1. Latar Belakang
Sungai Musi membentang sepanjang 750 km di pulau Sumatera melalui empat provinsi yaitu
Sumatra Selatan, Bengkulu, Jambi dan Lampung. Sungai ini memiliki mata air yang berasal dari
daerah Kepahiang, Bengkulu dan bermuara di Selat Bangka. Sungai Musi merupakan salah satu
sungai yang berbentuk meander. Sungai meander dapat didefinisikan sebagai sungai yang
mempunyai alur berbelok-belok, sehingga hampir menyerupai huruf “S” berulang. Sungai
bermeander terbentuk oleh adanya pergerakan menyamping akibat 523 O.Augustio, et al. arus
sungai yang menggerus bagian dinding sungai. Arus yang berbelok-belok juga akan terjadi pada
sungai yang relatif lurus. Pada kenyataannya, hampir sebagian besar pada sungai yang lurus
akan terjadi arus yang berbelokbelok dan akan terjadi endapan setempat-setempat yang
selanjutnya dalam perkembangannya dapat terbentuk meander (BPSDM PU, 2017.)
Permasalahan ini juga terjadi pada aliran yang melewati Desa Bailangu Kabupaten Musi
Banyuasin. Tebing diaderah ini sudah mengalami keruntuhan bahkan ada gedung yang ambruk
akibat kejadian ini.
Oleh Karena itu review teknis ini dilakukan untuk melihat perencanaan dari perkuatan tebing
yang telah direncanakan apakah sudah sesuai standar perencanaan perkuatan tebing yang
berlaku di Indonesia.
2. Tujuan
Review teknis ini bertujuan untuk memberikan masukan terkait perencanaan yang telah
dilakukan dan analisa ulang sesuai dengan kaidah teknik
3. Tinjauan masalah
Ada dua hal yang menjadi tinjauan dalam review teknis pada permasalahan ini :
A. Dinding penahan tanah
B. Pengaruh Getaran terhadap tanah
C. Desain Krib terhadap Gerusan Arus Sungai
4. Landasan teori
A. Dinding Penahan
Tanah Dinding penahan tanah adalah sebuah struktur yang didesain dan dibangun untuk
menahan tekanan lateral (horisontal) tanah ketika terdapat perubahan dalam elevasi tanah yang
melampaui sudut at-rest dalam tanah. Faktor penting dalam mendesain dan membangun
dinding penahan tanah adalah mengusahakan agar dinding penahan tanah tidak bergerak
ataupun tanahnya longsor akibat gaya gravitasi.
Tekanan tanah lateral di belakang dinding penahan tanah bergantung kepada sudut
geser dalam tanah (phi) dan kohesi (c). Tekanan lateral meningkat dari atas sampai ke bagian
paling bawah pada dinding penahan tanah. Jika tidak direncanakan dengan baik, tekanan tanah
akan mendorong dinding penahan tanah sehingga menyebabkan kegagalan konstruksi serta
kelongsoran. Jenis Dinding Penahan Tanah
1. Dinding grafitasi (grafity waal)
2. Dinding penahan kantilever (Kantilever Retaining Wall)
3. Dinding counterfort (counterfort wall)
4. Dinding butters (butters wall)
B. Tanah
Beban utama yang dipikul oleh dinding penahan tanah adalah berat tanah itu sendiri.
Oleh karena itu diperlukan pengetahuan yang memadai tentang tanah untuk dapat mendesain
dinding penahan tanah. Tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran)
mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari
bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan
gas yang mengisi ruang-ruang kosong di antara partikel-partikel padat tersebut. Tanah
umumnya dapat disebut sebagai kerikil (gravel), pasir (sand), lanau (silt), atau lempung (clay),
tergantung pada ukuran partikel yang paling dominan pada tanah tersebut. Untuk
menerangkan hal di atas, berikut adalah gambar diagram fase tanah. Gambar Diagram Fase
Tanah Besarnya kadar air dan udara berpengaruh besar pada stabilitas tanah, oleh karena itu
tidak semua jenis tanah dapat digunakan untuk timbunan di belakang dinding penahan tanah.
Bahan yang paling baik digunakan adalah tanah yang kering dan tidak kohesif
C. Timbunan.
Kriteria Umum Tanah Timbunan Sebelum melakukan desain, terlebih dahulu kita harus
mengetahui nilai-nilai berat volume (γ), kohesi (c), sudut geser dalam tanah ( ø) yang digunakan
dalam hitungan tekanan tanah lateral. Nilai-nilai c dan ø dapat ditentukan dari uji geser dan tes
triaksial. Tipe-tipe tanah timbunan untuk dinding penahan tanah menurut Terzaghi dan Peck
(1948) adalah :
a. Tanah berbutir kasar, tanpa campuran partikel halus, sangat lolos air (pasir bersih
atau kerikil).
b. Tanah berbutir kasar dengan permeabilitas rendah karena tercampur oleh partikel
lanau.
c. Tanah residu (residual soil) dengan batu-batu, pasir berlanau halus dan material
berbutir dengan kandungan lempung yang cukup besar.
d. Lempung lunak atau sangat lunak, lanau organik, atau lempung berlanau.
e. Lempung kaku atau sedang yang diletakkan dalam bongkahanbongkahan dan dicegah
terhadap masuknya air hujan ke dalam selasela bongkahan tersebut saat hujan atau
banjir.
Pemadatan Tanah Timbunan Proses pemadatan tanah timbunan harus
dilakukan lapis per lapis. Untuk menghindari kerusakan pada dinding penahan tanah dan
tekanan tanah lateral yang berlebihan, digunakanlah alat pemadat yang ringan. Sebab
pemadatan yang berlebihan dengan alat yang berat, akan menimbulkan tekanan tanah
lateral yang bahkan beberapa kali lebih besar daripada tekanan yang ditimbulkan oleh
tanah pasir yang tidak padat. Jika memakai tanah lempung sebagai tanah timbunan
maka diperlukan pengontrolan yang sangat ketat. Bahkan walaupun timbunan berupa
tanah berbut ir dengan penurunan yang kecil dan dapat ditoleransikan, tanah timbunan
harus dipadatkan lapis per lapis dengan ketebalan maksimum 22.5 cm. Pekerjaan
pemadatan sebaiknya tidak membentuk permukaan miring, karena akan menyebabkan
pemisahan lapisan dan akan berdampak pada keruntuhan potensial. Oleh karena itu
sebaiknya dilakukan dengan permukaan tanah horisontal.
2. Krib
Krib merupakan suatu bentuk pelindung tebing yang digunakan untuk melindungi tebing
sungai dari bahaya gerusan lokal dan gejala meander karena arus, krib berfungsi mengarahkan
arus (aliran) sungai. Krib adalah bangunan yang di mulai dari tebing sungai kearah tengah guna
mengatur arah aliran sungai, dan dapat berfungsi mengurangi kecepatan aliran sungai,
mengendalikan arah sedimentasi dan dapat mengurangi dampak kerusakan tebing sungai
terhadap gerusan. konstruksi krib merupakan konstruksi bangunan pengaman tebing, kontruksi
ini dibuat jika palung sungai sudah terlanjur pada kondisi yang kurang menguntungkan dan perlu
diubah atau dikendalikan ke kondisi yang lebih baik. Krib adalah bangunan yang dibuat mulai
dari tebing sungai kearah tengah, guna mengatur arus sungai dan tujuan utamanya adalah :
1. Mengatur arah arus sungai,
2. Mengurangi kecepatan arus sungai sepanjang tebing sungai,
3. Mempercepat sedimentasi,
4. Menjamin keamanan tanggul atau tebing terhadap gerusan,
5. Mempetahankan lebar dan kedalaman air pada alur sungai,
6. Mengonsentrasikan arus sungai dan memudahkan penyadapan.
Krib adalah bangunan air yang secara aktif mengatur arah arus sungai dan mempunyai efek positif yang
besar jika dibangun secara benar. Sebaliknya, apabila krib dibangun secara kurang semestinya, maka
tebing di seberangnya dan bagian sungai sebelah hilir akan mengalami kerusakan. Karenanya, haruslah
dilakukan penelaahan dan penelitian yang sangat seksama sebelum penetapan type suatu krib yang
akan di bangun.
Mengatur aliran sungai sedemikian rupa sehingga pada waktu banjir air dapat mengalir dengan
cepat dan aman,
Mengatur kecepatan aliran sungai yang memungkinkan adanya pengendapan dan pengangkutan
sedimen dengan baik,
Mengarahkan aliran ke tengah alur sungai agar tebing sungai tidak terkikis,
KLASIFIKASI KRIB
A. Krib Permeable
Pada tipe permeable, air dapat mengalir melalui krib. Bangunan ini akan melindungi tebing terhadap
gerusan arus sungai dengan cara meredam energy yang terkandung dalam aliran sepanjang tebing
sungai dan bersamaan dengai itu mengndapkan sendimen yang terkandung dalam aliran. Krib
permeable terbagi dalam beberapa jenis, antara lain jenis tiang pancang, rangka pyramid, dan jenis
rangka kotak. Krib permeable disebut juga dengan krib lolos air. Krib lolos air adalah krib yang diantara
bagian-bagian konstruksinya dapat dilewati aliran, sehingga kecepatannya akan berkurang karena
terjadinya gesekan dengan bagian konstruksi krib tersebut dan memungkinkan adanya endapan
angkutan muatan di tempat ini.
Gambar 4 Permeable Krib
B. Krib Impermeable
Krib dengan konstruksi tipe impermeable disebut juga krib padat atau krib tidak lolos air, sebab air
sungai tidak dapat mengalir melalui tubuh krib. Bangunan ini digunakan untuk membelokkan arah arus
sungai dan karenanya sering terjadi gerusan yang cukup dalam di depan ujung krib atau bagian sungai di
sebelah hilirnya. Untuk mencegah gerusan, di pertimbangkan penempatan pelindung dengan konstruksi
fleksibel seperti matras atau hamparan pelindung batu sebagai pelengkap dari krib padat. Dari segi
konstruksi, terdapat beberapa jenis krib impermeable misalnya brojong kawat, matras dan pasangan
batu.
Krib semi permeable ini berfungsi ganda yaitu sebagai krib permeable dan krib padat. Biasanya bagian
yang padat terletak disebelah bawah dan berfungsi pula sebagai pondasi. Sedangkan bagian atasnya
merupakan konstruksi yang permeable disesuaikan dengan fungsi dan kondisi setempat. Krib semi
permeable disebut juga dengan Krib semi lulus air adalah krib yang dibentuk oleh susunan pasangan
batu kosong sehingga rembesan air masih dapat terjadi antara batu-batu kosong.
D. Krib Silang dan Memanjang
Krib yang formasinya tegak lurus atau hamper tegak lrus sungai dapat merintangi arus dan dinamakan
krib melintang. Sedangkan krib yang formasinya hamper sejajar arah arus sungai di sebut krib
memanjang.
PERENCANAAN KRIB
Dalam mempersiapkan perencanaan krib, diperlukan survey mengenai topografi, debit dan kecepatan
aliran sungai dan transportasi sedimen yang ada disungai. Tipe dan cara pembuatan krib ditetapkan
secara empiris dengan memperhatikan pengalaman masalalu dalam pembuatan krib yang hamper
sejenis.
Secara umum, hal-hal yang perlu di perhatikan dalam perencanaan krib adalah sebagai berikut :
Karena cara pembuatan krib sangat tergantung pada resim sungai, perlu diperoleh data mengenai
pengalaman pembuatan krib pada sungai yang sama atau hampir sama, kemudahan
pelaksanaanya dan besarnya pembiyayaan.
Untuk mengurangi turbulensi aliran pada sungai yang terlalu lebar, maka permukaan air sungai
normal harus dinaikan dengan krib yang panjang, dengan memperhatikan biaya pelaksanaan dan
pemeliharaannya.
Jika krib yang akan dibangun dimaksud pula untuk melindungi tebing sungai terhadap pukulan air,
panjang krib harus diperhitungkan pula terhadap timbulnya pukulan air pada tebing sungai di
seberangnya.
Krib tidak berfungsi baik pada sungai keeil dan sempit alurnya.
Apabila pembuatan krib dimaksudkan untuk menaikan permukaan normal air sungai, perlu
dipertimbangkan kapasitasnya disaat terjadinya debit yang lebih besar atau debit banjir.
Penetapan tinggi krib pada umumnya akan lebih menguntungkan apabila evaluasi mercu krib dapat
dibuat serendah mungkin ditinjau dari stabilitas bangunan terhadap gaya yang mempengaruhinya,
sebaiknya elevasi mercu dibuat 0,50-1,00 meter diatas elevasi rata-rata permukaan air rendah. Dari hasil
pengamatan terhadap tinggi berbagai jenis krib yang telah dibangun dan berfungsi dengan baik,
diperoleh angka perbandingan antara tinggi krib dan kedalaman air banjir (hg/h) sebesar 0,20 – 0,30
.
Tabel 1 Arah Aliran dan Sumbu Krib
Panjang dan jarak antara krib ditetapkan secara empiris yang didasarkan pada pengamatan data sungai
yang bersangakutan antara lain situasi sungai, lebar sungai, kemiringan sungai, debit banjir, kedalaman
air, debit normal, transportasi sedimen dan kondisi sekeliling sungai. Krib memanjang adalah krib yang
ditempatkan hampir sejajar dengan arah arus sungai dan biasanya digunakan untuk melindungai tebing
alur sungai dan mengatur arah arus sungai agar alur sungai tidak mudah berpindah-pindah.
KONSTRUKSI KRIB
Krib tiang pancang : adalah contoh krib permeabel dan dapat digunakan baik untuk krib
memanjang maupun krib melintang. Konstruksinya sangat sederhana dan dapat meningkatkan
proses pengendapan serta sangat cocok untuk bagian sungai yang tidak deras arusnya.
Krib rangka : adalah krib yang cocok untuk sungai-sungai yang dasarnya terdiri dari lapisan batu
atau krikil yang sulit dipancang dan krib rangka ini mempunyai kemampuan bertahan yang lebih
besar terhadap arus sungai dibandingkan dengan krib tiang pancang.
A. Deskripsi area
Sungai Musi yang membelah Kota Palembang memiliki panjang sungai 27,47 Km. Dari total
panjang sungai tersebut. Secara geologi, sempadan sungai di daerah penelitian dominan tertutup
oleh endapan rawa dan alluvium yang merupakan sedimen pada Masa Kuarter. Kedua endapan ini
di daerah Ilir menutupi Formasi Muaraenim bagian bawah yang berumur Miosen. Badri (1983)
mendeskripsikan bahwa Formasi Muaraenim bagian bawah memiliki sebaran yang cukup luas dan
umumnya telah mengalami perlipatan, terdiri atas batu lempung dan batu lanau tufan dengan
sisipan batubara. Endapan alluvium yang dominan terdapat di Sempadan Sungai Musi Kecamatan
Seberang Ulu I dan Seberang Ulu II menurut Moechtar (2007) memiliki lithologi batuan yang terdiri
atas pasir kasar, pasir halus, lanau, lempung, lempung lanauan, lempung tufan, lanau berhumus
bersifat lempungan sampai ke lempung bergambut, sedangkan endapan rawa memiliki lithologi
batuan yang terdiri atas lanau organik bersifat lempungan, lempung organik dengan sedikit
kandungan pasir yang berwarna gelap. Iklim di wilayah DAS Musi tergolong iklim basah. Berdasarkan
klasifikasi Schmidt dan Ferguson tipe iklim di Wilayah DAS Musi sebagian besar adalah tipe A (sangat
basah). Suhu udara rata-rata berkisar antara 26-28,7°C Musim hujan terjadi antara bulan November
hingga April dengan curah hujan rata-rata 5 sebesar 202,7 mm dan jumlah hari hujan terbanyak
pada bulan Desember dengan kelembaban relatif rata-rata adalah 83,0% (BP DAS Musi dan Forum
DAS Sumsel, 2011; BPS Kota Palembang, 2015). Kondisi iklim yang sangat basah berperan besar
dalam menunjang proses erosi dan sedimentasi di DAS. Hasil analisa dari BP DAS Musi dan Forum
DAS Sumsel (2011) menyebutkan bahwa tingkat erosi di DAS Musi Hilir dan DAS Batang Peledas
berada pada kategori erosi kelas I (<15 Ton/Ha/Th) dengan luas masing-masing sebesar 224.638,62
Ha dan 84.456,05 Ha. Luasan wilayah ini mencakup penyebaran lahan kritis di dua DAS tersebut
mulai dari tingkat tidak kritis hingga sangat kritis.
Area pekerjaan penahan tebing
Dari hasil survey dilapangan terkait kondisi existing pengamanan tebing sungai musi ada
beberapa catatan.
1. Pada gambar A 1 terlihat pengamanan tebing sungai terletak pada pinggir jalan akses jalan
provinsi sehingga kepadatan kendaraan yang lewat cukup besar dan volume kendaraan besar
cukup banyak sehingga dalam perencanaan perlu memikirkan pengaruh getaran akibat
kedaraan yang lewat.
2. Pada gambar A2 Terlihat tanah bagian atas sungai mengalami keretakan dimungkinkan karena
jenis tanah pada daerah tersebut bersifat losse sehingga apabila terkena getaran akan terjadi
retakan
3. Pada gambar B3, C4 dan D5 Terlihat bahwa bagian sheetpile yang mengarah kesungai terjadi
penurunan sehingga sheetpile tersebut jatuh kearah sungai, hal ini dimungkinkan karena
tingginya gerusan yang terjadi pada pinggi sungai/kaki sheetpile sehingga sheetpile tidak bisa
menahan tekanan yang terjadi karena tanah dibagian tersebut mengalami
penurunan/pendangkalan sehingga jepitan kepada sheetpile berkurang. Selain itu anchor
pengunci sheetpile tidak ada pada kontruksi sheetpile tersebut sehingga apabila sheetple
mengalam tekanan akibat tekanan air tanah dan penurunan lekatan tanah akibat gerusan
sheetpile akan terguling
Selain dari pengamatan dilapangan juga dilakukan pengamatan terhadap hasil soil investigasi. Dari
hasil soil investigasi didapatkan bahwa tanah yang ada disekitar daerah tersebut adalah dominan
tanah lempung seperti terlihat pada gambar 13
Dari pemodelan diatas dapat dilihat bahwa dengan adanya air sungai dan tekanan air tanah
pada gambar A Mengakibat dinding penahan tanahnya akan terdorong ditambah bagian bawah
dinding penahan tanah mengalami gerusan karena arus sungai. Pada gambar B dan C terlihat
akibat beban tanah sebelah luar sungai dan tekanan akibat kendaraan yang lewat (getaran)
dimodelkan dengan sesmic/gelombang mengakibatkan dinding penahan tanah akan terdorong
dan terjadi displacement (pergeseran). Pada gambar D Terlihat tekanan air tanah efektif akan
mengangkat dan menekan dinding penahan tanah dari bawah sehingga perlu diperhatikan
potensi terjadinya uplit pada kasus ini. Sehingga dilakukanlah review terkait pekerjaan ini
dengan 3 tinjauan yaitu:
A. Dinding penahan tanah
B. Pengaruh Getaran terhadap tanah
C. Desain Krib terhadap Gerusan Arus Sungai
H4
Dari survey dilapangan dan kajianterhadap permasalah ini diusulkan penanganan terhadap
permasalahan diatas sebagai berikut :
1. Pada lingkaran merah no 1 material timbunan diusulkan material timbunan yang
kepadatannya tidak terlalu tinggi dan dapat meredam getaran seperti campuran tanah
lempung dan pasir. Selain itu peerlu juga dipertimbangkan pembuatan parit /drainase
dipinggir jalan karena drainase/parity nag terisi air dapat mengurangi getaran akibat
kendaraan yang lewat.
2. Pada lingkaran merah no 2 perletakan dinding penahan tanah perlu dipertimbangkan
jangan pada bibir sungai disarankan lebih menjorok beberapa meter dari bibir sungai
agar potensi gerusan dapat dikurangi dan juga pemasangan geobag diatur sedemikan
rupa sehingga membentuk lereng yang aman < 45˚
F. Review teknis desain struktur krib
Pada kasus ini diperoleh kedalaman sungai musi rata-rata adalah 10-12 meter
Sehingga
d = 0.6 x 452x11 m / 2 x(9.81)
d = 15.96 m = 15 meter
Panjang Krib
Bagian lurus :
d= 2L
15 m = 2 x L
L = 7.5 m
6. Kesimpulan
Dari survey dan investigasi terhadap permasalahan dinding penahan tebing sungai musi desa
bailangu kabupaten musi banyuasin didapatkan sebagai berikut :
1. Dari hasil analisa didapatkan bahwa ukuran dinding penahan tanah perlu ditambah karena
adanya potensi getaran/sesmic
2. perletakan dinding penahan tanah perlu dipertimbangkan jangan pada bibir sungai
disarankan lebih menjorok beberapa meter dari bibir sungai agar potensi gerusan dapat
dikurangi dan juga pemasangan geobag diatur sedemikan rupa sehingga membentuk lereng
yang aman < 45˚
3. material timbunan diusulkan material timbunan yang kepadatannya tidak terlalu tinggi dan
dapat meredam getaran seperti campuran tanah lempung dan pasir. Selain itu peerlu juga
dipertimbangkan pembuatan parit /drainase dipinggir jalan karena drainase/parity nag terisi
air dapat mengurangi getaran akibat kendaraan yang lewat.
Lampiran
Location :
D1 - Hulu
q (t/m2) b11 b12 b13
|e| = 0.52 m < B/6 = 0.67 m OK! |e| = 0.66 m < B/3 = 1.33 m OK!
q1 = 18.74 t/m2 < qa = 29.29 t/m2 OK! q1 = 21.09 t/m2 < qae = 43.94 t/m2 OK!
q2 = 5.34 t/m2 < qa = 29.29 t/m2 OK! q2 = 1.23 t/m2 < qae = 43.94 t/m2 OK!
h1 = 5.80 m h4 = 1.20 m
h31 = 1.20 m hw1 = 1.20 m
hw1
h32 = 0.00 m hw2 = 0.00 m
h32 hw2
h4
1.2 Parameters h31
2
q = 1.00 t/m (for normal condition) b2 b2 b23
= 0.00 t/m2 (for seismic condition) Section of Retaining
B Wall
gc = 2.40 t/m3
gw = 1.00 t/m3
Backfill soil Foundation soil Safety factor
gsoil = 1.80 t/m3 gs ' = 1.30 t/m3 (=gsat-gw) Overturning
gsat = 2.00 t/m3 cB = 0.00 t/m2 normal |e|<B/6=0.67m
c = 0.00 t/m2 fB = 30.00 o
seismic |e|<B/3=1.33m
f = 30.00 o
m = 0.50 (Friction coefficient) Sliding
Um = 1.00 (Uplift coefficient) normal fs > 2.00
b = 0.000 o
seismic fs > 1.25
a = 0.000 o
(for stability analysis) Reaction of foundation soil
o
= 0.000 (for structural analysis) normal qmax<qa
d = 0.000 o
(for stability analysis in normal condition, d = b) qa=qu/3
= 20.00 o
(for structural analysis in normal condition, d = 2/3 f) seismic qmax<qae
o
= 24.23 (for stability analysis in seismic condition, see Section 2.3) qae=qu/2
= 15.00 o
(for structural analysis in seismic condition, d = 1/2 f)
F = 10.204 o
( = Arc tan(Kh) ) Kh = 0.18
2. Stability Calculation
2.1 Case 1 (Normal condition, with vertical live load)
0.00
q = 1.00 t/m2 0.50
0.50
qa1
9
Pa1
Pa2 10 7
5.80 4.60
qa2 11
8
6 0.00
Pa3
1.20 12 4 5
Pw1 Pa4
1.20 0.00
1 2 3 Pp1 Pw2
1.20
Pu1 O
qw1 qa4 qa3 qp1 qw2
qu2 Pu2
qu1
3.00 0.60 0.40
2
Cos (f -a) = 0.750 Sin(f+d) = 0.500
Cos2a = 1.000 Sinf = 0.500
Cos(a+d) = 1.000 Cosa = 1.000
Ka = 0.333 for stability analysis
2
Cos (f -a) = 0.750 Sin(f+d) = 0.766
Cos2a = 1.000 Sinf = 0.500
Cos(a+d) = 0.940 Cosa = 1.000
Ka' = 0.297 for structural analysis
Kp = 3.000
2 2
5.336 t/m - t/m
2 2
18.484 t/m - t/m
in case, e > 0 in case, e < 0
(applicable) (not applicable)
qa1
9
Pa1
Pa2 10 7
5.80 4.60
qa2 11
8
6 0.00
Pa3
1.20 12 4 5
Pw1 Pa4
1.20 0.00
1 2 3 Pp1 Pw2
1.20
HR 22.320
Fs = = = 2.15 > 2.00 OK !
SH 10.393
b)-2 with Uplift Pressure
Sliding force : SH = 10.393 ton
Resistance : HR = m x S W = 0.50 x 42.240 = 21.120 ton
(friction coefficient : m = 0.5 )
HR 21.120
Fs = = = 2.03 > 2.00 OK !
SH 10.393
SW 6xe
q1,2 = x (1 + )
B B
44.640 6x 0.453
2 2
q1 = x (1 + ) = 18.743 t/m < qa = 29.293 t/m OK !
4.00 4.00
44.640 6x 0.453
q2 = x (1 - ) = 3.577 t/m2 < qa = 29.293 t/m
2
OK !
4.00 4.00
2 2
3.577 t/m - t/m
2 2
18.743 t/m - t/m
in case, e > 0 in case, e < 0
(applicable) (not applicable)
10 7
5.80 Pa1 4.60
11
qa1 8
6 0.00
1.20 Pa2
12 4 5
Pw1
Pa3 1.20 0.00
1 2 3 Pp1 Pw2
1.20
Cos2(f-F-a)
Kae =
2
Sin(f+d) x Sin(f-b-F)
CosF x Cos2a x Cos(a+d+F) x 1+
Cos(a+d+F) x Cos(a-b)
2
Cos (f-F-a)= 0.885 Sin(f+d) = 0.707
CosF = 0.984 Sin(f-b-F) = 0.339
Cos2a = 1.000 Cos(a-b) = 1.000
Cos(a+d+F)= 0.905
Cos2(f-F+a)
Kpe =
2
Sin(f-d) x Sin(f+b-F)
CosF x Cos2a x Cos(a+d-F) x 1-
Cos(a+d-F) x Cos(a-b)
a = 0.000 o
d = 24.23 o
2
Cos (f-F+a)= 0.885 Sin(f-d) = 0.101
CosF = 0.984 Sin(f+b-F) = 0.339
Cos2a = 1.000 Cos(a-b) = 1.000
Cos(a+d-F)= 0.970
Kpe = 1.406
2xSW
q1' = = = - t/m2 qae = - t/m2
3 x (B/2-|e|)
2
1.233 t/m
2 2
21.087 t/m - t/m
in case, e > 0 and e < B/6 in case, e > 0 and B/6 < e < B/3
(applicable) (not applicable)
2
- t/m
2 2
- t/m - t/m
in case, e < 0 and |e| < B/6 in case, e < 0 and B/6 < |e| < B/3
(not applicable) (not applicable)
(a x c x Nc) = 0.000
(gsoil x z x Nq) = 35.880
2
qu = 87.880 t/m
2
qa = qu / 3 = 29.293 t/m (safety factor = 3 , normal condition)
2
qae = qu / 2 = 43.940 t/m (safety factor = 2 , seismic condition)
3. Structure Calculation
3.1 Normal Condition
qa1
Pa1
4.60 Pa2
A A 0.9
qa2
0.00 Pw1 Pa4 Pw2 0.00
Pa3 B B
0.00 qw2
qw1 qa4 qa3
1.20 1.20
a) Section A - A
h = 4.60 m
qa1 = Kha x q = 0.279 ton/m
qa2 = Kha x h x gsoil = 2.313 ton/m
b) Section B - B
(2) Footing
Case 1 (with vertical live load) Case 2 (without vertical live load)
q = 1.00 t/m2 q = 1.00 t/m2
4.60 4.60
4 4
0.00 D C 0.00 D C
0.00 0.00
1.20 1.20
3 1 3 1
D C D C
3.00 0.60 0.40 3.00 0.60 0.40
5
4 4
3 3 1
1
2 2 2 2
- t/m - t/m - t/m - t/m
2 2 2 2
- t/m - t/m - t/m - t/m
a) Section C - C
b) Section D - D
Pa1 1 2 3
4.60
4.60
A A
qa1
Pa2
0.00 Pw1 Pa3 Pw2 0.00
B B
0.00 qw2
qw1 qa3 qa2
1.20 1.20
a) Section A - A
h = 4.60 m
qa1 = Khae x h x gsoil = 3.463 t/m
No. Description Hae Y (from A-A) Hae x Y
1 0.500 x 4.600 x 0.000 x 2.400 x 0.180 0.000 1.533 0.000
2 4.600 x 0.500 x 2.400 x 0.180 0.994 2.300 2.285
3 0.500 x 4.600 x 0.500 x 2.400 x 0.180 0.497 1.533 0.762
Pa1 3.463 x 4.600 x 0.500 7.965 1.533 12.213
Total 9.455 15.260
(2) Footing
in case, e < B/6 in case, B/6 < e < B/3
4.60 4.60
4 4
0.00 D C 0.00 D C
0.00 0.00
1.20 1.20
3 1 3 1
D C D C
3.00 0.60 0.40 3.00 0.60 0.40
4 4
3 1 3 1
in case, e > 0 ande < B/6 in case, e > 0 and B/6 < e < B/3
5 6
2 2
2 2
1.233 t/m - t/m
2
16.124 t/m
2 2
19.102 t/m - t/m
2 2
21.087 t/m - t/m
in case, e < 0 and |e| < B/6 in case, e < 0 and B/6 < |e| < B/3
2
2 6
6
2 2 2 2
- t/m - t/m - t/m - t/m
2 2 2
- t/m - t/m - t/m
a) Section C - C
b) Section D - D
3. Structure Calculation
3.1 Normal Condition
qa1
Pa1
4.60 Pa2
A A 0.9
qa2
0.00 Pw1 Pa4 Pw2 0.00
Pa3 B B
0.00 qw2
qw1 qa4 qa3
1.20 1.20
a) Section A - A
h = 4.60 m
qa1 = Kha x q = 0.279 ton/m
qa2 = Kha x h x gsoil = 2.313 ton/m
b) Section B - B
(2) Footing
Case 1 (with vertical live load) Case 2 (without vertical live load)
q = 1.00 t/m2 q = 1.00 t/m2
4.60 4.60
4 4
0.00 D C 0.00 D C
E E
0.00 0.00
1.20 1.20
3 1 3 1
E D C E D C
3.00 0.60 0.40 3.00 0.60 0.40
5
4 4
3 3 1
1
2 2
6 6
2 2 2 2
- t/m - t/m - t/m - t/m
2 2 2 2
- t/m - t/m - t/m - t/m
a) Section C - C
c) Section E - E
Pa1 1 2 3
4.60
4.60
A A
qa1
Pa2
0.00 Pw1 Pa3 Pw2 0.00
B B
0.00 qw2
qw1 qa3 qa2
1.20 1.20
a) Section A - A
h = 4.60 m
qa1 = Khae x h x gsoil = 3.463 t/m
No. Description Hae Y (from A-A) Hae x Y
1 0.500 x 4.600 x 0.000 x 2.400 x 0.180 0.000 1.533 0.000
2 4.600 x 0.500 x 2.400 x 0.180 0.994 2.300 2.285
3 0.500 x 4.600 x 0.500 x 2.400 x 0.180 0.497 1.533 0.762
Pa1 3.463 x 4.600 x 0.500 7.965 1.533 12.213
Total 9.455 15.260
(2) Footing
in case, e < B/6 in case, B/6 < e < B/3
4.60 4.60
4 4
0.00 D C 0.00 D C
0.00 0.00
1.20 1.20
3 1 3 1
D C D C
3.00 0.60 0.40 3.00 0.60 0.40
4 4
3 1 3 1
in case, e > 0 ande < B/6 in case, e > 0 and B/6 < e < B/3
5 6
2 2
2 2
1.233 t/m - t/m
2
16.124 t/m
2 2
8.678 19.102 t/m - t/m
2 2
21.087 t/m - t/m
in case, e < 0 and |e| < B/6 in case, e < 0 and B/6 < |e| < B/3
2
2 6
6
2 2 2 2
- t/m - t/m - t/m - t/m
2 2 2
- t/m - t/m - t/m
a) Section C - C
b) Section E - E
El. +98.00
RETAINING WALL
ANCHOR
COVER (BETON
COVER (BETON)
GEOTEXTILE NON - WOVEN KLEM SLING
BASE PLATE
2
TIANG PANCANG PIPA BAJA DIA. 600 MM
1
BETON TUMBUK t= 10 cm
119.88
PASIR L = 11 m
D19-150
D19-150
D16-150
D19-200 D19-200
D19-200
D19
D16-150
16 D25
D19
D13-200
D19-150