Anda di halaman 1dari 13

Kajian Yuridis Pelecehan Seksual Terhadap Anak Dalam Jaringan

KAJIAN YURIDIS PELECEHAN SEKSUAL TERHADAP ANAK MELALUI DARING


(DALAM JARINGAN)

Djihan Yuniantari
(S1 Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum, Universitas Negeri Surabaya)
djihanyuniantari16040704100@mhs.unesa.ac.id

Emmilia Rusdiana
(S1 Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum, Universitas Negeri Surabaya)
emmiliarusdiana@gmail.com

Abstrak
Pengaturan hukum mengenai tindak pidana yang terdapat di Indonesia diatur dalam KUHP. Salah satu
bentuk tindak pidana yaitu pelecehan seksual, karena sifat KUHP yang limitatif, sehingga membatasi
penjatuhan sanksi terhadap pelaku pelecehan seksual. Hal ini memberikan kesempatan bagi pelaku yang
mengikuti perkembangan zaman dalam melakukan tindak pidana pelecehan seksual supaya tidak
mendapatkan sanksi. Seperti halnya yang dilakukan oleh pelaku pelecehan seksual terhadap anak melalui
daring (daring), dimana pelaku melakukan pendekatan dengan korban melalui media sosial seperti
instagram, game hago, facebook, twitter yang selanjutnya percakapan dilakukan menggunakan aplikasi
whatsapp. Sasaran korban pelaku yaitu anak usia 9 (sembilan ) hingga 14 (empat belas) tahun. Penelitian
ini bertujuan untuk menganalisis perbuatan pelecehan seksual terhadap anak melalui daring berdasarkan
Pasal 293 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, beserta pentingnya pembaharuan pengaturan perbuatan
pelecehan seksual terhadap anak melalui daring sebagai perlindungan terhadap korban. Penelitian
menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan konsep, teknik
pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan dan dianalisis menggunakan teknik preskriptif.
Hasil dan pembahasan menyatakan bahwa pengaturan hukum yang telah ada di Indonesia mengenai
pelanggaran norma asusila seperti KUHP, UU ITE, UUPA, serta UU Pornografi belum dapat menjadi
pengaturan hukum untuk tindak pidana pelecehan seksual terhadap anak melalui daring. Pelecehan seksual
terhadap anak melalui daring juga belum termasuk dalam pelanggaran Pasal 293 KUHP karena hanya
mengatur mengenai perbuatan cabul (secara fisik), sehingga pentingnya pembaruan peraturan guna
melindungi korban serta memberikan kepastian hukum. Salah satu bentuk pembaruan peraturan tentang
pelecehan seksual yaitu RUU PKS. RUU PKS memberikan pembaruan pengaturan hukum tentang
perbuatan pelecehan seksual yang tidak hanya terjadi secara fisik tetapi juga non-fisik, sehingga korban
mendapat perlindungan dan kepastian hukum sesuai dengan isi Pasal 3, Pasal 22 Ayat (1), Pasal 24 Ayat
(1), dan Pasal 25 RUU PKS.
Kata kunci: pelecehan seksual, anak, daring, Perlindungan korban.

Abstract
Legal arrangements regarding criminal acts contained in Indonesia are regulated in the Criminal Code. One
form of criminal acts is sexual harassment, because of the limitative nature of the Criminal Code, thereby
limiting the dropping of sanctions against perpetrators of sexual harassment. This provides an opportunity
for perpetrators who follow the times in committing sexual harassment crimes so as not to get sanctioned.
As is done by perpetrators of child sexual abuse through online, where the perpetrator approaches the
victim through social media such as instagram, hago game, facebook, twitter which is then a conversation
conducted using whatsapp application. The target victims are children aged 9 (nine) to 14 (fourteen) years.
This study aims to analyze the acts of child sexual abuse online under Article 293 of the Penal Code, along
with the importance of reforming the regulation of the regulation of sexual abuse of children through
online as protection for victims. Research using normative juridical methods with statutory approaches and
concepts, data collection techniques are carried out by way of literature studies and analyzed using
prescriptive techniques. The results and discussion stated that existing legal arrangements in Indonesia
regarding violations of immoral norms such as the Criminal Code, ITE Law, UUPA, and Pornography Law
have not been able to become legal arrangements for criminal acts of sexual abuse against children through
online. Sexual abuse of children online is also not included in the violation of Article 293 of the Criminal
Code because it only regulates obscene acts (physically), so the importance of regulatory updates to protect
victims and provide legal certainty. One form of update of the regulation on sexual harassment is RUU
PKS. The RUU PKS provides an update of legal arrangements on acts of sexual abuse that not only occur

1
Jurnal Novum. Volume __ Nomor __ Tahun 2021, __ - __

physically but also non-physical, so that victims get legal protection and certainty in accordance with the
contents of article 3, article 22 paragraph (1), article 24 paragraph (1), and article 25 of the RUU PKS.
Keywords: sexual abuse, children, online, sacrificial protection .

2
Kajian Yuridis Pelecehan Seksual Terhadap Anak Dalam Jaringan

PENDAHULUAN dilakukan dengan adanya sentuhan yang tidak diinginkan


Kekerasan seksual menurut Naskah Akademik mengarah keperbuatan seksual seperti mencium,
Rancangan Undang-Undang Tentang Penghapusan mengelus, memeluk, menempelkan tubuh pelaku terhadap
Kekerasan Seksual oleh Komisi Nasional Anti Kekerasan korban, dan sentuhan lainnya. (2) Pelecehan lisan,
terhadap Perempuan, untuk selanjutnya disebut dengan dilakukan dengan ucapan verbal atau komentar yang tidak
KOMNAS Perempuan, merupakan perbuatan yang diinginkan mengenai kehidupan pribadi, bagian tubuh,
dianggap merendahkan, menghina, menyerang dan lain
penempilan oranglain. Seringkali hal tersebut dilakukan
sebagainya. Terhadap tubuh terkait dengan nafsu, hasrat
seksual seseorang secara paksa yang bertentangan dengan dengan cara melontarkan bercandaan atau lelucon yang
kehendak seseorang, dan/atau tindakan lain yang mengandung seksual. (3) Pelecehan non-verbal atau
menyebabkan seseorang tersebut tidak mampu isyarat, pelecehan seperti ini dilakukan dengan cara
memberikan persetujuan dalam keadaan bebas memberikan kode-kode terhadap korban, menggunakan
(Candraningrum 2016). Karena adanya ketimpangan bahasa tubuh dengan menggerak-gerakkan tubuh bernada
relasi kuasa, relasi gender dan lain sebagainya. Sehingga
seksual. Seperti melakukan flirting (kerlingan mata)
dapat mengakibatkan penderitaan dan/atau kesengsaraan
terhadap korban secara fisik, psikis, seksual, kerugian secara terus menerus, melihat atau memperhatikan bagian
secara ekonomi, sosial, budaya, dan/atau politik tubuh tertentu dengan penuh nafsu, dapat juga
(Perempuan 2017). menggunakan jari tangan, menjilat bibir, dan lain
Menurut KOMNAS Perempuan terdapat beberapa sebagainya gerak tubuh yang mengarah ke pelecehan
bentuk kekerasan seksual, antara lain; (1) Perkosaan, (2) seksual. (4) Pelecehan visual, dilakukan dengan cara
Kontrol seksual, melalui aturan diskriminasi dengan dasar memperlihatkan atau mempertontonkan materi pornografi
moralitas dan agama, (3) Pemaksaan kontrasepsi dan berupa foto, video, gambar kartun (anime), pelecehan
sterilisasi, (4) Intimidasi seksual termasuk ancaman atau secara visual terjadi melalui sosial media, chatting, direct
percobaan perkosaan, (5) Penyiksaan seksual, (6) message (DM), E-mail, atau melalui video call. (5)
Pelecehan seksual, (7) Perdagangan perempuan untuk Pelecehan psikologis atau emosional, pelaku biasanya
tujuan seksual, (8) Praktik tradisi bernuansa seksual yang melakukan permintan-permintaan atau ajakan-ajakan
membahayakan atau mendeskriminasi perempuan, (9) secara terus menerus terhadap korban yang tidak
Eksploitasi seksual, (10) Prostitusi paksa, (11) Pemaksaan menginginkannya, seperti halnya ajakan untuk berkencan.
aborsi, (12) Perbudakan seksual, (13) Pemaksaan Pelecehan seksual terjadi karena adanya
perkawinan dan cerai gantung juga termasuk, (14) ketimpangan relasi kuasa, relasi gender dan lain
Pemaksaan kehamilan, (15) Penghukuman tidak sebagainya, dalam hal ini yang dapat menjadi korban dari
manusiawi dan bernuansa seksual (FHUI 2018). Diantara pelecehan seksual yaitu anak. Karena anak berada diposisi
15 (lima belas) bentuk kekerasan seksual, salah satunya yang lebih lemah tidak berdaya, moralitas masyarakat
yaitu pelecehan seksual juga terdapat di dalam kategori khususnya pelaku terhitung rendah, serta kurangnya
kekerasan seksual. Pelecehan seksual suatu tindakan yang kontrol dan kesadaran orangtua dalam mengantisipasi
mengganggu seperti melecehkan, yang dilakukan oleh kejahatan terhadap anak (Humaira 2015). Anak adalah
seseorang terhadap orang lain yang berkaitan dengan alat tunas bangsa, merupakan generasi muda penerus cita-cita
kelamin, yang dirasa menganggu serta menurunkan harga perjuangan bangsa, memiliki peran yang strategis sebagai
diri orang tersebut atau korbannya (Imam Mashudin sumber daya manusia bagi pembangunan nasional, dan
2016). mempunyai ciri dan sifat khusus guna menjamin
Sedangkan pengertian pelecehan seksual kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa
berdasarkan penjelasan dari komnas perempuan, yang akan datang (Djamil 2013).
merupakan tindakan seksual dengan cara memberikan Meningkatnya angka jumlah pelecehan seksual
sentuhan fisik dan/atau non-fisik, yang menjadi terhadap anak menggambarkan Indonesia menjadi negara
sasarannya yaitu organ seksual atau seksualitas korban. darurat pelecehan terhadap anak. Hal ini ditunjukkan
Dapat mengakibatkan rasa tidak nyaman, merasa dengan data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia,
direndahkan martabatnya, hingga dapat menyebabkan tentang anak sebagai korban kekerasan seksual:
masalah kesehatan dan keselamatan (Lies Mailoa
Marantika 2009). Berikut merupakan bentuk pelecehan Tabel 1. Data Anak Korban Kekerasan Seksual 2011
seksual secara umum terbagi menjadi 5(lima), antara lain Hingga 2017
Kasus 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
(Arifah Septiane Mukti 2015): (1) Pelecehan fisik,
Perlindungan
Anak
Anak korban 216 412 343 656 218 192 188
kejahatan
seksual online

3
Jurnal Novum. Volume __ Nomor __ Tahun 2021, __ - __

Anak Korban 107 110 147 163 174 188 142 perilaku menyakiti diri sendiri, kekejaman terhadap
pornografi dari
media sosial hewan, kriminalitas ketika dewasa, hingga bunuh diri,
menarik diri dari kehidupan sosial (menjauh dari keluarga
Sumber: Data KPAI anak sebagai korban kekerasan dan teman-teman), serta kehilangan kemampuan untuk
seksual pada tahun 2011 hingga 2017 bergerak bebas dan partisipasi dalam ruang online
dan/atau offline (Brodwin 2005).
Data di atas menunjukkan bahwa dapat terjadi tindak
Pada pelecehan seksual yang menjadi korban yang
pidana pelecehan di dunia nyata atau pun dalam jaringan.
merupakan seorang anak, upaya yang dilakukan oleh
Contoh pelecehan seksual terhadap anak dapat
Pemerintah guna melindungi hak-hak anak berdasarkan
terjadi kapan saja dan dimana saja, baik di sekolah, di
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia,
rumah, atau taman bermain. Di sekolah yang merupakan
diantaranya hak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan
tempat untuk seorang anak mendapatkan bimbingan
berkembang hak atas perlindungan dari kekerasan dan
moral, etika, dan ilmu pengetahuan, tetapi pada
diskriminasi. Membentuk peraturan perundang-undangan
kenyataannya pada beberapa sekolah yang ada di
yang diterbitkan oleh Pemerintah Republik Indonesia,
Indonesia terjadi pelecehan seksual terhadap anak,
berupa Peraturan Perundang-Undangan Nomor 35 Tahun
dibuktikkan pada tahun 2014 yang terjadi di Jakarta
2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23
International School (JIS). Adapun bentuk dari pelecehan
Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, yang menjadi
seksual terhadap anak dapat dibagi sebagai berikut:
pertimbangan dalam pembentukan peraturan tersebut
Tabel 2. Bentuk Pelecehan Terhadap Anak
karena anak merupakan tunas, potensi, dan generasi muda
Jenis Pelecehan Bentuk Pelecehan
penerus cita-cita perjuangan bangsa, serta memiliki peran
Emosional Kata-kata menggoda,
strategis, ciri, dan sifat khusus sehingga wajib dilindungi.
mengancam, hinaan, hingga
Pelecehan seksual dapat berupa sikap yang tidak
makian.
senonoh, seperti menyentuh anggota tubuh yang vital dan
Seksual Pornografi, kata-kata porno,
dapat pula hanya berupa kata-kata atau pernyataan yang
perbuatan tidak sopan, dan
bernuansa tidak senonoh, dengan kata lain dapat
pelecehan terhadap organ
dilakukan dengan cara memberikan sentuhan fisik
seksual anak.
dan/atau non-fisik, sasaran dari pelecehan seksual yakni
Sumber: Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan organ seksual atau seksualitas korban (Mashudin 2016).
RI Pelecehan Seksual Terhadap Anak dan Remaja Sedangkan, korban yang menjadi objek sentuhan atau
pernyataan merasa tidak nyaman atau tidak aman. Sebagai
Uraian data di atas menunjukkan bahwa pelecehan bentuk adanya pelecehan seksual secara non fisik terhadap
terhadap anak dapat terjadi baik terjadi secara langsung anak dapat dilakukan secara online melalui sebuah
dengan bersentuhan, maupun tindakan secara tidak platform, yang dapat dijadikan sebagai tempat terjadinya
langsung. Pelecehan seksual yang dilakukan secara pelecehan seksual secara online adalah situs jejaring
langsung dilakukan dengan cara menyentuh organ intim sosial, aplikasi yang dapat berbagi berkas atau foto,
anak, mencolek tubuh anak, dan pelukan. Sedangkan, aplikasi game, dan serta aplikasi bawaan yang terdapat
pelecehan seksual yang dilakukan secara tidak langsung disebuah ponsel.
berupa perkataan bermaksud pornografi, video call sex Fakta adanya tindakan pelecehan seksual non-fisik
(vcs), hingga mengambil foto telanjang anak. Pelecehan didukung dengan adanya data yang dimiliki oleh The US
seksual terhadap anak yang terjadi merupakan salah satu National Centre for Missing and Exploited Children
perbuatan kekerasan seksual, dan meresahkan masyarakat. (NCMEC) yang diumumkan ke publik pada tahun 2014,
Dampak dari pelecehan seksual terhadap anak menyatakan bahwa terdapat 78.964 laporan kejahatan
mengakibatkan kerugian jangka pendek maupun jangka seksual anak secara daring yang dilaporkan oleh
panjang. Adapun dampak lain yang diakibatkan oleh masyarakat sebanyak 1.027.126 tindak pidana eksploitase
tindakan tersebut menganggu psikologis, emosional, fisik seksual anak berasal dari laporan penyedia layanan
dan sosial dari anak yang meliputi (depresi, stres pasca elektronik (Sofian 2019). Pelecehan seksual terhadap anak
trauma, kegelisahan, gangguan makan, rasa rendah diri secara online yang selanjutnya disebut daring (dalam
yang buruk, gangguan identitas pribadi dan kegelisahan, jaringan) guna mengganti kata online berdasarkan Kamus
somatisasi, sakit saraf, sakit kronis, perubahan perilaku Besar Bahasa Indonesia, termasuk dalam pornografi anak
seksual, masalah sekolah/belajar (Ira Paramastri 2010). yang memanfaatkan fasilitas daring. Tindak pidana
Pelecehan seksual juga berdampak pada perilaku anak pelecehan seksual yang semakin berkembang, yang
tersebut, seperti halnya penyalahgunaan obat terlarang, dilakukan tidak hanya secara terang-terangan, namun juga

4
Kajian Yuridis Pelecehan Seksual Terhadap Anak Dalam Jaringan

menggunakan media sosial sebagai alat untuk 236 kasus serupa yang dimuat pada (Kasuistika 2019),
menjalankan kejahatannya. akan tetapi dalam pengungkapan kasus ini menemukan
Sebagai bentuk kepedulian Pemerintah guna kendala, karena pelaku pelecehan seksual terhadap anak
menggunakan direct massages (DM) atau percakapan
melindungi warga negara dari pornografi, terutama bagi
privat, dengan membangun pertemanan dan membangun
anak dan perempuan, sehingga Pemerintah Republik hubungan emosi dengan seorang anak, sehingga anak
Indonesia mebuat peraturan perundang-undangan yaitu tersebut mempercayai pelaku dan berkenan melakukan
Undang - undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun apa saja yang diperintahkan oleh pelaku terhadap
2008 Tentang Pornografi, yang disahkan oleh DR. H. korbannya.
Susilo Bambang Yudhoyono yang saat itu menjabat Pelecehan seksual dapat termasuk dalam kejahatan
sebagai Presiden Republik Indonesia, pada tanggal 26 yang melanggar norma kesusilaan. Tindak pidana di
November 2008, Lembaran Negara Republik Indonesia Indonesia diatur dalam KUHP(Kitab Undang-undang
Tahun 2008 Nomor 181. Bentuk kepedulian tersebut Hukum Pidana), salah satu Pasal yang terdapat dalam
terdapat pada bunyi Pasal 3 mengenai tujuan dari Undang- KUHP mengatur tentang tindak pidana kejahatan yang
undang Pornografi. melanggar norma kesusilaan sebagai korbannya adalah
Pemanfaatan anak dengan tujuan seksual melalui anak yaitu bunyi Pasal 293 ayat (1), sebagai berikut:
daring telah ditemukan oleh penegak hukum. Ditunjukkan “Barang siapa dengan memberi atau menjanjikan
dengan adanya beberapa kasus yang berhasil hingga pada uang atau barang, menyalahgunakan pembawa yang
timbul dari hubungan keadaan, atau dengan
proses pengadilan, akan tetapi sebagian besar kasus tidak
penyesatan sengaja menggerakkan seorang belum
dapat dibawa hingga pada proses pengadilan, sehingga dewasa dan baik tingkah lakunya untuk melakukan
tidak dapat menghukum pelaku, karena sulitnya atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul dengan
menjangkau korban dari kejahatan tersebut. Kasus dia, padahal tentang belum kedewasaannya,
kejahatan seksual terhadap anak daring ini diperkirakan diketahui atau selayaknya harus diduganya, diancam
akan mengalami penambahan jumlahnya dimasa yang dengan pidana penjara paling lama lima tahun.”
akan datang, seiring dengan peningkatan tingginya
Tetapi tindak pidana pelecehan seksual terhadap anak
pengguna daring di Indonesia. Berdasarkan data dari
selalu terjadi, secara terang-terangan, atau menggunakan
website Kementerian Komunikasi dan Infromasi dengan
media sosial sebagai alat untuk menjalankan
kategori sorotan media, berikut merupakan data pengguna
kejahatannya, meskipun telah ada aturan yang tertulis,
internet di Indonesia;
akan tetapi modus atau cara yang digunakan oleh pelaku
Tabel 3. Data Pengguna Internet
mengikuti perkembangan zaman, guna menghindari
sanksi yang berlaku. Sehingga, perlu adanya pembaharuan
sistem hukum untk mengatur secara spesifik mengenai
pelecehan seksual sebagai perlindungan terhadap korban.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya kendala
yang dihadapi oleh penegak hukum dalam kasus seperti di
Sumber data: Kementerian Komunikasi dan Infromasi atas yaitu, terkendala dalam pemberian sanksi atau
Data Pengguna Internet tindakan lanjutan guna memberi keadilan antara korban
dan pelaku, dikarenakan adanya modus baru yang
Berdasarkan data pada tabel sehingga Indonesia digunakan oleh pelaku kejahatan seksual terhadap anak,
menduduki nomor 6 jumlah pengguna internet di Dunia adapun aturan yang berlaku sifatnya limitatif atau
(Oik Yusuf 2014). terbatas. Oleh karena itu pada penelitian ini terdapat
Data untuk korban anak, dalam kasus pelecehan 2(dua) rumusan masalah: (1) Apakah perbuatan pelecehan
seksual secara online, belum ada data secara statistik.
seksual terhadap anak melalui daring (online) termasuk
Pada kurun waktu 2015 tedapat 1.366 kasus pornografi
dan kejahatan siber pada anak. Akan tetapi data tersebut, dalam delik Pasal 293 KUHP? dan (2) Apa pentingnya
belum menunjukkan validitas data yang akurat, karena pembaruan peraturan tentang perbuatan pelecehan seksual
data berasal dari temuan media, berdasarkan pada kasus- anak melalui daring sebagai perlindungan terhadap
kasus yang dilaporkan pada KPAI (Sofian 2019). Seperti korban?.
halnya baru-baru ini di media massa terdapat kasus yang Pada penelitian ini juga terdapat 2(dua) tujuan yaitu:
diberitakan oleh media elektronik (televisi), serta melalui (1) Untuk mengetahui dan menganalisis tindak pidana
daring mengenai kasus pelecehan seksual terhadap anak
pelecehan seksual terhadap anak melalui daring
daring (online). Hal tersebut disampaikan oleh
Kabagpenum Divisi Humas Mabes Polri yaitu Kombes berdasarkan Pasal 293 Kitab Undang-undang Hukum
Pol Asep Adi Saputra pada konferensi persnya dengan Pidana, (2) Untuk mengetahui dan menganalisis
media massa, mengatakan bahwa pada tahun 2019 tercatat pentingnya pembaharuan peraturan tentang perbuatan

5
Jurnal Novum. Volume __ Nomor __ Tahun 2021, __ - __

pelecehan seksual terhadap anak melalui daring sebagai Pendekatan Perundang-undangan (statute approach),
perlindungan terhadap korban. pendekatan ini dapat dilakukan dengan cara menelaah
Menurut Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang No. 35 peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan isu
Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Bunyi dari Pasal hukum yang sedang diteliti (Marzuki 2005). Isu hukum
di atas seperti berikut : yang sedang diteliti yaitu pelecehan seksual terhadap anak
“Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, melalui daring, sehingga penulis pada penelitian ini
wali, atau pihak lain manapun yang bertanggunga menelaah KUHP, Undang-undang Pornografi, Undang-
jawab atas pengasuhan, berhak mendapat undang ITE, dan RUU PKS. (b) Pendekatan Konseptual
perlindungan dari perlakuan: a. Diskriminasi, b.
(conceptual approach), konsep yang digunakan oleh
Eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual. c.
Penelantaran, d. Kekejaman, kekrasan. Dan penulis pada penelitian ini antara lain yaitu konsep
penganiayaan, e. Ketidak adilan, f. Perlakuan salah mengenai pelcehan seksual, korban pelecehan seksual,
lainnya.” dan konsep umum mengenai sanksi pelanggaran hukum
Menurut Pasal 1 angka 3 Undang-undang No. 11 Tahun pelecehan seksual.
2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. “Anak yang Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini
Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya disebut Anak guna memecahkan isu hukum yang sedang diteliti yaitu
adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, bahan hukum primer yang dperoleh dari peraturan
tetapi belum berumur 18 (delapan belas)”. perundang-undangan yang terkait dengan isu hukum,
Menurut Pasal 62 Undang-undang No. 39 Tahun 1999 yaitu pertama kitab undang-undang hukum pidana
Tentang Hak Asasi Manusia, “Setiap anak berhak untuk (KUHP), kedua Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981
memperoleh pelayanan kesehatan dan jasmani sosial (KUHAP), ketiga Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014
secara layak, sesuai dengan kebutuhan fisik dan metal perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
spiritualnya” (Rahman 2017). Pasal tersebut merupakan tentang perlindungan anak, keempat Undang-undang
kajian teoritik, yang menjelaskan tentang hak-hak anak Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi, kelima
telah diatur di dalam peraturan perundang-undangan. Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 perubahan atas
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
METODE Informasi dan Transaksi Elektronik, dan yang keenam
Penelitian hukum (legal research) dilaksanakan rancangan undang-undang penghapusan kekerasan
guna mencari solusi, untuk memecahkan isu hukum yang seksual.
ada. Pada penelitian hukum terbagi menjadi 2 (dua) Pada penelitian ini juga menggunakan bahan hukum
macam, yaitu metode penelitian hukum secara empiris sekunder dan bahan non-hukum, dimana bahan hukum
(atau yang biasa disebut yuridis sosiologis) dan metode tersebut diperoleh dari skripsi, tesis, jurnal hukum, buku
penelitian hukum secara normatif (atau yang biasa disebut teks, dan komentar mengenai isu hukum yang berkaitan
yuridis normatif) (Ochtorina 2014). dengan pelecehan seksual terhadap anak melalui daring
Jenis penelitian yang digunakan, yaitu metode (online). sedangkan bahan non-hukum skripsi, tesis, jurnal
penelitian yuridis normatif. Penelitian hukum normatif hukum, buku teks, dan komentar mengenai isu hukum
merupakan penelitian yang dapat dilakukan dengan cara yang berkaitan dengan pelecehan seksual terhadap anak
meneliti bahan kepustakaan sebagai dasar penelitian dan melalui daring (online).
dapat juga dilakukan dengan cara menelusuri peraturan Penelitian hukum yang menggunakan jenis
perundang-undangan, dan literatur yang berkaitan dengan penelitian yuridis normatif atau kepustakaan. Teknik
permasalahan yang sedang diteliti (Soekanto 2001), pada pengumpulan data yang dapat dilakukan pada penelitian
penelitian ini yang menjadi topik utama yaitu kajian normatif yaitu studi kepustakaan. Studi kepustakaan dapat
yuridis pelecehan seksual terhadap anak melalui daring. dilakukan dengan cara mencari buku-buku mengenai
Menjawab isu hukum yang disajikan oleh peneliti, hukum yang berlaku di Indonesia, khususnya dalam
dalam penelitian hukum secara normatif (yuridis bidang hukum pidana yang relevan dengan topik
normatif), yang berkaitan dengan pelecehan seksual pembahasan yang terdapat dalam penelitian, selain penulis
terhadap anak melalui daring, dibutuhkan pemahaman juga melakukan penelusuran terhadap peraturan
mengenai isu hukum tersebut. Pemahaman dilakukan perundang-undangan yang berkaitan dengan isu hukum,
melalui pendekatan-pendekatan yang ada dalam metode pencarian melalui jurnal-jurnal yang berhubungan dengan
penelitian yuridis normatif. Pada penelitian ini, topik pembehasan pada penelitian, dan juga melakukan
pendekatan penelitian yang dipakai adalah pendekatan penelusuran dengan berita-berita yang memiliki korelasi
perundang-undangan (statute approach), dan pendekatan dengan permasalahan pada penelitian ini yang dilakukan
konseptual (conceptual approach). Penjelasan dari dengan baik, penelusuran dilakukan melalui perpustakaan
pendekatan tersebut adalah sebagai berikut: (a) ataupun melalui internet.

6
Kajian Yuridis Pelecehan Seksual Terhadap Anak Dalam Jaringan

Teknik Analisis bahan hukum yang digunakan pertemanan dan membangun hubungan emosi dengan
dalam penelitian ini adalah dengan cara teknik preskriptif, seorang anak yang menjadi korbannya melalui chat
yakni memberikan preskripsi atau penilaian mengenai pribadi, sehingga anak tersebut mempercayai pelaku, lalu
benar atau salah, atau apa yang seharusnya menurut berkenan melakukan apa saja yang diperintahkan oleh
hukum terdapat fakta atau peristiwa hukum dari hasil pelaku terhadap korbannya.
penelitian (Fajar 2007). Metode preskriptif bertujuan Berikut kronologi kasus pelecehan seksual terhadap
untuk memberikan suatu penjelasan atau suatu gambaran anak melalui pesan pribadi direct massages (DM):
terhadap masalah hukum yang sedang diteliti. Tabel 4. Kasus Pelecehan Seksual Terhadap Anak
Penggunaan dari metode preskriptif dalam penelitian ini Melalui Daring
juga dimaksudkan untuk memberikan suatu argumentasi No Pelaku Tahun Kronologi
hasil penelitian yang dilakukan peneliti. Argumentasi 1. AAP 2019 Kasus pelecehan seksual
yang dilakukan peneliti untuk memberikan bagaimana terhadap anak melalui
preskriptif atau gambaran mengenai isu hukum pidana aplikasi hago yang diketahui
yang berkaitan dengan pelecehan seksual terhadap anak pelakunya berinisial AAP
melalui daring. alias Prasetya Devano alias
Defans alias Pras, target
HASIL DAN PEMBAHASAN pelaku yang dijadikan
Tindak Pidana Pelecehan Seksual Terhadap Anak korbannya yaitu anak berusia
Melalui Daring 9(sembilan) hingga 15 (lima
Orang-orang yang rentan sebagai korban selain belas) tahun. AAP melakukan
perempuan yaitu anak-anak. Lingkungan yang dapat aksinya dengan bermain
menjadi penyebab dari adanya pelecehan seksual yaitu game hago dan berkenalan
kemiskinan yang dialami oleh masyarakat dan tekanan dengan korbannya, lalu
nilai matrealistik, kondisi ekonomi rendah, status
pelaku mengajak korbannya
perempuan dianggap rendah, terdapat nilai yang
menganggap bahwa anak merupakan milik orangtuanya video call, pada saat
sendiri, sistem keluarga yang patriarki, serta masyarakat melakukan video call pelaku
yang terlalu individualis (Chomari 2014). memaksa korbannya untuk
Fakta mengenai praktik kekerasan seksual yang melakukan aksi yang
salah satu bentuk dari kekerasan seksual yaitu tindak termasuk dalam unsur
pidana pelecehan seksual terhadap anak melalui daring pornografi. Kasus ini dapat
yang terjadi sebagaimana telah diungkap oleh pihak diungkapkan karena adanya
kepolisian melalui media massa seperti halnya koran, laporan dari salah satu
youtube, berita di televisi dapat dipahami wujud dari orangtua korban, sehingga
tindak pidana pelecehan seksual terhadap anak melalui AAP dapat ditangkap oleh
daring, dapat terjadi melalui sexchatting, kegiatan tersebut Polda Metro Jaya
biasanya dimulai dengan adanya percakapan dengan (Wildansyah 2019).
menggunakan simbol atau tanda sex hingga 2. TR 2019 Kasus selanjutnya,
membicarakan hal-hal tentang aktivitas seks. Dampak penangkapan terhadap TR
yang terjadi pada perilaku seks mengarah ke hal-hal yang merupakan salah satu
negatif. narapidana di Surabaya, telah
Menurut Kabagpenum Divisi Humas Mabes Polri melakukan pelecehan seksual
yaitu Kombes Pol Asep Adi Saputra mengatakan bahwa terhadap anak melalui
pada tahun 2019 tercatat 236 kasus serupa yang dimuat internet. Aksi tersebut
pada (Kasuistika 2019), akan tetapi dalam pengungkapan dilakukan dengan cara TR
kasus ini menemukan kendala, karena pelaku pelecehan mengambil foto salah satu
seksual terhadap anak menggunakan direct massages guru di akun Instagram, lalu
(DM) atau melakukan percakapan secara pribadi (private) digunakan untuk membuat
dengan korban, hal tersebut menyulitkan pihak kepolisian akun baru mengatasnamakan
dalam melacak pelaku, mencari barang bukti, dan guru tersebut. Setelah itu
menyelitkan pihak kepolisian menentukan unsur apa saja akun intagram palsu tersebut
yang telah dilanggar oleh pelaku guna memberikan sanksi mem-follow akun instagram
terhadap pelaku. Pelaku melakukan tindak pelecehan yang dimiliki oleh anak-anak
seksual terhadap anak, dengan cara membangun selaku muridnya, yang akan

7
Jurnal Novum. Volume __ Nomor __ Tahun 2021, __ - __

No Pelaku Tahun Kronologi “Setiap orang yang memproduksi, membuat,


menjadi korbannya. Melalui memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan,
akun tersebut TR meminta menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan,
akun WhatsApp korban, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan
pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
setelah mendapatkan akun
ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling
tersebut TR melakukan singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 12 (dua
komunikasi dengan korban, belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit
serta membangun rasa Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah)
percaya korban terhadap dan paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar
pelaku, dan meminta korban rupiah).”
untuk mengirim foto atau Pasal 45 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang
video korban dalam keadaan Informasi dan Transaksi Elektronik;
membuka pakaiannya, selain “ayat (1) Setiap Orang yang dengan sengaja dan
tanpa hak mendistribusikan dan/atau
itu korban juga diminta oleh
mentransmisikan dan/atau membuat dapat
pelaku untuk menyentuh diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
bagian intimnya sesuai Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar
dengan perintah pelaku. kesusilaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27
Karna pelaku memanfaatkan ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama
foto seorang guru pada profil 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”
Instagram palsu tersebut
“ayat (2) Setiap Orang yang dengan sengaja dan
sehingga jika korban tidak tanpa hak mendistribusikan dan/atau
menuruti perintahnya, maka mentransmisikan dan/atau membuat dapat
korban akan diberi nilai jelek diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
pada ujiannya. Terungkapnya Elektronik yang memiliki muatan perjudian
kasus ini dikarenakan ada sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2)
laporan seorang guru yang dipidana dengan pidana penjara paling lama 6
(enam) tahun dan/atau denda paling banyak
merasa dirugikan oleh akun
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”
palsu tersebut (Kasuistika “ayat (3) Setiap Orang yang dengan sengaja dan
2019). tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat
Para pelaku kejahatan pelecehan seksual tersebut, diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
dikenai sanksi dengan Pasal 82 Undang-undang Nomor Elektronik yang memiliki muatan penghinaan
35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak, Pasal 29 dan/atau pencemaran nama baik sebagaimana
Undang-undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau
Pornografi, serta Pasal 45 Undang-undang Nomor 19
denda paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus
Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. lima puluh juta rupiah). “
Berikut merupakan bunyi pasal guna memberikan sanksi “ayat (4) Setiap Orang yang dengan sengaja dan
terhadap pelaku pelecehan seksual terhadap anak melalui tanpa hak mendistribusikan dan/atau
jaringan internet (online) : (a) Pasal 82 Undang-undang mentransmisikan dan/atau membuat dapat
Nomor 35 Tahun 2104 Tentang Perlindungan anak; diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
“ayat (1) Setiap orang yang melanggar ketentuan Elektronik yang memiliki muatan pemerasan
dan/atau pengancaman sebagaimana dimaksud
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dalam Pasal 27 ayat (4) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda
dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda
paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).”
rupiah).
“ayat (2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana “ayat (5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) merupakan delik aduan”.
dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Orang Tua,
Wali, pengasuh Anak, pendidik, atau tenaga Pasal-pasal diatas merupakan sanksi yang dapat
kependidikan, maka pidananya ditambah 1/3 dikenakan terhadap pelaku, hal ini dikarenakan pelaku
(sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana diduga telah melakukan pelanggaran terhadap Pasal 76E
dimaksud pada ayat (1).” Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Tentang
Pasal 29 Undang-undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Perlindungan Anak, Pasal 4 ayat (1) Undang-undang No.
Pornografi; 44 Tahun 2008, dan Pasal 27 Undang-undang No. 19

8
Kajian Yuridis Pelecehan Seksual Terhadap Anak Dalam Jaringan

Tahun 2016 Perubahan Atas Undang-undang No. 11 tersebut, diantaranya fakta yang beredar diberita yang
Tahun 2008 Tentang Informasi dan Elektronik. menjadi pelaku ialah guru, tetangga, orangtua kandung
atau orangtua tiri, saudara tiri atau saudara kandung,
Pengaturan Hukum Pelecehan Seksual Terhadap teman sekolah, pegawai atau karyawan yang bekerja di
Anak Melalui Jaringan Internet (Online) Dalam sekolah, dan lainnya. Tidak terlepas dari fakta tersebut,
KUHP orang terdekat bisa menjadi pelaku, sehingga tidak
Kekerasan seksual terhadap anak menurut End menutup kemungkinan oranglain yang tidak dikenal atau
Child Prostitution in Asia Tourism (ECPAT) Internasional dikenal tetapi tidak dekat, dapat juga menjadi pelaku
yang merupakan organisasi internasional yang fokus pelecehan. Seperti terjadi pelecehan seksual terhadap anak
dalam mengatasi kasus kejahatan eksploitasi seksual dalam angkutan umum, ruang publik seperti di halte, toilet
komersial anak (ESKA), adalah sebuah hubungan seperti umum, lift, super market, taman rekreasi, media sosial,
interaksi antara seorang anak dengan seorang yang lebih dan lain sebagainya.
tua(dewasa) yang termasuk orang asing, saudara kandung Jika ditinjau melalui sisi reaksi masyarakat,
atau orangtua, dimana anak tersebut digunakan sebagai perbuatan atau tindakan pelecehan seksual terhadap anak
alat pemuas kebutuhan seksual pelaku (Noviana 2015). umumnya menimbulkan kecaman hingga kemarahan dari
Perbuatan tersebut dapat dilakukan oleh pelaku dengan masyarakat. Sedangkan, dari masyarakat yang anaknya
cara memaksa, mengancam, menyuap, atau dengan cara pernah menjadi korban atau mengalami pelecehan seksual
tipuan hingga tekanan. tidak berani mengungkap atau melapor mengenai kejadian
Kegiatan-kegiatan kekerasan seksual terhadap tersebut. Dikarenakan malu dan takut mendapat
anak tersebut tidak harus melibatkan kontak badan antara pandangan negatif dari masyarakat lainnya, pelecehan
pelaku dengan anak sebagai korban, hal ini didukung seksual dianggap tabu sehingga hal ini bisa menjadi aib
dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi, salah keluarga. Reaksi ini menjadi dua sisi mata uang yang
satu bentuk kekerasan seksual yang terjadi yaitu tidak dapat dipungkiri atau dipisahkan, yakni kecaman
pelecehan seksual terhadap anak melalui daring atau yang dan kemarahan, selain itu malu dan takut juga timbul pada
sering disebut dengan online atau dalam jaringan. saat yang bersamaan.
Fenomena pelecehan seksual terhadap anak memalui Karena perbuatan pelecehan seksual termasuk
daring yang marak terjadi belakangan ini memiliki dalam sebuah kejahatan melanggar norma kesusilaan
dampak yang beragam, dinantaranya (Ira Paramastri sehingga perlu juga diatur dalam sebuah pengaturan
2010): (a) Dampak psikologis: meliputi trauma mental, hukum. Adapun peraturan perundang-undangan di
ketakutan, malu, kecemasan, hingga keinginan untuk Indonesia, peraturan yang berkaitan dengan tindak pidana
melakukan percobaan bunuh diri, dan, (b) Dampak sosial: kejahatan melanggar norma kesusilaan terhadap anak
perlakuan sinis dari masyarakat sekelilingnya, takut untuk salah satunya terdapat pada Pasal 293 KUHP, Pasal ini
bersosialisasi. termasuk dalam Bab ke – XIV dari buku ke-II KUHP.
Tindak pidana pelecehan seksual terhadap anak Bab tersebut sengaja dibentuk atau dibuat guna
dapat menjadi dasar diketahuinya penyebab dilakukannya untuk melindungi orang-orang yang perlu mendapatkan
kejahatan tersebut baik dari sisi kejahatannya, pelakunya, perlindungan dari tindakan asusila (ontuche handelinge)
serta dari pengaturan hukum yang terdapat di Indonesia. dan dari perilaku-perilaku baik dalam bertutur kata atau
Jika ditinjau dari kejahatannya dan pelakunya hal ini dalam bentuk perbuatan yang menyinggung kesusilaan.
dapat ditinjau menggunakan disiplin ilmu kriminologi, Pada Pasal 293 KUHP membahas mengenai tindak pidana
yang merupakan bagian dari hukum pidana. Terdapat 3 dengan sengaja menggerakkan anak di bawah umur untuk
(tiga) objek studi dalam kriminologi, yaitu (Zulfa 2004). melakukan tindakan melanggar kesusilaan dengan dirinya
Berdasarkan penjelasan dari obyek kriminologi, atau membiarkan dilakukannya tindakan tersebut dengan
pelecehan terhadap anak melalui jaringan internet (online) bunyi dari Pasal 293 (Lamintang 2009):
termasuk dalam perbuatan yang dapat dikaji berdasarkan “ayat (1): Barang siapa dengan memberi atau
disiplin ilmu kriminologi. Hal ini ditunjukkan dengan menjanjikan uang atau benda, dengan menyalah
Indonesia memiliki peraturan yang berkaitan dengan gunakan pembawa yang timbul dari hubungan
keadaan, atau dengan penyesatan sengaja
pelecehan seksual terhadap anak, sehingga secara yuridis
menggerakkan seorang belum dewasa dan baik
perbuatan tersebut dapat dianggap sebagai kejahatan. tingkah lakunya untuk melakukan atau membiarkan
Dari segi pelaku yang termasuk juga dalam dilakukan perbuatan cabul dengan dia, padahal
objek kajian kriminologi, yang dalam hal ini yaitu mereka tentang belum kedewasaannya, diketahui atau
para pelaku pelecehan seksual terhadap anak. Pelaku selayaknya harus diduga nya, diancam dengan
pelecehan seksual terhadap anak biasanya justru orang- pidana penjara paling lama lima tahun.
orang terdekat atau orang yang berada dilingkungan anak

9
Jurnal Novum. Volume __ Nomor __ Tahun 2021, __ - __

ayat (2): Penuntutan tidak dilakukan, kecuali jika ada serta cara pelaku melakukan permintaan terhadap korban
pengaduan dari orang, terhadap siapa kejahatan itu terkadang dapat juga dilakukan dengan cara memberi
telah dilakukan. ancaman. Pada proses persidangan, syarat penjatuhan
Ayat (3): Tenggang waktu tersebut dalam Pasal 74
sanksi terhadap pelaku harus sepenuhnya memenuhi
bagi pengaduan ini adalah masing-masing sembilan
bulan dan dua belas bulan.” unsur-unsur yang terdapat pada pasal tersebut.
Segala tindak pidana yang menjadi korban seorang
Tindak pidana yang dimaksud dalam ketentuan Pasal anak telah diatur dalam KUHP, akan tetapi terdapat juga
293 ayat (1) KUHP terdiri dari unsur subjektif dan tindak pidana yang perlu diatur di luar KUHP dimana
objektif, dimana unsur subjektif menerangkan bahwa yang menjadi korbannya merupakan seorang anak.
dapat diketahui atau sepantasnya harus diduga mengenai Sehingga Pemerintah Indonesia beserta anggota DPR juga
kebelumdewasaan seseorang. Serta terdapat unsur telah membuat peraturan perundang-undangan untuk
objektif, yang menerangkan mengenai barangsiapa melindungi seluruh anak di Indonesia, yaitu Undang-
dengan pemberian atau janji akan memberikan uang atau Undang Republik Indonesia No. 35 Tahun 2014 Tentang
benda, guna menggerakkan orang yang belum dewasa Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
yang tidak cacat, untuk melakukan tindakan melanggar Tentang Perlindungan Anak yang untuk selanjutnya
kesusilaan dalam pasal ini tindakan tersebut yakni disebut dengan UUPA. Sehingga perbuatan pelecehan
perbuatan cabul dengan dirinya atau membiarkan seksual terhadap anak melalui jaringan (online) tidak
dilakukannya tindakan melanggar kesusilaan dengan termasuk dalam delik Pasal 293 KUHP, melainkan pelaku
dirinya. diduga telah melanggar Pasal 76E UUPA, Pasal 4 ayat (1)
Era Globalisasi bersamaan dengan adanya UU Pornografi, serta Pasal 27 UU ITE. Setiap pasal yang
perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi, dilanggar tersebut memiliki sanksi pidana yang dapat
khususnya teknologi informasi dan komunikasi. Ikut serta dikenakan pada pelaku pelanggaran.
memberi andil terhadap meningkatnya jumlah pembuatan,
penyebarluasan, hingga penggunaan konten pornografi Pentingnya Pembaruan Peraturan Tentang Perbuatan
yang telah memberikan pengaruh buruk terhadap moral
Pelecehan Seksual Anak Melalui Daring Sebagai
serta kepribadian luhur bangsa Indonesia, sehingga dapat
mengancam kehidupan dan tatanan sosial masyarakat Perlindungan Terhadap Korban.
(Hanifah 2018). Semakin luasnya perkembangan Salah satu bentuk kekerasan seksual terhadap anak
pornografi ditengah masyarakat juga mengakibatkan yaitu pelecehan seksual melalui daring, hal ini terjadi
meningkatnya tindak asusila seperti halnya pelecehan karena masih ada celah dalam melakukan perbuatan
seksual melalui jaringan internet (online) misalnya tersebut, pada pengaturan hukum di Indonesia. Karena
melalui media sosial, dirrect message, private chat
dalam peraturan perundang-undangan tidak diatur secara
(Whatsapp atau Line).
Perbuatan pelecehan seksual terhadap anak melalui jelas mengenai pelecehan seksual terhadap anak ini
jaringan internet yang terdapat pada bagian hasil, dikaji melalui daring. Hal ini dapat dilihat dari peraturan
menggunakan unsur-unsur yang terdapat pada Pasal 293 perundang-undangan seperti KUHP (Kitab Undang-
KUHP, terdapat kesamaan diantaranya pada unsur Undang Hukum Pidana), salah satunya diatur dalam Pasal
subjektif seharusnya pelaku patutnya dapat menduga jika 293 KUHP yang sifatnya limitatif, karena hanya mengatur
korbannya merupakan seorang anak, serta adanya tentang tindak pidana pencabulan. Pengaturan hukum
pemberian janji, menjalin sebuah hubungan yang yang terdapat dalam KUHP tersebut, belum dapat
disebabkan oleh sebuah kondisi. Tetapi pada Pasal 293 ini menjamin atau memberi perlindungan hak-hak dari
kejahatan kesusilaan yang dimaksud merupakan tindakan korban kekerasan seksual (Lies Mailoa Marantika 2009).
pencabulan, dalam pencabulan terdapat kontak fisik antara Prosedur dalam melindungi hak-hak korban pada saat
pelaku dengan korban, hal ini R. Sughandi dalam bukunya melakukan penanganan terhadap kasus-kasus kekerasan
juga menjelaskan bahwa perbuatan cabul merupakan seksual pun belum diatur dalam Kitab Undang-undang
segala perbuatan keji dan/atau melanggar kesusilaan Acara Hukum Pidana (KUHAP).
berhubungan dengan alat kelamin,contohnya berciuman, Rancangan Undang-undang tentang Penghapusan
meeraba buah dada, kemaluan, dan lain sebagainya Kekerasan Seksual (RUU-PKS) merupakan upaya
(Tampi 2015). pembaruan peraturan hukum dalam mengatasi berbagai
Tetapi, pada tindak pelecehan seksual yang persoalan terkait kekerasan seksual, salah satunya yaitu
dimaksud tidak terdapat kontak fisik antara pelaku dengan pelecehan seksual melalui daring. Hal tersebut
korban. Dan pada tindak pelecehan seksual terhadap anak diterangkan pada bunyi Pasal 12 ayat (1) RUU PKS:
melalui jaringan internet (online) pelaku belum jelas “(1) Pelecehan seksual sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11 ayat (2) huruf adalah Kekerasan
hubungan yang timbul dari korban asal usulnya dari mana,
Seksual yang dilakukan dalam bentuk tindakan fisik

10
Kajian Yuridis Pelecehan Seksual Terhadap Anak Dalam Jaringan

atau non-fisik kepada orang lain, yang berhubungan Ruang lingkup hak atas perlindungan terhadap korban,
dengan bagian tubuh seseorang dan terkait hasrat sudah seharusnya diikuti dengan aturan pelaksanaannya,
seksual, sehingga mengakibatkan orang lain hal tersebut termuat pada bunyi Pasal 25 RUU PKS:
terintimidasi, terhina, direndahkan, atau “(1) Pelaksanaan hak atas Perlindungan sebagaimana
dipermalukan.” dimaksud dalam Pasal 25 diselenggarakan oleh
Pasal di atas menjelaskan bahwa pelecehan seksual bisa aparat penegak hukum dalam setiap proses peradilan
dilakukan secara fisik atau non-fisik (tanpa sentuhan), pidana.
sehingga perbuatan pelecehan seksual terhadap anak “(2) Dalam keadaan tertentu, sesuai dengan
kebutuhan dan keinginan Korban, Korban dapat
melalui daring termasuk dalam pelanggaran Pasal
meminta Perlindungan Lembaga Perlindungan Saksi
tersebut. dan Korban.”
Adapun pentingnya RUU PKS ini disahkan karena
RUU PKS juga memperhatikan kondisi korban serta cara PENUTUP
pemulihannya. Hal tersebut tercantum dalam tujuan RUU
Simpulan
PKS yang terdapat pada bunyi Pasal 3 RUU PKS antara Pelecehan seksual terhadap anak melalui daring
lain:
bukan termasuk perbuatan yang melanggar Pasal 293
“a. Mencegah segala bentuk kekerasan seksual; KUHP, hal ini ditunjukkan dengan bebarapa unsur yang
b. Menangani, melindungi dan memulihkan
korban; terdapat di dalamnya tidak sesuai. Tetapi, perbuatan ini
c. Menindak pelaku; dan dapat dikatakan sebuah tindak pidana dikarenakan
d. Mewujudkan lingkungan bebas kekerasan perbuatan pelecehan seksual ini dilakukan secara daring,
seksual.” sehingga perbuatan pelaku dapat diduga telah melakukan
Pada RUU PKS juga terdapat Pasal guna melindungi hak- pelanggaran terhadap Pasal 4 Ayat (1) Undang-undang
hak dari korban, keluarga korban, hingga saksi yang No. 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi serta melanggar
meliputi hak penanganan, perlindungan, dan pemulihan. Pasal 27 Undang-undang No. 19 Tahun 2016 Perubahan
Hak-hak yang terdapat pada RUU PKS ini sangat atas Undang-undang No. 11 Tahun 2008 Tentang
diperlukan karena seringkali korban takut guna Informasi dan Transaksi Elektronik. Dugaan tersebut
mengungkapkan apa yang sedang terjadi pada dirinya, mengakibatkan pelaku dapat dikenai sanski pidana.
karena dalam hal ini korbannya merupakan seorang anak, Pelecehan seksual terhadap anak melalui daring
seringkali anak dalam menggunakan handphone belum termasuk dalam pelanggaran Pasal 293 KUHP,
sembunyi-sembunyi jika telah mengalami pelecehan sehingga pentingnya pembaruan peraturan guna
seksual terhadapnya, karena khawatir akan menghadapi melindungi korban serta memberikan kepastian hukum.
kemarahan orangtua. Salah satu bentuk pembaruan peraturan tentang pelecehan
Sebagai wujud dari Pasal 3 huruf b RUU PKS, seksual yaitu Rancangan Undang-undang Penghapusan
terdapat hak atas perlidungan terhadap korban pada bunyi Kekerasan Seksual (RUU PKS). Dalam RUU PKS
Pasal 22 ayat (1) RUU PKS. Bentuk dari hak atas dijelaskan bahwa pelecehan seksual dilakukan secara fisik
perlindungan terhadap korban ada pada bunyi Pasal 24 atau non fisik. Mengenai pemberian kepastian hukum
RUU PKS, diantaranya: serta perlindungan terhadap korban terdapat pada Pasal 3
“Ruang lingkup Hak Korban atas Perlindungan RUU PKS, yang merupakan tujuan daru RUU PKS, selain
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) itu pada Pasal 22 ayat (1) menyebutkan hak-hak korban
huruf b meliputi:
yang salah satunya hak atas perlindungan, Pasal 24 ayat
a. penyediaan informasi mengenai hak dan fasilitas
Perlindungan; (1) berisi tentang ruang lingkup hak atas perlindungan
b. penyediaan akses terhadap informasi terhadap korban, serta terdapat juga pelaksanaan hak atas
penyelenggaraan Perlindungan; perlindungan untuk korban pada Pasal 25 RUU PKS.
c. Perlindungan dari ancaman atau kekerasan
pelaku dan pihak lain serta berulangnya Saran
kekerasan; Dilihat dari kurangnya kepastian hukum untuk
d. Perlindungan atas kerahasiaan identitas; melindungi korban dari tindak pidana pelecehan seksual,
e. Perlindungan dari sikap dan perilaku aparat di Indonesia, karena perbuatan tersebut tidak termasuk
penegak hukum yang merendahkan dan/atau dalam pelanggaran pasal 293 KUHP, sehingga diperlukan
menguatkan stigma terhadap Korban; adanya pembaruan pengturan hukum, atau perbaikan
f. Perlindungan dari kehilangan pekerjaan, mutasi
dalam substansi KUHP mengenai pelanggaran norma
pekerjaan, pendidikan, atau akses politik; dan
g. Perlindungan Korban dan/atau pelapor dari kesusilaan, atau pelaku oleh aparat penegak hukum dapat
tuntutan pidana atau gugatan perdata atas dihukum dengan menggunakan UU ITE ata UU
peristiwa Kekerasan Seksual yang ia laporkan.” Pornografi, karena kejahatannya melalui daring (online).

11
Jurnal Novum. Volume __ Nomor __ Tahun 2021, __ - __

Selain itu saran yang dapat diberikan sebagai upaya Marzuki, Peter Mahmud. 2005. Penelitian Hukum.
untuk melindungi korban pelecehan seksual, dengan Jakarta: Kencana.
membuat kebijakan sebagai bentuk pembaruan peraturan Munim, Musyafa Abdul. 2016. “Perlindungan Anak Dari
perundang-undangan maupun pembentukan peraturan Pelaku Kekerasan Seksual.”
pelaksanaan yang berorientasi pada hukum pidana atas
Noviana, PIvo. 2015. Kekerasan Seksual Terhadap
tindak pidana pelecehan seksual terhadap anak melalui Anak: Dampak Dan Penanganannya. Sosio
daring yang dapat diterapkan dan sifatnya lebih Informa 1(1):13–28.
mementingkan perlindungan terhadap korban, secara
Ochtorina, Dyah Susanti dan A’an Efendi. 2014.
aktif. Hal ini dapat dilakukan dengan menetapkan RUU Penelitian Hukum (Legal Research). Jakarta: Sinar
PKS menjadi sebuah undang-undang oleh Dewan Grafika.
Perwakilan Masyarakat bersama Presiden Republik
Peraturan Perundang-undangan Nomor 1 Tahun 1946
Indonesia.
tentang Peraturan Hukum Pidana, selanjutnya
disebut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
DAFTAR PUSTAKA (KUHP); Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 1660 dan Lembaran Negara
Atem. 2016. “Ancaman Cyber Pornography Terhadap Tahun 1958 Nomor 68.
Anak-Anak.” Jurnal Moral Kemasyarakatan
1(2):107–21. Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
Arifah Septiane Mukti, Dkk. 2015. MAKALAH (KUHAP); Tambahan Lembar Negara Republik
PELECEHAN SEKSUAL (Kebijakan, Hak-Hak Indonesia Nomor 3209 dan Lembaran Negara
Korban, Dan Hambatan Mendapatkan Keadilan). Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76.
Jakarta.
Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia
Candraningrum, Dewi. 2016. “Dorong RUU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas
Penghapusan Kekerasan Seksual!” Catatan Jurnal Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perempuan 21(2). Perlindungan Anak; Tambahan Lembaran Negara
Chazawi, Adami. 2005. Tindak Pidana Mengenai Republik Indonesia 5606 dan Lembaran Negara
Kesopanan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 297.

Djamil, M. Nasir. 2013. Anak Bukan Untuk Dihukum. Peraturan perundang-undangan Republik Indonesia
Jakarta: Sinar Grafika. Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi;
Tambahan Lembar Negara Republik Indonesia
Humaira, Diesmy. 2015. “Kekerasan Seksual Pada Anak: 4928 dan Lembaran Negara Republik Indonesia
Telaah Relasi Pelaku Korban Dan Kerentanan Pada Tahun 2008 Nomor 181.
Anak.” PSIKOISLAMIKA 12(2):1–10.
Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia
Ira Paramastri, Dkk. 2010. “Early Prevention toward Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas
Sexual Abuse on Children.” Psikologi 37(1):1–12. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Kasuistika. 2019. “Child Grooming Lewat Game Online, Informasi dan Transaksi Elektronik; Tambahan
Polri Ingatkan Peran Orang Tua.” Jawa Pos. Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5952
Retrieved dan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
(https://www.jawapos.com/nasional/hukum- 2016 Nomor 251.
kriminal/31/07/2019/childs-grooming-lewat-game- Rancangan Peraturan Perundang-undangan Penghapusan
online-polri-ingatkan-peran-orang-tua/). Kekerasan Seksual; Tambahan Lembaran Negara
KOMNAS Perempuan. 2009. Perempuan Dalam Jeratan Republik Indonesia Tahun .... Nomor ... dan
Impunitas: Pelanggaran Dan Penanganan, Lembaran Negara Republik Indonesia.Soekanto,
Dokumentasi Pelanggaran HAM Perempuan Soerjono. 2001. Penelitian Hukum Normatif (Suatu
Selama Konflik Bersenjata Di Poso 1998-2005. Tinjauan Singkat). Jakarta: Rajawali Pers.
Jakarta. Suendra, Dessy Lina Oktaviani and Kade Richa
Lamintang, P. A. F. dan Theo Lamintang. 2009. Delik- Mulyawati. 2020. “Kebijakan Hukum Terhadap
Delik Khusus Kejahatan Melanggar Norma Tindak Pidana Child Grooming.” Kertha
Kesusilaan Dan Norma Kepatutan. Jakarta: Sinar Wicaksana 14(2):118–23.
Grafika. Tampi, Braiv M. 2015. “Perbuatan Cabul Dalam Pasal
Lamintang, P. A. F. dan Franciscus Theojunior 290 KUHPidana Sebagai Kejahatan Kesusilaan.”
Lamintang. 2014. Dasar-Dasar Hukum Pidana Di Lex Administratum III(6):1–11.
Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.

12
Kajian Yuridis Pelecehan Seksual Terhadap Anak Dalam Jaringan

Wardadi, Agnes Kusuma. 2019. “Analisis Keberlakuan


RKUHP Dan RUU-PKS Dalam Mengatur Tindak
Kekerasan Seksual.” 2(2):55–68.
Wildansyah, Samsudhuha. 2019. “Waspada Modus
Pelaku Child Grooming Yang Sudah 10 Kali
Beraksi.” DetikNews. Retrieved
(https://news.detik.com/berita/d-4643878/waspada-
ini-modus-pelaku-child-grooming-yang-sudah-10-
kali-beraksi%0D).

13

Anda mungkin juga menyukai