ini kedalaman danau berkisar 0,2 meter s/d 0,8 meter. Dengan adanya penggalian
pasir besi dapat dipastikan kedalaman danau akan menjadi 7 hingga 8 meter. Hal
ini sangat membahayakan warga, dan debit air akan mengalami perubahan
struktur, ancaman terhadap kekeringan dan banjir yang mendadak akibat iklim
yang tidak menentu, merupakan ancaman utama bagi warga.
4. Abrasi Pantai
Harus diakui aktifitas pertambangan juga akan mempengaruhi struktur pantai
Way Hawang, ancaman akan meningkat khususnya pada saat air laut pasang dan
gelombang besar serta tinggi akan membuat bentuk pantai berubah. Kondisi ini
diakui oleh perusahaan sulit dipulihkan karena membutuhkan biaya besar.
Masyarakat yang terkena dampak langsung adalah Desa Sukamenanti dan Desa
Way Hawang. Lamanya dampak akan terjadi selama perusahaan masih
beroperasi hingga pada tahap pasca operasi tambang. (UPL 2008: IV-3)
Hasil analisa dalam laporan UPL dikatakan, kegiatan tambang pasir besi PT. Selo
Moro Banyu Arto berdampak negative terhadap morfologi lahan karena dapat
menimbulkan dampak turunan berupa abrasi yang merugikan masyarakat. (UPL
2008: IV-4)
5. Menurunnya Kualitas Air
Kegiatan pertambangan dipastikan akan mengurangi kualitas air tanah (sumur)
dan kualitas air permukaan Danau Kembar dan Air Way Hawang pengolaan pasir
besi membutuhkan banyak air untuk diolah di Magnetic Separator, yang
menghasilkan pasir besi dan limbah dengan kapasitas air 225 m3/ jam. Limbah
dari pengolaan ini tentu akan mempengaruhi kadar air yang ada di sekitar
pemukiman warga. Sumber negatif lainnya adalah pengoperasian bengkel.
Perawatan alat berat tambang pasir besi dipastikan akan menghasilkan pelumas
bekas sebanyak 58,49 liter per hari. Sisa oli bekas ini jika tidak dikelola dengan
baik akan dapat mencemari danau kembar dan sumur warga, serta air laut di
lingkungan tambang. Hal ini terbukti dibanyak pertambangan yang dengan
ceroboh membuang begitu saja pelumas bekas mereka ke sungai atau
berceceran di tanah.
6. Kerusakan Jalan
Jalur angkut perusahaan meliputi jalan Raya Desa Sukamenanti Desa Way
Hawang hingga Pelabuhan Linau. Jalan ini merupakan jalan negara dengan
spesifikasi III A atau dapat dilalui kendaraan dengan muatan maksimal 8 ton. Pada
tahap pengoperasian tambang setiap hari direncanakan 1500 2000 ton pasir
besi diangkut menggunakan truck penganggkut dengan kapasitas 20 ton per unit.
Kondisi ini akan dapat merusak jalan di sepanjang route pengangkutan sebab,
maksimal berat jalan route tersebut adalah 10 ton.
7. Aspek biologi
Kegiatan penambangan dipastikan merubah tipe vegetasi seluas 46,03 hektar
(total) dari vegetasi daratan seluas 16,02 hektar dan perairan Danau Kembar
seluas 30,01 hektar kehilangan vegetasi penutup dipastikan akan menimbulkan
abrasi. Disamping itu pendapatan masyarakat dari berkebun, seperti kelapa,
kelapa sawit, tanaman padi juga ikut hilang.
8. Biota Air
Dampak terhadap biota air merupakan dampak tak langsung akibat kegiatan
tambang pasir besi. Sumber dampak berasal dari perubahan kulitas air akibat
limbah pengolahan pasir. Sumber lainnya adalah karena tirisan penumpukan
pasir besi, air limbah bekas pelumas dari kegiatan bengkel. Indeks
keanekaragaman Danau Kembar akan menurun dari kondisi awal 0,8 s/d 2, 48
untuk plankton dan 1,90 s/d 2,98 untuk biota benthos. Kondisi ini akan
menurunkan jumlah ikan, udang, kepiting, yang merupakan mata pencaharian
tambahan bagi masyarakat selain bertani. Lama dampak berlangsung selama 15
s/d 18 tahun.
9. Pendapatan Masyarakat
Perusahaan mengklaim aktifitas pertambangan mereka dapat merekrut tenaga
kerja dari warga lokal, selanjutnya masyarakat sekitar tambang dapat membuka
warung dan sebagainya. Namun, perlu diingat sedikit sekali, jika tidak mau
dikatakan tidak ada, warga setempat yang memiliki keahlian di bidang
pertambangan artinya, mereka akan dijadikan buruh kasar saja, yang sewaktuwaktu dapat mereka PHK dengan beragam alasan. Selain itu, proses ini akan
membuat masyarakat meninggalkan profesi asal mereka yang mungkin awalnya
petani, nelayan, menjadi pekerja buruh di perusahaan yang biasanya mereka
tidak memiliki posisi tawar tinggi. Ini banyak terjadi di pertambanganpertambangan lain.
Reaksi air asam tambang (Acid Mine Drainage/AMD) berdampak secara langsung
terhadap kualitas tanah dan air karena pH menurun sangat tajam. Menurunnya,
pH tanah akan mengganggu keseimbangan unsur hara pada lahan tersebut,
unsur hara makro menjadi tidak tersedia karena terikat oleh logam sedangkan
unsur hara mikro kelarutannya meningkat (Tan, 1993 dalam Widyati, 2010).
Menurut Hards and Higgins (2004) dalam Widyati (2010) turunnya pH secara
drastis akan meningkatkan kelarutan logam-logam berat pada lingkungan
tersebut.
Dampak yang dirasakan akibat AMD tersebut bagi perusahaan adalah alat-alat
yang terbuat dari besi atau baja menjadi sangat cepat terkorosi sehingga
menyebabkan inefisiensi baik pada kegiatan pengadaan maupun pemeliharaan
alat-alat berat. Terhadap makhluk hidup, AMD dapat mengganggu kehidupan flora
dan fauna pada lahan bekas tambang maupun hidupan yang berada di sepanjang
aliran sungai yang terkena dampak dari aktivitas pertambangan. Hal ini
menyebabkan kegiatan revegetasi lahan bekas tambang menjadi sangat mahal
dengan hasil yang kurang memuaskan. Disamping itu, kualitas air yang ada dapat
mengganggu kesehatan manusia.
Luas permukaan daratan Indonesia yang telah diijinkan untuk kegiatan
pertambangan relatif kecil (1,336 juta ha atau 0,7% dari area daratan total), dan
bahkan luas total areal penambangan yang masih aktif dan yang sudah selesai
ditambang lebih kecil lagi (36.743 ha, atau 0,019% dari area daratan total)
(Anonim, 2006). Sekalipun areal total yang terusik secara nasional relatif kecil,
kebanyakan kegiatan penambangan menerapkan teknik penambangan di
permukaan (surface mining) yang dengan sendirinya mengakibatkan usikan
terhadap lansekap setempat; areal areal vegetasi yang ada dan habitat fauna
menjadi rusak, dan pemindahan lapisan atas tanah yang menutupi cadangan
mineral menghasilkan perubahan yang tegas dalam topografi, hidrologi, dan
kestabilan lansekap. Apabila pengelolaan lingkungan tidak efektif, pengaruh lokal
(on-site) ini dapat mengakibatkan usikan lanjutan di luar areal penambangan (offsite), yang bersumber dari erosi air dan angin terhadap sisa galian yang belum
terstabilkan atau bahan sisa yang berasal dari pengolahan mineral. Pengaruhpengaruh ini dapat pula meliputi sedimentasi sungai-sungai, dan penurunan
kualitas air akibat meningkatnya salinitas, keasaman, dan muatan unsur-unsur
beracun dalam air sungai tersebut.
1.3 Definisi Bioremediasi
Bioremediasi merupakan penggunaan mikroorganisme untuk mengurangi
polutan di lingkungan. Saat bioremediasi terjadi, enzim-enzim yang diproduksi
oleh mikroorganisme memodifikasi polutan beracun dengan mengubah struktur
kimia polutan tersebut, sebuah peristiwa yang disebut biotransformasi. Pada
banyak kasus, biotransformasi berujung pada biodegradasi, dimana polutan
beracun terdegradasi, strukturnya menjadi tidak kompleks, dan akhirnya menjadi
metabolit yang tidak berbahaya dan tidak beracun (Wikipedia, 2010).
Menurut Anonim (2010) menyatakan bahwa bioremediasi adalah proses
pembersihan pencemaran tanah dengan menggunakan mikroorganisme (jamur,
bakteri). Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau mendegradasi zat
pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbon
dioksida dan air).
Bioremediasi pada lahan terkontaminasi logam berat didefinisikan sebagai
proses membersihkan (clean up) lahan dari bahan-bahan pencemar (pollutant)
secara biologi atau dengan menggunakan organisme hidup, baik mikroorganisme
(mikrofauna dan mikroflora) maupun makroorganisme (tumbuhan) (Onrizal, 2005).
Sejak tahun 1900an, orang-orang sudah menggunakan mikroorganisme untuk
mengolah air pada saluran air. Saat ini, bioremediasi telah berkembang pada
perawatan limbah buangan yang berbahaya (senyawa-senyawa kimia yang sulit
untuk didegradasi), yang biasanya dihubungkan dengan kegiatan industri. Yang
termasuk dalam polutan-polutan ini antara lain logam-logam berat, petroleum
hidrokarbon, dan senyawa-senyawa organik terhalogenasi seperti pestisida,
herbisida, dan lain-lain. Banyak aplikasi-aplikasi baru menggunakan
mikroorganisme untuk mengurangi polutan yang sedang diujicobakan. Bidang
bioremediasi saat ini telah didukung oleh pengetahuan yang lebih baik mengenai
bagaimana polutan dapat didegradasi oleh mikroorganisme, identifikasi jenisjenis mikroba yang baru dan bermanfaat, dan kemampuan untuk meningkatkan
bioremediasi melalui teknologi genetik. Teknologi genetik molekular sangat
penting untuk mengidentifikasi gen-gen yang mengkode enzim yang terkait pada
bioremediasi. Karakterisasi dari gen-gen yang bersangkutan dapat meningkatkan
pemahaman kita tentang bagaimana mikroba-mikroba memodifikasi polutan
beracun menjadi tidak berbahaya.
Strain atau jenis mikroba rekombinan yang diciptakan di laboratorium dapat lebih
efisien dalam mengurangi polutan. Mikroorganisme rekombinan yang diciptakan
dan pertama kali dipatenkan adalah bakteri pemakan minyak. Bakteri ini dapat
mengoksidasi senyawa hidrokarbon yang umumnya ditemukan pada minyak
bumi. Bakteri tersebut tumbuh lebih cepat jika dibandingkan bakteri-bakteri jenis
lain yang alami atau bukan yang diciptakan di laboratorium yang telah
diujicobakan. Akan tetapi, penemuan tersebut belum berhasil dikomersialkan
karena strain rekombinan ini hanya dapat mengurai komponen berbahaya dengan
jumlah yang terbatas. Strain inipun belum mampu untuk mendegradasi
komponen-komponen molekular yang lebih berat yang cenderung bertahan di
lingkungan.
1.4 Jenis Bioremediasi
Jenis-jenis bioremediasi adalah sebagai berikut:
Biostimulasi
Nutrien dan oksigen, dalam bentuk cair atau gas, ditambahkan ke dalam air atau
tanah yang tercemar untuk memperkuat pertumbuhan dan aktivitas bakteri
remediasi yang telah ada di dalam air atau tanah tersebut.
Bioaugmentasi
Mikroorganisme yang dapat membantu membersihkan kontaminan tertentu
ditambahkan ke dalam air atau tanah yang tercemar. Cara ini yang paling sering
digunakan dalam menghilangkan kontaminasi di suatu tempat. Namun ada
beberapa hambatan yang ditemui ketika cara ini digunakan. Sangat sulit untuk
mengontrol kondisi situs yang tercemar agar mikroorganisme dapat berkembang
dengan optimal. Para ilmuwan belum sepenuhnya mengerti seluruh mekanisme
(AMD). Teknologi yang diterapkan baik yang berdasarkan prinsip kimia maupun
biologi belum memberikan hasil yang dapat mengatasi AMD secara menyeluruh.
Teknik yang didasarkan atas prinsip-prinsip kimia, misalnya pengapuran,
meskipun memerlukan biaya yang mahal akan tetapi hasilnya hanya dapat
meningkatkan pH dan bersifat sementara. Teknik pembuatan saluran anoksik
(anoxic lime drain) yang menggabungkan antara prinsip fisika dan kimia juga
sangat mahal dan hasilnya belum menggembirakan. Teknik bioremediasi dengan
memanfaatkan bakteri pereduksi sulfat memberikan hasil yang cukup
menggembirakan. Hasil seleksi Widyati (2007) dalam Widyati (2010) menunjukkan
bahwa BPS dapat meningkatkan pH dari 2,8 menjadi 7,1 pada air asam tambang
Galian Pit Timur dalam waktu 2 hari dan menurunkan Fe dan Mn dengan efisiensi
> 80% dalam waktu 10 hari.
Namun demikian, penelitian-penelitian tersebut dilakukan pada air sedangkan
sumber-sumber yang menjadi pangkal terjadinya AMD belum tersentuh. Hal yang
sangat penting sesungguhnya adalah upaya pencegahan terbentuknya AMD.
Bagaimana mencegah kontak mineral sulfide dengan oksigen dan menghambat
pertumbuhan bakteri pengoksidasi sulfur (BOS) adalah hal yang paling
menentukan dalam menangani AMD. Bakteri ini tergolong kemo-ototrof, sehingga
penambahan bahan organik akan membunuh mikrob tersebut. Bagaimana
menyediakan bahan organik pada lahan yang begitu luas? Penanaman lahan
yang baik adalah jawaban yang tepat. Bagaimana melakukan penanaman pada
lahan yang begitu berat? Jawaban yang tepat juga penambahan bahan organik.
Sebab bahan organik dapat berperan sebagai buffer sehingga dapat
meningkatkan pH, sebagai sumber unsur hara, dapat meningkatkan water holding
capacity, meningkatkan KTK dan dapat mengkelat logam-logam (Stevenson, 1997
dalam Widyati, 2010) yang banyak terdapat pada lahan bekas tambang.
Revegetasi pada lahan bekas tambang yang berhasil dengan baik akan memasok
bahan organik ke dalam tanah baik melalui produksi serasah maupun eksudat
akar.
2.2 Bakteri Thiobacillus Ferrooxidans Sebagai Penanganan Limbah
Penambangan pasir besi
Kelompok bahan galian metalliferous antara lain adalah emas, besi, tembaga,
timbal, seng, timah, mangan. Sedangkan bahan galian nonmetalliferous terdiri
dari batubara, kwarsa, bauksit, trona, borak, asbes, talk, feldspar dan batuan
pospat. Bahan galian untuk bahan bangunan dan batuan ornamen termasuk
didalamnya slate, marmer, kapur, traprock, travertine, dan granite.
Perkembangan teknologi pengolahan menyebabkan ekstraksi bijih kadar rendah
menjadi lebih ekonomis, sehingga semakin luas dan dalam lapisan bumi yang
harus di gali. Hal ini menyebabkan kegiatan tambang menimbulkan dampak
lingkungan yang sangat besar dan bersifat penting.
Alternatif yang paling aman dan ramah terhadap lingkungan untuk desulfurisasi
Mikoriza juga dapat melindungi tanaman dari ekses unsur tertentu yang bersifat
racun seperti logam berat (Killham, 1994 dalam Madjid dan Novriani : 2009).
Mekanisme perlindungan terhadap logam berat dan unsur beracun yang
diberikan mikoriza dapat melalui efek filtrasi, menonaktifkan secara kimiawi atau
penimbunan unsur tersebut dalam hifa cendawan. Khan (1993) dalam Madjid dan
Novriani (2009) menyatakan bahwa vesikel arbuskular mikoriza (VAM) dapat
terjadi secara alami pada tanaman pioner di lahan buangan limbah industri,
tailing tambang batubara, atau lahan terpolusi lainnya. Inokulasi dengan inokulan
yang cocok dapat mempercepat usaha penghijauan kembali tanah tercemar
unsur toksik.
2.6 Upaya Pencegahan Dan Penanggulangan Terhadap Dampak Yang Ditimbulkan
Oleh Penambangan Pasir Besi
Upaya pencegahan dan penanggulangan terhadap dampak yang ditimbulkan oleh
penambang pasir dapat ditempuh dengan beberapa pendekatan, untuk dilakukan
tindakan-tindakan tertentu sebagai berikut :
1. Pendekatan teknologi, dengan orientasi teknologi preventif (control/protective)
yaitu pengembangan sarana jalan/jalur khusus untuk pengangkutan pasir besi
sehingga akan mengurangi keruwetan masalah transportasi. Pejalan kaki
(pedestrian) akan terhindar dari ruang udara yang kotor. Menggunakan masker
debu (dust masker) agar meminimalkan risiko terpapar/terekspose oleh pasir
(coal dust).
2. Pendekatan lingkungan yang ditujukan bagi penataan lingkungan sehingga
akan terhindar dari kerugian yang ditimbulkan akibat kerusakan lingkungan.
Upaya reklamasi dan penghijauan kembali bekas penambangan pasir besi dapat
mencegah perkembangbiakan nyamuk malaria. Dikhawatirkan bekas
lubang/kawah pasir besi dapat menjadi tempat perindukan nyamuk (breeding
place). Penanaman bakau dan mangrove secara terpadu untuk mencegah
terjadinya abrasi pantai.
3. Pendekatan administratif yang mengikat semua pihak dalam kegiatan
pengusahaan penambangan pasir besi tersebut untuk mematuhi ketentuanketentuan yang berlaku (law enforcement)
4. Pendekatan edukatif, kepada masyarakat yang dilakukan serta dikembangkan
untuk membina dan memberikan penyuluhan/penerangan terus menerus
memotivasi perubahan perilaku dan membangkitkan kesadaran untuk ikut
memelihara kelestarian lingkungan.
III. KESIMPULAN
Setiap kegiatan pastilah menghasilkan suatu akibat, begitu juga dengan kegiatan
eksploitasi bahan tambang, pastilah membawa dampak yang jelas terhadap
Makalah ini mempunyai latar belakang masalah tentang proses penambangan pasir
eksploitasi terhadap bahan galian seperti pasir, maka akan menimbulkan dampak
terhadap lingkungan, baik yang bersifat positif maupun bersifat negatif.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka
penulis membatasi masalah dengan tujuan untuk memudahkan dalam penulisan
makalah. Adapun masalah dalam makalah ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.
2.
Bagaimanakah dampak positif maupun dampak negatif yang ditimbulkan dari adanya
eksploitasi pasir di Desa Cikeusik Kecamatan Sukahaji Kabupaten Majalengka?
2.
Untuk mengetahui dampak positif maupun dampak negatif yang ditimbulkan dari
adanya eksploitasi pasir di Desa Cikeusik Kecamatan Sukahaji Kabupaten Majalengka.
Kegunaan yang dapat diambil dari penulisan makalah ini adalah:
1.
Untuk menambah wawasan dan konsep keilmuan mengenai kajian tentang kegiatan
eksploitasi pasir dan dampaknya terhadap lingkungan di Desa Cikeusik Kecamatan
Sukahaji Kabupaten Majalengka.
2.
Secara teoritis kegunaan makalah ini akan berguna untuk perkembangan ilmu
pengetahuaan dalam kajian lingkungan khususnya mengenai ekploitasi pasir dan
namun juga alam sekitar menjadi tertata lebih baik, dengan kelengkapan
infrastrukturnya. Karena itu, kegiatan penambangan dapat menjadi daya tarik,
sehingga penduduk banyak yang berpindah mendekati lokasi penambangan
tersebut. Sering pula dikatakan bahwa kegiatan penambangan telah menjadi
lokomotif pembangunan didaerah tersebut.
A.
1.
Tahap Persiapan
Tahap persiapan biasanya didahului dengan kegiatan pengangkutan berbagai
jenis peralatan tambang, dan selanjutnya adalah pembuatan/pembukaan jalan untuk
proses pengangkutan. Dalam hal pengangkutan peralatan tambang yang perlu
diperhatikan adalah jalan yang akan dilalui. Hal ini perlu diperhitungkan secara matang
agar tidak terjadi dampak negatif terhadap lingkungan di sepanjang jalan yang akan
dilalui, baik terhadap manusia maupun fisik alam itu sendiri.
Pada tahap ini dilakukan pengamatan, dimana saja biasanya pasir akan
terkumpul banyak, maka setelah diketahui lokasinya, maka masyarakat akan langsung
melakukan penggalian.
2.
Tahap Eksploitasi/Penggalian
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini utamanya berupa
penambangan/penggalian pasir. Bahan tambang yang terdapat di daerah perbukitan,
walaupun jenisnya sama, misalnya pasir, teknik penambangannya akan berbeda
dengan deposit pasir yang terdapat di daerah pedataran, apalagi yang terdapat di
dalam alur sungai. pada tahap eksploitasi dalam kaitannya dengan pengelolaan
pertambangan yang berwawasan lingkungan.
Penggalian biasanya dilakukan dengan alat pengeruk yang sederhana, namun,
sekali-kali apabila kedaan sungai kering biasanya alat berat seperti beko bisa langsung
masuk ke lokasi penambangan.
3.
Pengangkutan
Pada tahap ini yang perlu diperhatikan adalah ketika alat-alat berat mulai masuk
ke lokasi penambangan untuk mengangkut pasir. Pengangkutan pasir ini biasanya
dilakukan dengan menggunakan truk, untuk mencapai kawasan penambangan secara
mudah, maka dilakukan pembukaan jalan dengan menebang pohon-pohon disekitar
kawasan penambangan, sehingga lingkungan menjadi gersang dan berdebu.
B.
sebagai kegiatan yang dapat merubah permukaan bumi. Karena itu, penambangan
sering dikaitkan dengan kerusakan lingkungan. Walaupun pernyataan ini tidak
selamanya benar, patut diakui bahwa banyak sekali kegiatan penambangan yang dapat
menimbulkan kerusakan di tempat penambangannya.
Akan tetapi, perlu diingat pula bahwa dilain pihak kualitas lingkungan di tempat
penambangan meningkat dengan tajam. Bukan saja menyangkut kualitas hidup
manusia yang berada di lingkungan tempat penambangan itu, namun juga alam sekitar
menjadi tertata lebih baik, dengan kelengkapan infrastrukturnya. Karena itu kegiatan
penambangan dapat menjadi daya tarik, sehingga penduduk banyak yang berpindah
mendekati lokasi penambangan tersebut.
Dampak penambangan pasir ini, mengakibatkan dampak positif dan dampak
negatif terhadap kondisi lingkungan, dampak positif diantaranya dapat meningkatkan
pendapatan masyarakat setempat dan membuka lapangan pekerjaan, sedangkan
dampak negatifnya terdiri dari meningkatnya polusi udara, dan kerusakan pada tanggul
sungai.
1.
Dampak Positif
a.
b.
2.
Dampak Negatif
a.
b.
Peningkatan kebisingan
Peningkatan kebisingan diakibatkan oleh aktivitas kendaraan truk, padahal
sebelum adanya penambangan pasir suasana dilokasi tersebut jauh dari kebisingan,
dan masyarakat masih dapat menghirup udara segar karena arus lalau lintas yang tidak
begitu ramai. Sama halnya dengan hewan - hewan yang sebelumnya berada di sekitar
tempat penambanagn, hewan tersebut mati karena kehabisan bahan makan yang.
Sebagian hewan ada yang melarikan diri mencari tempat baru untuk mencari makanan
demi mempertahankan keturunan dan juga kelangsungan hidupnya
c.
d.
Rusaknya Jalan
Para penambang yang telah mendapatkan pasir biasanya meggunakan alat atau
mesin mesin berat seperti mobil pengangkut. Mobil yang mengangkut pasir tersebut
tentu menggunakan alternatif jalan raya yang tentunya akan membuat jalan raya
semakin rusak di karenakan berat beban pada kendaraan angkut tersebut melebihi
kapasitas yang di tentukan. Selain itu juga pengankutan bobot beban yang berlebihan
dapat menimbulkan kecelakaan lalu lintas terutama di jalur utama. Kendaraan yang
melintas di jalur utama biasa menggunakan kecepatan diatas 60 km/jam untuk
menempuh waktu yang di targetkan. Itulah kenapa di jalan utama kendaraan tidak di
izinkan untuk membawa beban yang melebihi kapasitas seperti truk pembawa pasir.
Selain itu juga kendaraan yang membawa beban berat bisa menimbulkan kemacetan
yang cukup parah.
Simpulan
Dalam bagian ini akan membahas kesimpulan dari hasil pembahasan mengenai
proses penmbangan pasir dan dampaknya terhadap kondisi lingkungan di Desa
Cikeusik Kecamatan Sukahaji Kabupaten Majalengka.
1.
2.
Dampak penambangan pasir ini, mengakibatkan dampak positif dan dampak negatif
terhadap kondisi lingkungan, dampak positif diantaranya dapat meningkatkan
pendapatan masyarakat setempat dan membuka lapangan pekerjaan, sedangkan
dampak negatifnya yaitu meningkatnya polusi udara, peningkatan kebisingan, dan
penurunan kualitas air.
B.
Saran
1.
Pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan sebaiknya tidak boleh hanya untuk
kesejahteraan generasi sekarang, melainkan juga untuk kesejahteraan generasi
mendatang. Oleh karena itu, kelestarian sumber daya alam dan lingkungan harus tetap
diperhatikan.
2.