Anda di halaman 1dari 65

3.

1 Analisis Tapak

3.1.1 Kondisi Alam Eksisting

Kontur Lahan Eksisting


Berdasarkan survey lokasi dan data yang didapat dari peta RDTR wilayah Gedebage, diketahui bahwa lokasi
tersebut memiliki kontur lahan yang relatif datar, kemiringan kontur berkisar antara 0 – 2% kearah selatan
dengan perbedaan elevasi dengan jalan raya sekitar -1 hingga -2 meter dimana jalan raya Soekarno Hatta
berada pada ketinggian kurang lebih 668,5 meter dari permukaan laut.

Gambar 3.1 Peta kontur


Sumber : Peta RDTR Gedebage

Kondisi kontur dimulai dari elevasi tanah di sisi jalan raya Soekarno Hatta yang memiliki perbedaan kurang
lebih 50 cm dari jalan. Maka untuk pengembangan harus dilakukan fill in tanah urug agar elevasi tidak terlalu
curam pada area muka atau entrance, kelandaian ini menerus hingga batas sungai atau drainase yang
melintasi di tengah tapak. Dari batas sungai ini ke arah selatan kontur mengalami penurunan sekitar 1 meter
dan berakhir di batas selatan tapak dengan elevasi 666,5 meter dari permukaan laut.
Pola Drainase Eksisting
Pada area tapak eksisting, berdasarkan survey lokasi dan juga berdasarkan data peta ada satu sungai
eksisting yang mengalirkan pembuangan dari pemukiman sisi utara jalan raya Soekarno Hatta dan
mengalirkan ke sungai di selatan, pada pengembangannya saluran ini menghubungkan dengan pond atau
danau yang akan di buat di sisi selatan kawasan. Dengan arah gerak air menuju ke selatan dan juga kondisi
kontur yang landai ke selatan maka pola pengembangan drainase yang akan dilakukan di masa yang akan
datang harus mengallirkan pembuangan limbah (plumbing) ke arah selatan. Seperti septic tank yang
sebaiknya di sisi selatan bangunan, dan titik air bersih lebih baik di sisi utara bangunan.

Gambar 3.2 (Kiri) Tapak penuh semak dan relatif datar. (Kanan) Sawah.
Sumber : Analisa RK 2014

Usulan Konsep Desain


Maka berdasarkan kontur yang ada dan cenderung landai tersebut maka perletakan massa bangunan dapat
dilakukan dengan beberapa konfigurasi berikut :

Gambar 3.4 Peta drainase eksisting.


Sumber : Peta RDTR Gedebage

Gambar 3.3 (Kiri) Pembagian dua atau tiga zona depan dan belakang (Kanan) Bangunan dalam satu modul.
Sumber : Analisa RK 2014

Berdasarkan analisa tersebut dan kontur yang landai maka konfigurasi pengembangan lebih fleksibel dan
mudah, pertimbangan kontur yang landai maka didapat dua kesimpulan, pertama dapat di bagi dalam dua
atau tiga zona utara dan selatan dengan meminimalisir cut and fill yang berlebihan, dan kedua dengan
massing bangunan menjadi satu kesatuan dengan cut and fill yang cukup banyak.
Gambar 3.5 (1)Drainase sisi jalan raya (2&3) saluran drainase eksisting.
Sumber : Survey RK13

Bab 3- 2
Usulan konsep desain
Dalam kondisi tapak seperti ini dengan kelandaian yang tidak terlalu curam maka didapat kesimpulan
analisa pola drainase yang akan di bentuk sebaiknya saluran tersebut di pindahkan ke sisi barat dan timur
sebagai drainase utama, dan juga saluran yang menghubungkan antara saluran utama tersebut. Juga dapat
dilakukan kemungkinan pond kecil pada sisi utara tapak untuk menahan debit berlebih yang akan melintasi
tapak. Ukuran drainase sebaiknya tetap dan sesuai dengan ukuran eksisting, agar kemampuan menampung
air tidak berkurang.

Gambar 3.6 (Kiri) Saluran drainase utama berada di sisi barat. Sisi barat dan timur tidak terkoneksi.
(kanan) Saluran drainase utama berada di sisi timur dengan kedua saluran terkoneksi dengan drainase jalan.. Gambar 3.7 Peta drainase eksisting.
Sumber : Survey RK13 Sumber : Peta RDTR Gedebage

Pohon dan Vegetasi Eksisting


Pada lokasi tapak relatif tidak ada pohon besar (pohon lebih besar dari 3-4 meter) hanya ada vegetasi
Tipe Tanah Eksisting
berupa hamparan sawah, perdu, ilalang dan pohon pisang Ada beberapa pohon kecil yang dapat di relokasi
Berdasarkan survey data yang kami dapatkan dari tes sondir tanah di lokasi yang dilakukan oleh tim
pada saat pengembangan. Di luar tapak terpilih ada banyak pohon besar yang terdapat di kavling milik
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat dari Universitas Parahyangan Bandung,
POLDA dan perhutani. Sehingga dalam proses pengembangan lahan ini tidak ada kendala untuk
menyatakan bahwa tanah di Gedebage ini merupakan tanah lempung sedimen (sandy and silty clays)
mempreservasi vegetasi, dengan kata lain lahan ini siap untuk dikembangkan.
dengan ketahanan ujung sondir sebesar 4,1 – 14,5 kg/cm2. Juga sifat dari tanah lempung yang memiliki nilai
kembang susutnya tidak stabil, dalam artian jika tanah di musim kering akan menyusut dan mengeras,
sebaliknya jika di musim hujan maka tanah akan mengembang karena serapan air, sehingga tanah jenis ini
tidak stabil. Dan harus dilakukan treatment pada tanah yang akan di tanam pondasi/ struktural, sedikit
mungkin untuk tidak menyerapkan air ke dalam tanah. Karena perubahan kandungan air pada tanah akan
merubah tekanan tahanan pada tanah dengan drastis.

Bab 3- 3
Tabel 3.1 Uji Sondir . Dari data diatas maka tanah di kawasan Gedebage ini termasuk tanah lempung dengan tingkat stabilitas
Sumber : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, UNPAR
tanah yang cenderung tidak stabil, sehingga diperlukan treatment sebelum melakukan pemancangan pada
lokasi tanah yang akan ditempatkan pondasi bangunan. Dengan cara menambahkan tanah yang lebih stabil
seperti tanah padas, tanah yang di campur semen kapur dan belerang. Atau dengan memasang cerucuk
bambu untuk pondasi tidak dalam. Dan alternatif untuk bangunan tinggi adalah dengan menggunakan tiang
pancang dapat berupa bore pile atau PC spun pile, dengan treatment tanah pada titik pondasi.

Gambar 3.9 Bore pile.


Sumber : www.icac.org.hk

Gambar 3.8 Klasifikasi tanah berdassarkan uji sondir.


Sumber : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, UNPAR.

Bab 3- 4
3.1.2 Iklim

Analisa Pergerakan Matahari


Negara Indonesia berada pada lintasan matahari sepanjang tahun karena letaknya yang di ekuator bumi,
berada pada rentang 6o LU hingga 110 LS. Dan sudut deklinasi matahari yang berada pada rentang 230
untuk negara di area tropis. Sedangkan kota Bandung sendiri berada pada 7 0 LS.

Gambar 3.11 Lintasan matahari pada tapak 4 Maret.


Sumber : www.suncalc.net

Gambar 3.12 Lintasan matahari pada tapak 21 Juni.


Sumber : www.suncalc.net
Gambar 3.10 Lintasan matahari dilihat dari kota Bandung.
Sumber : http://www.gaisma.com/en/location/bandung.html

Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa saat ini (4 maret 2014) lintasan matahari berada tepat di atas kota
Bandung, sekitar 90o. Lalu pada sekitar tanggal 21 Juni posisi matahari akan berada di sisi terjauh di utara
Bandung dengan sudut matahari sekitar 59o - 60o dari cakrawala. Sedangkan jika pada tanggal sekitar 21
Desember sudut matahari terjauh dengan sudut matahari dari cakrawala sekitar 73 o. Pada bulan Juni dan
Desember ini akan membentuk sudut datang cahaya matahari yang jauh, sehingga bayangan yang terjadi
pada bangunan pun akan panjang.

Pergerakan matahari ini memberikan dampak bagi tata letak bangunan dan bukaan pencahayaan pada
bangunan yang berada di dalam site, sehingga pergerakan matahari dari timur ke barat perlu di perhatikan
karena akan memberikan terlalu banyak asupan sinar dan panas, karena Indonesia berada di belahan bumi Gambar 3.13 Lintasan matahari pada tapak21 Desember.
Sumber : www.suncalc.net
tropis sehingga setiap tahun mendapat pasokan cahaya yang berlebih.

Bab 3- 5
Sudut matahari tertinggi di utara sekitar 59-60 derajat dari cakrawala, sehingga akan membentuk bayangan matahari pada posisi terjauh yaitu pada bulan Juni dan desember, namun dengan intensitas yang rendah di
panjang bagi bangunan tinggi pada pagi dan sore hari, pagi akan mengarah ke barat daya, dan jika sore banding pada alternatif pertama.
hari akan membayangi sisi tenggara dari tapak. Pada bulan Maret maka matahari relatif tepat di atas kota
Bandung, maka bayangan yang di hasilkan pada tapak akan relatif sejajar dengan jalan Soekarno hatta.
Posisi terjauh bulan Juni dan Desember menghasilkan bayangan yang sedikit diagonal tapak. Maka Analisa Arah Angin
sebaiknya arah bukaan terbanyak adalah sisi utara dan selatan, namun dengan bentuk tapak yang Berdasarkan data dari BMKG, angin pada wilayah Indonesia bagian selatan ekuator cenderung akan
memanjang utara selatan menyulitkan untuk membentuk massa bangunan dengan mayoritas bukaan utara berhembus dari barat daya dan barat laut. Sehingga pada area bandung pun akan di dapat pergerakan
dan selatan. angin yang juga tidak jauh berbeda.

Untuk memfilter cahaya berlebih di sisi barat dan timur, sisi barat terutama, di butuhkan vegetasi yang relatif Pada eksisting tapak cenderung tidak terlalu berangin karena diapit dua bangunan POLDA dan Perhutani.
besar sebagai peneduh tapak dan sisi bangunan yang menghadap barat dan timur. Namun pada tepi jalan soekarno hatta, dimana arus kendaraan cukup cepat juga merupaka ruang terbuka
yang membuat angin di tepi jalan cukup tinggi. Ini hanya berpengaruh pada area tapak sisi utara, dan tidak
mempengaruhi pada bangunan tinggi, pengaruh angin pada jalan raya hanya di rasakan pada bangunan
rendah.

U U Gambar 3.15 . Pergerakan angin di Indonesia.


Sumber : www.bmkg.go.id
Gambar 3.14 (Kiri) Alternatif 1, mengikuti bentuk tapak.
(Kanan) Alternatif 2. Bentuk massa mengikuti pergerakan semu matahari.
Sumber : analisa RK2013 Gambar 3.16 Arah angin pada tapak dari
barat daya dan barat laut.
Sumber : www.bmkg.go.id
Pada alternatif pertama bentuk massa bangunan terpisah dalam beberapa bagian dengan mengikuti bentuk
tapak yang memanjang ke selatan, maka dalam tiap massa bidang utara dan selatan lebih besar dibanding
sisi barat dan timurnya. Namun pada bulan Juni sisi fasad bagian utara dan sisi barat akan terpapar Respon bentuk massa bangunan terhadap angin yang rata-rata berhembus dari barat daya dan barat laut

matahari lebih banyak, pada Desember bagian selatan dan timur yang akan terpapar lebih banyak. sebaiknya bentuk massa bangunan tinggi tidak menahan angin, yaitu bujur sangkar atau pipih memanjang
arah barat dan timur, juga jika pada bangunan yang memanjang utara selatan sebaiknya ada celah untuk
Pada alternatif kedua, massa bangunan tepat mengikuti pergerakan matahari dengan bentuk tepat sejajar meloloskan tekanan angin.
garis horison, dengan bukaan dan bidang terluas utara dan selatan, sehingga bagian yang terpapar lebih
banyak matahari adalah bagian barat dan timur, sedangkan bagian utara selatan juga terpapar sinar

Bab 3- 6
Analisa Banjir 3.1.3 Lingkungan Fisik Buatan
Untuk wilayah Gedebage merupakan dataran rendah dan merupakan area yang menyerupai mangkuk
Man Made Features atau lingkungan fisik buatan dapat meliputi segala sesuatu yang termasuk pada benda-
sehingga aliran air cenderung mengallir ke wilayah ini.Dengan ditambah jenis tanah yang berjenis lempung
benda yang terdapat di dalam tapak dan/atau mungkin melibatkan suatu analisis terperinci dari karakter
dimana daya resap nya kurang baik. Dari dokumen PPK Gede Bage daerah ini dapat di lihat area banjir
arsitektural yang ada di sekeliling tapak.
berada di selatan lokasi tapak terpilih.
Man Made Features atau lingkungan fisik dalam tapak (in-site features) meliputi; fungsi, ukuran, bentuk
bangunan, ketinggian dan lokasi, tipe pagar dinding, lokasi dan karakter ruang terbuka, pola perkerasan,
lokasi dan ukuran bahu jalan, tiang listrik, infrastruktur, serta ciri-ciri di luar tapak (Out-of site features) yang
dapat meliputi; karakteristik-karakteristik dari pembangunan disekitarnya seperti skala, bentuk atap, pola –
pola pengaturan pintu/ jendela, garis sempadan, ruang terbuka, poros visual, pola-pola lapisan perkerasan.
Man made features penting untuk menentukan karakter pembangunan yang sesuai dengan lingkungan.

Fitur Dalam Tapak


1. Ukuran, Bentuk Bangunan, ketinggian dan lokasi

Gambar 3.17 Daerah rawan banjir di gedebage utara.


Sumber : Dokumen PPK Gedebage

Daerah yang di arsir pada peta diatas merupakan area yang lebih rawan terkena banjir jika musim
Gambar 3.18 Kondisi Bangunan Pada Site, Sumber: Dokumentasi RK13
penghujan tiba,untuk lokasi tapak terpilih tidak terlalu rawan banjir karena posisi lebih ke atas di sisi jalan
Soekarno Hatta dan juga di lalui saluran irigasi yang akan direncanakan bermuara di kolam retensi di sisi Bangunan yang terdapat di dalam site sebagian besar merupakan bangunan non-permanen satu lantai

selatan kawasan. Untuk pengembangan dan antisipasi terjadinya banjir maka saluran drainase harus dengan ketinggian 4 – 5 meter dan berfungsi sebagai tempat sewa usaha. Semua bangunan berdiri di atas

memecah konsentrasi penimbunan air di sisi selatan tapak, karena kemiringan lahan menuju ke selatan. kepemilikan satu orang, kecuali bangunan permanen pada sisi barat site dan sungai yaitu bangunan pusat
vulkanologi dan mitigasi bencana milik kementerian energi dan sumber daya mineral. Bangunan kantor
pemerintah ini terdiri dari 1 – 2 lantai dengan ketinggian sekitar 10 meter dan bentuk atap serupa pelana.
Karena berada dalam delineasi site, maka bangunan permanen yang berada di dalam site akan dianggap
dipindahkan dari dalam site.

Bab 3- 7
2. Lokasi dan Karakter ruang terbuka fasilitas pejalan kaki dengan lebar 2,5 yang menerus dari arah timur menuju barat. Fasilitas pejalan kaki
(trotoar) ini menggunakan perkerasan berupa paving block.

Fitur Di Luar Tapak


1. Skala Bangunan sekitar, dinding batas, proporsi, dan bentuk atap.
Pada sisi timur site berbatasan langsung dengan kompleks bangunan kantor pemerintahan milik Kepolisian
Daerah Jawa Barat, batas pemisah antar site berupa dinding masif dengan tinggi 1,5 meter dan tanpa
memiliki sempadan samping terhadap bangunan. Tinggi bangunan 10 – 15 meter terdiri dari dominasi
bangunan 2 lantai, atap bangunan berbentuk limasan dan memberikan kesan formal karena merupakan
bangunan kantor pemerintah.

Gambar 3.19 Kondisi Ruang terbuka Pada Site, Sumber: Dokumentasi RK13

Site rencana pengembangan merupakan lahan kosong yang saat ini sebagian dijadikan menjadi tempat
parkir dan lapangan bola pada sisi utara, sedangkan pada sisi selatannya masih berupa pesawahan yang di
tanami padi, sehingga kemungkinan kekuatan tanah antara sisi utara dan selatan berbeda.

3. Pola Perkerasan, Lokasi dan Ukuran bahu jalan, tiang listrik, infrastruktur.

KANTOR KEPOLISIAN DAERAH JAWA BARAT

Gambar 3.21 Skala Bangunan sekitar, dinding batas, proporsi, dan bentuk atap – Kantor Polisi.
Sumber: Dokumentasi RK13

Pada sisi barat site, berbatasan langsung dengan kompleks perkantoran Perum PERHUTANI, batas
pemisah antar site berupa dinding masif. Tinggi bangunan 10 – 20 meter terdiri dari dominasi bangunan 2 –
3 lantai. Atap bangunan didominasi bentuk atap limasan dan memberikan kesan formal karena merupakan
bangunan perkantoran pemerintah.
Gambar 3.20 Kondisi Infrastruktur pada Site, Sumber: Dokumentasi RK13

Site rencana pengembangan merupakan tanah lapang sehingga hingga saat ini di dalam site belum
terdapat perkerasan, infrastruktur dan juga jaringan utilitas. Namun pada sisi utara site sudah terdapat

Bab 3- 8
5) Pada sisi utara jalan soekarno-hatta terdapat deretan warung makan dan toko 1 lantai dengan ketinggian
4 meter dan bentuk atap pelana, kebanyakan dari warung-warung ini merupakan warung non permanen
yang berbatasan langsung dengan trotoar. Pada sisi belakang warung (utara) dapat terlihat bangunan
dibelakangnya yang memiliki dominasi jumlah lantai 2 – 4 lantai.
6) Pada sisi utara jalan Soekarno-Hatta terdapat rumah-toko yang memiliki ketinggian sekitar 8 -10 meter
dengan jumlah lantai 2 dan memiliki jenis atap limasan.

RUMAH - TOKO.
SPBU PERTAMINA. 5 WARUNG MAKAN/ TOKO. 6
4 2 LANTAI. ATAP LIMASAN
1 LANTAI. 1 LANTAI. ATAP PELANA

KANTOR PERHUTANI

Gambar 3.22 Skala Bangunan sekitar, dinding batas, proporsi, dan bentuk atap – Perhutani, 4 5
Sumber: Dokumentasi RK13 6
Selain dua bangunan yang bersebelahan langsung dengan site terdapat bangunan – bangunan sekitar site
memiliki karakteristik yang saling berbeda, karena memiliki fungsi yang saling berbeda. Berikut pola
karakteristik fisik dari lingkungan sekitar site yang tidak berbatasan langsung. 1 2 3
1) Hotel, Merupakan hotel yang tengah dalam pembangunan, direncanakan memiliki lantai berjumlah 10
lantai atau tinggi sekitar 40 meter. Karena merupakan bangunan tinggi maka bangunan ini mempergunakan
atap datar/ dak.
2) Gudang Keramik, bangunan ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan keramik sementara. Bangunan
ini memiliki ketinggian sekitar 5 meter dengan jumlah lantai 1 dan bentang yang cukup lebar. Sehingga
mempergunakan struktur atap ringan (truss frame) dengan bentuk atap pelana. Batas antar sitenya sendiri
menggunakan dinding masif setinggi 2 meter.
3) SPPBE Pertamina, merupakan Stasiun pengisian dan pengangkutan Bulk Elpiji. Berfungsi sebagai tempat
Hotel. 12 Gudang Keramik. 1 lantai. SPPBE PERTAMINA.
pengisian elpiji dan juga tempat penyimpanan sementara dari bahan bakar gas elpiji. Bangunan memiliki 1 lantai. 2 Atap Pelana 3 1 LANTAI.
Atap Dak
satu lantai bangunan dengan ketinggian sekitar 5 meter. Karena merupakan tipikal bangunan pergudangan,
Gambar 3.23 Skala Bangunan sekitar, dinding batas, proporsi, dan bentuk atap – lingkungan sekitar,
bangunan memiliki bentang yang cukup lebar dan menggunakan stuktur atap ringan berbentuk pelana Sumber: Dokumentasi RK13
(truss frame).
4) Pada sisi utara jalan soekarno-hatta sisi timur, terdapat sebuah Pos Pengisian Bahan Bakar. Dominasi
ketinggian bangunan dalam site tersebut adalah satu – dua lantai dengan ketinggian sekitar 8 meter. Bentuk 2. Garis sempadan, Ruang terbuka, Pola perkerasan, dan Parkir.
atap dari bangunan tersebut adalah datar dengan bentang lebar, atap menggunakan struktur space
Dari sisi bangunan yang berbatasan langsung dengan site akan dilihat pola garis sempadan, pola ruang
frame/folded plat dan untuk atap sedangkan fasilitas pendukung lainnya menggunakan atap limasan.
terbuka, perkerasan dan perparkiran guna melihat karakteristik lingkungan sekitar.

Bab 3- 9
Pada sisi timur yang berbatasan langsung, yaitu Kantor Kepolisian Daerah Jawa Barat, diketahui bahwa
komplek bangunan ini memiliki ruang terbuka yang lebar yang diletakkan pada sisi utara/ depan dari
bangunan. Ruang terbuka ini terdiri dari ruang terbuka hijau yang ditanami pohon-pohon dan rumput, serta
ruang terbuka non hijau yang berfungsi sebagai lapangan upacara sekaligus parkir tamu/ pengunjung.
Kawasan komplek bangunan perkantoran pemerintah ini memiliki garis sempadan sepanjang 70 meter dari
jalan utama yang berada di sisi utara. Untuk fungsi parkir sendiri, selain tempat parkir yang berada di depan
bangunan utama juga terdapat parkir yang berada di dalam kawasan bangunan dan terkoneksi langsung
dengan beberapa bangunan yang berada di sisi dalam kawasan. Pola perkerasan dalam site sendiri
didominasi oleh perkerasan berupa aspal.

KANTOR PERHUTANI

Gambar 3.25 Garis sempadan, Ruang terbuka, Pola perkerasan, dan Parkir – Perhutani,
Sumber: Dokumentasi RK13
3. Poros visual
Dominasi bangunan pada sekitar site memiliki poros visual yang sama yaitu serong/diagonal menuju jalan
Soekarno-Hatta, posisi serong ini terjadi karena jalan muncul setelah adanya kepemilikan lahan dan
memotong pola lahan yang ada, sehingga sebagian besar dari tanah yang berbatasan langsung dengan
jalan Soekarno-Hatta memiliki bentuk serupa trapesium. Selain itu poros visual yang menghadap jalan
Soekarno-Hatta ini merupakan tanggapan dari keberadaan jalan Soekarno Hatta yang merupakan jalan
sirkulasi utama kendaraan.
Gambar 3.24 Garis sempadan, Ruang terbuka, Pola perkerasan, dan Parkir – Kantor Polisi,
Sumber: Dokumentasi RK13

Pada sisi barat site, yaitu kawasan perkantoran Perum Perhutani, diketahui bahwa kompleks bangunan ini
memiliki ruang terbuka yang berada di bagian depan bangunan dan berbatasan langsung dengan jalan
raya, sisi timur site yang berbatasan dengan tetangga, serta pada tengah bangunan dan berfungsi sebagai
innercourt. Kawasan komplek bangunan perkantoran pemerintah ini memiliki garis sempadan sepanjang 50
meter dari jalan utama yang berada di sisi utara. Untuk fungsi parkir terdapat parkir yang berada di dalam
kawasan bangunan dan terkoneksi langsung dengan beberapa bangunan yang berada di sisi dalam
kawasan. Pola perkerasan dalam site sendiri didominasi oleh perkerasan berupa aspal dan paving block.

Bab 3- 10
Gambar 3.26 Poros Visual lingkungan Sekitar, Sumber: Dokumentasi RK13
Gambar 3.27 Usulan Konsep Seirama dengan Lingkungan, Sumber: Dokumentasi RK13
USULAN KONSEP DESAIN
2) Konsep Kontras dengan Lingkungan.
Dari data mengenai fitur /keistimewaan buatan di dalam dan sekitar site maka didapatkan gambaran
Konsep desain ini berusaha untuk menjadi focal point dari lingkungan sekitarnya, strategi desain yang
karakteristik lingkungan sekitar site yaitu:
dilakukan adalah dengan meletakan bangunan tinggi di dalam site (menaikkan KLB), arsitektur bangunan
1. Tetangga yang berbatasan langsung dengan site memiliki fungsi sebagai kantor pemerintah yang berbeda dari tetangganya (tidak formal dan menggunakan atap limasan), memutar poros visual
sehingga mempunyai karakteristik bangunan yang formal, jenis atap limasan, KLB yang rendah, yang diagonal menjadi lurus mengarah ke jalan Soekarno-Hatta, dan mendekatkan jarak bangunan ke
sempadan dari jalan raya utama jauh dan ruang terbuka sebagai ruang transisi antara publik arah jalan utama.
dan privat.
2. Lingkungan sekitar site didominasi bangunan berketinggian rendah, kecuali hotel yang berada
di sisi barat site.
3. Poros visual pada bangunan di lingkungan sekitar semuanya mengarah langsung ke arah jalan
utama Soekarno-Hatta.

Menanggapi fitur buatan yang ada, maka terdapat beberapa usulan yang dapat menjadi
pertimbangan bagi perancangan site. Diantaranya:

1) Konsep Seirama dengan Lingkungan.


Konsep desain yang berusaha untuk menanggapi lingkungan sekitarnya yaitu dengan; memiliki
KLB yang tidak jauh berbeda dengan tetangganya, bentuk bangunan yang formal dan seirama
dengan tetangganya dan poros bangunan yang sama mengarah diagonal menuju jalan utama.

Gambar 3.28 Usulan Konsep Kontras dengan Lingkungan, Sumber: Dokumentasi RK13

Bab 3- 11
3) Konsep Kontras dan Seirama 3.1.4 Sirkulasi & Aksesibilitas
Konsep desain ini berusaha untuk menjadi focal point dari lingkungan sekitarnya namun tetap
menampilkan irama yang berkelanjutan dengan lingkungan sekitarnya. Strategi desain yang Jaringan Jalan Eksisting
dilakukan dapat dengan meletakan bangunan tinggi di dalam site (menaikkan KLB), arsitektur

Jl. Gempol
bangunan yang berbeda dari tetangganya (tidak formal dan menggunakan atap limasan), namun
memiliki poros visual yang sama dengan bangunan sekitarnya yaitu diagonal ke arah jalan utama Jalan Soekarno-Hatta
Soekarno-Hatta. Kelas Jalan : Arteri Primer
Jl. Soekarno-Hatta

Jl. Cimencrang
Jalan Gempol
Kelas Jalan : Jalan Lokal

ge
Jl. Gedeba
Jalu
r KA Jalan Cimencrang
Kelas Jalan : Jalan Lokal

Jalan Gedebage
Kelas Jalan : Kolektor Primer

Gambar 3.30 Peta Jaringan Jalan Eksisting Di Sekitar Lahan.


Sumber: Google Earth, Studio RK 2, 2014

Pada kondisi eksisting saat ini, lahan hanya berbatasan langsung dengan satu ruas jalan yaitu Jl. Soekarno-
Gambar 3.29 Usulan Konsep Kontras dab Seirama dengan Lingkungan,
Sumber: Dokumentasi RK13
Hatta yang memiliki kelas jalan Arteri Primer. Jl. Soekarno-Hatta sendiri memiliki ROW 40 meter. Jl.
Soekarno-Hatta bersifat 2 arah yang berpembatas median, dengan masing-masing arah memiliki jalur cepat
dan jalur lambat.

Gambar 3.31 Foto Kondisi Eksisting Jl. Soekarno-Hatta. Sumber: Studio RK 2, 2014

Bab 3- 12
Kondisi lalu lintas di Jl. Soekarno-Hatta dapat terbilang cukup padat pada jam-jam peak hour
terutama pada pagi hari. Lalu lintas di Jl. Soekarno-Hatta didominasi oleh kendaraan pribadi seperti
mobil pribadi dan sepeda motor.

Jalan Lokal Pengembangan


Rencana Jaringan Jalan Pengembangan PPK Gedebage Kelas : Jalan Lokal
ROW : 10 meter
Karena lahan berada pada salah satu persil dalam pengembangan PPK Gedebage, maka harus
diperhatikan rencana jaringan jalan yang akan dibangun dalam kawasan Gedebage. Lahan akan Jalan Soekarno-Hatta
Kelas : Arteri Primer
ROW :40 meter
dikelilingi oleh jalan lokal pengembangan yang memiliki ROW 10 meter dan lebar badan jalan 6
meter. Jalan juga terletak cukup dekat, meskipun tidak berbatasan dengan rencana jalan arteri Jalan Cimencrang
Kelas : Jalan Lokal
sekunder pengembangan PPK Gedebage yang memiliki ROW 40 meter. Jalan Gedebage sendiri ROW :15 meter

direncanakan akan memiliki akses ke Tol Padaleunyi dan Tol Ujungberung – Gedebage – Majalaya.

Jalan Arteri Sekunder Pengembangan Lahan terpilih


Kelas: Arteri Sekunder Jalan Arteri Primer
ROW : 40 meter Jalan Arteri Sekunder
Jalan Lokal
Jalur rel KAI

Gambar 3.33 Peta Rencana Jaringan Jalan PPK Gedebage.


Sumber: Masterplan PPK Gedebage, Studio RK 2, 2014

Rekomendasi Entrance Site

Lahan terpilih

Potensi Entrance Site

Gambar 3.34 Rekomendasi Entrance Pada Lahan. Sumber: Studio RK 2, 2014


Gambar 3.32 Peta Rencana Jaringan Jalan PPK Gedebage. Berdasarkan jaringan jalan di sekitar lahan, terdapat beberapa potensi entry edge bagi lahan, yaitu:
Sumber: Masterplan PPK Gedebage, Studio RK 2, 2014

Bab 3- 13
 Sisi lahan yang berbatasan langsung dengan Jl. Soekarno-Hatta, dengan akses dan visibilitas yang 3.1.5 Utilitas
baik dari jalan Soekarno-Hatta maka sisi ini sangat berpotensi menjadi pintu depan pengembangan
Kategori ini berkaitan dengan jenis, kapasitas dan lokasi semua jenis utilitas di dalam, di dekat maupun di

 Sisi selatan lahan yang berbatasan dengan jalan lokal pengembangan yang cukup berpotensi untuk luar tapak1. Jenis utilitas yang dianalisis adalah jaringan listrik, telepon, air bersih dan drainase.

menjadi alternatif jalur masuk bagi lahan


Selain mempertimbangkan utilitas eksisting di daerah perancangan, analisis ini juga mempertimbangkan

Transportasi Umum Di Sekitar Lahan rencana pengembangan utilitas dalam Perencanaan Pusat Pelayanan Kota (PPK) Gedebage yang akan
datang.

Jaringan Listrik
Jaringan listrik eksisting yang ada di dekat tapak berupa jaringan menengah dan rendah yang berada di
udara mengikuti jalan Soekarno – Hatta. Letak tiang listrik berada ± 4 meter dari badan jalan.

Sejalan dengan perkembangan PPK Gedebage di masa yang akan datang, kebutuhan listrik diperkirakan
akan meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, akan dibangun sebuah gardu induk (GI) khusu untuk
wilayah Gedebage. Dari GI ini akan dialirkan listrik menuju seluruh wilayah Gedebage melalui jaringan
menengah dan rendah dengan sistem bawah tanah terutama untuk kawasan komersial seperti di daerah
perancangan2.

Gambar 3.35 Transportasi Umum di Sekitar Lahan. Sumber: Studio RK 2, 2014


Daerah di sekitar lahan memiliki ketersediaan transportasi umum yang cukup baik. Jl. Soekarno-Hatta
didepan lahan dilewati oleh 3 trayek angkot, yaitu Cibiru-Cicadas, Gedebage-SimpangDago, dan St.Hall –
Gedebage. Jl. Soekarno-Hatta juga dilewati oleh 2 trayek bus Damri yaitu Elang-Cibiru, dan Tanjungsari –
KebonKelapa. Selain itu dalam pengembangan PPK Gedebage juga direncanakan sebuah Terminal
Terpadu Tipe A yang juga melayani trasportasi dengan KA.

Kesimpulan : Potensi dan Kendala terkait Sirkulasi


Berdasarkan analisa sirkulasi yang dilkaukan, terdapat beberapa potensi yang dapat dimanfaatkan yaitu:
Lahan memiliki ketersediaan transportasi umum yang baik, Sisi lahan yang berbatasan dengan Jl. Soekarno- Gambar 3.36 Kondisi Eksisting Tapak yang Berbatasan dengan Jl. Soekarno Hatta
Belum Memiliki Infrastruktur Listrik dan Telepon
Hatta sangat berpotensi menjadi entrance utama pengembangan, dan lahan terletak pada lokasi yang
Sumber: Studio RK 2014
strategis karena dekat dengan pintu tol. Kendala yang harus dihadapi pada lahan adalah Jl. Soekarno-Hatta
memiliki kepadatan lalu lintas cukup tinggi, dan mungkin akan bertambah padat setelah lahan
1
dikembangkan White. Site Analysis.
2
Rencana Teknis Ruang Kawasan Penyusunan Masterplan PPK (Pusat Pelayanan Kota) Gedebage, Distarcip Kota
Bandung

Bab 3- 14
Gambar 3.37 Rencana Jaringan Listrik di Gedebage
Sumber: Diolah dari Dokumen Gambar Rencana Teknis Ruang Kawasan Penyusunan Gambar 3.38 Rencana Jaringan Telepon di Gedebage
Masterplan PPK Gedebage Sumber: Diolah dari Dokumen Gambar Rencana Teknis Ruang Kawasan Penyusunan
Masterplan PPK Gedebage
Jaringan Telepon
Jaringan telepon eksisting saat ini merupakan jaringan udara yang mengikuti jalan Soekarno – Hatta. Jaringan Air Bersih

Bangunan yang bersebelahan dengan tapak seperti Perhutani dan Polda Jabar menggunakan jaringan ini Kebutuhan air bersih di wilayah Gedebage saat ini dipenuhi melalui sumur air tanah dangkal. Jaringan pipa

untuk melayani kebutuhan telekomunikasi. PDAM belum menjangkau ke wilayah ini. Untuk rencana ke depannya akan dibangun jaringan pipa air bersih
dari reservoir Cipamokolan ke wilayah Gedebage termasuk daerah perancangan. Pipa air bersih ini akan
Dalam perencanaan PPK Gedebage nantinya jaringan telepon akan dibangun dengan jaringan kabel bawah
diletakkan pada ruang publik atau dibawah bahu/pedestrian jalan dengan lebar 0.75 m – 1,5 m dan
tanah. Letak lokasi jaringan telepon berada pada ruang publik / jaringan jalan yang di tanam pada
kedalaman 0.5- 0.8 m yang berada di antara drainase-pedestrian dan jalur hijau tepi jalan4.
kedalaman antara 0.80 -1,0 m. Untuk jaringan telepon yang ada di udara diarahkan untuk diganti dan
disesuaikan dengan karakteristik kegiatan di blok atau subblok tersebut3. Pipa Pertamina
Terdapat pipa milik Pertamina yang terletak di bawah tanah di sepanjang trotoar Jl. Soekarno Hatta. Adanya
pipa bawah tanah ini perlu dipertimbangkan ketika membutuhkan penggalian dan dalam pembebanan jalan
yang melintang di atasnya.

3 4
Rencana Teknis Ruang Kawasan Penyusunan Masterplan PPK (Pusat Pelayanan Kota) Gedebage, Distarcip Kota Rencana Teknis Ruang Kawasan Penyusunan Masterplan PPK (Pusat Pelayanan Kota) Gedebage, Distarcip Kota
Bandung Bandung

Bab 3- 15
Drainase
Saluran drainase utama yang berada di tapak adalah sungai Cilameta yang mengalir ke arah Selatan.
Sungai ini memiliki kedalaman sekitar 2,5 meter dan lebar 6 meter. Sebagian aliran sungai Cilameta akan
dialirkan menuju danau retensi dalam perencanaan PPK Gedebage yang akan datang.

Pada saat hujan lebat, sungai ini sering meluap karena debit air yang besar dari jalan Soekarno Hatta
menuju Gedebage bagian Selatan yang elevasinya lebih rendah. Bagian sungai Cilameta yang berada di sisi
Selatan jalan Soekarno Hatta merupakan pertemuan dari saluran – saluran kota dari arah Timur, Barat dan
Utara.

Dengan adanya kemungkinan meluapnya sauluran ini maka perlu diperhatikan dimensi maupun peletakkan
bangunannya.

Gambar 3.39 Tanda Letak Pipa Pertamina pada Tapak


Sumber: Studio RK 2014

Gambar 3.41 Kondisi Eksisting Sungai Cilameta


Sumber: Studio RK 2014

Gambar 3.40 Letak Pipa Pertamina di Sepanjang Jl. Soekarno Hatta


Sumber: Studio RK 2014

Bab 3- 16
cenderung buruk karena berhadapan dengan tembok batas Polda Jabar dan Perhutani yang tidak terdesain
dengan baik.

Potensi view ke luar yang baik dapat terjadi ketika ada danau retensi di sebelah Tenggara. View ini akan
terlihat dari bangunan tinggi karena terhalang oleh bangunan lain yang akan dikembangkan. Potensi ini
dapat terwujudkan karena intensitas bangunan di dalam tapak lebih tinggi dari bangunan diantara tapak dan
danau.

Gambar 3.42 Jaringan Drainase Utama di Wilayah Gedebage


Sumber: Studio RK 2014

3.1.6 Penginderaan
Analisa sensory merupakan penilaian terhadap aspek-aspek tapak yang mempengaruhi respon dari
pancaindera. Analisa ini berkaitan dengan aspek pendengaran, sentuhan maupun penciuman pada tapak
seperti view ke dalam dan ke luar tapak, kebisingan yang diakibatkan arus lalu lintas dan sebagainya.
Variabel yang dianalisa meliputi jenis, durasi, intensitas dan kualitas (positif maupun negatif) dari isu Gambar 3.43 Analisis Visual ke Luar Tapak
5
sensory . Penilaian dari aspek sensory meliputi penentuan tingkat pengaruh sensory yang diinginkan dari Sumber: Studio RK 2014

perancangan tapak.
Sebagai area yang menjadi gerbang kawasan PPK Gedebage, pandangan ke dalam kawasan Gedebage
Visual
harus jelas/
Potensi view ke arah Utara dan Selatan akan sangat mengesankan terutama bagi bangunan tinggi karena
dapat melihat barisan pegunungan yang mengelilingi Bandung. Sedangkan di sisi Timur dan Barat Adanya sungai di dalam tapak memberi peluang adanya bentukan alami yang menarik dengan vegetasi di
sepanjang sempadan sungai.
5
White. Site Analysis.

Bab 3- 17
Gambar 3.45 Analisa Kebisingan pada Tapak
Sumber: Studio RK 2014

Gambar 3.44 Analisis View ke Dalam Tapak


Sumber: Studio RK 2014

Kebisingan
Sisi Utara menjadi sisi yang paling memiliki tingkat kebisingan yang tinggi karena arus lalu lintas jalan
Soekarno Hatta yang ramai terutama pada jam sibuk. Pada sisi Selatan juga ada potensi kebisingan dari
kereta yang melintas namun intensitasnya cukup rendah dalam durasi yang pendek dan interval yang cukup
jauh.

Kegiatan insidental Polda seperti apel, upacara atau deru helikopter terkadang dapat memberikan
gangguan kebisingan walaupun frekuensinya tidak terlalu sering.

Untuk meminimalisir pengaruh kebisingan ini perlu peletakkan massa bangunan yang tepat atau member
buffer berupa pohon yang menghalangi bangunan dan sumber suara.

Bab 3- 18
3.2 Aspek Legal Kawasan Gedebage (Panji Harjasa 25613006) - Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-pokok Agraria;
- Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung;
Tujuan dari analisis aspek legal ini adalah untuk mengetahui batasan-batasan pengembangan kawasan
- Undang-Undang No. 38 Tahun 2004 Tentang Jalan;
berdasarkan arahan pola dan struktur ruang dari kebijakan dan peraturan yang terkait dengan wilayah studi
- Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang;
pada kawasan Gedebage Bandung. Untuk mengkaji mengenai aspek legal ini, pengembangan kawasan
- Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 1999 Tentang Kawasan Siap Bangun dan Lingkungan Siap
gedebage ini akan dilihat dari kedudukannya didalam Undang-undang mengenai penataan ruang, Peraturan
Bangun yang Berdiri Sendiri;
Pemerintah, Arahan Rencana Umum dari RTRW Kota Bandung, Peraturan Daerah Kota Bandung, serta
- Praturan Menteri Pekerjaan Umum No.41/PRT/M/2007 Tentang Pedoman Kriteria Teknis Kawasan
Standar Nasional Indonesia (SNI), Pedoman maupun literatur lainnya yang terkait dengan pengembangan
Budidaya;
kawasan di Gedebage Kota Bandung. Bagan dibawah ini menjelaskan mengenai kedudukan
- Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang No. 28
pengembangan kawasan Gedebage terhadap arahan dan ketentuan teknis lainnya:
Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung;
- Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan;
- Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 29/PRT/M/2006 tentang Pedoman Persyaratan Teknis
Bangunan Gedung;
- Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 30/PRT/M/2006 tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan
Aksesibilitas pada Bangunan Gedung dan Lingkungan;
- Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata
Bangunan dan Lingkungan;
- Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung Nomor 14 Tahun 1998 Tentang Bangunan Di
Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung
- Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Ruang Pejalan Kaki di Perkotaan
- Pedoman Teknis Penyelenggaraan Fasilitas Parkir
Gambar 3.46 Kedudukan Pengembangan Kawasan Gedebage
- Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH) di Perkotaan

Dari bagan diatas dpat diketahui bahwa didalam rencana pengembangan kawasan gedebage ini 3.2.2 Arahan Struktur Dan Pola Ruang Kawasan Gedebage Dalam Konstelasi
dilaksanakan atas amanat Undang-undang Tentang Penataan Ruang, yang kemudian diterjemahkan
kedalam RTRW Kota Bandung. Kemudian untuk menciptakan rencana pengembangan kawasan yang ideal,
Makro (RTRW Kota Bandung 2011-2031)
peraturan/kebijakan, pedoman, standar serta literature lain akan menjadi pertimbangan dalam mengetahui Berdasarkan Dokumen RTRW Provinsi Jawa Barat, Kota Bandung merupakan Pusat Kegiatan Nasional

ketentuan teknis yang harus dipenuhi dalam mengembangkan kawasan Gedebage ini. Arahan Pemerintah (PKN) Sistem Nasional serta merurupakan Kawasan Strategis Nasional (KSN) dan Kawasan Strategis

yang digunakan adalah arahan dari rencana umum RTRW Kota Bandung Tahun 2011-2031 saja, adapun Provinsi (KSP). Sementara itu perincian dari arahan RTRW Provinsi Jawa Barat ini kemudian dijabarkan

Rencana Rinci (RDTR PPK Gedebage) dan Rencana Teknis lainnya belum dapat digunakan karena masih dalam RTRW Kota Bandung, RTRW Bandung tahun 2011-2031 digunakan untuk standar acuan dalam

dalam pengerjaan serta belum memiliki kekuatan hukum untuk dijadikan acuan. pertimbangan pengembangan tersebut. Dari Dokumen RTRW Kota Bandung tahun 2011-2013, diketahui
bahwa tujuan penataan ruang wilayah Kota Bandung adalah untuk mewujudkan tata ruang kota yang aman,
3.2.1 Acuan Normatif nyaman, produktif, efektif, efisien, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, berbasis perdagangan, jasa

Dari uraian sebelumnya dijelaskan bahwa kedudukan Pengembangan Kawasan ini mengacu kepada arahan dan industry kreatif yang bertaraf nasional. Penjabaran dari tujuan tersebut dituangkan ke dalam sasaran

serta ketentuan teknis yang ada diatasnya, berikut ini adalah daftar peraturan dan kebijakan yang digunakan penataan ruang yang harus dicapai sebagai berikut:

dalam perumusan rencana pengembangan kawasan Gedebage Kota Bandung:


 terwujudnya fungsi dan peran Kota Bandung yang dapat memberikan pelayanan kepada
- Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
masyarakat di wilayah Cekungan Bandung, Provinsi dan Nasional;

Bab 3- 19
 tersedianya sistem transportasi serta pelayanan prasarana dan sarana Kota Bandung yang merata  pemerintahan, meliputi: kantor pemerintahan, kantor pos wilayah, kantor kodim, kantor
dan berkualitas; telekomunikasi wilayah, kantor PLN wilayah, kantor PDAM wilayah, kantor urusan agama, pos
 terwujudnya keserasian kawasan lindung dan budidaya yang seimbang dan berkelanjutan; pemadam kebakaran;
 terwujudnya kelestarian kawasan dan bangunan yang menjadi identitas Kota Bandung;  perbelanjaan/niaga, meliputi: pusat perbelanjaan utama, pasar modern, pertokoan, pusat belanja,
 tersedianya ruang publik dan ruang terbuka hijau yang aman, nyaman dan efektif; bank-bank, perusahaan swasta dan jasa-jasa lain; dan transportasi, meliputi: terminal dan parkir
 terwujudnya pemanfaatan ruang yang tertib dan terkendali; dan umum.
 terwujudnya ruang evakuasi bencana (mitigasi) yang aman.
Peta dibawah ini merupakan peta mengenai struktur ruang di wilayah sekitar lokasi pengembangan, yang
Meskipun fungsi kota yang sekarang ditekankan adalah jasa, tetapi Bandung memiliki berbagai potensi memperlihatkan bahwa Wilayah Gedebage direncanakan menjadi PPK baru bagi struktur ruang Kota
kegiatan perekonomian yang mulai dan sudah berkembang. Fungsi kota yang potensial dikembangkan di Bandung, serta rencana pengembangan jalan yang ada disekitar Wilayah Gedebage (lihat Gambar …).
Kota Bandung selain berbagai jenis jasa (pendidikan, kesehatan, keuangan, transportasi, dan lain-lain)
adalah wisata kota (urban tourism), industri kreatif, dan lain-lain. Dengan fungsi kota yang kuat dan terarah
diharapkan peran Kota Bandung sebagai kota metropolitan akan semakin kuat di dalam konteks wilayah
yang lebih luas

A. Arahan Struktur Ruang Kota Bandung


Konsep struktur ruang Kota Bandung di masa mendatang diarahkan pada pola polisentrik atau pusat
banyak. Didalam RTRW Kota Bandung tahun 2011-2031, Kota Bandung akan dilayani oleh 2 (dua) buah
pusat pelayanan kota di Alun-alun dan Gedebage dan delapan sub-pusat pelayanan kota di setiap sub-
wilayah kota. Selain itu, setiap kegiatan primer akan dilayani oleh system jaringan primer, setiap pusat
pelayanan kota minimum akan dilayani oleh sistem jaringan jalan arteri sekunder. Pengembangan polisentrik
ini diharapkan akan menumbuhkan perkembangan Kota Bandung menuju compact city atau kota yang
kompak dan teratur pertumbuhannya. Pertumbuhan dimulai dari pusat-pusat subwilayah kota kemudian
menyebar ke wilayah sekitarnya. Jaringan jalan berfungsi sebagai jaringan penghubung pusat-pusat
kegiatan dan bukan sebagai tumpuan pertumbuhan wilayah.

Pusat Pelayanan Gedebage melayani Subwilayah Kota Arcamanik, Derwati, Kordon, dan Ujungberung.
Pusat pelayanan kota minimum memiliki fasilitas skala kota yang meliputi fasilitas pendidikan, kesehatan, Gambar 3.47 Rencana Struktur Kota Bandung
Memperhatikan konsep pengembangan pusat pelayanan kota di wilayah timur Kota Bandung, maka Wilayah
peribadatan, sosial, olahraga/rekreasi, pemerintahan, perbelanjaan, dan transportasi. Idealnya, fasilitas
Gedebage diarahkan sebagai pusat pelayanan kota baru dengan fungsi perdagangan, jasa dan pusat
tersebut berada pada satu lokasi tetapi bila tidak memungkinkan paling sedikit fasilitas tersebut berada di
pemerintahan. Selain itu untuk dalam pengembangan wilayah gedebage ini juga akan di rencanakan
dalam wilayah yang dilayaninya. Fasilitas minimum skala kota yang dimaksud antara lain:
pengembangan dan peningkatan kualitas pelayanan sarana dan prasarana transportasi berbasis Transit
 pendidikan, meliputi: perguruan tinggi dan perpustakaan; Oriented Development (TOD) yang terpadu dengan sistem regional. Didalam lampiran Dokumen RTRW Kota

 kesehatan, meliputi: rumah sakit tipe B1 dan rumah sakit gawat darurat; Bandung tahun 2011-2031, terdapat peta rencana struktur ruang wilayah Kota Bandung dijelaskan bahwa

 peribadatan, meliputi: masjid wilayah dan tempat peribadatan lainnya; untuk Sub Wilayah Kota (SWK) Gedebage diarahkan menjadi pusat pelayanan kota ke dua, setelah Alun-

 bina sosial, meliputi: gedung pertemuan umum; olahraga/rekreasi, meliputi: komplek olahraga alun, arahan pola ruang Wilayah Gedebage, dan juga Wilayah Gedebage ini akan diarahkan menjadi

dengan gelanggang olahraga, gedung hiburan dan rekreasi, bioskop, gedung kesenian, taman Kawasan Strategis Ekonomi. Untuk mendukung perkembangannya, Wilayah Gedebage juga akan didukung

kota, gedung seni tradisional;

Bab 3- 20
oleh peningkatan dan pembangunan prasarana jalan tol untuk memudahkan mobilitas penduduk agar
terarah ke Wilayah Gedebage ini.

Didalam dokumen RTRW Kota Bandung Tahun 2011-2031, PPK Gedebage melayani Subpusat Pelayanan
Arcamanik, Ujungberung, Kordon dan Derwati. Kebijakan dasar pengembangannya adalah Urban
Development. Tabel dibawah ini merupakan tabel yang memperlihatkan cakupan pelayanan PPK Gedebage
terhadap Sub Pusat maupun kecamatan yang dilayaninya:

Tabel 3.2 Subpusat Pelayanan PPK Gedebage


Subpusat Pelayanan Lingkup Pelayanan

Arcamanik ∙ Kecamatan Arcamanik

∙ Kecamatan Mandalajati

∙ Kecamatan Antapani

Ujungberung ∙ Kecamatan Ujungberung Sumber : RTRW Kota Bandung Tahun 2011-2031


Gambar 3.48 Rencana Pengembangan Terminal di Kota Bandung
∙ Kecamatan Cibiru

∙ Kecamatan Cinambo Berdasarkan data & informasi dari Dinas Cipta Karya Kota Bandung (2014), pengembangan pola jaringan
jalan pada kawasan sangat tergantung pada rencana jalan tol dan letak/lokasi danau buatan yang akan
∙ Kecamatan Panyileukan
dibangun dimana dua komponen ruang ini akan berpengaruh kuat pada sistem jaringan jalan yang akan
Kordon ∙ Kecamatan Bandung Kidul disusun. Jaringan jalan yang dikembangkan pada Wilayah Gedebage, kurvalinier dengan 4 (empat) jalan
akses utama, diantaranya yaitu :
∙ Kecamatan Buahbatu
 Akses dari jalan Soekarno Hatta
Derwati ∙ Kecamatan Gedebage
 Akses dari jalan Tol Padaleunyi

∙ Kecamatan Rancasari  Akses dari jalan Gedebage


 Akses dari Jalan Cimincrang
Sumber : RTRW Kota Bandung Tahun 2011-2031
Beberapa konsekuensi dari pengembangan sistem jaringan jalan dengan 4 (empat) akses ini adalah adanya
Didalam rencana struktur ruang Kota Bandung tersebut, juga terdapat rencana pengembangan jaringan
peningkatan volume lalu-lintas yang signifikan pada jalan Gedebage dan jalan Cimincrang, oleh karena itu
transportasi untuk melayani pergerakan warga kota menuju Wilayah Gedebage. Diantara rencana
untuk mendukung pengembangan aktivitas di PPK Gedebage maka ke dua ruas jalan ini harus diperlebar
pengembangan jaringan transportasi tersebut, di wilayah ini juga akan dibangun Terminal Terpadu Tipe A,
dan ditingkatkan fungsinya dari local sekunder ke kolektor sekunder. Pada persimpangan antara jalan Tol
dan peningkatan jaringan jalan tol, jalan kolektor sekunder dan lain-lain. Untuk rencana pengembangan
dengan jalan arteri sekunder akan dibangun pulau jalan/land traffic dalam bentuk bundaran-bundaaran,
Terminal Terpadu Tipe A, diharapkan dapat mengarahkan pengembangan kota (khususnya wilayah timur
demikian pula antara persimpangan jalan arteri sekunder dengan jalan kolektor sekunder.
Kota Bandung) agar berorientasi pada titik-titik pengumpul dan pendistribusian pergerakan warga kota.
Berikut ini adalah peta rencana pengembangan Terminal Terpadu Tipe A di Kota Bandung, khususnya di Sirkulasi dalam kawasan dirancang seluruhnya dalam dua arah dengan ROW yang lebar sehingga mampu

Gedebage menampung volume lalu-lintas yang tinggi dengan dilengkapi oleh bahu jalan/pedestrian yang lebar, median
jalan dan track untuk sepeda. Untuk jalan utama di rencanakan dengan ROW antara 20 hingga 30 meter

Bab 3- 21
dengan median di bagian tengah jalan yang cukup lebar sehingga akan lebih leluasa untuk pengembangan Gambar 3.49 Rencana Pola Ruang Kota Bandung
jalur hijau jalan.
Pola ruang kawasan perdagangan dan jasa dalam RTRW Kota Bandung 2011-2031 terdiri atas kawasan
B. Arahan Pola Ruang Kota Bandung jasa, kawasan perdagangan dan sektor informal. Kawasan jasa meliputi kegiatan berikut ini:
Dalam rencana pola ruang Kota Bandung, terdapat rencana mengenai 2 (dua) jenis kawasan lindung dan a. jasa keuangan, meliputi bank, asuransi, keuangan non bank dan pasar modal;
budidaya, Untuk jenis kawasan lindung yang terdapat di Kota Bandung meliputi kawasan yang memberikan b. jasa pelayanan, meliputi komunikasi, konsultan dan kontraktor;
perlindungan terhadap kawasan bawahannya, kawasan perlindungan setempat, ruang terbuka hijau (RTH), c. jasa profesi, meliputi pengacara, dokter dan psikolog;
kawasan pelestarian alam dan cagar budaya, kawasan rawan bencana dan kawasan lindung lainnya. d. jasa perdagangan, meliputi ekspor-impor dan perdagangan berjangka; dan
Sementara itu untuk kawasan budidaya, terdiri dari atas kawasan perumahan, perdagangan dan jasa, e. jasa pariwisata, meliputi agen dan biro perjalanan dan penginapan
perkantoran, industri dan pergudangan, wisata buatan, ruang terbuka non hijau, ruang sektor informal, ruang Kawasan ini direncanakan untuk dikembangkan sebagai berikut:
evakuasi bencana, dan kawasan peruntukan lainnya. Rencana pengembangan kawasan budidaya a. pengembangan kegiatan jasa profesional, jasa perdagangan, jasa pariwisata, dan jasa keuangan
diarahkan pada: ke wilayah Bandung Timur;
1. penanganan dan pengendalian alih fungsi bangunan dan guna lahan yang tidak sesuai dengan b. pengembangan kegiatan jasa profesional, jasa perdagangan, jasa pariwisata, dan jasa keuangan di
peruntukannya khususnya di kawasan yang berfungsi lindung; SPK wilayah Bandung Timur, SPK Sadang Serang, dan sisi jalan arteri primer dan arteri sekunder
2. intensifikasi bangunan dan guna lahan yang masih memungkinkan khususnya di pusat kota; dan sesuai dengan peruntukannya; dan
3. peremajaan kawasan yang menurun kualitas fisiknya di kawasan kumuh. c. pembatasan konsentrasi perkantoran di wilayah Bandung Barat.
Untuk kawasan perdangagan di Kota Bandung terdiri atas pasar tradisional dan pusat perbelanjaan berupa
Untuk pengembanga kawasan Gedebage, khususnya pada lokasi pengembangan didalam studi ini,
grosir, eceran aglomerasi, dan eceran tunggal/toko
rencana peruntukan ruangnya merupakan perdagangan yang berada pada Jl. Soekarno-Hatta dengan
fungsi sebagai jalan arteri primer. Berikut ini adalah peta pola ruang pada kawasan yang akan
3.2.3 Tinjauan Mikro Kawasan Pengembangan
dikembangkan:
Pada studi ini, delineasi kawasan yang menjadi kajian studi berada pada administrasi Kelurahan
Cimencrang, Kecamatan Gedebage Kota Bandung, dengan luas sebesar 7,74 Ha. Berdasarkan Arahan Pola
Ruang RTRW Kota Bandung 2011-2031, delineasi kawasan/site pengembangan lahan ini merupakan area
yang diperuntukan sebagai area perdagangan. Berikut ini adalah peta pola ruang dari RTRW Kota Bandung
2011-2031 terkait dengan lokasi serta wilayah disekitarnya:

Bab 3- 22
a. Peletakan bangunan dan ketersediaan sarana dan prasarana pendukung disesuaikan dengan
kebutuhan konsumen:
b. Jenis-jenis bangunan yang diperbolehkan antara lain:
- Bangunan usaha perdagangan (eceran dan grosir): toko, warung, tempat perkulakan, pertokoan
dan sebagainya;
- Bangunan penginapan: hotel, guest house, motel dan penginapan lainnya;
- Bangunan penyimpanan dan pergudangan : tempat parkir, gudangmpat pertemuan : aula, tempat
konferensi;
- Bangunan pariwisata/rekreasi (diruang tertutup): bioskop, area bermain.
c. Pemanfaatan ruang di kawasan peruntukan perdagangan dan ajsa diperuntukan untuk sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat, dengan tetap memelihara sumber daya tersebut sebagai cadangan
pembangunan yang berkelanjutan dan tetap memperhatikan kaidah-kaidah pelestarian fungsi
lingkungan hidup

Dari karakteristik lokasi dan kesesuaian lahannya, berikut ini adalah kriteria kawasan perdagangan dan jasa
diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Tidak terletak pada kawasan lindung dan kawasan bencana alam;
b. Lokasinya strategis dan mudah dicapai dari seluruh penjuru kota;
c. Dilengkapi dengan sarana antara lain tempat parkir umum, bank/Anjunan Tunai Mandiri (ATM), pos
polisi, pos pemadam kebakaran, kantor pos pembantu, tempat ibadah, dan sarana penunjang kegiatan
komersial serta kegiatan pengunjung (disesuaikan dengan kelas konsumen yang akan dilayani);
d. Terdiri dari perdagangan lokal, regional dan antar regional (dalam hal ini, PPK gedebage diarahkan
sebagai perdagangan regional dan antar regional).

Untuk kriteria dan batasan teknis kawasan perdagangan dan jasa, pembangunan hunian diijinkan hanya jika
bangunan komersial telah berada pada persil atau merupakan bagian dari Izin Mendirikan Bangunan (IMB),
kemudian untuk kriteria dan batasan teknis kawasan perdagangan yang lain adalah penggunaan hunian dan
Gambar 3.50 Peruntukan Pola Ruang di Sekitar Kawasan Pengembangan
parkir hunian dilarang pada lantai dasar di bagian depan dari perpetakan, kecuali untuk zona-zona tertentu.

Berdasarkan definisi dari penataan ruang, kawasan yang diperuntukan sebagai kawasan perdagangan
adalah kawasan yang diperuntukan bagi kegiatan komersil termasuk perdagangan, hiburan dan perhotelan
yang diharapkan mampu mendatangkan keuntungan bagi pemiliknya dan memberikan nilai tambah pada
suatu kawasan perkotaan. Kawasan perdagangan dan jasa meliputi kawasan perdagangan grosi, eceran
aglomerasi (pusat belanja/mall, tunggal/toko maupun berupa linear serta perdagangan pada setiap skala
pelayanan wilayah kota.

Dilihat dari fungsinya, kawasan perdagangan dan jasa ini harus mampu memfasilitasi kegiatan perdagangan
dan jasa antar masyarakat yang membutuhkan (sisi permintaan) dan masyarakat yang menjual jasa (sisi
penawaran), serta dapat menyerap tenaga kerja di perkotaan yang memberikan kontribusi yang dominan
terhadap Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB). Didalam Buku Pedoman Kriteria Teknis Kawasan
Budidaya Tahun 2007, kriteria umum dan kaidah perencanaan untuk perdagangan dan jasa ini diantaranya
adalah:

Bab 3- 23
3.2.4 Arahan Persyaratan Tata Bangunan Di Kawasan Pengembangan Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa pembagian jenis KDB dan KLB ini dibagi berdasarkan fungsi jalan
yang ada didepan lahan yang akan dikembangkan. Pengaturan ini dibuat untuk mengendalikan
Didalam aturan teknis mengenai Pedoman Kriteria Teknis Kawasan Budi Daya, penggunaan hunian diijinkan
pertumbuhan yang tidak terkendali pada koridor jalan-jalan di dalam kota. Pada jalan arteri, KDB yang
hanya jika bangunan komersial telah berada pada persil atau merupakan bagian dari Izin Mendirikan
diijinkan tergantung dari lokasi jalan tersebut berada, apakah pada pusat kota, atau pada pusat sekunder,
Bangunan (IMB). Penggunaan hunian dan parkir hunian dilarang pada lantai dasar di bagian depan dari
sehingga ada perbedaan ketentuan setiap jalan pada lokasi tertentu. Semakin jauh dari pusat kota
perpetakan, kecuali pada zona-zona tertentu yang tidak mengganggu fungsi kegiatan utamanya. Selain itu,
ketentuan KDB dan KLB semakin kecil, ini berarti bahwa kapling-kapling di pinggiran kota seharusnya
peletakan bangunan dan ketersediaan sarana dan prasarana pendukung harus disesuaikan dengan kelas
mempunyai ukuran yang besar, apabila kegunaannya/fungsinya untuk bangunan besar. Didalam Peraturan
konsumen yang akan dilayani pada kawasan pengembangan. Adapun jenis-jenis bangunan yang
Menteri No. 6 Tahun 2007 Tentang Pedoman RTBL disebutkan juga bahwa terdapat kebijakan yang dapat
diperbolehkan pada kawasan ini diantaranya adalah :
mempengaruhi besaran penetapan KLB pada suatu bangunan, kebijakan yang dimaksud adalah Sistem
- Bangunan Usaha Perdagangan (ritel dan grosir : toko, warung, tempat perkulakan dan pertokoan
Pengalihan Nilai Koefisien Lantai Bangunan/Transfer of Development Right (TRD), yaitu hak pemilik
- Bangunan penginapan : hotel, guest house, motel, hostel dan penginapan.
bangunan/pengembang yang dapat dialihkan kepada pihak atau lahan lain, yang dihitung berdasarkan
- Bangunan Penyimpanan : gedung tempat parkir, show room dan gudang
pengalihan nilai KLB, yaitu selisih antara KLB aturan dan KLB terbangun. Ketentuannya adalah penambahan
- Bangunan tempat pertemuan : aula dan tempat konferensi
KLB yang dapat dialihkan pada umumnya sebesar 10% dari nilai KLB yang ditetapkan. Pengalihan nilai KLB
- Bangunan Pariwisata (di ruang tertutup) : bioskop dan area bermain
ini hanya dimungkinkan bila terletak dalam satu daerah perencanaan yang sama dan terpadu, serta yang
bersangkutan telah memanfaatkan minimal 60% KLB-nya dari KLB yang sudah ditetapkan pada daerah
Dalam persyaratan tata bangunan (peruntukan dan intensitas bangunan gedung, arsitektur bangunan
perencanaan.
gedung, dan persyaratan pengendalian dampak lingkungan) ditetapkan lebih lanjut oleh rencana tata ruang
Pemerintah Daerah (UU RI No. 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung). Oleh karena itu pengaturan Sementara itu pada Dokumen RTRW Kota Bandung Tahun 2011-2031, pengaturan tata bangunan pada
intensitas pemanfaatan lahan didalam lokasi pengembangan ini akan mengacu kepada Rencana Perdagangan dan Jasa Skala Wilayah dan Kota (K1) di Kota Bandung adalah sebagai berikut :
Pengaturan Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefisien Lantai Bangunan (KLB) Maksimum dan Koefisien
a. Pusat Belanja, grosir, hotel dan perkantoran:GSB minimum = ½ x lebar rumija 6:
Dasar Hijau (KDH) Minimum, Garis Sempadan Bangunan (GSB) didalam RTRW Kota Bandung Tahun 2011-
- Jalan Arteri: minimum 15 meter, yang dipergunakan sebagai RTNH (plaza)
2031. Berikut ini adalah pengaturan Intensitas Penggunaan Lahan pada lokasi pengembangan: - Jalan Kolektor: minimum 10 meter, yang dipergunakan sebagai RTNH (plaza) atau parkir
b. Shopping street yang menyediakan parkir basemen atau bangunan parkir: GSB minimum 0 meter
Tabel 3.3 Intensitas Pemanfaatan Ruang c. GSB samping dan belakang diatur berdasarkan pertimbangan keselamatan, estetika atau karakter
KDB KLB kawasan yang ingin dibentuk, minimum 4 meter
Fungsi Utama Kegiatan KDH d. KTB7 Maks = 100%-KDH dan tidak Boleh dibawah RTH
Arteri Kolektor Lokal Arteri Kolektor Lokal
Selain dari arahan pengaturan intensitas bangunan dari Dokumen RTRW Kota Bandung Tahun 2011-2031,

Perdagangan -Pusat didalam Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 5 Tahun 2010 Tentang Bangunan Gedung menyebutkan
Pelayanan 5,6
dan Jasa Skala bahwa pengaturan GSB ini meliputi garis-garis sempadan muka bangunan, garis sempadan samping kiri
Kota (luas
Wilayah dan - Grosir, Eceran 3,5 (luas dan kanan serta belakang bangunan terhadap batas persil, garis sempadan pagar, garis sempadan loteng,
Aglomerasi lantai
Kota (K1) lantai 6
(pusat maks Yang dimaksud dengan ruang milik jalan (right of way) adalah sejalur tanah tertentu di luar ruang manfaat jalan
belanja/mall), 70% 70% 70% maksimal 2,8 20%
imal yang masih menjadi bagian dari ruang milik jalan yang dibatasi oleh tanda batas ruang milik jalan yang
luas lantai 40.000
80.000 m2 100.0 dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan keluasan keamanan penggunaan jalan antara lain untuk keperluan
- Eceran m2)
00 pelebaran ruang manfaat jalan pada masa yang akan datang (UU RI No 38 Tahun 2004 Tentang Jalan) .
tunggal/toko,
7
luas lantai m2) Koefisien Tapak Besmen (KTB) yaitu angka persentase perbandingan antara luas tapak besmen dan luas tanah
maksimum
perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai (Permen PU 06/2007)
10.000 m2
Sumber : RTRW Kota Bandung Tahun 2011-2031

Bab 3- 24
garis sempadan podium, garis sempadan menara, begitu pula garis-garis sempadan untuk sungai, danau, kepemilikan hak milik (Hotel 12 Lantai, Garasi Bandung Ekspress, Areal Persawahan, Lahan Kosong Milik
jaringan umum dan lapangan umum. Universitas Islam Negeri (UIN), Auto 2000 dan Permukiman (Data Dinas Tata Ruang & Cipta Karya Kota
Bandung 2014). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
Pada daerah intensitas bangunan padat/rapat, maka garis sempadan samping dan belakang bangunan
harus memenuhi persyaratan:

a. bidang dinding terluar tidak boleh melampaui batas pekarangan;


b. struktur dan pondasi bangunan terluar harus berjarak sekurangkurangnya 10 (sepuluh) centimeter
kearah dalam dari batas pekarangan, kecuali untuk bangunan rumah tinggal;
c. untuk perbaikan atau perombakan bangunan yang semula menggunakan bangunan dinding batas
bersama dengan bangunan di sebelahnya, disyaratkan untuk membuat dinding batas tersendiri
disamping dinding batas terdahulu;
d. pada bangunan rumah tinggal rapat tidak terdapat jarak bebas samping, sedangkan jarak bebas
belakang ditentukan minimal setengah dari besarnya garis sempadan muka bangunan.

Pada daerah intensitas bangunan rendah/renggang, maka jarak bebas samping dan belakang bangunan
harus memenuhi persyaratan :

a. jarak bebas samping dan jarak bebas belakang ditetapkan minimum 4 (empat) meter pada lantai
dasar, dan pada setiap penambahan lantai/tingkat bangunan, jarak bebas di atasnya ditambah 0,50
(nol koma lima puluh) meter dari jarak bebas lantai di bawahnya sampai mencapai jarak bebas
terjauh 12,5 (dua belas koma lima) meter, kecuali untuk bangunan rumah tinggal, sedangkan untuk
bangunan gudang serta industri dapat diatur tersendiri;
b. sisi bangunan yang didirikan harus mempunyai jarak bebas yang tidak dibangun pada kedua sisi
samping kiri dan kanan serta bagian belakang yang berbatasan dengan pekarangan.

Pada bangunan rapat setiap kelipatan maksimal 15 (lima belas) meter ke arah dalam harus disediakan Gambar 3.51 Kepemilikan Lahan Eksisting

ruang terbuka untuk penghawaan dan pencahayaan alami dengan luas sekurang-kurangnya 2 m x 3 m (dua
meter kali tiga meter) dan tetap memenuhi KDB setempat. Pada dinding batas pekarangan tidak boleh Didalam peta kondisi eksisting dapat diketahui bahwa delineasi kawasan pengembangan merupakan lahan
dibuat bukaan dalam bentuk apapun. kosong yang saat ini dipergunakan sebagai lapangan bola, lahan pertanian/sawah dan beberapa unit
bangunan hunian non-permanen serta bangunan kantor pusat survey geologi & vulkanologi juga masuk
3.2.4.1 Status dan Kepemilikan Lahan Di Kawasan Pengembangan kedalam delineasi kawasan. Untuk selanjutnya, berdasarkan kondisi kepemilikan lahan eksisting, lokasi
Untuk kondisi eksisting pada lahan/site pengembangan ini merupakan areal persawahan yang masih belum
pengembangan merupakan hak milik yang dimiliki oleh individu/perorangan. Untuk lebih jelasnya dapat
terbangun dengan status kepemilikan lahannya merupakan hak milik perorangan. Adapun kepemilikan lahan
dilihat pada gambar dibawah ini.
yang berada pada sekitar lahan yang akan dikembangkan ini diantaranya adalah lahan milik Cipaganti
(penyewaan kendaraan berat), Kantor Dolog Gedebage, Depot Pertamina, Hotel Bintang 4 (masih dalam
tahap kontruksi), Garasi Bandung Ekspress, Gudang Keramik, SPPBE (Elpiji), PerhutaniPusat Survey
Geologi dan Vulkanologi, Kantor Polda Jabar, Areal Persawahan, Auto 2000, Kantor APTISI Wilayah IV dan
Permukiman. Diantara kepemilikan lahan tersebut, sebagian besar merupakan lahan dengan status

Bab 3- 25
Uraian Pasal Keterangan Ayat

undang-undang ini kehilangan kewarganegaraannya


wajib melepaskan hak itu dalam jangka waktu satu
tahun sejak diperolehnya
Pasal 22 1) Terjadinya hak milik menurut hukum adat diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
2) Selain menurut cara sebagai yang dimaksud dalam
ayat 1 pasal ini hak milik terjadi karena :
a. penetapan Pemerintah, menurut cara dan syarat-
syarat yang ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah;
b. ketentuan undang-undang.

Pasal 23 1) Hak milik, demikian pula setiap peralihan, hapusnya


dan pembebanannya dengan hak-hak lain harus
didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang
berlaku
2) Pendaftaran termaksud dalam ayat 1 merupakan alat
pembuktian yang kuat mengenai hapusnya hak milik
serta sahnya peralihan dan pembebanan hak
tersebut.
Penggunaan Lahan Pasal 24 Penggunaan tanah milik oleh bukan pemiliknya dibatasi
dan diatur dengan peraturan perundangan.

Pasal 25 Hak milik dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani


hak tanggungan.
Gambar 3.52 Status Kepemilikan Lahan Eksisting
Pemindahtanganan Hak Milik Pasal 26 1) Jual-beli, penukaran, penghibahan, pemberian
dengan wasiat, pemberian menurut adat dan
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk
Agraria, ketentuan hak milik ini merupakan hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai memindahkan hak milik serta pengawasannya diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
orang atas tanah serta dapat dipindah tangankan yang penggunaan lahannya masih dibatasi dan diatur 2) Setiap jual-beli, penukaran, penghibahan, pemberian
dengan peraturan perundangan. Adapun beberapa aturan terkait dengan pengelolaan hak milik dan dengan wasiat dan perbuatan-perbuatan lain yang
dimaksudkan untuk langsung atau tidak langsung
ketentuan lainnya akan dijelaskan pada table berikut ini: memindahkan hak milik kepada orang asing, kepada
seorang warganegara yang disamping
Tabel 3.4 Aturan dan Ketentuan Lahan Hak Milik Berdasarkan Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria kewarganegaraan Indonesia mempunyai
Uraian Pasal Keterangan Ayat kewarganegaraan asing atau kepada suatu badan
hukum, kecuali yang ditetapkan oleh Pemerintah
termaksud dalam pasal 21 ayat 2, adalah batal
Ketentuan Kepemilikan Lahan Pasal 21 1) Hanya warganegara Indonesia dapat mempunyai hak
karena hukum dan tanahnya jatuh kepada Negara,
milik.
(Hak Milik) dengan ketentuan, bahwa pihak-pihak lain yang
2) Oleh Pemerintah ditetapkan badan-badan hukum
membebaninya tetap berlangsung serta semua
yang dapat mempunyai hak milik dan
pembayaran yang telah diterima oleh pemilik tidak
syaratsyaratnya.
dapat dituntut kembali.
3) Orang asing yang sesudah berlakunya Undang-
Pencabutan Hak Milik Pasal 27 Hak milik hapus bila :
undang ini memperoleh hak milik karena pewarisan
tanpa wasiat atau percampuran harta karena
perkawinan, demikian pula warganegara Indonesia a. tanahnya jatuh kepada Negara :
yang mempunyai hak milik dan setelah berlakunya 1. karena pencabutan hak berdasarkan pasal 18;

Bab 3- 26
Uraian Pasal Keterangan Ayat 3.2.4.2 Ketentuan Teknis Pada Kawasan Pengembangan
Dalam pembahasan ini, fasilitas yang akan dibahas lebih kepada persyaratan fisik umum yang ada pada
2. karena penyerahan dengan sukarela oleh
pemiliknya; kawasan pengembangan di Gedebage Bandung. Persyaratan ini didasari oleh fungsi utama yang akan
3. karena ditelantarkan; dikembangkan serta mengacu kepada arahan pola ruang kawasan pada RTRW Kota Bandung Tahun 2011-
4. karena ketentuan pasal 21 ayat 3 dan 26 ayat 2.
b. tanahnya musnah. 2031, sebagai kawasan perdagangan. Berikut ini akan dijelaskan beberapa aturan teknis mengenai aturan
Sumber: Undang-undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria normative bangunan, penyediaan fasilitas pejalan kaki dan perparkiran pada kawasan pengembangan.

Tanah dengan status Sertifikat Hak Milik (SHM) merupakan hak terkuat dan terpenuh atas kepemilikan suatu A. Ketentuan Bangunan
tanah dan melekat kepada individu yang merupakan Warga Negara Indonesia serta tidak memiliki jatuh A.1 Persyaratan Penampang Bangunan
tempo (bersifat kekal). Hak milik dapat dipindah tangan melalui mekanisme jual – beli dan riwayat pembeli-
Didalam Peraturan Walikota Kota Bandung Nomor Tahun 2013
penjual selalu tercatat pada lembar SHM. Hak milik dapat dijadikan jaminan utang sebagai sarana
Tentang Pedoman Teknis Bangunan Gedung, terdapat
pembiayaan dengan dibebani Hak Tanggungan. SHM dapat dihapus apabila tanah tersebut jatuh ke Negara
ketentuan persyaratan penampang bangunan yang harus
karena adanya pencabutan hak, penyerahan sukarela oleh pemiliknya, tanah tersebut ditelantarkan dalam
dipenuhi oleh setiap bangunan. Diantara persyaratan dan
waktu tertentu serta tanah tersebut musnah karena bencana alam seperti longsor, gempa bumi, dan lainnya.
ketentuan bangunan tersebut, berikut ini adalah ketentuan
Nilai properti dengan status SHM lebih tinggi dibandingkan sertifikat hak guna lainnya dikarenakan tidak
peraturan bangunan yang ada didalam Peraturan Daerah Kota
memiliki jatuh tempo, sehingga nilainya akan berkembang seiring dengan hukum permintaan dan
Bandung: ketentuan umum bangunan, tapak bangunan dan
penawaran akan tanah yang terus meningkat.
bentuk bangunan. Untuk bentuk denah bangunan gedung
Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung sedapat mungkin simetris dan sederhana, guna mengantisipasi
oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam kerusakan yang diakibatkan oleh gempa. Untuk lebih jelasnya
keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan dapat dilihat pada gambar disamping ini :
pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu
Dalam hal denah bangunan gedung berbentuk T, L, atau U, maka harus dilakukan pemisahan struktur atau
asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan
dilatasi untuk mencegah terjadinya kerusakan akibat gempa atau penurunan tanah. Denah bangunan
Dari uraian sebelumnya dan table diatas dapat diketahui bahwa untuk lokasi pengembangan ini merupakan gedung berbentuk sentris (bujursangkar, segibanyak, atau lingkaran) lebih baik daripada denah bangunan
lokasi yang diarahkan sebagai kawasan perdagangan yang terdapat pada Pusat Pelayanan Kota (PPK), yang berbentuk memanjang dalam mengantisipasi terjadinya kerusakan akibat gempa. Atap bangunan
serta memiliki status kepemilikan hak milik dan guna pakai. Untuk ketentuan teknis pemanfaatan lahan guna gedung harus dibuat dari konstruksi dan bahan yang ringan untuk mengurangi intensitas kerusakan akibat
pakai, didalam Undang-undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok- gempa.
Pokok Agraria juga atur mengenai pemanfaatan lahan guna pakai. Hak pakai dapat diberikan selama jangka
Untuk penempatan bangunan gedung tidak boleh mengganggu fungsi
waktu yang tertentu atau selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan yang tertentu dengan cuma-cuma,
prasarana kota, lalu lintas dan ketertiban umum. Pada lokasi-lokasi
dengan pembayaran atau pemberian jasa berupa apapun. Sepanjang mengenai tanah yang dikuasai oleh
tertentu Kepala Daerah dapat menetapkan secara khusus arahan rencana
Negara maka hak pakai hanya dapat dialihkan kepada pihak lain dengan izin pejabat yang berwenang. Hak
tata bangunan dan lingkungan. Pada jalan-jalan tertentu, perlu ditetapkan
pakai atas tanah milik hanya dapat dialihkan kepada pihak lain, jika hal itu dimungkinkan dalam perjanjian
penampang-penampang (profil) bangunan untuk memperoleh
yang bersangkutan.
pemandangan jalan yang memenuhi syarat keindahan dan keserasian.
Bilamana dianggap perlu, persyaratan lebih lanjut dari ketentuan-
ketentuan ini dapat ditetapkan pelaksanaaannya oleh Kepala Daerah

Bab 3- 27
dengan membentuk suatu panitia khusus yang bertugas memberi perdagangan, Arcade/jalur pedestrian tepi bangunan merupakan ruang pejalan kaki yang berdampingan
nasehat teknis mengenai ketentuan tata bangunan dan lingkungan. dengan bangunan perdagangan pada salah satu atau kedua sisinya.

Bentuk bangunan gedung harus dirancang dengan memperhatikan bentuk dan karakteristik arsitektur lingkungan
yang ada di sekitarnya, atau yang mampu sebagai pedoman arsitektur atau panutan bagi lingkungannya. Setiap
bangunan gedung yang didirikan berdampingan dengan bangunan yang dilestarikan, harus serasi dengan
bangunan yang dilestarikan tersebut. Bangunan yang didirikan sampai pada batas samping persil, tampak
bangunannya harus bersambungan secara serasi dengan tampak bangunan atau dinding yang telah ada di
sebelahnya. Bentuk bangunan gedung harus dirancang dengan mempertimbangkan terciptanya ruang luar
bangunan yang nyaman dan serasi terhadap lingkungannya. Sumber: Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Ruang Pejalan Kaki di Perkotaan

Bentuk, tampak, profil, detail, material maupun warna bangunan harus dirancang memenuhi syarat Gambar 3.53 Potongan & Tampak Atas Arcade
keindahan dan keserasian lingkungan yang telah ada dan/atau yang direncanakan kemudian, dengan tidak
menyimpang dari persyaratan fungsinya. Bentuk bangunan gedung sesuai kondisi daerahnya harus
Ruang pejalan kaki di pusat kawasan bisnis dan pusat kota ini adalah area yang harus dirancang untuk
dirancang dengan mempertimbangkan kestabilan struktur dan ketahanannya terhadap gempa. Syarat-syarat
mengakomodir volume yang lebih besar dari para pejalan kaki dibanding di area-area di kawasan
lebih lanjut mengenai tinggi/tingkat dan segala sesuatunya ditetapkan berdasarkan ketentuan-ketentuan
permukiman. Batas jalanan (jalur transportasi) pada area ini dapat dimanfaatkan untuk berbagai tujuan yang
dalam rencana tata ruang, dan/atau rencana tata bangunan dan lingkungan yang ditetapkan untuk
beragam dan secara umum terdiri dari berbagai zona, antara lain: zona bagian depan gedung, zona bagi
daerah/lokasi tersebut.
pejalan kaki, zona bagi tanaman /perabot dan zona untuk pinggiran jalan. Pembagian zona ini dimaksudkan

A.2 Tapak Bangunan agar ruang pejalan kaki yang ada dapat tetap melayani para pejalan kaki yang melintasi area ini dengan

Untuk ketentuan tinggi rendah (peil) pekarangan harus dibuat dengan tetap menjaga keserasian lingkungan nyaman. Berikut ini adalah prinsip penyediaan prasarana dan sarana ruang perjalan kaki pada kawasan

serta tidak merugikan pihak lain. Penambahan lantai atau tingkat suatu bangunan gedung diperkenankan perdagangan & jasa di Perkotaan:

apabila masih memenuhi batas ketinggian yang ditetapkan dalam rencana tata ruang kota, dengan
Tabel 3.5 Prinsip Penyediaan Prasarana dan Sarana Ruang Pejalan Kaki di Kawasan
ketentuan tidak melebihi KLB, harus memenuhi persyaratan teknis yang berlaku dan keserasian lingkungan. Perdagangan & Jasa
Penambahan lantai/tingkat harus memenuhi persyaratan keamanan struktur.

A.3 Bentuk Bangunan


Bentuk bangunan gedung harus dirancang sedemikian rupa sehingga setiap ruang-dalam dimungkinkan
menggunakan pencahayaan dan penghawaan alami. Ketentuan sebagaimana dimaksudkan pada butir i di
atas tidak berlaku apabila sesuai fungsi bangunan diperlukan sistem pencahayaan dan penghawaan buatan
yang mengacu kepada prinsip-prinsip konservasi energi. Untuk bangunan dengan lantai banyak, kulit atau
selubung bangunan harus memenuhi persyaratan konservasi energi. Aksesibilitas bangunan harus
mempertimbangkan kemudahan bagi semua orang, termasuk para penyandang cacat dan lansia.

B. Ketentuan Fasilitas Kebutuhan Pejalan Kaki


Sumber: Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Ruang Pejalan Kaki di Perkotaan
Didalam Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Ruang Pejalan Kaki di Perkotaan,
penyediaan ruang pejalan kaki dapat dikembangkan pada kawasan perdagangan dan jasa, ruang terbuka,
khusus, perumahan, industry dan peruntukan campuran. Untuk jalur pejalan kaki pada kawasan

Bab 3- 28
C. Ukuran Kebutuhan Sirkulasi dan Ruang Parkir
Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor 272/HK.105/DRJD/96 tanggal 8 April Tabel 3.7 Ukuran Kebutuhan Ruang Parkir Tetap Hotel dan tempat penginapan

1996 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Parkir, Parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu
kendaraan yang tidak bersifat sementara dan berhenti adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan
untuk sementara dengan pengemudi tidak meninggalkan kendaraan. Sedangkan Fasilitas parkir adalah
lokasi yang ditentukan sebagai tempat pemberhentian kendaraan yang tidak bersifat sementara untuk
melakukan kegiatan pada suatu kurun waktu. Fasilitas parkir itu sendiri dibagi menjadi 2 (dua) kelompok Sumber : Pedoman Teknis Penyelenggaraan Fasilitas Parkir

parkir, diantaranya yaitu : (1) Parkir di badan jalan (on street parking) adalah fasilitas parkir yang
Data diatas merupakan ukuran kebutuhan ruang parkir berdasarkan standar unit kendaraan mobil (SRP),
menggunakan tepi jalan dan (2) Parkir di luar badan jalan (off street parking) adalah fasilitas parkir kendaraan
sementara itu, untuk ketentuan fasilitas parkir berdasarkan ukuran ruang parkir yang dibutuhkan adalah
di luar tepi jalan umum yang dibuat khusus atau penunjang kegiatan yang dapat berupa tempat parkir
sebagai berikut:
dan/atau gedung parkir.
Tabel 3.8 Ukuran Kebutuhan Ruang Parkir
Lokasi lahan parkir untuk pusat-pusat kegiatan dapat didesain baik dengan dikelompokkan atau menyebar
di setiap pusat kegiatan tergantung pada perencanaan. Beberapa persyaratan khusus yang harus dipenuhi:
 Lahan parkir merupakan fasilitas pelengkap dari pusat kegiatan, sehingga sedapatnya sedekat
mungkin dengan pusat kegiatan yang dilayani.
 Lokasi parkir harus mudah diakses/dicapai dari/ke pusat-pusat kegiatan tanpa gangguan ataupun
memotong arus lalu lintas jalan utama.
 Lahan parkir harus memiliki hubungan dengan jaringan sirkulasi pedestrian secara langsung.
 Lokasi parkir harus mudah terlihat dan dicapai dari jalan terdekat.

Perhitungan luas lahan parkir pada area pusat kegiatan ditentukan oleh beberapa faktor penentu, yaitu:
Sumber : Naasra 1988

 Jumlah pemilikan kendaraan


 Jenis kegiatan dari pusat kegiatan yang dilayani
 Sistem pengelolaan parkir, misalnya parkir bersama, parkir berbagi antar beberapa kapling (shared
parking area), ataupun parkir lahan pribadi (private parking area)

Dengan demikian besaran luas parkir akan berbeda-beda tergantung pusat kegiatan yang dilayaninya, dan
untuk penyediaan lahan parkir pada kawasan perdagangan dan jasa standarnya untuk setiap 1 (satu) unit
mobil harus memiliki luasan minimal 60 m2 (SNI no. 03-1733-2004). Terkait dengan pelayanan kebutuhan
parkir pada kawasan yang akan dikembangkan, ukuran kebutuhan ruang parkir tetap pada pusat kegiatan
perdagangan dan penginapan/hotel ditentukan sebagai berikut:

Tabel 3.6 Ukuran Kebutuhan Ruang Parkir Tetap Pusat Perdagangan

Sumber : Pedoman Teknis Penyelenggaraan Fasilitas Parkir

Bab 3- 29
3.2.5 Output Aspek Legal
Sebagai Kesimpulan dari aspek Legal ini setidaknya ada beberapa poin keluaran yang harus dipatuhi dalam
pengembangan kawasan pada lokasi studi, diantaranya yaitu :
- Sebagai Kawasan yang diperuntukan sebagai kawasan perdagangan, pengembangan kawasan
hanya diperbolehkan bangunan-bangunan yang sesuai dengan peruntukan kawasannya, yaitu :
a. Bangunan Usaha Perdagangan (ritel dan grosir) : toko, warung, tempat perkulakan dan
pertokoan
b. Bangunan penginapan : hotel, guest house, motel, hostel dan penginapan.
c. Bangunan Penyimpanan : gedung tempat parkir, show room dan gudang
d. Bangunan tempat pertemuan : aula dan tempat konferensi
e. Bangunan Pariwisata (di ruang tertutup) : bioskop dan area bermain
- Aturan intensitas yang harus dipenuhi untuk bangunan pada pengembangan kawasan ini adalah
bangunan yang direncanakan memiliki hak maksimal dalam KDB sebesar 70%, KLB maksimal 5,6
(dengan luas lantai maksimal 100.000 m2, KDH minimal 20%, GSB ½ x rumija jalan yang ada
didepannya atau 27,5 m (rumija : 55 m), GSB samping & belakang minimal 4 m, KTB maksimal
100%-KDH dan tidak boleh lebih rendah dari KDH.
- Dari segi hak kepemilikan tanah, kawasan pengembangan ini didominasi oleh lahan yang memiliki
SHM yang memiliki hak paling kuat untuk dikembangkan yang tidak memiliki masa jatuh tempo
dalam pemanfaatan kawasannya. Adapun lahan Badan Geologi dan Vulkanologi yang memiliki Hak
Guna Pakai tetap dapat diberikan selama jangka waktu yang tertentu atau selama tanahnya
dipergunakan untuk keperluan yang tertentu dengan cuma-cuma, dengan pembayaran atau
pemberian jasa berupa apapun dengan izin pejabat daerah yang berwenang.

Dari kesimpulan aspek legal ini nantinya akan menjadi acuan bagi aspek lainnya dalam perancangan
pengembangan kawasan di Gedebage ini

Bab 3- 30
 Dimensi Jalan Eksisting
3.3. Analisis Transportasi / Intensitas (Oleh : Ichsan Rizky Lazuardi | 25613005)  Dimensi Jalan yang Direncanakan

Untuk menentukan saran intensitas pengembangan kawasan, terdapat beberapa analisa yang dapat  Volume Lalu Lintas Kendaraan Eksisting

dilakukan, salah satunya adalah Traffic Impact Assessment (TIA). Pada analisa ini dilakukan perhitungan  Trip Rate

kapasitas jalan di sekitar lahan pengembangan dan volume lalu lintas nya untuk mengetahui Level of Service  Saran Luas Lantai Pengembangan per Fungsi

(LoS) jalan. Setelah itu dilakukan simulasi bangkitan dan tarikan untuk mengetahui berapa intensitas  Persentase Perpaduan Fungsi dari Pengembangan

pengembangan yang dapat dibangun hingga batas maksimum standar Level of Service jalan di perkotaan.  Asumsi pengurangan beban jalan akibat penyediaan transportasi rel

Berdasarkan daftar data tersebut, terdapat beberapa survey yang perlu dilakukan:
3.3.1 Metode Analisis
Survei Primer:
Analisa transportasi yang dilakukan akan didasarkan skema berikut:  Dokumentasi dimensi jalan eksisting
 Traffic Counting untuk mengetahui volume lalu lintas eksisting
Survei Sekunder:
 Pencarian rencana pelebaran jalan dalam RDTR Gedebage
 Asumsi skenario perpaduan fungsi dalam pengembangan dari analisa pasar
 Pencarian informasi Trip Rate
 Pencarian informasi jenis transportasi rel yang direncanakan untuk asumsi pengurangan beban jalan
kaibat penyediaan transportasi rel

3.3.2 Analisis Kapasitas Jalan

Gambar 3.54 Skema Analisa Transportasi / Intensitas Yang Akan Dilakukan . Sumber: Lahan terpilih
Studio RK 2, 2014 Jalan yang dihitung kapasitasnya
Jalan lain di sekitar lahan
Jalur rel KAI

Untuk mencapai output analisa yang diinginkan yaitu jumlah luas lantai maksimal / intensitas maksimal yang
dapat dilakukan dalam pengembangan perlu dilakukan survey untuk mendapatkan beberapa data, yaitu:
Gambar 3.55 Peta Jalan Yang Dihitung Kapasitasnya. Sumber: Studio RK 2, 2014

Bab 3- 31
Dalam menganalisa Traffic Impact Assessment kali ini, salah satu hal yang harus dilakukan adalah Dua Arah
5 0,56
menganalisa kapasitas jalan di sekitar area pengembangan, baik kapasitas eksisting maupun yang
6 0,87
direncanakan. Beberapa jalan yang akan dianalisa kapasitasnya adalah: 7 1,00
Jalan 2 lajur tanpa pembatas median
8 1,14
 Jalan Soekarno-Hatta, Jalur Lambat 9 1,25
10 1,29
 Jalan Arteri Sekunder baru dalam Masterplan Gedebage 11 1,34
Kedua jalan ini dipilih karena diasumsikan bahwa bangkitan/tarikan lalu lintas dari pengembangan akan Sumber: Indonesian Highway Capacity Manual, 1993
Faktor koreksi akibat gangguan samping (FCsp) ditentukan berdasarkan lebar bahu jalan efektif dan kelas
bermuara ke salah satu dari kedua jalan tersebut.
gangguan samping pada jalan, dengan nilai sebagai berikut:
Kapasitas jalannya sendiri akan dihitung dengan menggunakan rumus: Tabel 3.11 Nilai Faktor Koreksi Akibat Gangguan Samping
Faktor koreksi akibat gangguan samping dan lebar
bahu jalan
C = Co x FCw x FCsp x FCsf x FCcs Kelas
Lebar bahu jalan efektif
Tipe Jalan Gangguan
< 1,00 1,50 >2,00m
Samping
C = Kapasitas jalan aktual 0,5 m m
m
Co = Kapasitas dasar jalan; berdasarkan jenis jalan dan jumlah lajur Sangat 0,96 0,98 1,01 1,01
FCw = Faktor koreksi akibat lebar jalan rendah 0,94 0,97 1,00 1,00
Jalan 4 Lajur Rendah 0,92 0,95 0,98 0,98
FCsp = Faktor koreksi akibat gangguan samping berpembatas median Sedang 0,88 0,92 0,95 0,95
FCsf = Faktor koreksi akibat pembagian jalan atau jalan satu arah Tinggi 0,84 0,88 0,92 0,92
Sangat
FCcs = Faktor koreksi akibat ukuran kota Tinggi
Sangat 0,96 0,99 1,01 1,03
Kapasitas dasar jalan (Co) dihitung berdasar tipe jalan dengan nilai seperti pada tabel berikut: rendah 0,94 0,97 1,00 1,02
Rendah 0,92 0,95 0,98 1,00
Tabel 3.9 Nilai Kapasitas Dasar Jalan Jalan 4 lajur tanpa
Sedang 0,87 0,91 0,94 0,98
Tipe Jalan Kapasitas Dasar (smp/jam) Keterangan pembatas median
Tinggi 0,80 0,86 0,90 0,95
Jalan 4 Lajur berpembatas median atau jalan satu arah 1.650 Per lajur Sangat
Jalan 4 lajur tanpa pembatas median 1.500 Per lajur Tinggi
Jalan 2 lajur tanpa pembatas median 2.900 Total 2 Sangat 0,94 0,96 0,99 1,01
Arah rendah 0,92 0,94 0,97 1,00
Sumber: Indonesian Highway Capacity Manual, 1993 Rendah 0,89 0,92 0,95 0,98
Jalan 2 lajur tanpa
Sedang 0,82 0,86 0,90 0,95
Faktor koreksi akibat lebar jalan (FCw) ditentukan berdasarkan lebar per lajur dalam tersebut dengan nilai pembatas median
Tinggi 0,73 0,79 0,85 0,91
seperti pada tabel berikut: Sangat
Tinggi
Tabel 3.10 Nilai Faktor Koreksi Akibat Lebar Jalan Sumber: Indonesian Highway Capacity Manual, 1993
Tipe Jalan Lebar Jalan Efektif (m) FCw Faktor koreksi akibat pembagian jalan (FCsf) ditentukan berdasarkan pada proporsi pembagian lebar jalan
Per Lajur
untuk jalur-jalur dua arah dengan nilai seperti pada tabel berikut:
3,00 0,92
3,25 0,96 Tabel 3.12 Nilai Faktor Koreksi Akibat Pembagian Jalan
Jalan 4 Lajur berpembatas median atau jalan satu arah
3,50 1,00 Pembagian Arah
3,75 1,04 Tipe Jalan 50- 55- 60- 65- 70-
4,00 1,08 50 45 40 35 30
Per Lajur Jalan 4 Lajur berpembatas
1,00
3,00 0,91 median atau jalan satu arah
3,25 0,95 Jalan 4 lajur tanpa pembatas 1,00 0,985 0,97 0,95 0,94
Jalan 4 lajur tanpa pembatas median
3,50 1,00 median
3,75 1,05 Jalan 2 lajur tanpa pembatas 1,00 0,97 0,94 0,91 0,88
4,00 1,09 median

Bab 3- 32
Sumber: Indonesian Highway Capacity Manual, 1993 Jumlah Lajur = 2 Lajur
Faktor koreksi akibat ukuran kota (FCss) ditentukan berdasarkan populasi kota tersebut dengan nilai seperti
Lebar per lajur = 4 meter
pada tabel berikut:
Hierarki Jalan = Arteri Primer
Tabel 3.13 Nilai Faktor Koreksi Akibat Pembagian Jalan
Tabel 3.14 Perhitungan Kapasitas Jl.Soekarno-Hatta Jalur Cepat
Ukuran Kota (Juta Faktor Koreksi untuk
Penduduk) Ukuran Kota Parameter Kondisi Nilai
< 0,1 0,86 Kapasitas dasar 1 arah ; 2 Lajur 1650 (2)
0,1-0,5 0,90 (smp/jam)
0,5-1,0 0,94 Faktor koreksi lebar jalan 4 m / lajur 1,08 (2)
1,0-3 1,00 Faktor koreksi gangguan 1 arah / rendah 0,92
>3 1,03 samping
Sumber: Indonesian Highway Capacity Manual, 1993 Faktor koreksi pembagian Jalan 1 arah 1
arah
Berikut ini adalah hasil analisa kapasitas jalan terhadap jalan-jalan tersebut: Faktor koreksi ukuran Lebih dari 1,3 juta Jiwa 1,03
kota
Kapasitas Aktual 3868,92 smp/jam
Jalan Soekarno-Hatta Jalur Cepat: Sumber: Studio RK 2, 2014
Jalan Soekarno-Hatta Jalur Lambat:

Lebar Badan Jalan = 6 meter


Lebar Jalur Pedestrian = 2 meter
Jumlah Lajur = 2 Lajur
Lebar per lajur = 3 meter
Hierarki Jalan = Arteri Primer

Tabel 3.15 Perhitungan Kapasitas Jl.Soekarno-Hatta Jalur Lambat


Parameter Kondisi Nilai
Kapasitas dasar 1 arah ; 2 Lajur 1650 (2)
(smp/jam)
Faktor koreksi lebar jalan 3 m / lajur 0,92 (2)
Faktor koreksi gangguan 1 arah / tinggi 0,82
Gambar 3.56 Foto Kondisi Jl. Soekarno-Hatta. Sumber: Studio RK 2, 2014 samping
Faktor koreksi pembagian Jalan 1 arah 1
arah
Faktor koreksi ukuran Lebih dari 1,3 juta jiwa 1,03
kota
Kapasitas Aktual 3085,38 smp/jam
Sumber: Studio RK 2, 2014
Jalan Arteri Sekunder dalam Masterplan Gedebage (rencana) :

2m 6m 8m 4m 8m 6m 2m

Gambar 3.57 Potongan Jl. Soekarno-Hatta. Sumber: Studio RK 2, 2014

Lebar Badan Jalan = 8 meter


Lebar Jalur Pedestrian = -

Bab 3- 33
Jl. Gempol
Jl. Soekarno-Hatta

Jl. Cimencrang
Foto

Gambar 3.58 Potongan Jalan Arteri Sekunder Baru. Sumber: Masterplan PPK Gedebage, 2014

ge
Lebar Badan Jalan = 16 meter

Jl. Gedeba
Lebar Jalur Pedestrian =2 meter Jalu
r KA
Jumlah Lajur = 4 Lajur, 2 Arah Berpembatas Median
Lebar per lajur = 4 meter
Hierarki Jalan = Arteri Sekunder

Tabel 3.16 Perhitungan Kapasitas Jalan Arteri Sekunder Baru


Parameter Kondisi Nilai Lokasi Traffic Counting
Kapasitas dasar (smp/jam) 2 arah ; 4 Lajur 1650 (4)
Faktor koreksi lebar jalan 4 m / lajur 1,08 (4)
Faktor koreksi gangguan samping 2 arah / sangat rendah 0,96 Sumber: Studio RK 2, 2014
Faktor koreksi pembagian arah Pembagian arah 50-50 1
Faktor koreksi ukuran kota Lebih dari 1,3 juta jiwa 1,03 Jalan yang dipilih adalah Jl. Soekarno-Hatta karena dari analisa kapasitas jalan yang dilakukan hanya jalan
Kapasitas Aktual 7048,16 smp/jam
Sumber: Studio RK 2, 2014 tersebut yang saat ini telah ada dan dilalui oleh lalu lintas kendaraan.

Berikut adalah tabel kapasitas jalan di sekitar lahan pengembangan:


Berikut adalah hasil traffic counting yang dilakukan:

Tabel 3.17 Kapasitas Jalan di Sekitar Pengembangan


Durasi: 15 Menit
Ruas Jalan Co FCw FCsp FCsf FCcs C
Soekarno-Hatta Tanggal : Senin, 17 Februari 2014
Lajur Cepat 3700 1,08 1 0,94 1,03 3868,92 smp/jam
Pukul : 07.00-07.15
Lajur 3700 0,92 1 0,88 1,03 3085,38 smp/jam
Lambat Kecepatan Rata-rata Kendaraan : 30 km / Jam
Total 6954,3 smp/jam
Jalan Arteri Sekunder Masterplan Tabel 3.18 Hasil Traffic Counting Peak Hour Pagi
Rencana 6600 1,08 1 0,92 1,03 7048,16 smp/jam Jalan MPV, Mini Bis, Truk 3 Sepeda Sepeda, Dokar /
Sumber: Studio RK 2, 2014 Sedan, bis, Truk 2 As, Motor / Becak Gerobak
Jeep, Truk As, Trailer, Scooter
Pickup Kecil Mobil Truk
3.3.3 ANALISIS TRAFFIC COUNTING Tanki Gandeng
Soekarno-Hatta Timur-Barat
Untuk mengetahui berapa volume kendaraan yang melewati jalan di sekitar lahan pengembangan, maka
Lajur 38 - 2 - 1777 4 -
dilakukan survey berupa Traffic Counting. Traffic Counting dilakukan pada asumsi peak hour volume Lambat
kendaraan lewat di sekitar lahan yaitu pada senin pagi pukul 07.00 dan pada jumat sore pukul 17.00. Lokasi Lajur Cepat 196 11 9 - 1056 - -
Sumber: Studio RK 2, 2014
traffic counting berada pada jalan eksisting di sekitar lahan sebagai berikut:

Bab 3- 34
Asumsi Hasil 1 Jam Tabel 3.22 Rangkuman Hasil Traffic Counting
Ruas Jalan Volume Kendaraan Traffic Volume Kendaraan Traffic Volume Kendaraan Rata-
Tabel 3.19 Volume Kendaraan Per Jam Peak Hour Pagi Counting 1 (smp/jam) Counting 2 (smp/jam) Rata (smp/jam)
Jalan MPV, Mini Bis, Truk Truk 3 As, Sepeda Sepeda, Dokar / Total Jalan Soekarno-Hatta Barat Timur
Sedan, bis, 2 As, Trailer, Motor / Becak Gerobak smp/jam Jalur Lambat 3081,6 1661,6 2371,6
Jeep, Truk Mobil Truk Scooter Jalur Cepat 2564,4 1236,8 1900,6
Pickup Kecil Tanki Gandeng Sumber: Studio RK 2, 2014

3.3.4 Analisis Level Of Service Jalan


Soekarno-Hatta Timur-Barat
Lajur Lambat 152 - 8 - 7108 16 - 3081,6
Setelah dilakukan analisa kapasitas jalan dan volume kendaraan eksisting, maka Level of Service eksisting
Lajur Cepat 784 44 36 - 4224 - - 2564,4 dari jalan dapat diperhitungkan. Dengan asumsi level of service jalan minimal dalam area perkotaan adalah
Sumber: Studio RK 2, 2014 D, maka dapat dihitung berapa kapasitas sisa dari jalan tersebut. Selain itu, jalan-jalan yang masih bersifat
Durasi: 15 Menit rencana juga dapat diperhitungkan dalam analisa ini.
Tanggal : Jumat, 14 Februari 2014
Pukul : 16.45-17.00 Analisa Level Of Service Jalan, asumsi LoS minimal = D
Kecepatan Rata-rata Kendaraan : 40 km / Jam
Tabel 3.23 Analisis Level of Service Jalan
Ruas Jalan Co FCw FCsp FCsf FCcs C V V/C LoS Kapasitas
Tabel 3.20 Hasil Traffic Counting Peak Hour Sore Sisa
Jalan MPV, Mini Bis, Truk 3 Sepeda Sepeda, Dokar / Soekarno-Hatta (Asumsi Volume Kendaraan Maksimal)
Sedan, bis, Truk 2 As, Motor / Becak Gerobak
Lajur Cepat 3700 1,08 1 0,94 1,03 3868,92 2564,4 0,66 B 917,62
Jeep, Truk As, Trailer, Scooter
smp/jam smp/jam smp/jam
Pickup Kecil Mobil Truk
Lajur 3700 0,92 1 0,88 1,03 3085,38 3081,6 0,99 E -304,75
Tanki Gandeng
Lambat smp/jam smp/jam smp/jam
Soekarno-Hatta Timur-Barat
Total 6954,3 5646 612,87
Lajur Lambat 59 1 2 - 872 4 -
smp/jam smp/jam smp/jam
Lajur Cepat 218 23 25 5 73 - -
Soekarno-Hatta (Asumsi Volume Kendaraan Rata-Rata)
Sumber: Studio RK 2, 2014
Lajur Cepat 3700 1,08 1 0,94 1,03 3868,92 1900,6 0,49 A 1581,42
Asumsi Hasil 1 Jam smp/jam smp/jam smp/jam
Lajur 3700 0,92 1 0,88 1,03 3085,38 2371,6 0,76 C 405,24
Tabel 3.21 Volume Kendaraan Per Jam Peak Hour Sore Lambat smp/jam smp/jam smp/jam
Jalan MPV, Mini Bis, Truk 3 Sepeda Sepeda, Dokar / Smp/jam Total 6954,3 4272,2 1986,66
Sedan, bis, Truk 2 As, Motor / Becak Gerobak smp/jam smp/jam smp/jam
Jeep, Truk As, Trailer, Scooter Jalan Arteri Sekunder Masterplan
Pickup Kecil Mobil Truk Rencana 6600 1,08 1 0,92 1,03 7048,16 - - - 7048,16
Tanki Gandeng smp/jam smp/jam
Soekarno-Hatta Timur-Barat Sumber: Studio RK 2, 2014
Lajur 236 4 8 - 3488 16 - 1661,6 Jika perhitungan yang digunakan untuk menghitung kapasitas sisa dari jalan menggunakan volume
Lambat
Lajur Cepat 872 92 100 20 292 - - 1236,8 kendaraan maksimal yang tercatat maka jumlah total sisa kapasitas jalan nya adalah:
Sumber: Studio RK 2, 2014
Dari kedua hasil traffic counting tersebut dilakukan perhitungan rata-rata volume kendaraan yang lewat di Jl. 612,87 smp/jam + 7048,16 smp/jam = 7661,03 smp/jam

Soekarno-Hatta sebagai berikut


Tetapi jika perhitungannya menggunakan volume kendaraan rata-rata, maka jumlah total sisa kapasitas jalan

Volume Kendaraan Tertinggi dari hasil Traffic Counting nya adalah:

1986,66 smp/jam + 7048,16 smp/jam = 9034,82 smp/jam

Bab 3- 35
3.3.5 Pengurangan Beban Pada Jalan Akibat Penyediaan Transportasi Rel Tabel 3.26 Luas Lantai Terbangun Maksimal
Fungsi Persentase Trip Rate SMP Luas
Luasan (trip rate Lantai
Berdasarkan perhitungan level of service diatas, diketahui bahwa potensi on-site traffic yang dapat rata-rata = Terbangun
ditambahkan pada jalan adalah 7661,03 smp/jam dan 9034,82 smp/jam, maka dengan mengasumsikan 0,44325
smp/jam/m2)
bahwa tingkat ridership pada kawasan adalah 40%, maka dapat diasumsikan bahwa smp yang dapat
Hunian 10% 0,012 34,56 2.880 m2
ditambahkan pada batasan pengembangan adalah: smp/jam
Komersial 20% 0,760 4377,60 5.760 m2
smp/jam
Asumsi sisa kapasitas jalan = 7661,03 smp/jam
Kantor 60% 0,270 4666,14 17.282 m2
7661,03 x (40% / 60%) = 5107,35 smp/jam smp/jam
Bangunan 10% 0,731 2105,28 2.880 m2
Total batasan smp untuk pengembangan = 7661,03 + 5107,35 = 12768,38 smp/jam
Publik smp/jam
Total 28.804 m2
Sumber: Studio RK 2, 2014
Asumsi sisa kapasitas jalan = 9034,82 smp/jam
Asumsi batasan smp untuk pengembangan = 15058,03 smp/jam
9034,82 x (40% / 60%) = 6023,21 smp/jam
Total batasan smp untuk pengembangan = 9034,82 + 6023,21 = 15058,03 smp/jam Tabel 3.27 Luas Lantai Terbangun Maksimal
Fungsi Persentase Trip Rate SMP Luas Lantai
3.3.6 Perhitungan Luas Lantai Terbangun Maksimal Yang Dapat Dilakukan Luasan (trip rate rata-rata = Terbangun
0,44325
smp/jam/m2)
Dari sisa kapasitas tersebut, untuk menghitung berapa luas lantai terbangun maksimal yang dapat dibangun
Hunian 10% 0,012 40,76 smp/jam 3.397 m2
diperlukan asumsi persentase perpaduan fungsi dari kawasan. Perhitungan ini akan menggunakan tabel trip Komersial 20% 0,760 5163,44 smp/jam 6.794 m2
Kantor 60% 0,270 5503,14 smp/jam 20.382 m2
rate berikut untuk mengkonversikan sisa kapasitas jalan menjadi luasan bangunan yang dapat terbangun.
Bangunan Publik 10% 0,731 2483,20 smp/jam 3.397 m2
Total 33.971 m2
Tabel 3.24 Trip Rate Sumber: Studio RK 2, 2014
Jenis Peruntukan Lahan Trip per ha Person trips per 100 m2 Smp/jam/m2
Hunian 23,07 0,23 0,012
Komersial 1520,33 15,20 0,760 3.3.7 Kesimpulan
Industri/Pabrik 114,20 1,14 0,057
Kantor 540,28 5,40 0,270 Berdasarkan perhitungan Traffic Impact Assessment, luas lantai terbangun maksimal pada lahan adalah
Bangunan Publik 1462,04 14,62 0,731 33.971 m2. Dengan luas total lahan adalah 77.445 m2 yang menghasilkan KLB pengembangan hanya 0,43.
Sumber : JICA, 1987
Berdasarkan kesimpulan analisa pasar, perpaduan fungsi yang ingin diajukan dalam pengembangan adalah Pengembangan kawasan komersial dengan intensitas yang berdasarkan hasil analisa transportasi ini dinilai
sebagai berikut tidak menguntungkan, maka terdapat beberapa alternatif solusi yang disarankan:
 Pengembangan dilakukan mengacu pada ketentuan KLB yang didapatkan dari analisa legal
Tabel 3.25 Usulan Perpaduan Fungsi Pengembangan
Fungsi / Peruntukan Lahan Persentase  Perubahan fungsi dominan pengembangan menjadi fungsi hunian yang memiliki trip attraction rate
Hunian 10% jauh lebih kecil
Komersial 20%
Kantor 60%  Penambahan kapasitas jalan, terutama Jl. Soekarno-Hatta yang memang memiliki kepadatan cukup
Bangunan Publik 10% tinggi
Sumber: Studio RK 2, 2014
 Maksimalisasi penggunaan moda transportasi masal
Maka berdasarkan usulan perpaduan fungsi tersebut, luasan terbangun maksimal yang dapat dilakukan
adalah:

Asumsi batasan smp untuk pengembangan = 12768,38 smp/jam

Bab 3- 36
3.4 Analisis Stakeholder (Oleh : Ida Ayu Sawitri DM | 25613004 Dan Wina Setelah dilakukan identifikasi tahap awal, selanjutnya dilakukan identifikasi yang lebih terstruktur dimana dijelaskan
sumber data dan alasan pihak-pihak tersebut dipilih sebagai stakeholder dalam proyek pengembangan Gedebage.
Astarina | 25613011)
Tabel 3.28 Identifikasi Kepentingan Stakeholder
No. Internal/
Stakeholder analisis adalah proses mensistematiskan dan menganalisa informasi kualitatif untuk
ID External Pihak yang Alasan Dipilih/ hubungan
menentukan strategi yang harus diambil ke dalam program ketika tengah melakukan proses pembangunan dan/atau Sektor/ Sub-Sektor Sumber Data
terhadap diwawancara dengan proyek
mengimplementasikan aturan atau program. Project
PEMERINTAH
A
Analisis stakeholder digunakan untuk memperoleh informasi pihak mana sajakah yang berkepentingan dan
1 Walikota Internal Data Sekunder 0 Merupakan pihak yang
medapatkan manfaat dari rencana pengembangan serta strategi pengembangan yang dapat dilakuan.
mengambil keputusan atas
segala perencanaan dalam
Metode Analisis Stakeholder kota
2 BAPPEDA Internal Data 3 Badan yang merupakan muara
Metode penelitian adalah sebuah struktur tahapan yang harus dilakukan untuk melakukan analisa stakeholder, Primer/Wawancara dari berbagai proyek - proyek
yang direncanakan oleh kota,
metode ini melingkupi proses:
merancang rencana tata ruang
wilayah; sehingga mengetahui
a. Identifikasi Stakeholder dengan jelas perencanaan
suatu wilayah
Identifikasi dilakukan untuk mengetahui siapa saja yang berkepentingan dalam proses pengembangan 3 Kecamatan Internal Data 2 Merupakan pihak yang
Gedebage Primer/Wawancara menerapkan kebijakan dari
dalam site Gedebage. Dari proses identifikasi terhadap site maka diketahui beberapa pihak yang pusat dan memiliki fungsi
berkepentingan, yaitu: sosial terhadap masyarakat
Kepala Camat (Bapak
Walikota, Bappeda Kota Bandung,
Zamzam Nurzaman)
Dinas Tata Ruang Dan Cipta Karya, dan Bagian
PEMERINTAH Pemerintahan (Ibu
Kecamatan Gedebage, Kantor Polda, Puji Rahayuningtyas)
4 Dinas Tata Ruang dan Internal Data 2 Menangani perijinan
Kantor Perhutani, Dinas Perhubungan, Cipta Karya Primer/Wawancara pembangunan dan tata ruang
Metropolitan Development Management kota dengan lebih detail.
Membuat rdtr dan rencana
induk gedebage
SITE TAPAK SWASTA Kepala Bidang
Summarecon , Developer 1, UIN, Perencanaan Tata
Ruang Dinas Tata
Pertamina Ruang dan Cipta
Karya Kota Bandung
(Ir. Titiek Sulandari,
MT. )
MASYARAKAT Masyarakat Sekitar Site, 5 Dinas Perhubungan Eksternal Data Sekunder 0 Mengetahui dan pertanggung
jawab atas segala
Pemilik Tanah perencanaan transportasi di
kawasan tersebut.
6 Kantor POLDA Eksternal Data Sekunder 0 Bertanggung jawab terhadap
Gambar 3.59 Identifikasi awal Stakeholder
segala pembangunan dan
beban yang diberikan terhadap
kawasan. Lahan polda
bersebelahan dengan site
sehingga terpengaruh
langsung.

Bab 3- 37
No. Internal/ b. Perangkat Penelitian
ID External Pihak yang Alasan Dipilih/ hubungan
Sektor/ Sub-Sektor Sumber Data Perangkat Penelitian yang digunakan dalam aspek stakeholder ini adalah dengan
terhadap diwawancara dengan proyek
Project menggunakan daftar pertanyaan dan juga tabel yang berfungsi sebagai tempat
PEMERINTAH pengumpulan data yang didapat dari proses wawancara (data primer) dan data
A
sekunder.
7 Perhutani Eksternal Data Sekunder 0 Lahan bersebelahan dengan
site sehingga terpengaruh Baik daftar pertanyaan maupun tabel data yang dibuat mencakup aspek-aspek analisis
langsung. seperti; pengetahuan (knowledge) , posisi (position), kepentingan terhadap site
8 Metropolitan Eksternal Data 2 Mengetahui rencana
Development Primer/Wawancara pengembangan kota (interest), aliansi (alliances), sumber daya (resources), kekuatan (power), dan
Management metropolitan bandung dan kepemimpinan/ kemampuan mengambil keputusan (leadership).
moda transportasi di kota
bandung dan sekitarnya. Berikut contoh daftar pertanyaan yang ditanyakan secara umum dan mengandung

Bapak Budi Siswanto Data Sekunder aspek-aspek analisis diatas:


B SWASTA
1 SUMMARECON Eksternal Data Primer 2 Summarecon merupakan 1. Apakah anda mengetahui mengenai rencana pengembangan proyek
/Wawancara pengembang proyek gedebage?
Gedebage di wilayah selatan
dari site terpilih. 2. Jika iya, seperti apa proyek yang akan dikembangkan?
2 Developer 1* Eksternal Data Primer 1 Merupakan developer yang 3. Bagaimana menurut anda mengenai proyek gedebage, Apakah anda setuju
/Wawancara berencana membeli tanah di
sisi selatan dari site project, dengan direncanakannya pengembangan pada lokasi tersebut?
sehingga terpengaruh dan juga 4. Jika setuju mengapa, jika tidak mengapa?
berpengaruh
Data Sekunder 5. Apakah anda mempunyai kepentingan langsung terhadap proyek ini?
3 UIN Eksternal Data Sekunder 0 Mempunyai lahan yang cukup 6. Apa peranan/ hubungan anda terhadap proyek tersebut?
besar di sisi timur site,
7. Apakah anda bekerja sama dengan pihak lain dalam pengembangan
terpengaruh langsung.
4 PERTAMINA Eksternal Data Sekunder 0 Lahan bersebelahan dengan proyek ini?
site sehingga terpengaruh 8. Jika ya, maka siapa saja? Apakah mereka mendukung/tidak mendukung
langsung.
MASYARAKAT proyek?
C
1 Masyarakat Pemilik Data Sekunder 0 Menentukan kepada siapa 9. Dinas/ pihak terkait manakah yg mempunyai hubungan/ mengelola proyek
Lahan lahan akan
tersebut?
dijual/dikembangkan
Ibu Gunawan Internal 10. Apakah kesulitan/ kendala yang mungkin menghadapi proyek tersebut?
2 Mayarakat Penyewa Internal Data 1 Tinggal di atas tanah proyek; 11. Bila ada, apa dan bagaimana cara menyelesaikannya?
Lahan Sementara Primer/Wawancara terkena imbas langsung.
12. Siapa yang memulai inisiatif untuk mengembangkan proyek ini? Apakah
Bapak Teddy
anda termasuk di dalamnya?
3 Kelompok Masyarakat Eksternal Data Primer - 1 Terpengaruh secara langsung
Gede Bage sekunder karena pengembangan 13. Apa harapan anda terhadap pengembangan proyek ini?
merupakan bagian dar
lingkungannya
Daftar pertanyaan diatas digunakan sebagai dasar pertanyaan wawancara, selain

*merupakan developer yang namanya masih belum diketahui. pertanyaan diatas juga ditanyakan pertanyaan lainnya mengenai pengembangan
gedebage. Dari hasil wawancara kemudian data dipindahkan ke dalam tabel berikut:

Bab 3- 38
Tabel 3.29 Tabel Strukturisasi Informasi dan Data

I. D Position & Internal Leadershi


Power
Organization /External Knowledge Position Interest Alliances Resources p
Kepentingan
Advantage/
Terhadap 2 Ability Yes
disadvantage
Level 1 self 2 Others 3 Final Pengembangan Organizations 1 Quantity to
Definition
(3,2,1) S, MS, mentioned 3,2,1 mobilize Resources
S, MS, N, S, MS, N, N, MO, 3,2,1 average No
MO, O MO, O O 3, 2, 1

A PEMERINTAH

1 Walikota Internal 3 Mengetahui perkembangan S S S ADVANTAGE (+) Pengembangan yang DISTARCIP, 2 3 2 YES
kawasan Gedebage, direncanakan sesuai BAPPEDA
Merencanakan pengembangan dengan rencana yang
kawasan primer Gedebage. dibuat dan disetujui
walikota

2 BAPPEDA Internal 2 Mengetahui perencanaan S S S ADVANTAGE (+) Pengembangan yang DISTARCIP 2 3 2 YES
pengembangan bandung secara direncanakan sesuai
garis besar, Membuat RTRW, tidak dengan RTRW yang
secara mendetail. disusun.

3 Kecamatan
Gedebage
Bapak Camat Internal 2 Mengetahui perkembangan MS MS MS ADVANTAGE (+) Menerapkan DISTARCIP, 2 3 2 YES
(Bapak Zamzam gedebage secara garis besar, kebijakan dan BAPPEDA,
Nurzaman) keadaan masyarakat, perencanaan mengadakan PEMERINTAH
pengembangan jalan, Kecamatan sosialiasi kepada ,
menangani aspek kewilayahan; masyarakat DEVELOPER
menitikberatkan pada aspek sosial binaannya. (SUMMAREC
dan komunikasi dengan ON &
masyarakat bukan secara teknis ADIPURA)
,MASYARAKA
T, LPPM
UNPAD
Bagian Internal 2 Mengetahui rencana MS MS MS ADVANTAGE (+) NO
Pemerintahan perkembangan gedebage secara
(Ibu Puji rinci, keadaan kepemilikan lahan
Rahayuningtyas) masyarakat.

4 Dinas Tata Ruang


dan Cipta Karya

Bab 3- 39
I. D Position & Internal Leadershi
Power
Organization /External Knowledge Position Interest Alliances Resources p
Kepentingan
Advantage/
Terhadap 2 Ability Yes
disadvantage
Level 1 self 2 Others 3 Final Pengembangan Organizations 1 Quantity to
Definition
(3,2,1) S, MS, mentioned 3,2,1 mobilize Resources
S, MS, N, S, MS, N, N, MO, 3,2,1 average No
MO, O MO, O O 3, 2, 1
Kepala Bidang Internal 3 Menyusun RDTR, Membuat S S S ADVANTAGE (+) Pengembangan yang BAPPEDA, 3 3 3 YES
Perencanaan Tata perencanaan kawasan induk primer direncanakan sesuai Bina Marga
Ruang Dinas Tata gede bage, Mengetahui rencana dengan RDTR dan
Ruang dan Cipta pengembangan tata ruang rencana induk gede
Karya Kota Gedebage, Mengetahui bage yang mereka
Bandung (Ir. Titiek permasalahan dan kendala dari susun.
Sulandari, MT. ) pengembangan Gedebage.

5 Dinas Eksternal 2 Mengetahui pembangunan jalan tol S S S ADVANTAGE (+) Membuat WALIKOTA 2 2 2 NO
Perhubungan dan jalan penunjang di sekitar perencanaan
Gedebage pengembangan
sarana prasarana
jalan di sekitar site

6 Kantor POLDA Eksternal 1 Tidak mengetahui mengenai N N N ADVANTAGE (+) Tidak terganggu 2 1 1 NO
pengembangan site terpilih di secara fisik maupun
Gedebage non fisik

7 Perhutani Eksternal 1 Tidak mengetahui mengenai N N N ADVANTAGE (+) Tidak terganggu 2 1 1 NO


pengembangan site terpilih di secara fisik maupun
Gedebage non fisik

8 Metropolitan Eksternal 2 Arah pengembangan Metropolitan S S S ADVANTAGE (+) Pengembangan yang Dinas-dinas 2 2 2 No
Development Bandung Raya, Building Coding, direncanakan sesuai Pemerintah
Management Kebijakan spasial kawasan. dengan visi, misi, dan
konsep
pengembangan
Metropolitan Bandung
raya

Bapak Budi
Siswanto
B SWASTA
1 Summarecon Eksternal 3 Memaparkan arah pengembangan MO MO MO DISADVANTAGE Tidak mendapatkan 0 2 1 1 NO
GedeBage pada sisi selatan site, (-) pesaing pada wilayah
masterplan dan kemungkinan pengembangannya
pengembangan sekitar site

2 Developer 1 Eksternal 1 MO MO MO DISADVANTAGE Tidak mendapatkan


(-) pesaing pada wilayah
pengembangannya

Bab 3- 40
I. D Position & Internal Leadershi
Power
Organization /External Knowledge Position Interest Alliances Resources p
Kepentingan
Advantage/
Terhadap 2 Ability Yes
disadvantage
Level 1 self 2 Others 3 Final Pengembangan Organizations 1 Quantity to
Definition
(3,2,1) S, MS, mentioned 3,2,1 mobilize Resources
S, MS, N, S, MS, N, N, MO, 3,2,1 average No
MO, O MO, O O 3, 2, 1
3 UIN Eksternal 1 Mengetahui rencana N N N ADVANTAGE (+) Mendapakan fasilitas 0 1 1 1 NO
pengembangan, memiliki rencana pendukung di sekitar
untuk membangun kampus kawasan
kedoteran pada lahan tanah yang pengembangan milik
dimilikinya UIN

4 PERTAMINA Eksternal 1 Tidak mengetahui mengenai MO MO MO DISADVANTAGE Tidak terganggu NO


pengembangan site terpilih di (-) secara fisik maupun
Gedebage non fisik

C MASYARAKAT
Masyarakat
1 Pemilik Lahan
Ibu Gunawan Internal 1 Mengetahui rencana MS MS MS ADVANTAGE (+) Mendapatkan pembeli 0 3 2 2 NO
pengembangan lahan, memiliki untuk pengembangan
kepemilikan tanah secara utuh, tanah miliknya
Menentukan kepada siapa lahan
akan dijual/dikembangkan

2 Mayarakat
Penyewa Lahan
Sementara
Bapak Teddy Eksternal 2 Mengetahui rencana jalan kolektor N N N DISADVANTAGE Site pengembangan 0 1 1 1 NO
primer, Mengetahui adanya (-) saat ini merupakan
pengembang/ pemerintah yang tempat sewa usaha
ingin mengembangkan dan adanya milik masyarakat
kendala yaitu kendala biaya/harga
tanah. Dulu Lahan sempat mau
dijadikan rumah sakit namun tidak
jadi akibat tingginya harga tanah.

3 Kelompok Internal 2 Meminta adanya pengembangan S S S ADVANTAGE (+) Lingkungannya Kecamatan 3 3 3 NO


Masyarakat kawasan Gedebage berkembang,
Gedebage mendapatkan fasilitas
baru disekitarnya,
tidak terganggu
secara fisik maupun
non fisik

Keterangan: S= High Supported MS = Moderate Supported

Bab 3- 41
N = Neutral
MO = Moderate Opposition
O = Opposition

3, 2, 1 = Menunjukan tingkat / level pengetahuan/ jumlah


sumberdaya maupun kekuatan yang dimiliki.
3 = Banyak
2= Cukup Banyak
1= Sedikit

Leadership YES/ NO menunjukan posisi stakeholder sebagai :


Yes = dapat mengambil/mengubah keputusan, atau
NO = tidak mempunyai kewenangan mengambil keputusan.

Bab 3- 42
c. Analisis Stakeholder
Analisis stakeholder dilakukan dengan melihat tabel perangkat penelitian, proses ini bertujuan untuk
menemukan: Tabel 3.32 Analisis Posisi Stakeholder
1. Siapa saja stakeholder penting yang terkait dalam proyek?
Support Neutral Opposition
Proses ini dilakukan dengan cara mensintesis data leadership dan power yang terdapat dalam SEKTOR
<--High--
perangkat penelitian (tabel 3.4.2).
<--High--> <Moderate> <-----------> <Moderate> >
Tabel 3.30 . Analisis Peran Stakeholder Pemerintah
Group 1: Group 2: Group 3: 1 WALIKOTA
leadership and high leadership and medium not leadership / high to 2 BAPPEDA
power (level 3) power (level 2) medium power (level 2 or
3). 3 KECAMATAN
Walikota 4 DISTARCIP
Distarcip Pak Camat
Bappeda MDM 5 DISHUB
Dishub 6 POLDA
7 PERHUTANI
8 MDM
2. Kelompok pengetahuan stakeholder terhadap proyek? Swasta
1 PERTAMINA
Proses ini dilakukan dengan cara mensintesis data level knowledge (pengetahuan) yang terdapat
2 SUMMARECON
dalam perangkat penelitian (tabel 3.4.2).
3 DEVELOPER 1
4 UIN
Tabel 3.31 Analisis Tingkat Pengetahuan Stakeholder Masyarakat
IBU
Knowledge Level
GUNAWAN
Group 1 : LOW Group 2: MEDIUM Group 3: HIGH
1 BPK TEDDY
Dishub Bappeda Walikota
2 KELP.MASY
Pertamina Kecamatan Distarcip
Kapolda MDM Summarecon
4. Stakeholder mana sajakah yang memungkinkan membuat aliansi?
Perhutani Bapak Teddy
Proses ini dilakukan dengan cara mensintesis data alliances yang terdapat dalam perangkat penelitian
Developer 1 Kelp.Masyarakat
(tabel 3.4.2).
Uin
Ibu Gunawan Tabel 3.33 Analisis Aliansis Stakeholder

Supporting Opposing
3. Siapa saja stakeholder yang mendukung dan tidak mendukung proyek?.
Dinas Tata Ruang dan Cipta
Proses ini dilakukan dengan cara mensintesis data interest (kepentingan) yang terdapat dalam Walikota SUMMARECON Pertamina
Karya
perangkat penelitian (tabel 3.4.2).
BAPPEDA Kecamatan Gedebage DEVELOPER 1

3- 43
d. Kesimpulan Analisis
Dari proses analisis yang sudah dilakukan , maka dapat disimpulkan peran dari masing-masing pihak Bila dilihat melalui tabel 3.4.7, maka strategi dapat dipisahkan berdasarkan pelaku dan sasarannya :
yang bersangkutan dengan proyek pengembangan tersebut:
Tabel 3.34 Strategi
1. Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya menjadi Stakeholder Utama, dimana merupakan pihak utama yang
Memberikan Informasi Konsultasi
berperan dalam mengarahkan perencanaan dan pengembangan site di kawasan Gedebage.
Dilakukan oleh : .Dilakukan oleh :
2. Walikota dan Bappeda menjadi stakeholder kunci, yang menjadi penentu keputusan yang Walikota Developer 1
bersangkutan dengan pengembangan Kawasan Gedebage. Bappeda Ibu Gunawan
Distarcip Kelompok Masyarakat
3. Kecamatan Gedebage, Metropolitan Development Management, dan Dinas Perhubungan menjadi Kepada : Distarcip
stakeholder pendukung, dimana mempunyai peran mendukung jalannya pengembangan site di Dinas Perhubungan (menyangkut kepentingan Kecamatan
pembangunan jaringan infrastruktur baru di Gedebage)
Gedebage dan juga mendapatkan manfaat dari pengembangan tersebut. Pertamina (mengenai infrastruktur yang ada di lahan yang Kepada :
Kemudian dapat ditarik kesimpulan pula , bahwa pihak-pihak terkait pengembangan tersebut melakukan akan dikembangkan dan dampaknya) Walikota
Kapolda, UIN, Perhutani (mengenai dampak yang akan Bappeda
aliansi atau kerja sama dan ada pula yang tidak diuntungkan karena faktor perencanaan yang tidak terjadi pada lahan yang berbatasan dengan pihak ini)
bersamaan visi dan misinya. Developer 1 (mengenai pengembangan yang Untuk memperoleh arahan pengembangan
memungkinkan terjadinya gesekan kepentingan. Misal: proyek Gedebage.
1. Terdapat pihak-pihak yang dapat membentuk aliansi, baik aliansi yang mendukung dan tidak pembangunan area komersial yang dapat mengurangi
mendukung. Aliansi yang dapat terbentuk adalah; DISTARCIP, BAPPEDA, WALIKOTA, dan Kecamatan keuntungan pada lokasi yang lebih sulit diakses)
Ibu Gunawan (mengenai potensi lahan yang dimilikinya dan
Gedebage sebagai pihak yang pendukung jalannya pengembangan. Serta yang harus diwaspadai rencana pengembangan untuk kepentingan kota /
adalah aliansi pihak yang tidak diuntungkan maupun merasa terancam atas rencana pengembangan bersama)
Dialog Mediasi
site Gedebage, yaitu pihak; Summarecon, Developer 1, dan Pertamina.
Antara : Dilakukan Oleh:
e. Strategi Walikota dan Bappeda, kepada Dinas Tata Ruang dan Distarcip
Dengan mengetahui pihak mana saja yang mendapat manfaat, terpengaruh dan memiliki kepentingan Cipta Karya mengenai detail pengembangan kawasan Walikota
Gedebage. Bappeda
dalam proyek, maka didapatkan strategi sebagai berikut: Kecamatan
1. Memberikan Informasi Kepada :
Summarecon
Memberikan informasi terhadap pihak yang memiliki kepentingan ataupun terpengaruh namun Developer 1
memiliki pengetahuan yang kurang/sedikit. Mengenai dampak pembangunan yang berkaitan
dengan persaingan pasar
2. Konsultasi Pertamina
Proses konsultasi dapat dilakukan kepada pihak stakeholder kunci oleh pihak lain yang Mengenai indfrastruktur yang berada pada lokasi
pengembangan dan keamanan industri tersebut
berkepentingan. terhadap proyek.
3. Dialog
Dialog dilakukan kepada stakeholder utama sebagai pelaksana utama pengembangan proyek, untuk Selanjutnya strategi ini dapat diterapkan untuk memperlancar dan mendukung proses pengembangan proyek
mencapai atau menyamakan tujuan yang telah disusun oleh stakeholder kunci. kawasan Gedebage.
4. Mediasi
Melakukan mediasi terhadap pihak yang terpengaruh, mendapatkan dampak negatif, maupun tidak
mendukung pengembangan dilakukan oleh stakeholder kunci dan aliansi.

3- 44
3.5 Analisa Pasar dan Properti (Oleh Fachmy Sugih Pradifta 25613005 &
Fajar Nugraha Apriliandi 25613012)
3.5.1 Analisa Ekonomi Lokal
Analisa pasar dan properti dilakukan untuk menentukan program yang paling tepat bagi kawasan
Analisa Ekonomi lokal mempertimbangkan faktor-faktor dasar yang mempengaruhi kebutuhan akan berbagai
pengembangan. Program yang diusulkan harus menjadi program yang terbaik dengan keuntungan tertinggi
jenis properti dalam ekonomi skala lokal8. Keluaran dari analisa ini yaitu jenis-jenis program yang berpotensi
(Highest and Best Use). Keluaran analisis ini yaitu jenis dan luasan program, target pasar yang sesuai, dan
untuk dikembangkan dan segmentasi pasar. Untuk menghasilkan keluaran tersebut maka data yang dianalisis
studi finansial yang mencakup biaya, pembiayaan, dan potensi pendapatan.
yaitu jumlah populasi penduduk juga status sosial masyarakat yang dilihat dari pendapatan dan pengeluaran
Analisa pasar dan properti dilakukan dalam beberapa bentuk yaitu Analisa Ekonomi Lokal, Analisa Pasar, penduduk Kota Bandung.
Analisa Kelayakan Pasar, dan Analisa Finansial. Hasil analisa menjadi masukan bagi proses pengembangan
Keadaan ekonomi makro dalam skala nasional maupun regional juga menjadi aspek analisa. Analisa
proyek berikutnya yaitu studi kelayakan proyek.
mengenai suku bunga bank, kurs mata uang asing, dan tingkat inflasi juga memberikan gambaran mengenai
pertumbuhan ekonomi yang sangat berpengaruh terhadap pengembangan properti.

a. Kependudukan

Jumlah penduduk Kota Bandung tahun 2012 yaitu 2.455.517 jiwa yang tersebar di 30 kecamatan. Kepadatan
penduduk terpadat yaitu 39.282 jiwa/ km2 di Kec. Bojongloa Kaler dan yang terendah di Kec. Gedebage yaitu
3.826 jiwa/ km2. Lahan pengembangan dalam tugas Studio Rancang Kota II berada di wilayah Kecamatan
Gedebage. Kecamatan Gedebage memiliki jumlah penduduk sebanyak 36.657 orang dengan luas wilayah
9,58 km².9 Proyeksi kependudukan ini diperkirakan akan berubah secara signifikan seiring dengan
pengembangan kawasan Gedebage sebagai Pusat Primer yang ke-2 di Kota Bandung.

Gambar 3.60 Diagram Proses Iterasi Analisa Pasar dan Properti


Sumber: Studio RK 2014

8
Carn, et al. 1988.
9
Data kependudukan yang dipublikasikan oleh BPS Kota Bandung (Proyeksi Sensus Penduduk 2010).

3- 45
Sebanyak 64,65% penduduk Kota Bandung memiliki pengeluaran rumah tangga >Rp 2.000.000/bulan pada
tahun 2013. Pengeluaran non-makanan mencapai 57,87% dari pengeluaran rumah tangga berdasarkan data
tahun 2012. Hal ini mengindikasikan bahwa penduduk Kota Bandung umumnya memiliki tingkat kesejahteraan
yang cukup tinggi karena sebagian besar memiliki anggaran belanja rumah tangga yang cukup besar serta
mengeluarkan uang lebih banyak untuk kebutuhan sekunder maupun tersier daripada kebutuhan primer
(makanan).

Tabel 3.35 Kelompok Pengeluaran Rumah Tangga per Bulan

Gambar 3.61 Grafik Kepadatan Penduduk per Kecamatan Kota Bandung


Sumber: Diolah dari BPS Kota Bandung, 2013

Bandung memiliki jumlah penduduk usia muda yang besar. Hal ini terlihat dari piramida penduduk Kota
Bandung tahun 2013 dimana penduduk usia 15-34 tahun memiliki proporsi yang terbesar. Penduduk usia
muda ini merupakan target pasar yang potensial bagi pengembangan properti komersial karena sifat
golongan ini yang dinamis dan mempunyai kebutuhan yang tinggi untuk mengaktualisasi diri. Sumber: Susenas, Statistik Daerah Kota Bandung 2013, BPS Kota Bandung

Untuk mengukur daya beli dari target pasar, perlu dilihat berbagai faktor seperti tingkat kesejahteraan, kualitas
sumber daya manusia, indeks daya beli, maupun indikator makro lainnya.

Gambar 3.63 Diagram Perkembangan Pengeluaran Makanan dan Non-makanan


Sumber: Susenas, Statistik Daerah Kota Bandung 2013, BPS Kota Bandung
Gambar 3.62 Diagram Piramida Penduduk Kota Bandung
Sumber: Statistik Daerah Kota Bandung 2013, BPS Kota Bandung

3- 46
Kualitas sumber daya manusia Kota Bandung tergambar dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM) / Human Jumlah penduduk usia muda yang besar memberi Bandung potensi dalam bidang ekonomi kreatif. Secara
Development Index (HDI). IPM adalah pengukuran perbandingan dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan umum ekonomi kreatif adalah sistem kegiatan manusia yang berkaitan dengan kreasi, produksi, distribusi,
10
dan standar hidup . Angka IPM mengindikasikan apakah suatu daerah, baik kota maupun negara, tergolong pertukaran, dan konsumsi barang dan jasa yang bernilai kultural, artistik, estetika, intelektual, dan emosional
maju atau berkembang. bagi para pelanggan di pasar11. Kementerian Perdagangan Indonesia menyatakan bahwa Industri kreatif
adalah industri yang berasal dari pemanfaatan kreativitas, keterampilan serta bakat individu untuk
Secara empiris, suatu daerah yang memiliki nilai IPM tinggi umumnya memiliki tingkat konsumsi yang tinggi
menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan dengan menghasilkan dan mengeksploitasi daya kreasi
pula. Konsumsi yang terjadi meliputi sektor energi, gizi, kesehatan, pendidikan dan lain-lain. Maka pada
dan daya cipta individu tersebut.
daerah yang memiliki nilai IPM yang tinggi, peluang untuk penduduknya melakukan kegiatan konsumsi di
sektor properti menjadi lebih tinggi. Sub-sektor yang merupakan industri berbasis kreativitas di Indonesia berdasarkan pemetaan industri kreatif
yang telah dilakukan oleh Departemen Perdagangan Republik Indonesia antara lain: (1) periklanan, (2)
Pada Tabel Indikator Makro Kota Bandung dapat dilihat bahwa nilai IPM Kota Bandung mengalami
arsitektur, (3) pasar seni dan barang antik, (4) kerajinan, (5) desain, (6) fesyen, (7) video, film, dan fotografi, (8)
peningkatan setiap tahunnya. IPM Kota Bandung di tahun 2012 tercatat mencapai 79,32 melebihi rata-rata IPM
permainan interaktif, (9) musik, (10) seni pertunjukan, (11) penerbitan dan percetakan, (12) layanan komputer
nasional yaitu 73,29. Hal ini menunjukkan Kota Bandung termasuk ke dalam kota yang maju di Indonesia.
dan piranti lunak, (13) televisi dan radio, (14) riset dan pengembangan, dan (15) kuliner. Para pelaku ekonomi
Peningkatan IPM seiring dengan peningkatan di sektor kesehatan, pendidikan dan daya beli masyarakat di
kreatif atau inteligen kreatif seperti seniman, artis, pendidik, mahasiswa, insinyur, dan penulis dapat
setiap tahunnya.
menimbulkan potensi kebutuhan baru dalam sektor properti terutama menyangkut kebutuhan akan ruang

Tabel 3.36 Indikator Makro Kota Bandung usaha sektor kreatif.

Visi walikota Bandung dalam pengembangan kawasan Gedebage sebagai kawasan berwawasan teknologi
(technopolis) memberi peluang dalam pengembangan properti yang mewadahi kegiatan sektor-sektor industri
kreatif.

b. Kondisi Ekonomi

Sentimen pasar dalam berinvestasi banyak ditentukan oleh indikator-indikator moneter. Hal ini menyangkut
biaya dan pembiayaan proyek yang umumnya bersumber dari pinjaman bank serta proyeksi keuntungan yang
didapat dalam jangka waktu yang ditentukan.

Dalam analisa kondisi ekonomi, data yang dibutuhkan yaitu tingkat inflasi, BI Rate, dan juga suku bunga dasar
kredit yang ditetapkan oleh bank. Data-data tersebut diharapkan dapat memberi gambaran mengenai
keadaan ekonomi Indonesia sebagai dasar penilaian dalam investasi properti pada rencana pengembangan
yang diusulkan.

Sumber: BPS Kota Bandung, 2012

11
10
http://id.wikipedia.org/wiki/Indeks_Pembangunan_Manusia diakses pada 6 Maret 2014 Simatupang. 2008.

3- 47
Gambar 3.65 Diagram Tingkat Inflasi Kota Bandung
Gambar 3.64 Diagram Tingkat Inflasi Sumber: Statistik Daerah Kota Bandung 2013, BPS Kota Bandung
Sumber: Diolah dari www.bi.go.id,diakses pada Feb.2014
Tingkat inflasi
Inflasi dapat berpengaruh positif maupun negatif terhadap sektor properti. Kenaikan tingkat inflasi dapat
Inflasi adalah suatu keadaan meningkatnya harga barang dan jasa secara umum dalam suatu periode waktu12.
mengakibatkan kenaikan harga jual dan penurunan daya beli bagi pasar primer, atau pasar yang menjual
Inflasi dapat menjadi indikator keadaan ekonomi suatu daerah. Untuk sektor properti, tingginya inflasi dapat
rumah baru dari pihak pengembang langsung kepada pembeli 14. Dilihat dari sudut pandang investasi properti,
disebabkan oleh naiknya permintaan, berkurangnya produksi sehingga memicu kelangkaan produksi yang
kenaikan tingkat inflasi justru membuat nilai properti mengalami kenaikan yang signifikan dan menghasilkan
terkait di pasaran maupun kenaikan harga-harga secara umum seperti harga tanah dan bahan bangunan.
keuntungan yang lebih besar15.
Berdasarkan tingkatannya inflasi dapat dikategorikan sebagai berikut 13:
Karena itu, tingkat inflasi Indonesia pada umumnya dan Kota Bandung khusunya yang mengalami kenaikan
1. Inflasi ringan (kurang dari 10% / tahun) setiap tahunnya cukup menguntungkan bagi pengembangan properti selama masih dalam kategori inflasi
2. Inflasi sedang (antara 10% sampai 30% / tahun) ringan sehingga daya beli masyarakat tidak menurun.
3. Inflasi berat (antara 30% sampai 100% / tahun)
4. Hiperinflasi (lebih dari 100% / tahun)
Suku Bunga Bank Indonesia

Suku Bunga Bank Indonesia (BI Rate) adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance
Berdasarkan data moneter Bank Indonesia (per Februari 2014) Indonesia mengalami inflasi sebesar 8,22 %
kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan diumumkan kepada publik. Dengan
pada Januari 2014. Angka tersebut menunjukkan penurunan dibandingkan dengan tingkat inflasi di Desember
mempertimbangkan pula faktor-faktor dalam perekonomian, Bank Indonesia pada umumnya akan menaikkan
2013 sebesar 8,36% namun secara umum naik dari kuartal sebelumnya yaitu pada Mei 2013 sebesar 5,47 %.
BI Rate apabila inflasi ke depan diperkirakan melampaui sasaran yang telah ditetapkan, sebaliknya Bank
Sementara untuk Kota Bandung sendiri mengalami tingkat inflasi yang lebih rendah dari tingkat inflasi nasional
seperti yang dapat dilihat di diagram 3.5.6.

14
Associate Director Research and Advisory Cushman & Wakefield Indonesia, Arief Rahardjo dalam
properti.okezone.com/read/2014/01/02/471/920704/inflasi-cuma-ganggu-pasar-primer-properti diakses pada 9
12
http://en.wikipedia.org/wiki/Inflation#Positive. Diakses pada 9 Maret 2014 Maret 2014
13 15
www.wikipedia.com. Diakses pada Februari 2014 http://www.aidilakbar.com/2011/05/inflasi-musuh-uang-kita-2/ diakses pada 9 Maret 2014

3- 48
Indonesia akan menurunkan BI Rate apabila inflasi ke depan diperkirakan berada di bawah sasaran yang telah Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK)
ditetapkan. Kenaikan BI Rate akan memicu kenaikan suku bunga kredit dari bank swasta.
Suku bunga dasar kredit (SBDK) merupakan suku bunga terendah yang digunakan sebagai dasar bagi bank
dalam menentukan bunga kredit yang dikenakan kepada nasabah bank. Tingkat SBDK mengacu pada
kenaikan atau penurunan BI Rate.
Tanggal BI Rate Grafik BI Rate
SBDK merupakan hasil perhitungan dari tiga komponen yakni harga pokok dana untuk kredit (HPDK), biaya
9 Januari 2014 7,50%
overhead yang dikeluarkan bank dalam proses pemberian kredit, dan margin keuntungan (profit margin) yang
8.00%
12 Desember 2013 7,50% ditetapkan untuk aktivitas perkreditan.
7.50%

7.00% Bank pada umumnya menentukan suku bunga kredit berdasarkan jenis pinjaman yaitu Korporasi, Retail,
12 November 2013 7,50%
6.50% Mikro, KPR dan Non-KPR. Untuk jenis kredit Retail, yang akan dibutuhkan dalam pengembangan lahan, rata-
8 Oktober 2013 7,25% 6.00%
rata bank mengenakan suku bunga 11,7 % (lihat table 3.5.4). Tingkat suku bunga kredit ini akan digunakan
5.50%
12 September 2013 7,25% sebagai dasar perhitungan biaya pada Analisa Finansial di tahap berikutnya.

09 Jan 14
10 Jan 13

13 Jun 13
07 Mar 13

14 Mei 13

11 Jul 13

12 Sep 13
11 Apr 13
12 Feb 13

12 Des 13
08 Okt 13
15 Ags 13
29 Ags 13

12 Nov 13
29 Agustus 2013 7,00% Tabel 3.38 Suku Bunga Kredit Bank

SUKU BUNGA
15 Agustus 2013 6,50%
BANK KETERANGAN SUMBER
Korporasi Retail Mikro KPR Non
11 Juli 2013 6,50% KPR

13 Juni 2013 6,00% Bank per 31 Des bankmandiri.co.id


Mandiri 10,50% 12,25% 22,00% 11,00% 12,25% 2013
14 Mei 2013 5,75%
BRI per 01 Jan bri.co.id
10,50% 11,75% 19,25% 10,25% 12,25% 2014
11 April 2013 5,75%
BCA per 31 Des bca.co.id
10,25% 11,75% N/A 9,50% 9,18% 2013
7 Maret 2013 5,75%
BNI per 31 Des bni.co.id
12 Februari 2013 5,75% 10,75% 12,35% N/A 11,10% 13,25% 2013

CIMB per 31 Mar cimbniaga.com


10 Januari 2013 5,75%
Niaga 9,85% 10,75% 19,00% 10,80% 10,70% 2013

Tabel 3.37 Tingkat Suku Bunga BI Diolah dari berbagai sumber


Sumber: www.bi.go.id, Januari 2014

BI Rate selama tahun 2013 hingga Januari 2014 cenderung mengalami kenaikan. Dapat dilihat dari tabel 3.5.3,
selama Januari – September 2013 BI Rate meningkat hingga 1,75%. Meskipun begitu jika dilihat periode tiga
bulan terakhir, November 2013 hingga Januari 2014, BI Rate stabil di angka 7,5 %. Tingkat BI Rate ini
tergolong cukup tinggi dan mempengaruhi keputusan pasar dalam konsumsi atau investasi di bidang properti
dengan menggunakan kredit / pinjaman bank.

3- 49
c. Segmentasi Pasar Tingginya kontribusi PDRB di bidang perdagangan, hotel, dan restoran disebabkan oleh jumlah wisatawan
Kota Bandung yang tinggi. Bandung dikenal sebagai kota wisata bagi wisatawan dalam negeri maupun
Terdapat delapan jenis kegiatan ekonomi yang tercatat dalam Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota
wisatawan asing. Jumlah wisatawan selama tahun 2012 tercatat sebanyak 3.513.705 orang16. Dapat terlihat
Bandung. Tiga produk domestik terbesar yaitu Perdagangan-Hotel Restoran, Industri Pengolahan, dan
dari jumlah wisatawan menginap di Kota Bandung dari tahun 2004 hingga 2012 mengalami peningkatan baik
Pengangkutan dan Komunikasi. Sementara produk domestik terendah yaitu Pertanian.
dari wisatawan nusantara (wisnus) maupun wisatawan mancanegara (wisman).

Sektor unggulan di Kota Bandung hingga tahun 2014 adalah sektor usaha di bidang jasa dan perdagangan.
Tabel 3.39 Jumlah Wisatawan Menginap di Kota Bandung
Diagram 3.5.7 menunjukkan grafik persentase produk domestik regional bruto Kota Bandung tahun 2011 dan
2012. Dari data tersebut, terlihat bahwa persentase tertinggi berada di lapangan usaha perdagangan, hotel 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

dan restoran. Wisnus 1.750.000 1.837.500 1.925.000 2.420.105 2.481.489 2.928.157 3.205.269 3.882.010 3.354.857

Wisman 87.000 91.350 94.600 137.268 157.066 168.712 180.603 194.062 158.848

Total 1.837.000 1.928.850 2.019.900 2.557.373 2.638.555 3.096.869 3.385.872 4.076.072 3.513.705
Sumber: BPS Kota Bandung

Gambar 3.67 Diagram Grafik Jumlah Wisatawan Menginap di Kota Bandung tahun 2004-2012
Sumber: BPS Kota Bandung, diolah

Gambar 3.66 Diagram Grafik Persentase PDRB Kota Bandung Berdasarkan Lapangan Usaha Tahun 2011- Peningkatan jumlah wisatawan di Kota Bandung menunjukkan potensi pengembangan sektor pariwisata yang
2012 baik. Dari sudut pandang properti, kebutuhan akan fasilitas hotel maupun penunjang pariwisata lainnya di Kota
Sumber: BPS Kota Bandung, 2012
Bandung masih tinggi dan dapat terus berkembang.

16
Kota Bandung dalam Angka berdasarkan data Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandung. BPS. 2013.

3- 50
Kesimpulan disurvei meliputi ketersediaan (stok), tingkat hunian dan harga jual/sewa. Dengan membandingkan data-data
di triwulan tersebut terhadap triwulan sebelumnya dapat diketahui perkembangan properti komersial di kota
Kota Bandung memiliki pertumbuhan ekonomi yang baik dan tingkat kesejahteraan penduduk yang cukup
Bandung.
tinggi. Sebagian besar penduduknya berusia muda dan memiliki potensi di bidang ekonomi kreatif. Hal ini
menandakan penduduk Kota Bandung dapat menjadi pasar yang potensial dalam pengembangan properti. Dengan membandingkan rata-rata harga jual dengan rata-rata harga sewa dalam satu tahun maka akan
didapatkan price-to-rent ratio properti tersebut. Price-to-rent ratio digunakan untuk membantu pengambilan
Kondisi ekonomi makro yang dinilai melalui tingkat inflasi, BI Rate dan Suku Bunga Dasar Kredit perbankan
keputusan apakah lebih baik membeli atau menyewa suatu jenis properti. Rumus untuk menghitung price-to-
masih mendukung untuk pembiayaan proyek maupun konsumsi masyarakat di bidang properti.
rent ratio adalah sebagai berikut:

Sektor ekonomi unggulan Kota Bandung adalah perdagangan, hotel dan restoran. Jumlah wisatawan yang
Price-to-rent ratio = Average list price
terus meningkat setiap tahunnya memerlukan sarana pendukung untuk menginap, makan, berekreasi dan
Average Rent x 12
berbelanja. Kebutuhan akan fasilitas-fasilitas tersebut diperkirakan masih tinggi. Begitu pula dengan sektor
industri kreatif yang masih memerlukan ruang-ruang usaha.
Kategori price-to-rent ratio menurut Trulia adalah sebagai berikut: 18

 Price-to-rent ratio dari 1 sampai 15 = lebih baik membeli daripada menyewa

3.5.2 Analisa Pasar  Price-to-rent ratio dari 16 sampai 20 = dianjurkan menyewa daripada membeli
 Price-to-rent ratio dari 21 atau lebih = sangat dianjurkan menyewa daripada membeli
Analisa pasar dilakukan untuk mempelajari permintaan dan ketersediaan untuk suatu jenis properti17. Trend
properti yang sedang berkembang di Indonesia, dan di Kota Bandung khususnya menjadi bagian penting Jenis properti komersial yang memiliki prospek baik di Kota Bandung akan menjadi rekomendasi utama dari
dalam analisa pasar. analisa pasar dalam program pengembangan lahan di area perancangan.

Untuk mengetahui kecenderungan properti yang sedang berkembang di Kota Bandung selama satu tahun
digunakan data dari Survey Perkembangan Properti Komersial (PPKom) yang dilakukan oleh Bank Indonesia
dan juga trend properti berdasarkan pengamatan di Kota Bandung. Perkantoran

Kota Bandung tidak memiliki gedung perkantoran strata title. Tidak adanya permintaan akan perkantoran jenis
ini disebabkan oleh tidak adanya peraturan pemerintah kota yang mewajibkan kegiatan kantor terpisah
a. Trend Properti Berdasarkan Survey Properti Komersial Bank Indonesia dengan hunian seperti di DKI Jakarta. Kegiatan perkantoran di kota Bandung lebih banyak mengambil tempat
Jenis properti yang mungkin dikembangkan di area perancangan sesuai dengan tata guna lahan wilayah di rumah tinggal atau ruko/rukan. Hal ini terlihat dari data survei PPKOM BI dimana stok perkantoran tidak
Gedebage adalah properti komersial. Properti komersial terdiri atas: bertambah selama 2012-2013.

1. Perkantoran; sewa dan strata title


2. Retail; sewa dan strata title
3. Apartemen; sewa dan kondominium
4. Hotel

Sumber data yang digunakan untuk melihat tren dalam properti komersial di kota Bandung adalah Survei
Properti Komersial Bank Indonesia Triwulan-IV 2013 yang diterbitkan pada tanggal 4 Februari 2014. Data yang

17 18
Carn, et al. 1988. http://www.investopedia.com/terms/p/price-to-rent-ratio.asp diakses pada Februari 2014

3- 51
Gambar 3.68 Diagram Stok Perkantoran di Kota Bandung Gambar 3.70 Diagram Sewa Perkantoran di Kota Bandung
Sumber: Diolah dari Survei PPKOM BI Triwulan IV 2013 Sumber: : Diolah dari Survei PPKOM BI Triwulan IV 2013
Di lain pihak tingkat hunian perkantoran mengalami pertumbuhan sebesar 9,61% pada kuartal IV 2013 (qtq)
sedangkan tarif sewa meningkat sebesar 14,92% pada kuartal IV 2013 (qtq). Hal ini membuktikan bahwa Retail
kebutuhan ruang perkantoran semakin bertambah. Sektor perkantoran sewa masih merupakan jenis properti
Sektor retail di kota Bandung cenderung stagnan. Selain karena belum adanya proyek baru yang selesai, hal
komersial yang prospektif di kota Bandung
ini dimungkinkan juga karena kejenuhan terhadap tipologi bangunan shopping mall.

Gambar 3.69 Diagram Tingkat Hunan Perkantoran di Kota Bandung


Sumber: Diolah dari Survei PPKOM BI Triwulan IV 2013

Gambar 3.71 Diagram Stok Retail di Kota Bandung


Sumber: Diolah dari Survei PPKOM BI Triwulan IV 2013

3- 52
Gambar 3.72 Diagram Tingkat Hunian Retail di Kota Bandung Gambar 3.74 Diagram Harga Jual Retail di Kota Bandung
Sumber: Diolah dari Survei PPKOM BI Triwulan IV 2013 Sumber: Diolah dari Survei PPKOM BI Triwulan IV 2013
Apartemen

Tingkat hunian rata-rata tahun 2013 untuk retail dengan kepemilikan strata title sebesar 87,44%, masih lebih Apartemen merupakan salah satu properti komersial yang berkembang di kota Bandung. Walaupun data
rendah dari retail sewa sebesar 91,29%. Hal ini disebabkan price-to-rent ratio yang meningkat dari 9,71 di Survei PPKOM BI menunjukan stagnasi ketersediaan, hal ini tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya
triwulan I 2013 menjadi 10,94% di triwulan IV 2013. Kenaikan price-to-rent ratio ini diartikan preferensi karena data tersebut lebih dikarenakan banyaknya proyek yang belum rampung (lihat subab studi kompetitor).
konsumen lebih ke retail sewa karena kenaikan harga jual jauh lebih tinggi dari kenaikan harga sewa.

Gambar 3.75 Diagram Stok Apartemen di Kota Bandung


Gambar 3.73 Diagram Tarif Sewa Retail di Kota Bandung Sumber: : Diolah dari Survei PPKOM BI Triwulan IV 2013
Sumber: Diolah dari Survei PPKOM BI Triwulan IV 2013

3- 53
Gambar 3.76 Diagram Tingkat Hunian Apartemen di Kota Bandung Gambar 3.77 Diagram Tarif Sewa Apartemen di Kota Bandung
Sumber: Diolah dari Survei PPKOM BI Triwulan IV 2013 Sumber: Diolah dari Survei PPKOM BI Triwulan IV 2013

Tingkat hunian rata-rata apartemen sewa ditahun 2013 sebesar 85,15%, tidak berbeda jauh dengan tingkat
hunian rata-rata kondominium sebesar 84,47%. Begitu juga dengan pertumbuhan tahunannya, apartemen
sewa mencapai 5,56% di kuartal IV (qtq) hamper sama dengan kondominium yang mencapai 5,37% di kuartal
IV (qtq).

Namun yang perlu dicatat adalah jumlah ketersediaan kondominium jauh lebih banyak dari apartemen sewa
(tabel 8). Kecenderungan ini dapat dimengerti apabila melihat kepemilikan unit apartemen sebanyak 80% oleh
orang luar Bandung dengan tujuan investasi (wawancara dengan PT. Wika, pengembang dan kontraktor
apartemen Panoramic).

Berdasarkan perhitungan price-to-rent ratio, sektor properti apartemen pada triwulan I mencatatkan rasio 6,4
dan semakin menurun di triwulan IV menjadi 5,78. Hal ini diartikan bahwa konsumen cenderung membeli
daripada menyewa apartemen dikarenakan kenaikan harga sewa tahunan (20,56%) lebih tinggi dari kenaikan
harga jual tahunan (11,58%).
Gambar 3.78 Diagram Harga Jual Apartemen di Kota Bandung
Sumber: Diolah dari Survei PPKOM BI Triwulan IV 2013
Hotel (Bintang 3, 4 dan 5)

Sebagai Kota Wisata, Bandung memiliki jumlah hotel yang cukup banyak dan stoknya terus mengalami
peningkatan seperti terlihat pada grafik di bawah ini. Hotel masih menjadi sektor properti favorit di kota
Bandung. Tingkat hunian hotel di kota Bandung cenderung fluktuatif mengikuti musim liburan. Tingkat hunian
tertinggi terjadi di triwulan IV / akhir tahun yang merupakan peak season.

3- 54
Gambar 3.79 Diagram Stok Hotel (bintang 3, 4, 5) di Kota Bandung Gambar 3.81 Diagram Tarif Kamar Hotel (bintang 3, 4, 5) di Kota Bandung
Sumber: Diolah dari Survei PPKOM BI Triwulan IV 2013 Sumber: Diolah dari Survei PPKOM BI Triwulan IV 2013
Namun dengan membandingkan pertumbuhan tahunannya ternyata tingkat hunian hotel di Bandung
mengalami penurunan sebesar -1,28% pada triwulan IV 2013 (qtq). Tingkat hunian rata-rata pada tahun 2013
adalah 76,60% sehingga masih memenuhi syarat (>70%) untuk mengembangkan lebih banyak hotel.

Gambar 3.80 Diagram Tingkat Hunian Hotel (bintang 3, 4, 5) di Kota Bandung


Sumber: Diolah dari Survei PPKOM BI Triwulan IV 2013
Sektor hotel di kota Bandung masih menjanjikan keuntungan yang besar dalam properti komersial, terbukti
dari peningkatan tarif sewa kamar sebesar 61,25% pada kuartal IV 2013 (qtq).

3- 55
Tabel 3.40 PERKEMBANGAN PROPERTI KOMERSIAL DI BANDUNG
Sumber: Survei Properti Komersial Bank Indonesia Triwulan-IV 2013, 4 Februari 2014

RATA- PERTUMBUHAN
2012 2013 PRICE-TO-RENT RATIO
RATA TRIWULANAN TAHUNAN
IV-12 I-13 II-13 III-13 IV-13 TAHUNAN I-13 II-13 III-13 IV-13 I-13 II-13 III-13 IV-13 I-13 II-13 III-13 IV-13
A PERKANTORAN
Kantor Sewa
- Stok (m2) 89,510 89,510 89,510 89,510 89,510 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%
NA NA NA NA
- Tingkat hunian / Lease 80.13% 82.21% 86.69% 87.36% 87.83% 86.02% 2.60% 5.45% 0.77% 0.54% 2.82% 6.93% 6.88% 9.61%

- Tarif sewa (Rp/m2/bulan) 135,589 138,214 144,063 145,938 155,813 146,007 1.94% 4.23% 1.30% 6.77% 9.04% 9.45% 11.30% 14.92%

B RETAIL
Retail Sewa
- Stok (m2) 713,030 713,030 713,030 713,030 713,030 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%
- Tingkat hunian / Lease 89.09% 89.09% 90.19% 92.76% 93.10% 91.29% 0.00% 1.23% 2.85% 0.36% 0.01% 1.25% 4.41% 4.50%

- Tarif sewa (Rp/m2/bulan) 276,263 277,686 290,677 319,034 333,635 305,258 0.51% 4.68% 9.76% 4.58% 4.53% 7.27% 16.53% 20.77%
9.71 10.40 10.86 10.94
Retail Strata Title
- Stok (m2) 190,000 190,000 190,000 190,000 190,000 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%
- Tingkat hunian / Lease 83.75% 85.25% 87.00% 88.25% 89.25% 87.44% 1.79% 2.05% 1.44% 1.13% 10.71% 10.48% 8.95% 6.57%

- Harga jual (Rp/m2) 32,187,500 34,663,430 37,882,407 41,880,291 45,868,386 40,073,629 7.69% 9.29% 10.55% 9.52% 30.52% 33.41% 40.38% 42.50%

C APARTEMEN
Apartemen Sewa
- Stok (m2) 1,069 1,069 1,069 1,069 1,069 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%
- Tingkat hunian / Lease 82.73% 83.67% 83.75% 85.83% 87.33% 85.15% 1.13% 0.10% 2.49% 1.75% 0.12% 1.23% 2.98% 5.56%

- Tarif sewa (Rp/m2/bulan) 187,863 190,090 204,271 220,799 226,489 210,412 1.19% 7.46% 8.09% 2.58% 27.13% 25.34% 25.87% 20.56%
6.40 6.57 6.19 5.78
Kondominium
- Stok (m2) 21,955 21,955 21,955 21,955 21,955 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%
- Tingkat hunian / Lease 81.55% 82.53% 83.84% 85.58% 85.92% 84.47% 1.20% 1.60% 2.07% 0.39% 5.63% 5.16% 5.55% 5.37%

- Harga jual (Rp/m2) 14,436,402 14,976,871 15,177,325 15,311,117 16,108,782 15,393,524 3.74% 1.34% 0.88% 5.21% 12.48% 11.00% 9.15% 11.58%

D HOTEL (Bintang 3, 4, 5)
- Stok (kamar) 5,588 6,742 6,742 7,337 7,337 20.65% 0.00% 9.12% 0.00% 20.66% 20.66% 31.66% 31.30%
- Tingkat hunian / Lease 82.28% 71.17% 75.34% 78.66% 81.23% 76.60% -13.50% 5.86% 4.41% 3.27% -3.10% 5.89% 5.48% -1.28%

- Tarif kamar (Rp/malam) 899,221 867,017 983,044 1,016,595 1,450,029 1,079,171 -3.58% 13.38% 3.41% 42.64% -1.98% 10.64% 9.96% 61.25%

3- 56
Pada tahun 2013 banyak proyek properti komersial di kota Bandung yang masih dalam tahap konstruksi sehingga Dari sisi profit, nampaknya sektor properti komersial hotel (bintang 3, 4 dan 5) masih menjanjikan dibandingkan
Survei PPKOM BI tidak memasukkan proyek-proyek tersebut ke dalam tabel ketersediaan. Namun demikian, sektor sektor lainnya karena mencatatkan pertumbuhan tarif sewa yang tinggi
hotel merupakan properti yang berkembang pesat dengan selalu mencatatkan pertumbuhan keteresediaan yang
cukup tinggi sepanjang tahun 2013.

Gambar 3.82 Diagram Pertumbuhan Ketersediaan Properti Komersial di Kota Bandung per Triwulan 2013
Sumber: Diolah dari Survei PPKOM BI Triwulan IV 2013 Gambar 3.83 Diagram Pertumbuhan Harga Jual / Sewa Properti Komersial di Kota Bandung per Triwulan 2013
Sumber: Diolah dari Survei PPKOM BI Triwulan IV 2013

Secara umum permintaan akan semua jenis properti komersial di kota Bandung masih cukup tinggi untuk semua
sektor dengan retail sewa memiliki tingkat hunian yang paling tinggi. Dengan membandingkan price-to-rent ratio dua sektor properti yang memiliki kepemilikan strata title yaitu retail dan
apartemen dalam sebuah grafik dapat terlihat bahwa price-to-rent ratio retail saat ini lebih besar daripada apartemen
dan terus mengalami peningkatan. Lain halnya dengan apartemen yang semakin menunjukkan kecenderungan
penurunan price-to-rent ratio.

Makna dari grafik tersebut adalah untuk properti komersial jenis retail di kota Bandung memiliki preferensi untuk
menyewa dan sektor apartemen sangat dianjurkan untuk membeli daripada menyewa.

Diagram 3.5.1 Tingkat Hunian Properti Komersial di Kota Bandung per Triwulan 2013
Sumber: Diolah dari Survei PPKOM BI Triwulan IV 2013

Bab 3- 57
Tabel 3.41 Data Proyek SOHO di Jakarta.
No Nama Proyek Lokasi Luas Unit Harga Jual/ m2

1 SoHo @ Podomoro City (U/C) Jl. Letjen S Parman, Jakarta 90 m2 Rp 35.000.000


Barat
2 SoHo Pancoran (U/C) Jl. MT Haryono, Jakarta 90 m2 Rp 28.000.000
Selatan
3 Citylofts Sudirman Jl. KH Mas Mansyur, Jakarta 86 m2 Rp 32.000.000
Pusat
Sumber: Survey Studio RK, 2014

Tabel data proyek SOHO di atas menunjukkan tipologi SOHO yang mulai dikembangkan di kawasan perkantoran
utama Jakarta. Unit SOHO pada umumnya dijual dengan pada kisaran harga Rp 30.000.000/ m2 dengan luasan unit
90 m2.
Gambar 3.84 Diagram Price-to-Rent Ratio Properti Komersial di Kota Bandung per Triwulan 2013
Sumber: Diolah dari Survei PPKOM BI Triwulan IV 2013

b. Trend Properti Lain Condotel

Perkembangan properti di Indonesia mengalami beberapa perkembangan yang cukup menarik dilihat dari
Condotel merupakan perpaduan antara condominium dengan hotel. Condotel merupakan unit hunian yang dapat
munculnya tipologi fungsi komersial baru maupun pengembangan dari fungsi komersil lama. Apartemen yang
dibeli oleh konsumen, tetapi dikelola oleh suatu manajemen hotel untuk dioperasikan seperti hotel pada umumnya.
semula hanya satu fungsi yaitu hunian (sewa maupun milik) berkembang menjadi beberapa jenis dengan adanya
Perbedaannya dengan hotel biasa terletak pada return on investment dan profit sharing yang dapat dinikmati pemilik
fungsi tambahan maupun perbedaan pengelolaan.
unit, sebagai sebuah bentuk investasi.

Di Indonesia, perkembangan condotel dimulai di Jakarta, baru kemudian berkembang ke Bali dan Bandung.

SOHO Condotel yang sudah ada di Bandung dapat dilihat di table 3.5.7, baik yang sudah berdiri maupun yang masih
dalam tahap konstruksi.
Small Office / Home Office atau disingkat SOHO merupakan tipologi fungsi komersial berupa kantor sewa dalam
bentuk apartemen tipe studio. Tipe ini pada awalnya diperkenalkan di Manhattan, New York. Hunian tipe studio dan Tabel 3.42 Data Proyek Condotel di Jakarta.

bertingkat (loft) diminati oleh banyak seniman karena ruangnya yang fleksibel dengan harga yang lebih rendah No Nama Proyek Lokasi Luas Unit Harga Jual Rate Kamar

dibandingkan apartemen. Pada perkembangannya SOHO tidak hanya digunakan oleh para seniman tetapi juga dari 1 Grand Royal Panghegar Jl Merdeka 34 / 50 m2 Rp 1.300.000.000 Rp 1.175.000

kalangan penghuni lain. (bintang 4)


2 Aston Braga Hotel Jl. Braga 54 m2 Rp 850.000.000 Rp 1.028.000
Perkembangan SOHO dipicu oleh meningkatnya cara bekerja sendiri (self employment) atau perusahaan dengan
3 La Grande Merdeka Jl. Merdeka 38 m2 Rp 900.000.000 -
jumlah karyawan yang kecil (hingga 10 orang). Luasan studio yang kecil dan harga yang lebih rendah dari harga Best Western (U/C)
sewa kantor pada umumnya membuat SOHO menjadi pilihan bagi perusahaan kecil maupun yang baru merintis. 4 De Paviljoen Condotel Jl RE Martadinata 44 m2 Rp 2.100.000.000 -
Jenis usaha yang umumnya menggunakan SOHO yaitu usaha di bidang industri kreatif baik desain maupun (U/C)
informasi teknologi. Sumber: Survey Studio RK, 2014

Ketersediaan properti SOHO belum banyak di Indonesia. Hingga tahun 2014 jenis SOHO terbangun ada tiga dan
berada di Jakarta dengan informasi sebagai berikut.

Bab 3- 58
Kesimpulan:

Jenis properti hotel memiliki pertumbuhan yang paling tinggi sedangkan retail adalah properti yang memiliki demand Hotel Bintang Tiga
yang paling tinggi. Untuk jenis properti kantor strata title tidak memiliki pangsa pasar di Kota Bandung sehingga tidak
Hotel bintang tiga lebhi banyak tersebar di tengah Bandung, untuk sekitar gede bage ada satu hotel bintang tiga
direkomendasikan untuk dikembangkan.
yaitu Bali World Hotel, dengan lokasi hotel yang tidak jauh dari lokasi tapak. Bali world hotel ini menjadi saingan
Berdasarkan trend properti di Kota Bandung, program yang dapat dikembangkan pada kawasan perancangan terdekat untuk level di kelas bintang tiga. Hotel bintang tiga yang cukup terkenal di Bandung dan menjadi tujuan
adalah fungsi retail, hotel dan/atau condotel, kantor sewa dan/atau SOHO, serta apartemen. menginap prioritas di level bintang tiga lainnya yaitu seperti Hotel Santika, Grand Preanger, Hotel Naripan dan
lainnya. Posisi untuk hotel bintang tiga ini lebih mendekati titik-titik wisata. Dari peta persebaran berikut terlihat titik –
titik hotel yang berbintang tiga di kota Bandung, menyebar dan relatif tersebar merata di kota Bandung.

3.5.3 Analisa Kelayakan Pasar


Tujuan dari analisa kelayakan pasar (marketability ) adalah melihat target market yang berpotensi dan sesuai dengan
produk yang akan dikembangkan, dan menentukan kelas bangunan yang seperti apa yang dapat menyesuaikan
dengan target market. Juga untuk mengetahui kompetitor untuk masing – masing fungsi yang diperkirakan sejenis
yang cakupannya dalam kawasan kota Bandung dan yang terdekat dalam radius 2-3 km. Dengan mengetahui
kompetitor yang ada maka dapat dilihat pasar yang terbaik dan paling menguntungkan.

Dengan tingkat hunian rata-rata selama tahun 2013 untuk kantor sewa 86,02%, Ritel sewa 91,29%, Ritel strata title
87,44%, apartemen sewa 85,15%, kondominium 84,47%, hotel 76,6%. 19 maka jenis properti yang akan di
kembangkan adalah hotel, apartemen dan retail. Untuk hotel, karena bandung merupakan tujuan wisata dan
kawasan gede bage ini di masa depan cukup potensial sebagai area bisnis maka pengembangan hotel masih
menjanjikan. Untuk Apartemen juga pasarnya masih tinggi, sebagai contoh Panoramic Apartment yang berlokasi
tidak jauh dari lokasi tapak yang cukup laku mengingat kedepannya gedebage akan menjadi pusat pelayanan kota
yang baru. Juga pertumbuhan hotel untuk stok quartal 2013 sebesar 31,3%, dimana kebutuhan hotal di masa yang
akan datang masih cukup besar.

Rentang segmentasi pelaku pasar merupakan kelompok umur produktif usia muda, dengan prosentase terbanyak di
Bandung pada umur 25 tahun hingga 39 tahun dan dengan kelompok pengeluaran rumah tangga Rp.2.000.000 per
bulan 20 dengan prosentase terbesar di kota Bandung yaitu 64,65%. Gambar 3.85 Peta Sebaran hotel bintang 3.
Sumber : Analisa Studio RK, 2014.

a. Studi Kompetitor Hotel


Untuk segmentasi pasar berdasarkan potensi daya beli masyarakat hotel di klasifikasikan pada kelas menengah
atas, pada hotel berkelas bintang 3, 4 atau 5. Kelas apartemen dengan strata titel. Perkantoran bisnis, namun
konstrain pada perkantoran karena di Bandung kurang berbudaya untuk menyewa perkantoran di gedung tinggi,
namun okupansi rata-rata masih cukup tinggi jika berdasarkan survei properti komersial Bank Indonesia.

19
Survei Properti Komersial Bank Indonesia Triwulan-IV 2013
20
Susenas, Statistik Daerah Kota Bandung, BPS Kota Bandung

Bab 3- 59
Tabel 3.43 Harga rata-rata hotel bintang 3.
Hotel Lowest Price Peak Season
Ibis trans 448 1.052
Naripan 334 1.500
Grand Setiabudi 413 1.037
Preanger 1.561 3.340
Santika Hotel 674 1.362
Newton Hotel 413 834
Grand Pacific 371 855
Bali world hotel 400 800
Sumber : www.agoda.com

Dari persebaran hotel berbintang tiga di kota Bandung cukup menjamur, terutama di dekat lokasi turis dan dengan
rentang harga yang cukup terjangkau dalam rata-rata room rate per hari adalah Rp.500.000 – Rp.700.000 . Dimana
konsumen memilih harga yang murah namun juga masih memiliki kenyamanan yang baik.
Gambar 3.86 Peta Sebaran hotel bintang 4.
Sumber : Analisa Studio RK, 2014.

Hotel Bintang Empat

Persebaran bintang empat yang ada di kota Bandung jumlahnya lebih sedikit di bandingkan bintang empat, Tabel 3.44 Harga rata-rata hotel bintang 4.
beberapa hotel berikut merupakan hotel yang cukup populer di kota Bandung. Dari contoh berikut ini lokasi dari
hotel-hotel yang berbintang empat ini juga berada di lokasi-lokasi yang merupakan tujuan wisata di kota Bandung. Hotel Lowest Price Peak Season

Seperti Sensa Hotel yang berada di cihampelas, H House hotel yang berada di Dago, Savoy Homan dan Hotel Aston G. Royal Panghegar 599 1198

Braga dengan lokasinya di pusat kota Bandung di Asia Afrika dan daerah Braga, kawasan premium di kota Aston Braga 578 828

Bandung. Sensa Hotel 791 1272


Luxton hotel 743 900
Persebaran hotel berbintang empat ini lebih berada di tengah kota, untuk daerah sekitar Gede Bage belum ada,
Amaroossa 500 1300
namun dari info yang di dapat akan ada satu di sebelah barat lokasi tapak yaitu Hotel Max One yang sedang on
House hotel 735 818
progres, dengan kelas hotel berbintang empat.
Aston pasteur 648 1626
Horison 495 960
Savoy homan 545 1412
Harris hotel 419 1087
Sumber : www.agoda.com

Bab 3- 60
Hotel Bintang 5 Tabel 3.45 Harga rata-rata hotel bintang 5.
Hotel Lowest Price Peak Season
Hotel bintang lima hadir di bandung untuk mengakomodasi kenyamanan bagi masyarakat kalangan atas dan juga
The Trans Luxury 1750 3400
untuk berbisnis, hotel berbintang lima menawarkan kenyamanan dan kemewahan yang cukup mahal. Beberapa
The papandayan 1200 2500
hotel berbintang lima yang familiar bagi para wisatawan dan yang terbaru adalah The Trans Luxury Hotel. Hotel ini
Hyatt Regency 1000 2400
relatif paling dekat dengan lokasi tapak kurang lebih berjarak sekitar 5-6 km. Lokasi rata-rata berada di area yang
Hilton 1395
dengan pemandangannya sangat bagus seperti Padma Hotel, GH. Universal, Marbella dan Sheraton. Berikut
Sheraton 1170 2500
sebaran berbintang lima.
Marbella 895 1675
Padma hotel 1611 3448
GH. Universal 1198 2660
Sumber : www.agoda.com

Pasokan Hotel yang akan datang


Beberapa hotel yang sedang dibangun untuk memenuhi kebutuhan hotel di kota Bandung tercakup dalam gambar
1.1. Untuk hotel yang terdekat dengan lokasi tapak adalah hotel Max One yang berada kurang dari 1km sebelah
barat dari lokasi tapak. Dengan info yang didapat di perkirakan hotel tersebut akan berbintang empat.

Gambar 3.87 Peta sebaran hotel bintang 3.


Sumber : Analisa Studio RK, 2014.

Gambar 3.88 Peta sebaran pasokan hotel akan datang.


Sumber : Analisa Studio RK, 2014.

Bab 3- 61
Tabel 3.46 Daftar hotel yang akan/ sedang dibangun . Tabel 3.47 List harga ruko.
Hotel Ratting Floor Lokasi Lokasi Ruko Luasan LL/ LB Harga sewa Harga per meter Harga jual
Hotel pullman 4 star 16 ruko MTC 3 lantai 180 m2 75 juta/ tahun 416.000/ m2 -
Hotel Grand Sugarcane 3 star 14 Jl. Riau IBCC 1,1 juta/ m2
Hotel Grand Asrilia 3 star 12 jl. Sudirman 140 m2 2,5 milyar
Hotel Saffron 4 star 12 + 3 (top) Ruko dekat TSM (8 unit) 195 m2/ 320 m2 5 milyar
Hotel MaxOne (g.bage) 3 star 16 Ruko Gatsu (papandayan) 230 m2 75 juta/ tahun 416.000/ m2
Sumber : Analisa Studio RK, 2014.
Gedebage 11a 115 m2/ 180 m2 50 juta/ tahun
Ruko dinasty
Kesimpulan Jl. Gedebage selatan 75 /75 750 juta
Sumber : Analisa Studio RK, 2014.
Hotel yang berpotensi untuk di kembangkan adalah hotel berkelas bintang tiga dengan range room rate 400
– 500 ribu. Potensi wisatawan dan bisnis dimana hanya singgah sebentar dan tetap membutuhkan
kenyamanan yang baik. Maka hotel bintang tiga cukup untuk mengakomodasi pasar ini.
Pasokan Ruko yang akan datang.
b. Studi Kompetitor Ruko
Di dekat tapak lokasi terdekat dan menjadi saingan untuk produk ruko adalah ruko yang berada di kompleks
perdagangan Metro Trade Center dengan unit ruko terbanyak dan paling ramai.

Gambar 3.90 Peta sebaranpasokan ruko yang akan datang


Sumber : Analisa Studio RK, 2014.

Gambar 3.89 Peta sebaran ruko


Sumber : Analisa Studio RK, 2014.

Bab 3- 62
Tabel 3.48 List harga dan spesifikasi pasokan ruko yang akan datang. Tabel 3.49 Harga apartemen.
Lokasi Ruko Luasan LL/ LB Harga sewa Harga per meter Harga jual Apartemen Tipe Luas Harga
De Marrakesh (jl. Derwanti) 2 lantai 45 juta Gateway Apt. 1 bed 24 m2 342 juta
Ruko Saffir Permai 55 / 112 9 juta/m2 2 bed 47 m2 526 juta
Parahyangan bussines park 60 / 172/ 3lt 1.500 juta 3 bed 72 m2 764 juta
Ruko dan gudang 1 55 / 112 995 juta Parahyangan Residence Studio 34,37 m2 525 juta
Ruko dan gudang 2 1200 / 1020 4.500 juta 1 bed 26,73 m2 700 juta
Sumber : Analisa Studio RK, 2014. Beverly Dago Studio 30 m2 485 juta
Newton Apt 1 bed 54 m2 673 juta
3 bed 84,47 m2 970 juta
Kesimpulan
Sumber : analisa RK 2013

Untuk pasokan jenis ruko dari analisa kompetitor diatas dapat diambil yang paling baik dari segi harga dan luasan
adalah ruko dengan luasan lahan 160 – 180 m2 dengan tinggi bangunan maksimum 3 lantai. Dengan harga jual
kurang lebih 2 -3 milyar atau sewa 75 juta pertahun.

Pasokan apartemen yang akan dating

c. Studi Kompetitor Apartemen Tabel 3.5.14. Harga apartemen pasokan yang akan datang
Apartemen Tipe Luas Harga
Apartemen terdekat dengan lokasi tapak adalah Panoramic Apartment, berjarak kurang lebih 1 km dari tapak, dan
Panoramic Apt. Studio 1 22.5 m2 145 juta
newton apartment yang berjarak kurang lebih 2 km dari lokasi tapak.
2 bed 38 m2 285 juta
Sumber : Analisa Studio RK, 2014.

Untuk apartemen pasokan yang akan datang saat ini hanya Panoramic Apartment. Kompetitor lain belum ada.
Dalam rentang jarak kurang lebih 1 km ke arah barat dari lokasi tapak.

Kesimpulan

Untuk apartemen unit paling laku dari studi kompetitor yang kami lakukan adalah jenis unit studio dengan luas lebih
kurang 30 – 35 m2. Range harga 485 – 500 juta. Dan unit jenis 2 bed dengan luasan 40 – 47 m2. Dengan range
harga 500 – 600 juta. Namun dari studi kompetitor terdekat yaitu Panoramic Apartmen harga masih berkisar antara
145 juta hingga 285 juta. Seiring pengembangan daerah gedebage, harga jual akan semakin meningkat.

Gambar 3.91 Peta Sebaran apartemen.


Sumber : Analisa Studio RK, 2014.

Bab 3- 63
d. Studi Kompetitor Convention Center (MICE – Meeting Incentive Convention Exibition) Kesimpulan
Kota Bandung saat ini mulai menjadi tujuan untuk mengadakan pagelaran/ event berskala nasional bahkan
Untuk fungsi MICE pada lokasi tapak, karena luasan tapak hanya 7,7Ha maka kebutuhan untuk fungsi ruang
internasional. Dan kebutuhan akan tempat yang dapat menampung kegiatan tersebut yang dimana membutuhkan
convention center diambil kapasitas tidak terlalu besar yaitu 2000 orang dengan luasan lebih kurang 1500m2.
ruang besar dengan kapasitas lebih dari 2000 orang semakin mendesak. Untuk potensi bisnis di bidang sewa ruang
untuk MICE atau convention center untuk pameran dan kegiatan sejenis kota Bandung sangat menjanjikan ditambah
dengan image kota Bandung sebagai kota wisata menambah nilai tambah bagi pengunjung. Berikut beberapa lokasi
Convention Center (MICE) yang terdapat di kota bandung. 3.5.4 Analisa Finansial
Analisa finansial dilakukan untuk menentukan komponen-komponen biaya yang ada dalam pengembangan lahan.
Selain biaya, analisa finansial juga mencakup pembiayaan.

a. Biaya
Komponen biaya terbagi dalam dua jenis yaitu Hard Cost dan Soft Cost. Hard cost merupakan biaya fisik
lahan seperti biaya akuisisi lahan dan biaya pembangunan. Soft Cost merupakan biaya jasa-jasa yang
dibutuhkan dalam proses pengembangan lahan. Berdasarkan hasil survey, berikut tabel biaya
pengembangan lahan.
Tabel 3.51 Hardcost dan Softcost.

Komponen Harga Harga/ m2 Sumber Data

Hard Cost
rumah.com
1 Biaya Akuisisi Lahan Rp. 10.000.000
urbanindo.com
2 Biaya Pembongkaran Bangunan Rp. 600.000 bandung.go.id (IMB)
3 Biaya Prasarana Rp. 2.000.000 Kontraktor Swasta
4 Biaya Ruang Terbuka - -
5 Biaya Lanskap Rp. 1.500.000 Kontraktor Swasta
Gambar 3.92 Peta Sebaran Convention Center (MICE) 6 Biaya Bangunan Parkir Rp. 3.500.000 Kontraktor Swasta
Sumber : Analisa Studio RK, 2014.

Soft Cost
Tabel 3.50 Data dan harga Convention Center (MICE).
2,88% x harga proyek
1 Jasa Design IAI
MICE Luas Kapasitas Harga Sewa 100 M
2 Perizinan Rp. 1.100.000 bandung.go.id (IMB)
Trans Convention Center 3250 m2 6000
3 Biaya Lelang - -
Trans Grand Ballroom 2950 m2 3000
4 Jasa Legal
Bandung Convention Center 1728 m2 2500 40 juta/ 4 jam
5 Jasa Konsultan Lain - -
Bandung International Convention
5000
Center (Pullman) Sumber : analisa RK 2013
Baros Convention Center 3000 m2 4200

Sasana Budaya Ganesha 1200 m2 1000 25 juta


Sumber : analisa RK 2013

Bab 3- 64
Tabel 3.52 Data dan harga Convention Center (MICE). 3.5.5 Kesimpulan dan Usulan Pengembangan
Berdasarkan analisa market, jenis properti komersial yang diusulkan untuk dikembangkan di wilayah perancangan
Fungsi Harga/ m2 Sumber Data
kawasan Gedebage adalah kawasan mix-use dengan fungsiperkantoran, retail, ruko, apartemen, hotel dan condotel.
1 Hotel Bintang 3 Rp 3.500.000 Kontraktor Swasta Rincian fungsi-fungsi tersebutyaitu:
2 Hotel Bintang 4 Rp 4.500.000 Kontraktor Swasta
3 Hotel Bintang 5 Rp. 6.000.000 Kontraktor Swasta a. Perkantoran
4 Condotel Rp. 4.500.000 Kontraktor Swasta Jenis ruang perkantoran yang dikembangkan adalah gedung kantor sewa dengan luas 200 m²/ unit dan
5 SOHO Rp. 4.000.000 Kontraktor Swasta rentang harga sekitar Rp 2.500.000 /m²/ tahun.
6 Ruko Rp. 3.500.000 Kontraktor Swasta b. Retail
7 Exhibition Hall/ MICE Rp. 6.000.000 Kontraktor Swasta Jenis retail yang dikembangkan adalah supermarket, F & B dan ruang retail sewa dan strata title dengan luas
Sumber : Analisa Studio RK, 2014.
200m². Kisaran harga sewa ruang retail adalah Rp 300.000 /m²/bulan dan harga jual Rp 40.000.000 /m².
c. Ruko
Biaya pembangunan mengikuti harga material di pasaran dengan rata – rata harga konstruksi bangunan mid
Ruko 3 lantai dengan luasan lahan 160 - 180 m². yang dapat difungsikan sebagai toko atau kantor dengan
rise standard berkisar antara Rp. 4.000.000 – Rp. 6.000.000 per m2. Perbedaan pada harga finishing yang
kisaran harga sewa Rp 1.000.000 /m²/tahun dan harga jual kurang lebih 2 -3 milyar atau sewa 75 juta/ unit/
menjadikan kelas bangunan tersebut berbeda dengan lainnya. Rata – rata harga konstruksi berada di Rp.
pertahun.
5.000.000.
d. Apartemen
b. Pembiayaan Fungsi apartemen dengan tipe unit Studio dengan luas lebih kurang 30 – 35 m2. Range harga 485 – 500
juta. Dan unit jenis 2 bed dengan luasan 40 – 47 m2. Dengan range harga 500 – 600 juta. Atau rata – rata
Pembiayaan proyek pengembangan kawasan ini berasal dari tiga sumber dana, yaitu :
harga sewa Rp 210.000 /m²/tahun dan harga jual Rp 15.000.000 /m².
Dana intern developer/ owner
e. Hotel Bisnis
Dana yang berasal dari kas yang dimiliki owner atau developer, dapat juga dana tersebut merupakan dana
Hotel yang dikembangkan merupakan hotel bisnis sesuai dengan karakter pengembangan wilayah
gabungan dari beberapa developer.
Gedebage yang dilengkapi fasilitas banquet hall berkapasitas 2000 orang. Tipe kamar hotel yang
Dana pinjaman bank.
direncanakan adalah tipe dengan luas per unit lebih kurang 32m². Luas lantai total pengembangan hotel
Dana pinjaman dari bank yang bekerjasama dengan owner atau developer. Dengan bunga pinjaman bank
sekitar 600 - 1000 m², kisaran tinggi bangunan adalah 16 lantai, dengan tarif kamar rata-rata Rp 500.000
tergantung masing-masing bank. Maka perlu diperhatikan juga tingkat suku bunga bank yang akan
/malam.
dikenakan.
f. Condotel
Dana masyarakat
Condotel dapat dikembangkan sebagai bagian dari hotel bisnis. Tipe unit condotel dengan harga jual Rp
Dana ini merupakan dapat bersifat konsumsi misalnya konsumen yang membeli properti tersebut untuk
1.300.000.000 – 1.500.000.000 /unit.
tempat tinggal atau usaha (apartemen/ ritel), dan konsumen yang menginvestasikan dananya pada properti
g. MICE (convention center)
dengan dijanjikan profit sharing (condotel dan apartemen sewa).
MICE/ Convention center yang dapat dikembangkan adalah dengan kapasitas 2000 orang yang terintegrasi
dengan hotel bisnis. Dengan luasan lebih kurang 1500m2. Dan range harga sewa di kisaran 20 – 30 juta/ 4
jam.

Bab 3- 65

Anda mungkin juga menyukai