Anda di halaman 1dari 26

NASKAH AKADEMIK

RANCANGAN UNDANG-UNDANG

TENTANG

PENGATURAN MASALAH SAMPAH PLASTIK

DISUSUN OLEH :

Sarah Yunita Tumanggor

170710101046

FAKULTAS HUKUM

2019
Kata Pengantar

Dengan, Memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa , yang telah melimpahkan
rahmat, kesehatan, dan akal budi kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan naskah
akademik tentang Pembatasan Pengunaan Plastik.

Naskah akademik ini disusun sebagai Ujian Akhir Semester Ganjil 2018/2019. Dengan menilik
berbagai permasalahan di Indonesia yang menitikberatkan pada pengunaan sampah plastic di
Indonesia. Saya menyadari bahwa bumi telah mencapai pada hamper batasnya dimana
pengunaan plastic yang semakin meningkat dimasyarakat, mengingat bahwa plastic merupakan
suatu bahan yang tidak mudah terurai. Penguraian barang berbahan plastic sangat sulit untuk
diuraikan dan membutuhkan waktu hinga beratus atau sampai beribu tahun lamanya. Terlepas
dari semua itu, Saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan
kalimat maupun tata bahasanya.

Akhir kata saya berharap semoga naskah akademik tentang Pembatasan Pengunaan plastic ini
dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Jember, Juni 2016

Penyusun
Daftar Isi

KATA PENGANTAR……………………………………………………….. 3

DAFTAR ISI………………………………………………………………… 4

BAB 1 PENDAHULUAN………………………………………………….. 5

A. LATAR BELAKANG……………..………………………………………..5

B. SASARAN………………………………………………………………….6

C. IDENTIFIKASI MASALAH ……………………………………………..6

D. TUJUAN DAN KEGUNAAN PENYUSUNAN NASKAH AKADEMIK 7

E. METODE PENELITIAN…………………………………………… 8

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS ……………………..11

BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN


TERKAIT ……………………………………………………………………..19

A. KONDISI HUKUM DAN STATUS HUKUM YANG ADA…………….. 19

B. KETERKAITAN DENGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN LAIN21

BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS…………….. 23

A. LANDASAN FILOSOFIS ………………………………………………………23

B. LANDASAN SOSIOLOGIS DAN LANDASAN YURIDIS………………… 23

BAB V JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP MATERI


MUATAN DAERAH……………………………………………………………….. 25

A. KETENTUAN UMUM……………………………………………………… 25

B. MATERI YANG AKAN DIATUR ………………………………………………26

BAB VI PENUTUP……………………………………………………………………….. 33

A. KESIMPULAN……………………………………………………………….. 33

B. SARAN……………………………………………………………………… 34
BAB I

PENDAHULUAN

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyebutkan, Indonesia merupakan


penyumbang sampah plastik terbesar kedua di dunia yang dibuang ke laut.Tingkatan pengunaan
plastik yang sangat besar oleh masyarakat Indonesia yang begitu besar membuat Indonesia
berada dalam posisi teratas dalam penyumbang sampah plastik.diketahui pula bahwa plastik
merupakan bahan yang susah terurai. Untuk menguraikan plastik membutuhkan sekitar seratus
tahun atau ribuan tahun lamanya.sehingga dalam proses penguraian nya yang begitu lama,
sedangkan intensitas pengunaan yang tinggi akan membuat lingkungan tercemar.

Menyadari keaadaan tersebut,yang membawa dampak begitu besar terhadap


lingkungan.Sampah plastik di Indonesia mencapai 64 juta ton/tahun dimana sebanyak 3,2 juta
ton merupakan sampah plastik yang dibuang ke laut. " Sampah plastik yang masuk ke laut dapat
terbelah menjadi partikel-partikel kecil yang disebut microplastics dengan ukuran 0,3 – 5
milimeter. Microplastics ini sangat mudah dikonsumsi oleh hewan-hewan laut. Yang dimana
dengan keadaan tersebut maka hewan-hewan laut akan tercemar dan bahkan bisa mati karena
microplastics tersebut.

Kota-kota didunia menghasilkan sampah plastik hingga 1.3 miliar ton setiap tahun
.Menurut perkiraan Bank Dunia jumlah ini bertambah hingga 2.2 miliar ton pada tahun
2025,selama lebih dari 50 tahun,produksi dan konsumsi plastik global terus
meningkat.Diperkirakan 299 juta tahun ton plastik diproduksi pada 2013. Ini mneghasilkan
masalah lingkungan hidup yang sangat serius bagi kita masyarakat Indonesia.

Angka tersebut menegaskan kecenderungan volume sampah dari plastik dalam beberapa
tahun terakhir.Sebagaimana dilaporkan studi Wroldwatch Institute,pemakaian produk plastik
global di seluruh dunia diperkirakan mencapai 260 juta ton pada tahun 2008. Menurut laporan
Global Industry Analysis tahun 2012,pemakaian produk plastik di dunia mencapai sekitar 297
juta ton pada akhir 2015,Plastik juga menjadi salah satu penyebab pencemaran tanah di
perkotaan.

Tidak ada data akurat tentang jumlah pencemaran sampah plastik di Indonesia,walaupun
terdapat beberapa perkiraan yang masing-masing memiliki perbedaan angka yang berbeda pada
setiap penelitian dan penghitungan data.

Banyak cara yang telah dicoba dalam mengatasi permasalahan yang terjadi
diatas,diantaranya Indonesia juga gencar mengkampanyekan pengurangan kemasan berbahan
plastik. Dari pemerintah pusat, daerah, lembaga swasta hingga produsen telah mengupayakan
beragam cara agar volume sampah plastik nasional bisa ditekan. Beberapa daerah di Indonesia
kini gencar memerangi penggunaan kemasan plastik dengan membuat berbagai peraturan.
Mengawali tahun 2019 provinsi seperti Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur dan lainnya telah
melarang penggunaan kantong plastik sekali pakai.

Kepedulian akan masalah sampah plastik juga ditunjukan Aqua lewat produknya. Efektif
tahun ini, Aqua menghadirkan produk 1,1 liter dengan botol ramah lingkungan yang 100 persen
bahan hasil daur ulang. Kemasannya juga dapat kembali didaur ulang sehingga sangat efisien,
tanpa tanpa label dan tanpa motif tambahan. Upaya Aqua tersebut menjadi inovasi pertama di
Indonesia dan sejalan dengan konsep ekonomi sirkuler yang tengah digalakkan perusahaan dunia
demi mengurangi limbah plastik. Mengingat dampak sampah plastik yang sangat membahayakan
bagi lingkungan, maka tak mengherankan banyak negara berlomba melakukan inovasi demi
mengurangi penggunaan kemasan berbahan plastik, sebagai cara mengurangi sampah plastik. Ke
depannya, bukan tidak mungkin akan muncul inovasi baru sebagai solusi untuk masyarakat agar
bijak berplastik.

SASARAN

Tahap Persiapan : Mapping kerangka sumber informasi dan perolehan data serta perencanaan
analisis.

Tahap Survei : Studi literatur teori dan aturan yang sudah ada.

Tahap Analisis Data : hasil data; penyelenggaraan bidang jalan; bidang sarana dan prasarana;
jumlah kendaraan bermotor pribadi, dan bidang registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor
pribadi, pengemudi, penegak hukum, operasional manajemen, dan rekayasa lalu lintas, serta
pendidikan berlalu lintas.

IDENTIFIKASI MASALAH

Sampah merupakan hasil dari kegiatan manusia sehari-hari baik langsung maupun tidak
langsung dan perlu dilakukan pengelolaan dan pengolahan secara maksimal agar tidak
menimbulkan dampak yang serius bagi lingkungan. Pengelolaan dan pengolahan sampah perlu
dilakukan mulai dari timbunan sampah sampai ke tempat pembuangan akhir.

Dihitung dari prosentase jumlah sampah plastik yang tidak diolah, Indonesia termasuk
yang paling tinggi di dunia. Sebanyak 87 persen dari 3,8 juta ton sampah plastik yang dibuang
setiap tahun mendarat di laut. Artinya setiap penduduk pesisir Indonesia bertanggungjawab atas
17,2 kilogram sampah plastik yang mengapung dan meracuni satwa laut.

Menurut, Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Beracun Berbahaya
(B3) Rosa Vivien Ratnawati mengatakan proyeksi volume sampah rumah tangga dan sejenis
sampah rumah tangga pada 2018 mencapai 66,5 juta ton. 

Jenis wadah yang digunakan oleh penduduk di daerah pemukiman dengan pola
pewadahan secara sendiri-sendiri adalah menggunakan wadah yang terbuat dari kantong plastik
hingga karet ban bekas. Wadah yang digunakan di daerah komersil dan tempat umum adalah
terbuat dari tong, tumpukan bata, dan kontainer kecil, sedangkan di daerah perkantoran terbuat
dari tumpukan bata. Keseluruhan wadah digunakan sebagai wadah sampah campuran antara
bahan organik dan anorganik.

Dengan jumlah sampah di pasar tradisional, kawasan perdagangan, dan ditambah lagi
dengan tumpukan sampah di tempat lainnya (seperti di TPS), maka diperlukan armada
kendaraan, alat berat, dan tenaga/petugas yang memadai untuk mengangkut sampah-sampah
tersebut.

Dari puluhan sampai ratusan meter kubik (M3) sampah yang dihasilkan setiap harinya,
sebagian kecil juga terbantu dari pelaku usaha yaitu melalui aktivitas pemulung atau pengumpul
barang-barang bekas, baik yang dilakukan secara perorangan maupun yang terkoordinir,
kemudian ada penampungnya atau dijual ke tempat penampungan. Adapun aktivitas yang
dilakukan oleh pelaku usaha di bidang pengumpulan barang bekas atau dalam hubungannya
dengan penanggulangan sampah adalah:

A. Memilah/memilih barang-barang yang berada ditumpukan sampah yang masih


dapat dipergunakan atau didaur ulang.
B. Melakukan pembelian dari rumah ke rumah barang-barang yang tidak
dipergunakan lagi oleh masyarakat tetapi masih bisa dipergunakan untuk
lainnya/didaur ulang.
C. Menghimpun pemulung untuk mengumpulkan/mencarai barang-barang yang
masih bisa dipergunakan atau di daur ulang seperti, besi, logam, bahan plastik,
kardus, kertas, dan lain-lain.

Berdasarkan data di atas terlihat bahwa peran pelaku usaha dalam penanggulangan
sampah adalah dengan mengumpulkan barang-barang bekas yang bisa didaur ulang atau yang
masih dapat dipergunakan sebagai bahan untuk berbagai kegiatan lainnya.

Dampak langsung dari kegiatan pelaku usaha terhadap penanggulangan masalah sampah
adalah berkurangnya jumlah sampah terutama di TPS atau tempat-tempat penumpukan sampah.
Namun ada hal menarik yang dilakukan oleh pelaku usaha seperti tersebut di atas, yaitu
dengan melakukan pembelian dari rumah ke rumah barang-barang yang tidak dipergunakan lagi
oleh masyarakat tetapi masih bisa dipergunakan untuk lainnya/didaur ulang. Hal ini berarti
bahwa sampah/barang-barang bekas tersebut belum sempat dibuang oleh masyarakat ke tempat
sampah sudah diambil/dibeli oleh pelaku usaha tersebut. Dengan berbagai kondisi yang ada saat
ini mengenai permasalahan sampah, maka pemerintah merubah sistem pengelolaan sampah yang
dari End of Pipe System, yaitu pengelolaan sampah ketika sudah berada pada akhir
keberadaannya (TPA), menjadi From Cradle to the Grave, yaitu pengelolaan sampah sejak dari
sumber hingga berada di tempat akhir. Lebih lanjut dapat dikemukan perbedaan pengelolaan
sampah yang lama dengan sistem yang baru sebagai berikut:

Pola yang lama:

1. Kumpul dari sumber dan/atau TPS.


2. Angkut dari sumber dan/atau TPS ke TPA.
3. Timbun di TPA.
4. Lupakan.
5. Pola yang baru berdasarkan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008:
6. Batasi sejak dari sumber.
7. Pilah dan olah di sumber dan/atau di TPS untuk dimanfaatkan.
8. Kumpul dari sumber dan TPS secara terpilah.
9. Angkut dari sumber dan TPS ke tempat pengolahan, TPST, atau TPA secara terpilah.
10. Olah di tempat pengolahan dan/atau di TPST untuk dimanfaatkan.
11. Sampah di TPA harus diproses agar aman bagi lingkungan.

Di era otonomi daerah dengan Undang-Undang 32 Tahun 2004 beserta berbagai peraturan
pelaksananya yang lebih menekankan peningkatan pelayanan kepada masyarakat, seharusnya
dalam bidang pelayanan persampahan/kebersihan juga harus meningkat dari waktu ke waktu,
apalagi terkait dengan persampahan/kebersihan masyarakat juga dibebankan dalam membayar
retribusi. Selain itu Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah
memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan pelayanan dalam pengelolaan sampah
secara baik dan berwawasan lingkungan dari Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau pihak lain
yang diberi tanggung jawab untuk itu.

Dalam bidang pelayanan publik juga menuntut tanggungjawab pemerintah daerah untuk
menyelenggarakan pelayanan publik bagi warga masyarakat, sehingga pemerintah daerah
berkewajiban untuk menyusun standar pelayanan publik. Dalam bidang pengelolaan
sampah/kebersihan yang merupakan bagian dari pelayanan publik harus dibuat norma, standar,
prosedur, dan kreteria yang jelas, sehingga pengelolaan maupun pembebanan kewajiban kepada
masyarakat dengan retribusi semakin jelas dan mudah dipertanggungjawabkan pelaksanaannya.
2. Kegunaan:

Memberikan bahan acuan bagi Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat dalam merumuskan
materi muatan pembentukan Rancangan Undang-Undang Tentang Pengaturan Sampah Plastik.

Memberikan bahan masukan kepada pemerintah dan Warga Masyarakat mengenai urgensi dan
substansi pembentukan Rancangan Undang-Undang tentang Pengaturan Sampah Plastik.

Mempermudah perumusan tujuan, asas-asas dan norma pasal-pasal Rancangan Undang-Undang


tentang Pengaturan Sampah.

D. Metode Penyusunan Naskah Akademis

Penyusunan Naskah Akademik ini dilakukan menggunakan metode penelitian yuridis normatif
dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Pendekatan

Ada tiga pendekatan pokok yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik ini, yakni:
lapisan dogmatik hukum, teori hukum dan filsafat hukum.1 Ketiga pendekatan ini dapat juga
disebut sebagai pendekatan yuridis, konseptual dan filosofis:

a. Pendekatan dogmatik hukum (yuridis) bertujuan untuk mempelajari dan mengaplikasikan


norma hukum berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dianggap relevan
dengan masalah pembentukan Undang-Undang.

b. Pendekatan teori hukum (Konseptual), bertujuan untuk mempelajari dan mengaplikasikan


teori, konsep, pendapat, ajaran-ajaran hukum, yang terkait dengan pembentukan Undang-Undang
tentang Pengaturan Sampah.

c. Pendekatan filsafat hukum (filosofis), adalah untuk menemukan dan menganalisis asas-
asas hukum yang dapat dijadikan acuan dalam pembentukan Undang-Undang tentang
Pengaturan Sampah.

2. Sumber Data:

a. Bahan hukum primer, terdiri dari peraturan perundang-undangan

b. Bahan hukum sekunder,berupa literatur-literatur ilmu hukum, hasil penelitian, literatur


dan dokumen resmi lainnya yang terkait dengan masalah yang diteliti.

1
c. Bahan hukum tertier,ialah kamus hukum, kamus bahasa dan kamus Pemerintahan yang
dapat memperjelas istilah-istilah yang digunakan dalam penulisan naskah akademik ini.

3. Teknik Pengumpulan Data

Dilakukan dengan cara menginventarisasi, mempelajari dan mengaplikasikan teori, konsep-


konsep, asas-asas, dan norma-norma hukum yang diperoleh dari sumber data primer, sekunder
dan tertier, untuk diaplikasikan ke dalam analisis naskah akademik ini.

Teknik Analisa Data:

Dilakukan dengan metode deskriptif yuridis dan kualitatif, melalui proses interpretasi, penalaran
konseptual dan kontekstualitasnya dengan masalah yang dikaji.

BAB II

KAJIAN TEORETIS DAN PRAKTIK EMPIRIS

A. Pengelolaan Sampah dan Lingkungan Hidup

Sampah merupakan bahan padat buangan dari kegiatan rumah tangga, pasar, kantor,
rumah penginapan, hotel, rumah makan, industri, atau aktivitas manusia lainnya. Bahkan,
sampah bisa berasal dari puing-puing bahan bangunan dan besi-besi tua bekas kendaraan
bermotor. Sampah merupakan hasil sampingan dari aktivitas manusia yang sudah tidak terpakai.

Sampah (di perkotaan) secara sederhana diartikan sebagai sampah organik maupun
anorganik yang dibuang oleh masyarakat dari berbagai lokasi di kota tersebut. Sumber sampah
umumnya berasal dari perumahan dan pasar. Sampah atau waste memiliki banyak pengertian
dalam batasan ilmu pengetahuan. Namun pada prinsipnya, sampah adalah suatu bahan yang
terbuang atau dibuang dari sumber hasil aktivitas manusia maupun alam yang belum memiliki
nilai ekonomis. Bentuk sampah bisa berada dalam setiap fase materi, yaitu padat, cair, dan gas.
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 juga memberikan defenisi sampah, yaitu sisa kegiatan
sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat.

Besarnya sampah yang dihasilkan dalam suatu daerah tertentu sebanding dengan jumlah
penduduk, jenis aktivitas, dan tingkat konsumsi penduduk tersebut terhadap barang/material.
Semakin besar jumlah penduduk atau tingkat konsumsi terhadap barang, maka semakin besar
pula volume sampah yang dihasilkan. Setiap harinya, kota-kota besar menghasilkan sampah
dalam volume yang cukup besar. Hal ini disebabkan jumlah penduduk yang cukup besar dan
termasuk ke dalam katagori kota besar.

Bentuk dari pertambahan beban lingkungan yang diakibatkan dari aktivitas manusia
adalah bertambahnya kuantitas maupun kualitas pencemaran ke lingkungan. Dari aktivitas
domestik saja banyak yang menghasilkan limbah cair maupun padat yang seringnya belum
terkelola dengan baik sebelum dibuang ke lingkungan, baik itu badan air maupun lahan. Limbah
padat domestik yang sering disebut sampah sebagai salah satu pencemar dari aktivitas domestik
secara perlahan namun pasti telah menimbulkan permasalahan tidak hanya lingkungan namun
juga ekonomi dan sosial.

Sampah menjadi masalah penting untuk kota yang padat penduduknya. Hal tersebut
disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut:

Volume sampah sangat besar, sehingga melebihi kapasitas daya tampung tempat
pembuangan sampah akhir atau TPA.

Lahan TPA semakin sempit karena tergeser tujuan penggunaan lain.

Teknologi pengelolaan sampah tidak optimal sehingga sampah lambat membusuknya.


Hal ini menyebabkan percepatan peningkatan volume sampah lebih besar dari pembusukannya.
Oleh karena itu selalu diperlukan perluasan area TPA baru.

Sampah yang telah matang dan telah berubah menjadi kompos tidak dikeluarkan dari
TPA karena berbagai pertimbangan.

Manajemen pengelolaan sampah tidak efektif, sehingga seringkali menjadi penyebab


distorsi dengan masyarakat setempat.

Pengelolaan sampah dirasakan tidak memberikan dampak positif kepada lingkungan.

Kurangnya dukungan kebijakan dari pemerintah, terutama dalam memanfaatkan produk


sampingan dari sampah sehingga menyebabkan tertumpuknya produk tersebut di TPA.

Sebagaimana diketahui bahwa selama ini sebagian besar masyarakat masih memandang
sampah sebagai barang sisa yang tidak berguna, bukan sebagai sumber daya yang perlu
dimanfaatkan. Masyarakat dalam mengelola sampah masih bertumpu pada pendekatan akhir
(end-of-pipe), yaitu sampah dikumpulkan, diangkut, dan dibuang ke tempat pemrosesan akhir
sampah. Padahal, timbunan sampah dengan volume yang besar di lokasi tempat pemrosesan
akhir sampah berpotensi melepas gas metan (CH4) yang dapat meningkatkan emisi gas rumah
kaca dan memberikan kontribusi terhadap pemanasan global. Agar timbunan sampah dapat
terurai melalui proses alam diperlukan jangka waktu yang lama dan diperlukan penanganan
dengan biaya yang besar.
Paradigma pengelolaan sampah yang bertumpu pada pendekatan akhir sudah saatnya
ditinggalkan dan diganti dengan paradigma baru pengelolaan sampah. Paradigma baru
memandang sampah sebagai sumber daya yang mempunyai nilai ekonomi dan dapat
dimanfaatkan, misalnya, untuk energi, kompos, pupuk ataupun untuk bahan baku industri.
Pengelolaan sampah dilakukan dengan pendekatan yang komprehensif dari hulu, sejak sebelum
dihasilkan suatu produk yang berpotensi menjadi sampah, sampai ke hilir, yaitu pada fase produk
sudah digunakan sehingga menjadi sampah, yang kemudian dikembalikan ke media lingkungan
secara aman. Pengelolaan sampah dengan paradigma baru tersebut dilakukan dengan kegiatan
pengurangan dan penanganan sampah. Pengurangan sampah meliputi kegiatan pembatasan,
penggunaan kembali, dan pendauran ulang, sedangkan kegiatan penanganan sampah meliputi
pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir.

Dengan berbagai permasalahan yang muncul terkait dengan sampah, maka pemerintah
membentuk Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008. Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang
sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan
sampah. Pengelolaan sampah diselenggarakan berdasarkan asas tanggung jawab, asas
berkelanjutan, asas manfaat, asas keadilan, asas kesadaran, asas kebersamaan, asas keselamatan,
asas keamanan, dan asas nilai ekonomi. Pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan
kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya.

Pengelolaan sampah adalah pengumpulan, pengangkutan, pemrosesan, pendaur-ulangan,


atau pembuangan dari material sampah. Kalimat ini biasanya mengacu pada material sampah
yang dihasilkan dari kegiatan manusia, dan biasanya dikelola untuk mengurangi dampaknya
terhadap kesehatan, lingkungan atau keindahan. Pengelolaan sampah juga dilakukan untuk
memulihkan sumber daya alam. Pengelolaan sampah bisa melibatkan zat padat, cair, gas, atau
radioaktif dengan metoda dan keahlian khusus untuk masing masing jenis zat.

Praktek pengelolaan sampah berbeda-beda antara negara maju dan negara berkembang,
berbeda juga antara daerah perkotaan dengan daerah pedesaan, berbeda juga antara daerah
perumahan dengan daerah industri. Pengelolaan sampah yang tidak berbahaya dari pemukiman
dan institusi di area metropolitan biasanya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah,
sedangkan untuk sampah dari area komersial dan industri biasanya ditangani oleh perusahaan
pengolah sampah. Metode pengelolaan sampah berbeda beda tergantung banyak hal, di
antaranya tipe zat sampah, tanah yang digunakan untuk mengolah dan ketersediaan area.

Dalam UU Nomor 18 Tahun 2008 dinyatakan :

(1) Dalam menyelenggarakan pengelolaan sampah, pemerintahan kabupaten/kota


mempunyai kewenangan:

a. menetapkan kebijakan dan strategi pengelolaan sampah berdasarkan kebijakan nasional


dan provinsi;
b. menyelenggarakan pengelolaan sampah skala kabupaten/kota sesuai dengan norma,
standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah;

c. melakukan pembinaan dan pengawasan kinerja pengelolaan sampah yang dilaksanakan


oleh pihak lain;

d. menetapkan lokasi tempat penampungan sementara, tempat pengolahan sampah terpadu,


dan/atau tempat pemrosesan akhir sampah;

e. melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala setiap 6 (enam) bulan selama 20 (dua
puluh) tahun terhadap tempat pemrosesan akhir sampah dengan sistem pembuangan terbuka
yang telah ditutup; dan

f. menyusun dan menyelenggarakan sistem tanggap darurat pengelolaan sampah sesuai


dengan kewenangannya.

(2) Penetapan lokasi tempat pengolahan sampah terpadu dan tempat pemrosesan akhir
sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d merupakan bagian dari rencana tata ruang
wilayah kabupaten/kota sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Kemudian dalam UU Nomor 18 Tahun 2008 dinyatakan:

(1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membiayai penyelenggaraan pengelolaan


sampah.

(2) Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber dari anggaran pendapatan
dan belanja negara serta anggaran pendapatan dan belanja daerah.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah dan/atau peraturan daerah.

Dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 juga mengatur mengenai hak dan kewajiban
masyarakat dalam pengelolaan sampah, yaitu:

Pasal 11

(1) Setiap orang berhak:

a. mendapatkan pelayanan dalam pengelolaan sampah secara baik dan berwawasan lingkungan
dari Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau pihak lain yang diberi tanggung jawab untuk itu;

b. berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan, penyelenggaraan, dan pengawasan di


bidang pengelolaan sampah;
c. memperoleh informasi yang benar, akurat, dan tepat waktu mengenai penyelenggaraan
pengelolaan sampah;

d. mendapatkan pelindungan dan kompensasi karena dampak negatif dari kegiatan tempat
pemrosesan akhir sampah; dan

e. memperoleh pembinaan agar dapat melaksanakan pengelolaan sampah secara baik dan
berwawasan lingkungan.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penggunaan hak sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah dan peraturan daerah sesuai dengan kewenangannya.

Pasal 12

(1) Setiap orang dalam pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah
tangga wajib mengurangi dan menangani sampah dengan cara yang berwawasan lingkungan.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan kewajiban pengelolaan sampah rumah
tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan peraturan daerah.

Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup bertujuan:

a. melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari pencemaran dan/atau


kerusakan lingkungan hidup;
b. menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia;
c. menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian ekosistem;
d. menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup;
e. mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan lingkungan hidup;
f. menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan generasi masa depan;
g. menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup sebagai bagian dari
hak asasi manusia;
h. mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana;
i. mewujudkan pembangunan berkelanjutan; dan
j. mengantisipasi isu lingkungan global.

Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 diatur mengenai masalah penanggulangan,


yaitu:Setiap orang yang melakukan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup wajib
melakukan penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.

Penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) dilakukan dengan:

pemberian informasi peringatan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup kepada


masyarakat;
pengisolasian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;

penghentian sumber pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; dan/atau

cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 juga mengatur mengenai pelarangan, yaitu
bahwa setiap orang dilarang:

melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup;

memasukkan B3 yang dilarang menurut peraturan perundang-undangan ke dalam wilayah


Negara Kesatuan Republik Indonesia;

memasukkan limbah yang berasal dari luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia ke
media lingkungan hidup Negara Kesatuan Republik Indonesia;

-memasukkan limbah B3 ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;

-membuang limbah ke media lingkungan hidup;

-membuang B3 dan limbah B3 ke media lingkungan hidup;

-melepaskan produk rekayasa genetik ke media lingkungan hidup yang bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan atau izin lingkungan;

-melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar;

-menyusun amdal tanpa memiliki sertifikat kompetensi penyusun amdal; dan/atau

-memberikan informasi palsu, menyesatkan, menghilangkan informasi, merusak informasi, atau


memberikan keterangan yang tidak benar.

B. Kebijakan Pemerintah, Pelayanan Publik dan Pemberdayaan Masyarakat

Dalam rangka menyelenggarakan tugas-tugas umum pemerintahan dan memperlancar


pembangunan, diperlukan suatu kebijakan berupa ketentuan-ketentuan yang harus dijadikan
pedoman, pegangan atau petunjuk bagi setiap usaha dan kegiatan aparatur pemerintah, di
samping melakukan koordinasi, dan integrasi, juga melakukan sinkronisasi. Maksudnya supaya
pelaksanaan tugas-tugas pemerintah dapat berjalan dengan lancar dan berhasil dengan baik,
adanya kesatuan tindakan yang serasi, seirama, dan selaras antara satu dengan lainnya.
Lingkup kebijakan pemerintah dapat dibedakan menjadi kebijakan nasional dan
kebijakan daerah. Kebijakan nasional adalah kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat
yang bersifat fundamental dan strategis dalam mencapai tujuan nasional. Kebijakan daerah
adalah kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah sebagai pelaksanaan otonomi daerah.

Dengan demikian pengaturan mengenai pengelolaan sampah merupakan kebijakan


pemerintah pusat yang ditindaklanjuti dengan kebijakan daerah. Kebijakan pemerintah daerah
dalam mendukung kebijakan pemerintah pusat tersebut harus disesuaikan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

Undang-Undang tentang pelayanan publik dimaksudkan untuk memberikan kepastian


hukum dalam hubungan antara masyarakat dan penyelenggara dalam pelayanan publik. Tujuan
Undang-Undang tentang pelayanan publik adalah2:

a. terwujudnya batasan dan hubungan yang jelas tentang hak, tanggung jawab, kewajiban,
dan kewenangan seluruh pihak yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik;

b. terwujudnya sistem penyelenggaraan pelayanan publik yang layak sesuai dengan asas-
asas umum pemerintahan dan korporasi yang baik;

c. terpenuhinya penyelenggaraan pelayanan publik sesuai dengan peraturan perundang-


undangan; dan

d. terwujudnya perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat dalam penyelenggaraan


pelayanan publik.

Ruang lingkup pelayanan publik meliputi pelayanan barang publik dan jasa publik serta
pelayanan administratif yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Ruang lingkup di atas
meliputi pendidikan, pengajaran, pekerjaan dan usaha, tempat tinggal, komunikasi dan informasi,
lingkungan hidup, kesehatan, jaminan sosial, energi, perbankan, perhubungan, sumber daya
alam, pariwisata, dan sektor lain yang terkait.

Dalam UU Nomor 25 Tahun 2009 dinyatakan bahwa Komponen standar pelayanan sekurang-
kurangnya meliputi:

a. dasar hukum;

b. persyaratan;

c. sistem, mekanisme, dan prosedur;

d. jangka waktu penyelesaian;

e. biaya/tarif;

2
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009, Pasal 2 dan Pasal 3
f. produk pelayanan;

g. sarana, prasarana, dan/atau fasilitas;

h. kompetensi Pelaksana;

i. pengawasan internal;

j. penanganan pengaduan, saran, dan masukan;

k. jumlah Pelaksana;

l. jaminan pelayanan yang memberikan kepastian pelayanan dilaksanakan sesuai dengan


standar pelayanan;

m. jaminan keamanan dan keselamatan pelayanan dalam bentuk komitmen untuk


memberikan rasa aman, bebas dari bahaya, dan risiko keragu-raguan; dan

n. evaluasi kinerja Pelaksana.

Peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dimulai sejak penyusunan
standar pelayanan sampai dengan evaluasi dan pemberian penghargaan. Peran serta masyarakat
diwujudkan dalam bentuk kerja sama, pemenuhan hak dan kewajiban masyarakat, serta peran
aktif dalam penyusunan kebijakan pelayanan publik. Masyarakat dapat membentuk lembaga
pengawasan pelayanan publik, dan tata cara pengikutsertaan masyarakat dalam penyelenggaraan
pelayanan publik diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah.

BAB III

EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN

PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT

Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945


mengamanatkan: Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan
sosial;

Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menormatifkan
bahwa : “Indonesia adalah negara hukum”. Konsekuensinya segala aspek kehidupan dalam tata
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan (termasuk penyelenggaraan menara telekomunikasi) wajib dilakukan berdasarkan
atas hukum.

Dalam menyusun suatu perundang-undangan, agar aturan hukum itu dapat berlaku efektif
dalam arti mempunyai dampak positif, menurut Soerjono Soekanto haruslah memperhatikan
empat hal, satu di antaranya yaitu hukum positif tertulis yang ada harus mempunyai taraf
sinkronisasi vertikal dan horizontal yang selaras3. Artinya, dalam menyusun peraturan
perundang-undangan harus memperhatikan ketentuan yang lebih tinggi dan jangan bertabrakan
antar sesama peraturan yang setingkat, apalagi yang kedudukannya lebih tinggi. Selain asas
tersebut, dalam doktrin ilmu hukum masih terdapat beberapa asas yang berkenaan dengan
kepastian peraturan perundang-undangan, yaitu:

Lex posterior derogat legi priori : Hukum yang berlaku kemudian membatalkan hukum yang
terdahulu.

Lex specialis derogat legi generali : Hukum khusus membatalkan hukum umum;

Lex superior derogat legi inferiori : Hukum yang derajatnya lebih tinggi membatalkan hukum
derajatnya lebih rendah.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 telah menormatifkan Jenis dan hierarki Peraturan
Perundang-undangan yang terdiri atas:

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;

Peraturan Pemerintah;

Peraturan Presiden;

Peraturan Daerah Provinsi; dan

Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang
mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang
berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan.4 Lembaga
Negara atau Pejabat yang berwenang membentuk peraturan perundang-undangan sesuai jenis
dan hierarkinya di Indonesia berdasarkan UU No. 12 Tahun 2011 adalah :

3
4
a. Undang-Undang: Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan
Rakyat dengan persetujuan bersama Presiden, dengan materi muatan :

pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;

perintah suatu Undang-Undang untuk diatur dengan Undang-Undang;

pengesahan perjanjian internasional tertentu;

tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi; dan/atau

pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat.

b. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang: Peraturan Perundang-undangan yang


ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa. Materi muatannya sama
dengan materi muatan Undang-Undang.

c. Peraturan Pemerintah: Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden


untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya, berisi materi untuk menjalankan
Undang-Undang sebagaimana mestinya.

d. Peraturan Presiden: Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk


menjalankan perintah Peraturan Perundangundangan yang lebih tinggi atau dalam
menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan. Berisi materi yang diperintahkan oleh Undang-
Undang, materi untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah, atau materi untuk melaksanakan
penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan.

e. Peraturan Daerah Provinsi: Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan


Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dengan persetujuan bersama Gubernur. Materi muatan
Peraturan Daerah Provinsi berisi materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah
dan tugas pembantuan serta menampung kondisi khusus daerah dan/atau penjabaran lebih lanjut
Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. Perda dilarang bertentangan dengan
kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

f. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk


oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dengan persetujuan bersama
Bupati/Walikota. Materi muatan Peraturan Daerah Provinsi berisi materi muatan dalam rangka
penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta menampung kondisi khusus daerah
dan/atau penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. Perda dilarang
bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi.

g. Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7


ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi,
Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau
komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah
Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.

Dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan harus dilakukan berdasarkan pada asas


Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik, yang meliputi:

Kejelasan tujuan: bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus mempunyai


tujuan yang jelas apa yang hendak dicapai.

Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat: dibuat oleh lembaga/pejabat Pembentuk
Peraturan Perundang-undangan yang berwenang. Jika tidak, dapat dibatalkan atau batal demi
hukum.

Kesesuaian antara jenis dan materi muatan : benar-benar memperhatikan materi muatan yang
tepat dengan jenis Peraturan Perundang-undangannya.

Dapat dilaksanakan: memperhitungkan efektifitas Peraturan Perundang-undangan tersebut di


dalam masyarakat, baik secara filosofis, yuridis maupun sosiologis.

Kedayagunaan dan kehasilgunaan : benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur


kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Kejelasan rumusan : memenuhi persyaratan teknis penyusunan, sistematika, pilihan kata atau
terminologi, bahasa hukumnya jelas, dan mudah dimengerti, sehingga tidak menimbulkan
berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.

Keterbukaan : transparan atau terbuka bagi masyarakat luas mulai dari proses perencanaan,
persiapan, penyusunan, dan pembahasan, agar seluruh lapisan masyarakat mempunyai
kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan yang diperlukan.

Materi muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan asas:

Asas pengayoman : setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus berfungsi


memberikan perlindungan dalam rangka menciptakan ketentraman masyarakat.

Asas kemanusiaan : mencerminkan perlindungan dan penghormatan hak-hak asasi manusia serta
harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional.

Asas kebangsaan : mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang pluralistik
(kebhinekaan) dengan tetap menjaga prinsip negara kesatuan Republik Indonesia.
Asas kekeluargaan : mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap
pengambilan keputusan.

Asas kenusantaraan : senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan


materi muatan Peraturan Perundang-undangan yang dibuat di daerah merupakan bagian dari
sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila.

Asas bhinneka tunggal ika : memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku dan golongan,
kondisi khusus daerah, dan budaya khususnya yang menyangkut masalah-masalah sensitif dalam
kehidupan. bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Asas keadilan : harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara tanpa
kecuali.

Asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan : tidak boleh berisi hal-hal yang
bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain, agama, suku, ras, golongan,
gender, atau status sosial.

Asas ketertiban dan kepastian hukum : dapat menimbulkan ketertiban dalam masyarakat melalui
jaminan kepastian hukum.

Asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan : mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan


keselarasan, antara kepentingan individu dan masyarakat dengan kepentingan bangsa, dan
negara.

BAB IV

LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS

Undang-Undang merupakan sumber formil utama dari hukum, untuk itu faktor-faktor
yang berkaitan dengan berfungsinya hukum perlu untuk mendapat perhatian yang serius, yaitu
diusahakan untuk adanya keserasian antara peraturan (hukum itu sendiri), petugas (penegak),
fasilitas dan masyarakat. Namun juga perlu untuk diingatkan bahwa selain keempat faktor
tersebut di atas, masih ada lagi faktor lain yang perlu diperhatikan, yaitu pengaruh politik
(kekuasaan, ekonomi, dan sosial).

Masyarakat yang sedang mengalami transisi kearah Reformasi adalah suatu pergaulan
hidup yang sedang mengalami perubahan-perubahan dalam sistem nilai-nilainya, termasuk di
dalamnya sikap-sikap dan pola-pola perilaku. Di dalam suatu masa transisi, maka sistem nilai-
nilai baru yang telah dipilih berlaku bersamaan dengan berlakunya dengan sistem nilai-nilai lama
yang hendak ditinggalkan. Dalam masyarakat Indonesia sistem nilai baru di sini adalah sistem
nilai yang sesuai dengan perkembangan masyarakat Indonesia di masa Reformasi ini.
Hukum berpengaruh dalam kehidupan masyarakat, sebaliknya masyarakat juga ikut
menentukan bagaimana perkembangan hukum. Selain itu dalam kehidupan masyarakat dengan
berbagai tuntutan mengakibatkan terjadi perubahan yang diikuti dengan berbagai perkembangan,
yang salah satunya adalah di bidang teknologi. Perkembangan teknologi di satu sisi memang
membawa dampak positif, namun dampak negatifnya juga terkadang timbul, sehingga
perkembangan teknologi juga harus diikuti dengan perkembangan aturan hukum, bahkan sering
terjadi perkembangan teknologi berpengaruh terhadap perkembangan hukum.

Mochtar Kusumaatmadja5 berpendapat hendaknya hukum dapat menjalankan fungsi


pengarah prilaku masyarakat. Dengan demikian, konsepsi hukum yang harus dibangun adalah
hukum tidak saja merupakan keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur kehidupan
manusia dalam masyarakat, melainkan meliputi pula lembaga-lembaga (institutions) dan proses-
proses (processes) yang mewujudkan berlakunya kaidah-kaidah itu dalam kenyataan.

Pengaturan hukum, mengandung makna aktivitas membentuk dan melaksanakan hukum.


Terutama jika dilihat dari sudut tata hirarkhi peraturan perundang-undangan. Bahwa, untuk
setiap tingkatan peraturan hukum harus dibentuk oleh lingkungan jabatan dan/atau lembaga
pembentuk hukum yang berwenang untuk itu, dengan mempertimbangkan urgensinya serta
mengingati dasar-dasar peraturan perundang-undangan yang berlaku secara vertikal maupun
horizontal.

Dalam pembentukan peraturan perundang-undangan termasuk peraturan daerah harus


memiliki landasan filosofis, sosiologis dan landasan yuridis. Landasan filosofis merupakan
pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk
mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang meliputi suasana
kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Penempatan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara adalah sesuai
dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea
keempat yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan
Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/
Perwakilan, dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Menempatkan Pancasila sebagai
dasar dan ideologi negara serta sekaligus dasar filosofis negara sehingga setiap materi muatan
Peraturan Perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung
dalam Pancasila. Penempatan Pancasila merupakan sumber segala sumber hukum Negara ini
juga dinyatakan dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 20116.

Landasan sosiologis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa


peraturan yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek.

5
6
Landasan sosiologis sesungguhnya menyangkut fakta empiris mengenai perkembangan masalah
dan kebutuhan masyarakat dan negara.

Landasan yuridis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan
yang dibentuk untuk mengatasi permasalahan hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan
mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang akan diubah, atau yang akan dicabut guna
menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat. Landasan yuridis menyangkut
persoalan hukum yang berkaitan dengan substansi atau materi yang diatur sehingga perlu
dibentuk Peraturan Perundang-Undangan yang baru. Beberapa persoalan hukum itu, antara lain,
peraturan yang sudah ketinggalan, peraturan yang tidak harmonis atau tumpang tindih, jenis
peraturan yang lebih rendah dari Undang-Undang sehingga daya berlakunya lemah, peraturannya
sudah ada tetapi tidak memadai, atau peraturannya memang sama sekali belum ada.

BAB V

JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP MATERI MUATAN


UNDANG-UNDANG

KETENTUAN UMUM

Menurut Adriana Grahani F, ketentuan umum dalam suatu naskah akademik memuat rumusan
akademik mengenai batasan pengertian/definisi beserta alternatifnya dan singkatan serta akronim
yang digunakan dalam peraturan

A. Rumusan akademik mengenai pengertian istilah, dan frasa :

Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat;

Sumber sampah adalah asal timbulan sampah;

Penghasil sampah asalah setiap orang dan/atau akibat proses alam yang menghasilkan timbulan
sampah.

Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang
meliputi pengurangan dan penanganan sampah;

Pengelola sampah adalah pihak-pihak yang bertanggung jawab dan melaksanakan pengelolaan
sampah yaituPemerintah Daerah, pihak swasta/pelaku usaha yang bergerak dalam penyediaan
jasa pengelolaan sampah dan anggota masyarakat yang melakukan swakelola pengelolaan
sampah;

Sampah anorganik adalah sampah yang berasal dari benda mati;


Sampah organik adalah sampah yang berasal dari benda hidup;

Sampah domestik adalah sampah yang dihasilkan dari kegiatan domestik;

Sampah rumah tangga adalah sampah yang berasal dari kegiatan sehari-hari dalamrumah tangga;

Sampah spesifik adalah sampah yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau volumenya memerlukan
pengelolaan khusus;

Sampah industri adalah sampah yang dihasilkan oleh kegiatan industri;

Lingkunganadalah lingkungan hidup yaitu kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan
dan mahluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan
perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lainnya;

Ramah Lingkungan berhubungan dengan kualitas yang dapat dipakai kembali, dapat diuraikan
secara biologis atau dapat dibuat kompos, dapat didaur ulang dan tidak beracun atau berbahaya
bagi lingkungan;

Bahan ramah lingkungan berhubungan bahan dengan kualitas yang dapat dipakai kembali dapat
diuraikan secara biologis atau dapat dibuat kompos, dapat didaur ulang dan tidak beracun atau
berbahaya bagi lingkungan;

Timbulan sampah adalah satuan kegiatan atau proses menghasilkan sampah;

Bak sampah adalah tempat untuk menampung sampah yang disediakan untuk menampung
sampah sementara yang disediakan dan digunakan oleh pemakai persil dan publik;

Pengumpulan sampah adalah kegiatan mengumpulkan sampah dari setiap persil dan
memindahkan ke Tempat Penampungan Sementara (TPS);

Pengangkutan sampah adalah kegiatan memindahkan sampah dari Tempat Penampungan


Sementara (TPS) ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA);

Daur ulang adalah kegiatan pemanfaatan materi yang terkandung dalam sampah anorganik;

Pengomposan adalah kegiatan pemanfaatan ulang sampah organik melalui proses pembusukan;

Tempat Penampungan Sementara yang selanjutnya disebut TPS adalah tempat sebelum sampah
diangkut ketempat pendaur ulang, pengolahan dan/atau tempat pengolahan sampah terpadu;

Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu yang selanjutnyadisebut TPST adalah tempat


dilaksanakannya kegiatan pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang, pendauran ulang,
pengolahan, dan pemrosesan akhir sampah;
Tempat Pemrosesan Akhir yang selanjutnya disebut TPA adalah tempat untuk mengisolasi
sampah yang memenuhi standar teknis dan oprasional sehingga aman bagi lingkungan yang
dilengkapi DPL (Dokumen Pengelolaan Lingkungan);

Tempat Penampungan dan/atau Pemrosesan sampah 3R yang selanjutnya disebut TPS/TPA 3R


adalah tempat pengolahan sampah dengan prinsip 3R (reduce, reuse, recycle) yakni pembatasan
timbulan sampah, pemanfaatan kembali sampah; dan pendauran ulang sampah;

Insentif merupakan upaya memberikan dorongan atau daya tarik secara moneter dan/atau non
moneter kepada setiap orang ataupun Pemerintah dan Pemerintah Daerah agar melakukan
kegiatan mengurangi sampah, sehingga berdampak positif paa kesehatan, lingkungan hidup
ataupun masyarakat.

Disinsentif merupakan pengenaan beban ataupun ancaman secara moneter dan/atau nonmoneter
kepada setiap orang ataupun Pemerintah dan Pemerintah Daerah agar mengurangi kegiatan yang
menghasilkan sampah yang berdampak negatif paa kesehatan, lingkungan hidup dan masyarakat.

Masyarakat adalah semua orang yang secara alami dan hukum memiliki hak dan kewajiban atau
menjadi subjek hukum;

Orang adalah orang perseorangan, sekelompok orang, dan/atau Badan Hukum;

Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan
hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan
dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui
perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam bidang ekonomi.

B. Materi yang akan diatur dalam Peraturan daerah ini adalah penormaan tentang :

Pengelolaan sampah bertujuan yakni mengurangi kuantitas dan dampak yang ditimbulkan oleh
sampah, meningkatkan kesehatan masyarakat, meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan
menjadikan sampah sebagai sumber daya.

Dalam penyelenggaraan pengelolaan sampah memerlukan arahan dalam dalam menyusun arah
kebijakan pengelolaan sampah yakni : standar pengurangan sampah, pembatasan timbunan
sampah serta tata cara penanganan sampah.

Masyarakat berperan serta dalam proses pengambilan keputusan, penyelenggaraan dan


pengawasan dalam kegiatan pengolahan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah
rumah tangga yang diselenggarakan oleh SKPD yang membidangi persampahan dan lingkungan
hidup.

Sengketa yang dapat timbul dari pengelolaan sampah terdiri dapat diselesaikan dengan
Penyelesaian sengketa melalui penyelesaian di luar pengadilan ataupun melalui pengadilan yang
sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan.

Selain pejabat penyidik umum yang bertugas menyidik tindak pidana, penyidik atas tindak
pidana sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini dapat dilakukan pula oleh Penyidik
Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di lingkungan Pemerintah Daerah yang pengangkatannya
ditetapkan sesuai dengan Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.

Setiap orang atau badan yang melakukan pelanggaran terhadap larangan dalam pengelolaan
sampah dapat dikenakan sanksi sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan dan agar setiap orang
mengetahuinya.

BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pembentukan Undang-Undang tentang Pengaturan Sampah secara konkret memiliki dasar


hukum yang kuat, sebagaimana tersebut dalam konsideran mengingatnya.

Demikian pula materi muatannya, sudah diupayakan bersesuaian dengan ketentuan Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan serta
peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait.

B. Saran

Kepada Pemerintahan Pusat untuk memperhatikan mengenai tentang pengaturan sampah.Dimana


sampah di Indonesia telah mencapai pada suatu tingkat yang sangat tinggi dimana telah
mencapai pada peringkat 2 didunia dengan pengaturan sampah plastik tertinggi di dunia.
Sehinnga diharapkan melalui naskah akademis ini menjadi undnag-undnag pengaturan sampah
untuk mencapai tujuan lingkungan hidup yang baik.

Anda mungkin juga menyukai