Anda di halaman 1dari 4

Hidupkan Suaramu Perempuan

Sarah Yunita Tumanggor


170710101046

Abstrak

Dinamika kekerasan seksual yang terjadi dimasyarakat tatkala seringkali


terdengar di telinga lingkungan masyarakat.Seolah kasus kejahatan tersebut
merupakan sebuah kasus ringan yang sudah lumrah terjadi di antara masyarakat sosial.
Korban yang merupakan wanita dengan kerapkali menjadi korban yang di korbankan
lagi. Dengan stigma negative serta permasalahan gender membuat perempuan menjadi
korban kedua kalinya. Hal yang paling menyakitkan dimana bahwa kita melihat bahwa
seorang perempuan yang telah menjadi korban dituduh menjadi penyebab terjadinya
kejahatan dengan tuduhan perempuan lah yang menjadi objek pemicu terjadi nya
kejahatan seksual. Dengan Alasan-alasan serta stigma yang ada di lingkungan
masyarakat sosial pula mengakibatkan perlindungan terhadap korban kekerasan seksual
sangat kecil.
Mengingat bahwa begitu kompleksnya permasalahan yang dihadapi perempuan
maka sangat penting nya legalisasi RUU Penghapusan kekerasan seksual untuk
membawa secercah harapan bagi perempuan untuk melindungi diri dan
memperjuangkan hak mereka dimata hukum dan masyarakat.

Pelecehan seksual termasuk sebagai tindak kekerasan terhadap perempuan


sebagaii hal yang perlu digugat karena merupakan manifestasi ketidakadilan
sehubungan dengan peran dan perbedaan gender, di samping manifestasi lainnya seperti
marginalisasi, sub-ordinasi, pelabelan negatif/stereotype terhadap kaum perempuan.1
Perempuan adalah manusia yang memiliki hak yang sama seperti layaknya laki-
laki.Pahlawan perempuan yang melawan perbedaan gender yang ada dan melahirkan
emansipasi wanita menimbulkan secercah harapan bagi kaum perempuan untuk menjadi
sama seperti laki-laki. Namun dewasa ini perbedaan status gender membuat perempuan
tetap menjadi yang dibelakang ekor seorang laki-laki.Kekerasan seksual yang terjadi
pada perempuan kerapkali di benang merah kan dengan sebuah anggapan gender.
Stereotipe atau pelabelan dari pandangan gender yang terjadi di masyarakat
membuat korban dari kekerasan seksual yaitu perempuan menjadi korban kedua kali.
Mereka masa depan nya terancam akibat kekerasan seksual yang terjadi terhadap
mereka dan mereka mendapat stigma dari pandangan gender bahwa perempuan lah
yang menjadi pemancing terjadinya sebuah kekerasan seksual.Pandangan yang berawal
1
Simone de Beavuoir, melalui Sugihastuti dan Itsna (2007: 13)
dari asumsi bahwa perempuan bersolek adalah dalam rangka memancing perhatian
lawan jenisnya,maka setiap ada terjadinya kasus kekerasan atau pelecehan seksual
selalu dikaitkan dengan stereotipe ini.Bahkan jika ada terjadi kekerasan seksual ataupun
pemerkosaan yang dialami perempuan,masyarakat sosial berkecenderungan
menyalahkan korbannya,dan menjadikan perempuan sebagai korban kedua kalinya.
Banyak sekali anggapan bahwa perempuan adalah kaum yang lemah, yang harus
diperhatikan dan dilindungi.Yang menjadi pertanyaan timbul adalah apakah kaum
perempuan selemah itu,dan siapakah yang melindungi kaum perempuan itu ?
Simone de Beavuoir mengatakan bahwa  laki-laki dan perempuan itu diciptakan tidak
dilahirkan. Perempuan dan laki-laki melalui proses yang tanpa henti dan dimulai
sebelum kelahiran sebelum memiliki kelamin sampai memiliki jenis kelamin laki-laki
atau perempuan2.Diskriminasi perempuan dengan anggapan gender bahwa perempuan
adalah kaum yang lemah memiliki dampak yang sangat panjang bagi kehidupan
keberlanjutan perempuan.Dalam dunia kerja, profesi yang dipilihkan perempuan
merupakan kekerasan gender yang memarginalkan dan men-subordinasikan perempuan.
Mansour Fakih menyebutkan bahwa marginalisasi merupakan sikap yang memiskinkan
karena mengkategorikan pekerjaan dan porsinya berdasarkan jenis kelamin (seks) dan
dalam konteks islam perempuan tidak berhak mendapatkan warisan, sedangkan
subordinasi merupakan sikap yang tidak menganggap bahwa perempuan itu tidak
mungkin berada dalam posisi penting seperti menjadi pemimpin karena irrasional dan
emosional.

Permpuan tentu bukan merupakan sosok kaum lemah, dengan lahirnya


emansipasi wanita mematahkan anggapan bahwa perempuan merupakan sosok kaum
yang lemah yang hanya dapat bekerja didalam dapur. Perempuan memiliki kesempatan
yang sama dengan laki-laki untuk memperbaiki keadaan ekonomu mereka,Diskriminasi
yang diberikan terhadap perempuan memberi tanggungjawab terhadap laki-lkai untuk
berkerja sendirian membangun dan menopang keadaan ekonomi,sedangkan perempuan
dibatasi potensi yang ada didalam dirinya untuk mengembangkannya didunia luar baik
itu dalam hal dunia kerja.Dan pada Intinya Perempuan dianggap akan kembali pada
hakikatnnya yaitu hanya dapat berhubungan dengan bagian logistic rumah tangga.

Selain lemah,perempuan juga dianggap sebagai sosok pemicu terjadinya


kekerasan seksual.Kasus kekerasan seksual yang terjadi pada Baiq Nuril, dimana Baiq
Nuril merupakan korban dari pelecehan seksual yang mencoba mensuarakan apa yang
dialaminya ke pada masyarakat melalui media, malah dituduh dan ditetapkan menjadi
tersangka pencemaran nama baik.Baiq Nuril sebagai korban pelecehan seksual yang
ingin melakukan pembelaan atas pelecehan yang dia alami malah mendapat
ketidaksesuaian hukum yang berlaku. Nuril yang melakukan pembelaan, melalui UU
ITE ditetapkan jadi tersangka kasus pencemaran nama baik. Dapat kita lihat bahwa
terjadinya ketidakseimbangan hukum perlindungan terhadap perempuan.Alih-alih ingin
memperjuangkan diri mereka,malah jadi tersangka dan ditahan. Bagai pepatah sudah
jatuh tertimpa tangga pula merupakan pepatah yang pas untuk korban.Dimana di
lecehkan,dia juga ditetapkan jadi tersangka.

2
Mansour Fakih (2008: 14-16)
Agni sebagai korban pelecehan seksual malah dianggap sebagai alasan pelaku
melakukan pelecehan terhadap mereka. Pada kasus Agni misalnya, pihak institusi
kampus mengandaikan Agni adalah ikan asin yang menawarkan diri pada seekor kucing
atau pelaku sehingga pihak kampus tersebut seolah tidak begitu mempermasalahkan dan
menganggap bahwa korban seolah menawarkan diri kepada pelaku. Sikap seperti ini
pada Naskah Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual disebut
dengan reviktimisasi.Reviktimisasi meniadakan terhadap korban dengan cara introgasi
tanpa memandang perspektifnya dan menghakimi korban.Dengan seenaknya,pihak
kampus mempersamakan perempuan dengan Ikan Asin.Ikan Asin adalah makanan yang
disenangi oleh kucing dan tentunya kucing sebagai hewan yang membutuhkan makanan
akan sangat menyukai hal tersebut, lantas apabila disamaratakan apakah laki-laki yang
tergoda dan ingin melakukan kekerasan seksual adalah sama seperti hewan yang tidak
punya akal yang sama seperti kucing yang akan menyantap apabila ada Ikan Asin.
Disini tampak bahwa pihak instutusi kampus sangat tidak menghargai keberadaan
perempuan sebagai korban dari pelecehan seksual.

Bentuk reviktimisasi oleh Mansour Fakih disebut strereotype bersikap


menghakimi dan menyudutkan korban, seperti pertanyaan pakaian yang digunakan,
kebiasaan dan profesi korban, bahkan hingga kebiasaan bersolek pada perempuan
dianggap memancing pelaku. Sikap ini kemudian menjadi dorongan bagi para
perempuan berbondong-bondong menuju arah yang lebih religius, menggunakan
hijab.Dengan Anggapan bahwa apabila menutup aurat mereka perempuan,maka mereka
akan terhindar kekerasan seksual. Pakaian yang digunakan tidak serta-merta terlepas
dari kebuasan para kaum patriarki.

Dengan berbagai ketidakadilan serta ketidakseimbangan hukum yang ada, inilah


yang menjadi urgnesi betapa pentingnya RUU PKS (Penghapusan Kekerasan Seksual).
Pasal pada kasus yang disebutkan tadi tidak fokus pada pelecehan seksual namun lebih
bersifat normatif. Pada kasus-kasus kekerasan seksual yang masih ditangani oleh
Undang-undang seadanya, seolah selesai dengan memastikan pelaku mendapatkan
pidana tetapi bagaimana dengan kondisi psikis korban? Masih amankah saat Baiq Nuril
apabila memang dibebaskan? Apakah Agni tidak mengalami trauma dengan
reviktimisasi yang dialami dan apakah masih aman jalanan dilalui perempuan sendirian?

Harapan besar setelah dilakukan pengesahan RUU PKS membuat masyarakat


mengerti dan paham mengenai arti penting kesetaraan gender harus dilakukan.
Kesadaran perlindungan terhadap kaum perempuan bukan hanya milik kaum
perempuan saja, tetapi juga sebaiknya dimiliki bagi kaum patriarki. Apabila tidak maka
makin banyak para kaum patriarki yang terkena pidana karena anggapan kewajiban
ekonomi hanya milik kaum patriarki dan dengan alasan keterdesakan itulah maka
melakukan perbuatan kriminal.

Seringkali kaum patriaki melakukan reviktimisasi untuk melakukan pembelaan


atau mengamankan diri mereka atas perbuatan mereka.Maka dari itu dengan adanya
RUU PKS membawa sebuah secercah harapan bagi kaum perempuan untuk
memperjuangkan serta melindungi diri mereka dari kaum patriaki buas terhadap Nafsu
walaupun hingga pada saat ini legalisasi terhadap RUU PKS belum dilakukan. Dengan
Urgensi terhadap Perempuan,maka sangat diharapkan agar RUU PKS segera di
legalisasikan,mengingat RUU PKS telah lama berada dalam meja DPR.

Anda mungkin juga menyukai