ABSTRAK
Kekerasan seksual adalah tindakan yang melanggar hak asasi manusia dan juga hukum. Penelitian ini akan
berfokus pada membahas isu dan fenomena kekerasan seksual yang menekankan pada subjek perempuan,
bagaimana potensi pemerasan korban terjadi, melalui lensa teori kriminologi feminis. Tujuannya adalah untuk
mengkaji fenomena perempuan sebagai korban kekerasan seksual dan seberapa rentannya mereka terhadap
pemerasan, sehingga kami menemukan paparan, pandangan mengenai penyebab, dan saran tentang bagaimana
menghindarinya. Menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif dengan wawancara tak terstruktur oleh
beberapa ahli relevan tentang topik tersebut. Kesimpulan dari pendapat para ahli adalah masih ada persepsi di
mana perempuan dianggap sebagai subjek yang lemah dan subordinat, stigmatisasi terhadap korban, dan budaya
pemerkosaan yang membuat perempuan takut melaporkan, sumber daya manusia dan penegakan hukum selama
proses pelaporan dan peradilan rentan terhadap pemerasan korban.
Kata kunci : Kekerasan Seksual, Viktimisasi, Kriminologi Feminisme
ABSTRACT
Sexual violence is an act that violates human rights and also laws. This study will focus on discussing issues and
phenomena of sexual violence focusing on female subjects, how potential victimization of victims occurs,
through the lens of feminist criminology theory. The goal is to examine the phenomenon of women as victims of
sexual violence and how vulnerable they are to victimization, so that we find exposure, views of the causes, and
suggestions on how to avoid it. Using a descriptive qualitative research method with unstructured interviews by
several relevant experts on the topic. The conclusion of the expert opinions is that there is still a perception
where women are seen as weak and subordinate subjects, judgmental stigma towards victims, and rape culture
that makes women afraid to report, human resources and law enforcement during the reporting and judicial
process are vulnerable to making victims victimized.
Keywords: Sexual Violence, Victimization, Feminism Criminology
PENDAHULUAN
Kekerasan seksual merupakan salah satu
bentuk kejahatan yang melanggar hak asasi manusia
dan memiliki dampak yang merusak bagi individu
serta masyarakat secara luas. Kekerasan seksual
tidak hanya menyiksa secara fisik, psikis atau
mental juga seksual seseorang, serta merendahkan
martabat seseorang. Kekerasan seksual dapat
dipahami bahwa perbuatan tersebut merupakan
pelanggaran dari hak asasi manusia (HAM) yang Sumber: KemenPPPA, 2024
dimana seharusnya manusia berhak mendapatkan
rasa aman, dan terlepas dari ancaman atau bentuk Grafik 2. Korban Kekerasan Seksual
kekerasan apapun dan dari siapapun. Namun, Berdasarkan Gender
menurut data data yang yang diperoleh Kementerian
Perlindungan Perempuan dan Anak (KemenPPPA)
menunjukkan bahwa jenis kekerasan yang paling
banyak dialami oleh korban kekerasan yakni
kekerasan seksual, ditampilkan pada grafik berikut:
SIMPULAN
Kekerasan seksual bukan hanya masalah kriminal, tetapi juga serangan terhadap hak asasi manusia
(HAM). Penting untuk memandang kekerasan seksual sebagai kejahatan yang merusak martabat dan integritas
individu, baik pria maupun perempuan. Meskipun banyak kemajuan dalam kesetaraan gender masa kini, namun
pandangan tradisional tentang perempuan sebagai pihak yang lemah dan subordinat masih mempengaruhi cara
pandang dalam masyarakat. Ini dapat memperburuk viktimisasi perempuan dan membuat penegakan hukum
menjadi lebih sulit. Maka dari itu, perlu adanya pendekatan yang inklusif untuk melibatkan pihak-pihak pria
dalam pencegahan kekerasan seksual. Teori kriminologi feminis membantu peneliti sekaligus pembaca dalam
memperluas pemahaman tentang kekerasan seksual dengan menyoroti aspek-aspek struktural dan budaya yang
mendasarinya. Pendekatan ini memperhatikan ketidaksetaraan gender dalam kebijakan penegakan hukum dan
menyuarakan suara korban yang sering kali diabaikan. Langkah-langkah pencegahan viktimisasi termasuk
pendidikan publik, akses yang lebih baik terhadap layanan dukungan, peningkatan kesadaran tentang hak-hak
korban, dan perbaikan sistem penegakan hukum yang responsif dan adil.
SARAN
Beberapa hal yang dapat dilakukan terkait upaya pencegahan dan penanggulangan dari masalah ini, yakni:
1. Penguatan Kesadaran dan Pendidikan: Mendorong pendidikan seks yang inklusif dan menyeluruh di
sekolah-sekolah untuk membangun kesadaran akan hak-hak seksual, persetujuan, dan perlindungan
terhadap kekerasan. Perlu diadakannya pendidikan, baik melalui lingkup formal maupun informal,
mengenai kesetaraan gender, mengatasi stereotip berbahaya, dan mengajarkan respek terhadap hak-hak
individu merupakan langkah penting dalam membangun masyarakat yang aman dari kekerasan seksual.
Pemikiran tabu akan seksualitas dapat menggiring anak hingga remaja kearah rentan terhadap
kekerasan seksual, terlebih melihat majunya teknologi kini, seperti child grooming, cyber-crime
menyangkut porno dan penghasutan, lebih mudah dilakukan. Dengan memperhatikan aspek-aspek
faktor, dan pencegahan, terutama menggencarkan kesadaran dan kehati-hatian atau awareness terhadap
hal–hal tersebut, demikian diharapkan kita dapat bergerak menuju sebuah lingkungan yang lebih aman,
inklusif, dan menghormati hak asasi manusia bagi semua individu, tanpa memandang gender atau
status sosial.
2. Pelatihan bagi Penegak Hukum: Memberikan pelatihan khusus kepada penegak hukum dan petugas
layanan masyarakat tentang bagaimana menangani kasus kekerasan seksual dengan sensitivitas dan
memastikan akses yang adil terhadap keadilan bagi korban.
3. Penguatan Dukungan bagi Korban: Membangun jaringan dukungan yang kuat bagi korban kekerasan
seksual melalui penyediaan layanan kesehatan mental, konseling, bantuan hukum, dan pusat-pusat
krisis. Kerjasama antar organisasi dan lembaga terkait, seperti Komnas Perempuan, KemenPPPA,
LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban), serta polisi dan instansi kesehatan, dapat membantu
penyelenggaraan perlindungan korban yang lebih terorganisir.
4. Advokasi dan Kampanye Publik: Melakukan kampanye publik yang berkelanjutan untuk memerangi
stigma dan norma sosial yang memperkuat kekerasan seksual, serta untuk mempromosikan budaya
persetujuan dan penghormatan terhadap semua individu.
5. Kemitraan dengan Komunitas: Membangun kemitraan yang kuat dengan organisasi masyarakat,
lembaga pendidikan, dan sektor swasta untuk menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung bagi
perempuan dan anak-anak.
6. Pendekatan Teknologi: Mengembangkan platform teknologi yang aman dan terjamin privasi untuk
memberikan akses ke layanan bantuan, informasi, dan dukungan bagi korban kekerasan seksual.
7. Perubahan Kebijakan: Mengadvokasi perubahan kebijakan di tingkat pemerintah dan lembaga
internasional untuk memperkuat perlindungan hukum, meningkatkan penegakan hukum, dan
memperbaiki sistem peradilan bagi korban kekerasan seksual.
DAFTAR PUSTAKA
Books:
Kim, H., Sefcik, J. S. and Bradway, C. (2017) „Characteristics of Qualitative Descriptive Studies: A Systematic
Review‟, Research in Nursing and Health. John Wiley and Sons Inc., 40(1), pp. 23–42. doi:
10.1002/nur.21768.
Journals:
Salma,Oorin Aninda. (2022). Analisis Kriminologi Terhadap Kejahatan Seksual dengan Modus Child
Grooming, Skripsi, Universitas Islam Negeri Walisongo, 1-135.
https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/19550/1/1802056080_QORIN%20ANNIDA%20SALMA_LEN
GKAP%20TUGAS%20AKHIR.pdf.
Eriyanti, Linda Dwi. (2017).Pemikiran Johan Galtung tentang Kekerasan dalam Perspektif Feminisme, Jurnal
Hubungan Internasional, Vol 6 (1), 27-37. https://doi.org/10.18196/hi.61102
Sopacua, Margie, G. (2015). Viktimisasi dalam Proses Pengadilan Pidana (Studi Kasus Perkosaan). Jurnal SASI,
Vol. 21 (2), 10-16.
https://media.neliti.com/media/publications/316072-viktimisasi-dalam-proses-peradilan-pidan-6ffae7e3.pdf