbah yang
satu ini walaupun sebagian masyarakat menganggap ini hanya limbah biasa, namun
bahaya atau dampak yang diakibatkannya sangatlah merugikan bagi semuanya.
Kandungan detergen berupa surfaktan, builder, dan adiktof. Terlebih lagi air sungai
tersebut dikonsumsi oleh masyarakat bantaran sungai untuk keperluan sehari-hari
seperti, mencuci (baik alat makan atau pakaian), MCK (Mandi, Cuci, Kakus),
bahkan mereka menggunakannya untuk air minum.

4
Untuk sumber pencemar yang menyumbang pencemaran air sungai di
Ciliwung terbagi menjadi tiga sumber yaitu diantara lain yang pertama, sumber
pencemar dari instansional, lalu yang kedua yaitu sumber pencemar dari non
instansional, dan yang terakhir yaitu sumber pencemar dari daerah hulu.
(Hendrawan, 2007) Sumber pencemar dari instansional biasanya berasal dari
beberapa aktivitas ataupun kegiatan yang memiliki skala besar atau skala kecil
misalnya saja seperti perkantoran, industri, dan lain sebagainya. Lalu yang kedua
yaitu sumber pencemar yang berasal dari non instansional biasanya dihasilkan oleh
masayarakat (lebih tepatnya rumah tangga) dan pihak lain yang tidak bertanggung
jawab dalam pengelolaan limbahnya misal pertanian, pupuk yang terbawa oleh
aliran sungai. Yang terakhir sumber pencemar dari daerah hulu yaitu dilakukan oleh
masyarakat yang tinggal didaerah hulu sungai. Sedangkan pada pencemaran air
Sungai Citarum terbagi menjadi beberapa zona dari zona agak tercemar hingga zona
paling parah pencemarannya. (Cahyaningsih & Harsoyo, 2010)

Padahal pada zaman tahun 70 hingga 80 an kedua sungai ini dapat dikatakan
sangat jernih (bersih) dan memiliki kualitas yang lumayan tinggi. Sehingga
masyarakat bisa menggunakannya untuk sehari-hari, baik untuk dikonsumsi
maupun menunjang rutinitas seperti mandi, dll. Dari tahun ke tahun debit sampah
yang ada di sungai Ciliwung ataupun pencemaran air di Sungai Citarum semakin
naik. Pemerintah hingga kewalahan menghadapi masalah ini. Namun, mau tidak
mau pemerintah harus segera menyelesaikan masalah yang tidak kunjung
ditemukan solusinya. Dari pencemaran air sungai ini sebenarnya juga
mendatangkan masalah baru bagi masyarakat yang hidup di bantaran sungai yaitu
ketika musim penghujan datang, bukan sering lagi tetapi selalu saja banjir datang
saat sungai tersebut meluap karena banyaknya kapasitas sampah yang ada di sungai
tersebut. Tidak jarang juga masyarakat banyak mengeluhkan berbagai penyakit
yang mereka alami setelah banjir itu.

Walaupun sudah turun tangan untuk membersihkan sebagian sampah di


sungai, Pemerintah juga harusnya tanggap dengan keadaan ini, mensosialisasikan
kepada masyarakat tentang bahaya air sungai jika sudah tercemar. Bukan hanya

5
bagi kehidupan bagi manusia, tetapi juga bagaimana kehidupan biota air yang hidup
di sungai-sungai tersebut. Ikan-ikan banyak yang mati begitu saja, karena buruknya
kualitas air yang tercemar berbagai limbah, baik limbah yang dihasilkan oleh rumah
tangga (masyarakat) ataupun yang dihasilkan oleh pabrik-pabrik disekitar kali.

Sejak tahun 2000 pemerintah daerah maupun pemerintah pusat juga telah
mengupayakan untuk mengatasi pencemaran air sungai tersebut (Sungai Citarum
ataupun Kali Ciliwung). Akan tetapi, berbagai usaha melalui program itu juga
berkali-kali mengalami kegagalan. Ada saja hambatan yang mereka hadapi ketika
ingin menyelesaikan permasalahan yang sudah lama menjadi prioritas para
pemimpin daerah untuk mengatasi pencemaran ini. Sangat sulit tentunya untuk para
pemimpin daerah menanggulangi bahkan menyelesaikan pencemaran air melalui
sampah, karena masyarakat sudah menganggap sungai itu adalah tempat
pembuangan akhir yang luas. Bahkan, beberapa pemimpin daerah dengan
pencemaran sungai terparah tersebut hanya mampu mengatasi permasalahan ini
hanya seperempat saja. Masyarakat banyak yang tidak perduli bagaimana nantinya
dampak yang akan ditimbulkan, hal terpenting bagi mereka adalah tidak perlu
membayar uang ongkos bagi petugas pengangkut sampah.

Dalam Achmad Nurmandi (2014) penduduk yang tinggal dikawasan kumuh


di Ibu Kota Jakarta mengeluarkan biaya kurang lebih 600-1200% untuk memenuhi
kebutuhan air bersih sendiri. Hal tersebut tentunya lebih besar biaya yang
dikeluarkan oleh penduduk yang bertempat tinggal dikawasan elite dan bersih.
Pencemaran ai sungai ini tidak hanya berasal dari limbah rumah tangga seperti yang
sudah dijelaskan sebelumnya (sampah, deterjen, pewangi, dan lain sebagainya)
tetapi pencemaran air sungai ini juga banyak berasal dari pabrik-pabrik yang ada
disekitar sungai salah satunya dikawasan Kiara Condong di daerah Bandung. Dari
pihak pabrik yang tidak memperhatikan AMDAL (Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan), bagaiamana proses pembuangan limbah pabrik yang benar serta
hanya sedikit pabrik-pabrik di bantaran kali yang sadar akan pentingnya
pengolahan air limbah sebelum nantinya dibuang ke sungai.

6
Pada tahun 2007 Badan Pusat Statistik Daerah Ibu Kota Jakarta menghitung
presentase jumlah sampah yang dihasilkan oleh masyarakat Jakarta setiap harinya.
Jumlah sampah yang dihasilkan tersebut yaitu 27.966 m3 per hari sama saja dengan
6000 ton perhari yang berasal dari masyarakat sebesar 52,97 persen, wilayah
perkantoran sebesar 27,53 persen, kawasan industri sebesar 8,97 persen, kawasan
sekolah sebesar 5,32 persen, kawasan pasar sebesar 4,00 persen, dan kawasan
lainnya sebesar 1,40 persen (Indrawati, 2011:187). Itu merupakan hasil pengamatan
dari BPS daerah DKI Jakarta tahun 2007, kemungkinan kemungkinan penumpukan
sampah pada tahun 2018 ini semakin besar. Apalagi ciliwung pencemaran air
sungai nya ibarat sudah parah (kronis) atau memasuki tahap penanganan lanjutan.

Pabrik disekitar bantaran kali yang tidak melakukan pengelolahan kembali


sebelum limbahnya dibuang ke sungai merupakan pabrik yang rata-rata tidak
memiliki IPAL (Instalasi Pembuangan Air Limbah) (Marganingrum, Roosmin, &
Sabar, 2013). Perusahaan yang membuang air imbah perusahaan ke sungai belum
memenuhi beberepa kriteria salah satunya yaitu BMAL (Baku Mutu Air Limbah)
(Marganingrum & Estiaty, 2016). Hal ini tentunya sangat merugikan bagi sungai
ini, kenapa bisa begitu? Karena secara tidak sadar manusia yang merusak alam serta
membunuh eksosistem lain yang hidup disungai, baik sungai Ciliwung ataupun
sungai Citarum. Padahal di sungai ini masyarakat yang tinggal di sekitar sungai
Citarum banyak mengembang biakkan spesies ikan. Jika ada yang bertanya
bagaimana dengan kandungan gizi dalam ikan tersebut? Seperti yang kita tahu
sebelumnya Sungai Citarum sudah banyak tercemar oleh berbagai limbah rumah
tangga serta limbah industri. Hal tersebut menandakan bahwa ikan tersebut sudah
tidak baik untuk dikonsumsi oleh masyarakat. Apalagi terdengar isu bahwa sungai
Citarum ini sudah terkontaminasi oleh bakteri E-Coli, bakteri yang sangat
berbahaya jika masuk kedalam tubuh manusia. E-Coli umumnya berasal baik dari
kotoran manusia (tinja) ataupun kotoran hewan.

Tidak hanya bakteri E-Coli yang ada di sungai Citarum, bahkan terdapat
bakteri yang lebih berbahaya lagi yaitu Pseudomonas Aeroginosa yang
mendatangkan berbagai penyakit berbahaya apabila masyarakat menggunakan atau

7
mengkonsumsi air tersebut. seperti yang kita tahu, bakteri tersebut umumnya
berada di lingkungan kesehatan seperti Rumah Sakit, Klinik, dan Puskesmas. Akan
tetapi mengapa bakteri tersebut bisa ada di sungai Citarum ini? Mungkin karena
pihak lingkungan kesehatan membuang limbah bekas nya ke sungai Citarum bukan
ketempat yang seharusnya untuk membuang alat-alat medis seperti itu. Bukankah
pembuangan alat-alat medis itu tidak bisa sembarangan? Tapi ini malah banyak
melenceng dari aturan yang sebelumnya ada, bahwasanya membuang bekas alat-
alat medis bukan di sungai melainkan di tempat sesuai aturannya.

Upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk mengendalikan


pencemaran air sungai (Sungai Ciliwung dan Sungai Citarum) dapat dilakukan
melalui beberapa upaya. Diantaranya yaitu dengan membuat peraturan (Undang-
Undang, Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden) yang didalamnya mengatur
larangan pembuangan sampah tidak pada tempatnya termasuk ke sungai dan
menindak tegas bagi pelanggar nya. Bahkan dalam peraturan tersebut mungkin bisa
diatur berapa jumlah (dalam bentuk nominal) yang digunakan untuk
mempertanggung jawabkan perbuatan pelaku yang membuang sampah ke badan
sungai. Strategi untuk pengendalian pencemaran air harus mencakup tiga aspek
diantaranya aspek manajemen, aspek sosial, dan aspek lingkungan. (Agustiningsih,
Sasongko, & Sudarno, 2012:69).

Upaya lain menyebutkan bahwa setidaknya ada dua upaya yang dilakukan
untuk mengendalikan pencemaran air yang nantinya lebih parah lagi yaitu dengan
cara non teknis dan secara teknis (Indrawati, 2011). Cara pertama yaitu
pengendalian secara non teknis dengan membuat Peraturan perundangan yang
harus di buat yaitu mengenai bagaimana perencanaannya, pengawasannya,
pengaturannya di kawasan industri guna mengurangi tindak terjadinya pencemaran.
Sedangkan untuk pengendalian teknis dapat dilakukan dengan cara mengolah
limbah dengan tepat dan mengganti cara untuk mengurangi dampak tejadinya
pencemaran air pada bahan yang nantinya akan dibuang pada kawasan industri.
Dari masyarakat sendiri juga bisa mengantisipasi atau mengendalikan pencemaran
air sungai tersebut caranya yaitu dengan 3R (Reduse, Recycle, Reuse). Reduse dapat

8
dilakukan dengan mengurangi intensitas sampah yang dihasilkan biasanya dengan
mengurangi pemakaian plastik setiap belanja atau menggantinya dengan
menggunakan paper bag. Selanjutnya yaitu Recycle dapat dilakukan dengan cara
mengolah kembali sampah yang tidak dipakai, misalnya dijadikan bahan bernilai
ekonomi seperti dijadikan tas, dompet atau yang lainnya. Terakhir, yaitu Reuse atau
penggunaan kembali. Misalnya saat belanja, kita menggunakan plastik kemarin
yang memang bekas buat beli makanan di supermarket tanpa perlu meminta lagi
yang baru.

Sementara masih ada satu pihak lagi yang mungkin bisa membantu
mengentaskan permasalahan ini. Pihak tersebut merupakan pemulung. Walaupun
masayarakat menganggap pemulung itu sebagai orang pengganggu saja, namun
nyatanya pekerjaan ini tidak serendah yang selama ini masyarakat fikirkan.
Pemulung bahkan banyak membantu pemerintah dalam mengurangi intensitas
sampah yang ada di Sungai Ciliwung maupun Sungai Citarum. Secara tidak sadar
hal ini juga membantu mereka (pemulung) dalam mendapatkan kehidupan yang
lebih layak lagi. Membantu ekonomi keluarga pemulung itu. Sama-sama
menguntungkan bukan? Baik bagi pemerintah, bagi kebersihan sungai maupun bagi
pemulung. Sungai yang biasanya banyak terdapat sampah didalamnya, sedikit demi
sedikit bisa berkurang karena di ambil oleh para pemulung yang ada.

Sesuai dengan salah satu pilar dalam pembangunan berkelanjutan


(sustainable development), ekonomi (economic) dan yang bisa dikaitkan dengan
cara mengendalikan pencemaran air sungai agar tidak semakin parah yaitu dengan
memanfaatkan sampah yang tadinya tidak berguna menjadi daya guna dan berdaya
jual tinggi. Dengan cara mengolah sampah secara 3R (Reduce, Recycle, Reuse)
sampah yang tadinya hanya dianggap sebagai kotoran yang menjijikkan kini
mempunyai harga jual yang tinggi serta tentunya tidak kalah dengan barang lainnya
yang sudah terkenal seperti tas dan dompet. Secara tidak sadar ini juga membantu
pertumbuhan ekonomi masyarakat disekitar kali dan menguntungkan bagi
lingkungan untuk terus dijaga demi keberlanjutan anak cucu kita nantinya.
Pertumbuhan ekonomi yang dimaksud yaitu mampu menyediakan lapangan

9
pekerjaan yang adil bagi masyarakat serta membantu dalam pengentasan
kemiskinan untuk ekonomi yang lebih baik.

Sedangkan untuk pilar lingkungan (environment) dapat dijelaskan ketika cara


serta upaya yang telah dilakukan pemerintah selama ini sudah menunjukkan hasil,
yaitu pencemaran air sungai semakin mengecil, masyarakat sadar akan bahaya
membuang limbah ke sungai. Maka, ini juga akan memberikan dampak positif bagi
keberlanjutan kehidupan di masa mendatang. Air yang diharapkan semakin bersih
dapat kembali digunakan masyarakat untuk menopang kebutuhan sehari-hari
seperti memasak dan yang lain. Selain itu, kehidupan makhluk hidup di laut juga
tidak terganggu ekosistemnya. Masyarakat tidak perlu risau lagi jika ingin
mengkonsumsi ikan-ikan yang hidup di sungai Ciliwung maupun Sungai Citarum
tersebut. kehidupan masa mendatang juga tidak akan kehabisan air bersih jika
pemerintah serta masyarakat saat ini bekerja sama untuk menekan pencemaran air
sungai.

Terakhir yaitu sosial (social) bagaimana usaha tersebut dilakukan dengan


saling membantu antara masyarakat dengan pemerintah. Kerjasama antara
masyarakat satu dengan masyarakat yang lain juga sangat berpengaruh dalam
pengendalian pencemaran air sungai ini. Salah satu keperluan masyarakat yang
hidup di perkotaan dan sangat diperlukan oleh mereka yaitu kebutuhan air bersih.
Dari usaha pengendalian tersebut masyarakat dapat menggunakannya bersama
secara adil dan tidak mempunyai niat untuk menggunakannya sendiri baik air bersih
yang sudah tersedia ataupun makhluk hidup lainnya yang hidup di sungai itu.

Penutup

Kondisi Sungai Ciliwung dan Citarum dari tahun ke tahun semakin


mengkhawatirkan saja. Kondisi kedua sungai tersebut bisa dikatakan kronis.
Apabila mengingat sampah yang semakin hari semakin menumpuk dan limbah
pabrik yang dibuang secara sembarangan. Masyarakat juga tidak luput dalam
menambah volume sampah dikedua sungai yang terkenal dengan sebutan “kotor”
tersebut. Upaya pengendalian pencemaran air sungai yang dilakukan pun juga tidak

10
seberapa. Bahkan banyak yang tidak berhasil padahal sudah beberapa puluh tahun
belakangan diterapkan. Namun, belum menemukan tanda-tanda keberhasilan
sampai sekarang. Diperlukan kesadaran pribadi dari masyarakat serta pelaku yang
membuang sampah di sungai dan menyebabkan pencemaran tersebut.

11
DAFTAR PUSTAKA

Agustiningsih, D., Sasongko, S. B., & Sudarno. (2012). Analisis Kualitas Air dan
Strategi Pengendalian Pencemaran Air Sungai Blukar Kabupaten Kendal.
Jurnal Presipitasi Vol. 9 No. 2 September 2012, ISSN 1907-187X.

Cahyaningsih, A., & Harsoyo, B. (2010). Distribusi Spasial Tingkat Pencemaran


Air di DAS Citarum. Jurnal Sains Dan Teknologi Modifikasi Cuaca. Vol. 11.
No. 2:1–9.

Desriyan, Ramdana, dkk. (2015). Identifikasi Pencemaran Logam Berat Timbal (


Pb ) pada Perairan Sungai Citarum Hulu Segmen Dayeuhkolot sampai
Nanjung. Jurnal Online Institut Teknologi Nasional, No. 1 Vol. 3 Februari
2015.

Gusriani, Yeni. (2014). Strategi Pengendalian Pencemaran Daerah Aliran Sungai


(DAS) Siak di Kabupaten Siak. Universitas Riau.

Hendrawan, Diana. (2007). KUALITAS AIR SUNGAI CILIWUNG DITINJAU


DARI PARAMETER MINYAK DAN LEMAK 1 ( Water Quality of Ciliwung
River Refer to Oil and Grease Parameter ). Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan
Perikanan Indonesia, Desember 2008, Jilid 15, Nomor 2: 85-93.

Indrawati, Dwi. (2011). Upaya Pengendalian Pencemaran Sungai yang


diakibatkan oleh Sampah. Universitas Trisakti. TJL, Vol 5 No. 6 Des 2011.

Marganingrum, D., & Estiaty, L. M. (2016). Evaluasi Kebijakan Baku Mutu Air
Limbah (Studi Kasus: Limbah Cair Industri Tekstil Di Bandung) Evaluation
of Effluent Standard Policy (Case Study: Textile Wastewater in Bandung).
Jurnal Lingkungan Dan Bencana Geologi Vol. 7 No. 1 (9–17).

Marganingrum, D., Roosmin, D., & Sabar, A. (2013). Diferesiasi Sumber


Pencemar Sungai Menggunakan Pendekatan Metode Indeks Pencemar ( IP )
( Studi Kasus : Hulu DAS Citarum ) River Pollutant Sources Differentiation
Using Polution Index Method ( Case Study : Upper Citarum Watershed ). Riset
Geologi Dan Pertambangan Vol.23 No.1 (37–49) ISSN 0125-9849.

12
Nurmandi, Achmad. (2014). Manajemen Perkotaan (Teori Organisasi,
Perencanaan, Perumahan, Pelayanan dan Transportasi Mewujudkan Kota
Cerdas.Yogyakarta: Jusuf Kalla School of Government Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta (JKSG UMY).

Yusuf, I. A. (2016). ANALISIS PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DI ZONA


HULU SUNGAI CITARUM DENGAN MODEL MULTI DIMENSIONAL
SCALLING ANALYSIS OF WATER POLLUTION CONTROL IN THE UPPER
CITARUM RIVER ZONE USING MULTI DIMENSIONAL SCALLING
MODEL. Balai Lingkungan Keairan Pusat Penelitian dan Pengembangan
Sumber Daya Air. Jurnal Sumber Daya Air Vol. 12 No. 1, Mei 2016: 17-32.

13

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai