Anda di halaman 1dari 8

MIMBAR, Vol. 31, No.

1 (Juni, 2015): 135-142

Konsep Diri Perempuan Pelaku Pembunuhan

Genny Gustina Sari1, Welly Wirman2


12
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Riau, Kampus Bina Widya
Jl. Hr. Soebrantas KM. 12.5 Simp. Baru Pekanbaru – 28293
1
gennygustina@gmail.com, 2 wellywirman@yahoo.com

Abstact. Women as perpetrators of murder is an interesting phenomenon to be studied,


given the stigmatizing between men and women do in the community. Combining the law,
psychology and communication, the authors try to see how the concept of self-female
murderers in prison. Results of the study revealed that women prisoners perpetrators can
be categorized into two: as the main actors and Performers accompanying. The main culprit
is the women who commit murder with his own hands and actors accompanying a woman
who was involved in the murder, but no loss of life with his own hands. The concept of
self-murder convict women as main actors tend negative, compared with female inmates
as actors accompanying murder, as seen from the object of their remorse. Inmates main
perpetrator blame yourself for what happened to them at this time, while the inmates as
actors accompanying tend to blame others that cause it to inmates.
Keyword: self concept, woman, murder.

Abstrak. Perempuan sebagai pelaku pembunuhan merupakan fenomena yang menarik


untuk diteliti mengingat adanya streotip antara laki-laki dan perempuan di dalam
masyarakat. Menggabungkan sisi hukum, psikologi dan komunikasi, penulis mencoba
melihat bagaimana konsep diri perempuan pelaku pembunuhan di dalam penjara.
Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa narapidana perempuan pelaku pembunuhan
dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu sebagai pelaku utama yakni perempuan yang
melakukan tindak pembunuhan dengan tangannya sendiri dan pelaku penyerta merupakan
perempuan yang ikut terlibat dalam tindak pembunuhan tetapi tidak menghilangkan
nyawa dengan tangan sendiri. Konsep diri narapidana perempuan pelaku pembunuhan
sebagai pelaku utama cenderung negatif dibandingkan narapidana perempuan pelaku
pembunuhan sebagai pelaku penyerta yang dilihat dari objek penyesalan mereka.
Narapidana pelaku utama menyalahkan diri sendiri atas apa yang menimpa mereka saat
ini, sedangkan narapidana sebagai pelaku penyerta cenderung menyalahkan orang lain
yang menyebabkannya menjadi narapidana.
Kata Kunci: konsep diri, perempuan, pembunuhan.

Pendahuluan berjuang dengan daya upaya sendiri, bahkan


menyelesaikan masalahnya sendiri. Untuk itu
Kartini merintis pendidikan untuk
perempuan harus berupaya memberdayakan
perempuan, dengan maksud agar para
dirinya agar menjadi mandiri dan tidak hidup
perempuan yang pada gilirannya nanti
dalam ketergantungan di bidang apa pun juga
menjadi ibu, dapat mendidik putra-putrinya
(Supriadi, 2004).
dengan baik, di samping itu agar perempuan
dapat menempatkan dirinya setara dengan Perempuan dan kejahatan terdengar
pria. Upaya untuk mendapatkan kedudukan seperti sebuah kaitan yang ganjil, mengingat
yang setara tidak mudah, karena bukan streotip perempuan sebagai makhluk yang
hanya pria yang tidak menginginkan lemah dan jauh dari image kekerasan dan
perempuan setara dengan pria, tetapi kejahatan, banyak perbedaan antara laki-
sebagian produk hukum pun tidak berpihak laki dan perempuan yang ternyata bukan
kepada perempuan. Perempuan untuk perbedaan riil, namun lebih sebagai suatu
mendapatkan kedudukan yang setara harus perbedaan yang dipersepsikan. Unger &

Received: 19 Desember 2014, Revision: 8 April 2015, Accepted: 3 Juni 2015


Print ISSN: 0215-8175; Online ISSN: 2303-2499. Copyright@2015. Published by Pusat Penerbitan Universitas (P2U) LPPM Unisba
Terakreditasi SK Kemendikbud, No.040/P/2014, berlaku 18-02-2014 s.d 18-02-2019

135
genny gustina sari, dkk. Konsep Diri Perempuan Pelaku Pembunuhan

Crawford dalam bukunya Women and Gender laki-laki, sehingga hubungan keduanya akan
(1992: 573), mengutip hasil penelitian menjadi timpang. Ketimpangan yang dapat
yang dilakukan oleh Fodor & Rothblum, di berakibat negatif, selanjutnya dapat dihindari
mana beberapa gangguan dikelompokkan dengan mengisi kehidupan yang “harmoni
berdasarkan jenis kelamin. Seperti yang dalam berbeda” (Rahminawati, 2001).
diungkapkan Kartono dalam bukunya Psikologi
Smart (1980) mengemukakan dua
Wanita (1992:23). “Ada hal-hal yang memang
jenis kejahatan yang dapat dilakukan oleh
sudah melekat sedemikian rupa pada diri pria
laki-laki dan perempuan, yaitu: Sex-Specific
dan wanita, sebagai contoh macam-macam
Offences adalah kejahatan-kejahatan yang
bentuk tindak kriminal yang diasumsikan
pelaku utamanya berasal dari salah satu
pada pria dan prostitusi atau pelacuran pada
jenis kelamin saja; dan Jenis-jenis kejahatan
wanita.”
yang dapat dilakukan oleh kedua jenis
Ke nya t a a n nya , p e r e m p u a n j u g a kelamin, baik laki-laki maupun perempuan
berpotensi melakukan tindak pidana (Miller, 1991: 158). Boleh jadi, alasan atau
pembunuhan dan laki-laki dapat masuk ke motif perempuan melakukan tindak pidana
dunia prostitusi. Hal inilah yang kemudian pembunuhan berbeda dengan laki-laki,
memunculkan bias dalam masyarakat. tapi perempuan yang melakukan kejahatan
Saat steotip gender masih dirasa kental di apapun jenisnya akan dijatuhi hukuman yang
beberapa bidang namun pudar di bidang lain, sama dengan laki-laki seperti yang sudah
salah satunya pada sisi hukum. Narapidana diatur dalam Undang Undang Dasar Tahun
perempuan pelaku pembunuhan akan dicap 1945 Pasal 27 ayat 1 yang berbunyi:
sebagai seorang pembunuh terlepas dari Segala warga negara bersamaan kedudukannya
kondisi dan motif yang melatarbelakangi dalam hukum dan pemerintahan dan wajib
peristiwa tersebut. Apakah perempuan yang menjunjung hukum dan pemerintahan itu
kemudian membela diri atau melindungi dengan tidak ada kecualinya.
keluarga seperti anak, sehingga tanpa
Jadi intinya, baik laki-laki maupun
sengaja atau terpaksa membunuh bisa
perempuan akan menjalani hukuman yang
dikatakan pembunuh? Atau perempuan yang
sama sesuai dengan jenis tindak pidana yang
tidak mengetahui apa-apa tetapi terlibat
dilakukan.
dalam sebuah tindak pidana pembunuhan
bisa dikatakan pembunuh? Artinya, tidak Dalam kitab UU Hukum Pidana
ada batasan yang jelas tentang defenisi (KUHP) dijelaskan mengenai kejahatan
pembunuh itu sendiri dalam hukum dan terhadap nyawa pada pasal 338 s/d 350
masyarakat. serta dikuatkan oleh UU No 40 tahun 2008
tentang penghapusan diskriminasi ras dan
Kodrat merupakan ketetapan Allah yang
etnis. Dalam KUHP dijelaskan, lamanya masa
mutlak dan bersifat universal, sedangkan
hukuman berdasarka jenis kejahatan atau
kesetaraan gender merupakan pembagian
pembunuhan yang telah dilakukan (http://
peran antara laki-laki dan perempuan yang
hukumpidana.bphn.go.id/babbuku/bab-
diatur oleh manusia (masyarakat) itu sendiri
xix-kejahatan-terhadap-nyawa/) diunduh
yang bersifat dinamis, dan sangat mungkin
pada 29 Mei 2015. Dalam salah satu teori
berbeda dari satu masyarakat ke masyarakat
kriminologi, yakni teori differential association
lain.
oleh Edwin H. Sutherland dan Donald Cressey,
Dalam realita kehidupan, hampir semua dijelaskan bahwa kejahatan dipelajari melalui
tugas gender dapat dilakukan oleh kedua kaum interaksi dengan orang-orang lain dalam
laki-laki dan perempuan (kecuali yang bersifat kelompok-kelompok pribadi yang intim.
mutlak, melahirkan misalnya). Namun dalam Proses belajar itu menyangkut teknik-teknik
stereotip masyarakat (terutama Indonesia), untuk melakukan kejahatan serta motif-
masih sering terjadi kesalahan pemaknaan motif, dorongan-dorongan, sikap-sikap dan
terhadap perbedaan gender sebagai kodrat pembenaran-pembenaran yang mendukung
fisiologis dan biologis, sehingga muncul isu dilakukannya kejahatan. Asumsi dasar teori
bias gender yang dilatarbelakangi oleh adanya ini adalah:
ketidakpuasan perlakuan terhadap kaum (1) Kejahatan dipelajari, secara negatif ini
perempuan. Implikasi bias gender secara berarti bahwa kejahatan tidak diwariskan;
tidak langsung dapat merugikan masyarakat (2) Kejahatan dipelajari dalam interaksi dengan
secara menyeluruh. Apabila perempuan orang-orang lain melalui proses komunikasi;
(3) Proses belajar kejahatan meliputi: (a)
diposisikan tertinggal, maka akan sulit bagi Teknik-teknik untuk melakukan kejahatan yang
perempuan untuk menjadi mitra sejajar kadangkala sangat rumit dan kadang-kadang

136 ISSN 0215-8175 | EISSN 2303-2499


MIMBAR, Vol. 31, No. 1 (Juni, 2015)

sangat sederhana, (b) Arah, motif, dorongan, individu terutama dalam hal berkomunikasi
pembenaran dan sikap-sikap; dan jika dikaitkan dengan kehidupan para
(4) Arah khusus motif dan dorongan dipelajari
dari defenisi-defenisi tentang menguntungkan narapidana tersebut, maka perubahan
atau tidaknya aturan-aturan hokum; situasi lingkungan kehidupan yang baru di
(5) Seseorang menjadi delikuen oleh karena dalam penjara membuat mereka mengalami
ia lebih mempunyai defenisi yang mendukung beragam perubahan perilaku dan keyakinan.
pelanggaran hukum dibandingkan dengan
defenisi-defenisi yang tidak mendukung Data sementara yang penulis dapat di
pelanggaran hukum; (6) Pengelompokkan lapangan menunjukkan jumlah narapidana
yang berbeda-beda mungkin beraneka raganm tindak pidana pembunuhan di Lapas
dalam frekuensi, lamanya, perioritas dan Wanita kelas II A Kota Bandung mengalami
intensitasnya; (7) Proses belajar kejahatan
melalui pengelompokkan dengan pola-pola peningkatan dari 15 narapidana di bulan Juli
kejahatan atau anti kejahatn menyangkut semua dan Agustus menjadi 17 orang Narapidana di
mekanisme terdapat dalam proses belajar apa bulan September. Satu di antaranya adalah
pun; (8) Walaupun kejahatan merupakan narapidana yang digolongkan sebagai anak-
pencerminan kebutuhan-kebutuhan dan nilai-
nilai umum, akan tetapi tidak dijelaskan oleh anak.
kebutuhan-kebutuhan dan nilai-nilai tersebut,
Pelaksanaan pidana penjara dengan
oleh karena perilaku yang bukan kejahatan
pun merupakan pencerminan nilai-nilai dan menempatkan narapidana perempuan di
kebutuhan-kebutuhan yang sama (http:// lingkungan yang terbatas dan pola kehidupan
tugas-makalah.blogspot.com/2013/05/teori- ya n g d i p a k s a k a n a k a n m e n i m b u l k a n
teori-tentang-kejahatan-dan-penyebabnya.
tekanan-tekanan yang bersifat nonfisik yang
html) diunduh 29 Mei 2015.
memengaruhi konsep diri mereka. Dengan
ditempatkannya narapidana perempuan
Freda Adler (dalam Ollenburger & Moore, di penjara akan menyebabkan perubahan
2002:210) berpendapat bahwa kriminalitas corak kehidupan yang bersangkutan dan
perempuan telah meningkat lebih cepat dapat dilihat pada perilaku komunikasi
dari kriminalitas yang dilakukan laki-laki, yang terbentuk, paling tidak, mengubah
khususnya pada negara-negara berkembang. kehidupan yang bebas pada masyarakat
Bagi negara-negara berkembang, angka kepada kehidupan yang serba terbatas
pelanggar kriminal secara keseluruhan dan dipaksakan dalam lingkup masyarakat
untuk periode 1970-1975 kira-kira 1.000 per narapidana di penjara yang cenderung
100.000 penduduk. Jumlah pelanggar telah memiliki muatan kriminogenik.
meningkat secara tetap dengan angka 1%
setiap tahun. Angka pelanggar perempuan H a s i l p e n g a m a t a n s e m e n t a ra d i
telah meningkat 50% lebih cepat dari laki-laki. lapangan menunjukkan gedung sel dibagi
Berdasarkan karakteristik sosial, ditetapkan menjadi dua, yakni gedung Anggrek yang
peran untuk laki-laki dan perempuan yang diperuntukkan bagi narapidana yang baru
pantas. Akibatnya timbul asosiasi dunia masuk atau narapidana yang masih harus
publik bersifat maskulin dan dunia privat menjalani hukuman dalam jangka waktu
pantas untuk kaum laki-laki, domestik dan yang cukup lama. Gedung kedua adalah
rumah tangga bersifat feminin adalah milik gedung Cempaka yang diperuntukkan bagi
perempuan (Sumiarni, 2004: 3). narapidana yang akan bebas atau paling
tidak sudah menjalani setengah dari masa
Ilmu pengetahuan membedakan laki- hukumannya. Selain itu, pemisahan juga
laki dan perempuan dalam banyak aspek, terjadi pada ruang sel narapidana. Ruang
namun dihadapkan pada kondisi di mana sel bagi narapidana (di luar pengelompokan
perempuan harus menjalani aturan dan berdasarkan jenis kejahatan) etnis cina
ketentuan yang sama dengan laki-laki. Hal ini dibedakan dengan pribumi, pemisahan
menjadi sebuah tanda tanya, saat perempuan ruang sel bagi narapidana berstatus Korve
menjalani hukuman sebagai narapidana, (narapidana yang diperbantukan) juga
di mana aturan dan ketentuan disamakan dibedakan dengan narapidana biasa.
dengan laki-laki. Penelitian ini bertujuan untuk megetahui
Hilangnya kemerdekaan hidup dalam konsep diri narapidana perempuan pelaku
lingkungan yang tertutup dengan dunia pembunuhan,
luar, ditambah lagi terbatasnya ruang gerak Penelitian ini menggunakan metode
para narapidana perempuan, secara nyata kualitatif dengan tradisi fenomenologis.
memengaruhi perilaku mereka. Hal ini, Penulis menggunakan beberapa teori atau
menurut Sarwono (2001: 89), merupakan konsep yang dijadikan acuan dalam melakukan
sebuah proses alamiah di mana kondisi penelitian di antaranya Fenomenologi (Alferd
lingkungan akan memengaruhi perilaku

‘Terakreditasi’ SK Kemendikbud, No.040/P/2014, berlaku 18-02-2014 s.d 18-02-2019 137


genny gustina sari, dkk. Konsep Diri Perempuan Pelaku Pembunuhan

Schutz), Penjara Sebagai Institusi Total Lapas Wanita Kelas IIA Kota Bandung
(Erving Goffman), Konsep Diri (Carl Rogers) merupakan lapas percontohan di Indonesia,
yang digandeng dengan Teori Identitas di sini peraturan dan tata tertib lebih tegas
(Michael Hect). Penulis menghabiskan waktu dan ketat dibandingkan dengan Lapas Wanita
kurang lebih 4 bulan di dalam penjara. Penulis lainnya. Di sini, tidak diperkenankan alat
bekerjasama dengan pihak Lapas Wanita Kelas komunikasi apapun, tidak terdapat peredaran
IIA Kota Bandung untuk menutupi identitas uang, benda tajam, peralatan masak,
asli penulis sebagai peneliti dan menggantinya peralatan yang terbuat dari kaca.
sebagai mahasiswi magang yang membantu
Dalam mengumpulkan data di lapangan,
pihak Lapas dalam mengecek kondisi sarana
penulis tidak diperkenankan membawa alat
dan prasarana serta penggunaannya di dalam
perekam, alat elektronik dan hanya dibatasi
area penjara.
pena dan kertas. Kemampuan mengingat
Mengingat jumlah narapidana setiap perkataan informan sangat dibutuhkan
perempuan yang cukup banyak dan kesulitan untuk memudahkan penulis juga membatasi
penulis dalam menemukan objek penelitian, diri hanya mengamati dan melakukan
yakni perempuan pelaku pembunuhan, penulis wawancara satu informan dalam satu hari.
menetapkan beberapa kriteria informan Tentu saja, penulis juga melakukan validasi
penelitian, di antaranya; Pertama, narapidana data dengan mengulang-ulang pertanyaan
perempuan dengan range usia 15-30 tahun. sehingga jawaban dan data yang didapat
Pemilihan ini ditentukan berdasarkan data di sangat akurat.
lapangan menunjukkan jumlah narapidana
perempuan di Lapas Wanita Kelas IIA Kota Profil Perempuan Pelaku
Bandung sebagian besar di isi oleh perempuan Pembunuhan
dengan range usia yang produktif yakni 15-
Lima dari enam informan telah menikah
30 tahun. Kedua, narapidana dengan masa
walaupun tiga orang dari lima informan
hukuman yang masih harus dijalani lebih
yang telah menikah melakukan pernikahan
kurang 5 tahun. Hal ini dimaksudkan untuk
di bawah tangan atau nikah siri. Berbagai
lebih dapat melihat dan memahami konsep
macam alasan mereka sehingga memilih
diri mereka yang masih harus menjalani
untuk melakukan nikah siri seperti kondisi
hukuman dalam jangka waktu cukup lama.
keuangan, kehilangan keperawanan, tidak
Dalam artian, konsep diri narapidana yang
mendapat restu atau kondisi sebagai istri
akan bebas jelas berbeda dengan narapidana
kedua, hamil di luar nikah dan sebagainya.
yang masih harus menjalani sisa hukuman
cukup lama. Kenyataan ini menunjukkan bahwa
kehilangan keperawanan telah memengaruhi
Kriteria pemilihan informan tersebut
konsep diri perempuan pada umumnya dan
telah menjaring keseluruhan informan dari
informan dalam penelitian ini, khususnya.
17 orang menjadi 10 orang yang sesuai
Kondisi seperti ini, di mana perempuan-
dengan kriteria. Dari 10 orang tersebut
perempuan yang kehilangan keperawanan
hanya 6 orang yang dapat dijadikan informan
di usia remaja memiliki kemungkinan untuk
dalam penelitian ini. 4 orang menunjukkan
menjadi tidak percaya diri ditambah lagi
penolakan saat didekati dan ketidakterbukaan
penolakan yang dialami dari keluarga atau
serta jawaban yang tidak lengkap atau bias,
pasangan selanjutnya, membawa mereka
sehingga tidak dapat atau tidak memenuhi
pada kondisi yang tidak menguntungkan
kriteria untuk dijadikan informan dalam
seperti terikat baik secara fisik maupun
penelitian ini.
psikis terhadap laki-laki yang merenggut
Membangun akses dengan informan, keperawanan mereka atau malah terjerumus
penulis menggunakan pendekatan personal dalam dunia prostitusi karena merasa tidak
terhadap masing-masing informan melalui bahagia dan tidak berharga lagi sebagai
kegiatan pembinaan yang mereka senangi perempuan.
seperti memasak, merajut,membaca atau
Dampak lain yang muncul adalah
mendengarkan musik. Masing-masing
kekerasan atau pelecehan seksual yang
informan memiliki hobi dan kesenangan
terjadi di dalam penjara dari narapidana
masing-masing karena itu penulis perlu
senior dan berkuasa pada narapidana baru
mengetahui mengenai seluk beluk kesenangan
atau narapidana yang dinilai lemah. Upaya
m e r e k a d a n m e m b a n g u n ko m u n i k a s i
pemenuhan kebutuhan biologis, khususnya
yang lebih intens pada tahap awal hanya
bagi narapidana perempuan, memang
memfokuskan pada kegemarangan informan.
mengundang pertanyaan bagi penulis. Penjara

138 ISSN 0215-8175 | EISSN 2303-2499


MIMBAR, Vol. 31, No. 1 (Juni, 2015)

tidak menyediakan fasilitas yang memadai


untuk narapidana perempuan yang dikunjungi Konsep Diri Narapidana Perempuan
keluarga, khususnya suami, untuk memenuhi Pelaku Pembunuhan
kebutuhan biologisnya menyebabkan terjadi
Combs dan Soper (Dalam Burns,
tindakan-tindakan amoral dan susila di dalam
1993: 93) membedakan dengan jelas bahwa
lapas. Sebagian besar narapidana menutupi
konsep diri adalah bagaimana individu itu
kondisinya atau bahkan menolak untuk
melihat dirinya sendiri, sementara pelaporan
membicarakan hal tersebut dengan jujur
diri adalah apa-apa yang secara sukarela
dan terbuka karena adanya penilaian dari
dikatakan dan diperlihatkan oleh individu
masyarakat bahwa perempuan harus mampu
perihal dirinya kepada orang luar. Beberapa
menahan kebutuhan dan keinginan tersebut
orang memandang diri mereka sendiri secara
agar tidak dicap sebagai perempuan binal
negatif dan yang lainnya melihat dirinya
atau sejenisnya.
secara positif ataupun boleh jadi di antaranya.
Konsep diri merupakan cara pandang atau
Kategorisasi Perempuan Pelaku
penilaian seseorang mengenai dirinya.
Pembunuhan
Konsep diri sangat ditentukan dari beberapa
Penulis membedakan perempuan komponen yakni komponen kognitif atau
pelaku pembenuhan menjadi dua jenis, biasa yang kita sebut sebagai citra diri dan
sebagai Pelaku Penyerta yakni orang komponen afektif atau harga diri.
yang terbukti bekerjasama dan terlibat
Sebagai pelaku utama, pada umumnya
tindak pidana pembunuhan walaupun tidak
lebih senang menyendiri, dalam kerumunan
menghilangkan nyawa orang dengan tangan
atau pada saat bergabung dengan kelompok
sendiri. Sedangkan Pelaku Utama adalah
terlihat lebih pasif, tidak banyak bicara dan
orang yang terbukti melakukan pembunuhan
tertutup. Pada saat mengikuti kegiatan
dengan tangan sendiri atau menggunakan
pembinaaan, pelaku utama hampir bisa
alat. Berbagai macam alasan dan motif
dipastikan mengambil posisi di sisi pinggir
pembunuhan yang dilakukan, ada yang
dan belakang. Mereka juga tidak terlalu aktif
sengaja dan tidak sengaja melakukan
atau menonjolkan diri di antara narapidana
p e m b u n u ha n , a d a ya n g sp on t a n dan
lainnya. Perempuan pelaku pembunuhan
terencana, ada yang sendirian dan dibantu
yang dikategorikan sebagai Pelaku Penyerta
orang lain. Pembunuhan dianggap sebagai
umumnya tidak menunjukkan perbedaan yang
solusi atau jalan keluar dari permasalahan,
signifikan dengan narapidana kasus lainnya.
merupakan alasan atau motif yang sering
Mereka lebih bisa berbaur dalam kelompok,
dikemukakan narapidana.
tertawa dan mengemukakan pendapat, pada

Gambar 1.Kategori dan Ciri Umum Narapidana Perempuan Pelaku Pembunuhan

‘Terakreditasi’ SK Kemendikbud, No.040/P/2014, berlaku 18-02-2014 s.d 18-02-2019 139


genny gustina sari, dkk. Konsep Diri Perempuan Pelaku Pembunuhan

Gambar 2
Konsep Diri Narapidana Perempuan Pelaku Pembunuhan sebagai Pelaku Utama

saat mengikuti kegiatan pembinaan pelaku sebelum di penjara memengaruhi pembentukan


penyerta biasanya berbaur di tengah dan konsep diri mereka. Faktor seperti keadaan
tidak terlalu pasif walaupun mereka tidak ada ekonomi, atau kondisi keluarga merupakan
yang mau mengambil posisi di depan. faktor-faktor yang memengaruhi citra diri
dan harga diri mereka sebagai perempuan.
Sebagai pelaku utama, perlu dilihat
Ketergantungan secara fisik dan psikis
bahwa pengalaman masa lalu atau kehidupan
terhadap orang-orang di sekeliling mereka

140 ISSN 0215-8175 | EISSN 2303-2499


MIMBAR, Vol. 31, No. 1 (Juni, 2015)

Gambar 3
Konsep Diri Narapidana Perempuan Pelaku Pembunuhan sebagai Pelaku Penyerta

menimbulkan perasaan tidak percaya diri, diri sebenarnya para pelaku utama telah
penolakan, merasa tidak memiliki kelebihan menyimpan sebuah kemarahan terhadap
dan kemampuan hingga puncaknya merasa korban sehingga kemarahan, kekesalan yang
tidak berharga sebagai perempuan, ibu dan dialami, seolah-olah diakumulasikan dan
anak. Peristiwa pembunuhan di mana mereka meledak saat menemukan waktu yang tepat
berperan sebagai pelaku utama kemudian sehingga terjadi pembunuhan.
memengaruhi konsep diri. Penilaian-penilaian
Umumnya, perempuan pelaku
mereka tentang diri mereka yang sebelumnya
pembunuhan sebagai penyerta terjerat
memang telah terbentuk secara negatif
kasus pembunuhan berencana. Perempuan
akan semakin diperburuk dengan adanya
dalam kasus ini biasanya bertindak sebagai
kejadian pembunuhan yang mereka lakukan
kaki tangan atau dalang yang merencanakan
sendiri. Para pelaku utama menilai tindakan
pembunuhan. Perempuan sebagai otak
pembunuhan sebagai sebuah kejahatan yang
atau dalang sebuah kasus pembunuhan
sangat jahat maka secara otomatis mereka
akan menilai diri mereka sangat jahat dan tidak banyak terjadi, justru perempuan
tidak bermoral. Di balik sikap menyalahkan sebagai pelaku penyerta kebanyakan tidak
mengetahui rencana pembunuhan atau

‘Terakreditasi’ SK Kemendikbud, No.040/P/2014, berlaku 18-02-2014 s.d 18-02-2019 141


genny gustina sari, dkk. Konsep Diri Perempuan Pelaku Pembunuhan

kalaupun mengetahui terpaksa berada di ekonomi dan keluarga serta pengalamana-


tempat dan waktu yang salah. Umumnya, pengalaman yang mereka lalui dalam fase
pelaku utama pembunuhan adalah orang- kehidupan akan membentuk, mengubah dan
orang terdekat seperti pasangan, orangtua memengaruhi konsep diri yang telah terbentuk
atau sahabat.Tindak pidana pembunuhan sebelumnya. Posisi ini bukanlah harga mati
dan tidak pula bersifat mutlak. Kondisi ini
yang terjadi biasanya tidak diketahui atau
dapat berubah menjadi baik, atau bahkan
diketahui tetapi diliputi ketakutan akan
menjadi lebih baik tergantung kemampuan
ancaman pembunuh utama atau bisa saja masing-masing individu dalam memaknai
karena merasa sebagai solusi dari sebuah setiap pengalaman dan menempatkannya
permasalahan besar yang tengah dihadapinya dalam proposisi yang sewajarnya dalam
saat itu. Perempuan pelaku pembunuhan kehidupan dan penialainnya mengenai dirinya.
sebagai pelaku penyerta biasanya tidak akan Karena konsep diri erat kaitannya dengan
menyesali tindak pidana pembunuhan yang bagaimana seorang individu menghargai
terjadi, melainkan menyesali pertemuan atau dirinya kemudian mencitrakan dirinya sebaik
awal mula hubungan yang terjalin dengan mungkin agar terbentuk konsep diri yang
pelaku utamanya. Perempuan pada posisi ini lebih positif.
juga cenderung menyalahkan orang lain atas
kondisi yang tengah dihadapinya. Konsep diri Simpulan dan Saran
yang terbentuk baik baru atau sementara Berdasarkan paparan dan analisis yang
di dalam penjara tidak akan terlalu jauh disajikan, dapat disimpulkan bahwa konsep
bergeser atau berbeda dengan konsep diri diri dibentuk melalui proses panjang dari
sebelum mereka di penjara. serangkaian pengalaman yang dipersepsikan
dan dimaknai oleh seorang individu. Konsep
Perempuan pelaku penyerta umumnya diri perempuan pelaku pembunuhan terbagi
akan menyalahkan diri mereka karena merasa menjadi dua berdasarkan status mereka yakni
telah diperdaya oleh pelaku utama. Pelaku sebagai pelaku utama dan pelaku penyerta.
penyerta merasa sebagai individu yang Sebagai pelaku utama konsep diri yang
terjebak di tempat dan waktu yang salah. terbentuk cenderung menjadi lebih negatif
Salah satu temuan di lapangan menunjukkan dengan menyatakan diri sebagai perempuan
adanya unsur memertahankan citra diri bodoh dan pembunuh yang tidak bermoral;
sebelum berada di penjara sehingga muncul sedangkan sebagai pelaku penyerta, konsep
diri yang terbentuk lebih positif dibandingkan
upaya untuk meyakinkan lingkungan bahwa
pelaku utama dengan menyatakan diri sebagai
merekalah korban dalam kasus tersebut. korban dari keadaan serta menyalahkan diri
Secara sederhana, konsep diri narapi­ akibat mudah diperdaya oleh pelaku utama.
dana perempuan pelaku pembunuhan sebagai
pelaku utama dan pelaku penyerta dapat Daftar Pustaka
dilihat pada bagan di bawah ini: Burns, R.B. (1993). Konsep Diri; Teori,
Pengukuran, Perkembangan dan Perilaku.
Jakarta: PT. Arcan.
Kartono, Kartini. (1992). Psikologi Wanita,
Jilid I. Jakarta: Rajawali Pers.
Miller, JoAnn.L. (1991). Female Criminality in
Modren Society. Purdue : In IUC Social
Sciences. Purdue University.
Ollenburger, Jane C. & Helen A. Moore.
(2002). Sosiologi Wanita. Jakarta :Rineka
Cipta.
Sarwono, Sarlito Wirawan. (2001). Psikologi
Sosial, Psikologi Kelompok dan Psikologi
Gambar 4, Posisi Konsep Diri Perempuan Terapan. Jakarta: Balai Pustaka.
Pelaku Pembunuhan Unger, Rhoda & Mary Crawford. (1992). Women
Gambar 4 menunjukkan posisi and Gender; A Feminist Psychology. USA:
konsep diri narapidana perempuan pelaku Mc Graw Hill.
Rahminawati, N. (2001). “Isu Kesetaraan
pembunuhan. Walaupun sama-sama berada
Laki-Laki dan Perempuan (Bias Gender).
pada zona konsep diri negatif tetapi konsep diri
MIMBAR (Jurnal Sosial dan Pembangunan),
pelaku penyerta lebih positif jika dibandingkan Volume 1, No. 3, pp 273-283.
dengan konsep diri pelaku utama. Konsep diri Supriadi, W.(2004). Perempuan dan
setiap individu tidak sama dengan individu Kesetaraan di Dalam Keluarga. MIMBAR
lainnya. Hal ini disebabkan karena latar (Jurnal Sosial dan Pembangunan),  Volume
belakang sosial budaya, pendidikan, kondisi 20, no. 23, pp 263-273.

142 ISSN 0215-8175 | EISSN 2303-2499

Anda mungkin juga menyukai