TIM DREAM
TAHUN 2022
PENDAHULUAN
Dalam dunia modern seperti sekarang ini, gadget merupakan elektronik yang
sudah menjadi kebutuhan sekunder tiap orang. Mulai dari anak-anak hingga orang
dewasa sudah terbiasa memakai gadget dalam kehidupan sehari-hari. Banyak hal
yang dapat diakses melalui gadget, seperti informasi terkini, kebutuhan finansial,
media pembelajaran, dan lain-lain. Tetapi, jika penggunaan gadget disalahgunakan,
banyak dampak negatif yang akan timbul, salah satu contohnya yaitu terciptanya
kekerasan seksual dalam dunia digital. Kekerasan seksual yang difasilitasi teknologi
seperti :
(penyebaran konten seksual)
Tindakan ini berupa peneyebaran foto, video, dan tangkap layar percakapan
anatara pelaku dengan korban. Konten yang disebarkan mengandung unsur intim dan
pornografi korban.
(balas dendam dengan pornografi)
Bentuk kekerasan ini melibatkan para pihak yang memiliki relasi intim. Pelaku
menyebarluaskan konten intimnya dengan korban dengan dalam rangka
mencemarkan nama baik korban, membalas dendam, atau memperoleh keuntungan
finansial. Salah satu contoh kasusnya adalah penyebaran foto intim selingkuhan yang
dilakukan mahasiswa di Banyumas, Jawa tengah.
Setelah kita amati contoh kasus diatas Pelakunya biasanya adalah suami, mantan
suami, mantan pacar, selingkuhan maupun atasan korban.
Perkembangan teknologi informasi memang tidak hanya membawa perubahan
positif, namun juga pergeseran ruang terjadinya kekerasan seksual yang awalnya
jamak terjadi di ruang fisik sekarang juga terjadi di ruang digital.
Dalam dunia digital, setiap individu dapat bertemu dan berinteraksi dengan
orang-orang dari berbagai kultur berbeda. Kekerasan seksual dalam dunia digital
dapat terjadi melalui mengirimkan pesan seksual atau sexting, dan lain-lain.
Minimnya pemahaman etika, privasi yang tidak terbatas, dan literasi digital yang
terbatas menjadi penyebab terjadinya kekerasan seksual di dunia digital.
Kekerasan seksual merupakan kasus yang menyita perhatian banyak orang.
Permasalahan ini perlu diatasi secepat mungkin karena sudah banyak korban yang
berjatuhan akibat dari tindakan kekerasan seksual. Korban kekerasan seksual enggan
melapor kepada pihak berwenang bahkan orang terdekat seperti keluarga. Bukan
tanpa alasan, korban memilih diam karena pelaku tidak segan untuk mengancam
korban jika melaporkan kejadian bejatnya. Hal ini menjadi penghalang bagi korban
untuk melaporkan kekerasan seksual yang dialami.
Hukum yang berlaku di dunia luring juga berlaku pada dunia daring.
Meningkatnya tindak kekerasan seksual pada beberapa tahun terakhir ini
menyebabkan banyak pihak mengusulkan perlunya sebuah undang-undang yang
mengatur tentang penghapusan kekerasan seksual seperti UU TPKS. Salah satu
muatan isi yang menarik dalam UU TPKS adalah pengaturan tentang tindak pidana
kekerasan seksual berbasis elektronik.
Bentuk-bentuk kekerasan seksual berbasis elektronik tersebut juga telah
diadopsi dalam Pasal 14 ayat (1) UU TPKS yang berbunyi:1
1. Setiap Orang yang tanpa hak:
a. melakukan perekaman dan/atau mengambil gambar atau tangkapan
layar yang bermuatan seksual di luar kehendak atau tanpa persetujuan
orang yang menjadi objek perekaman atau gambar atau tangkapan
layar;
b. mentransmisikan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik
yang bermuatan seksual di luar kehendak penerima yang ditujukan
terhadap keinginan seksual; dan/atau
c. melakukan penguntitan dan/atau pelacakan menggunakan sistem
elektronik terhadap orang yang menjadi obyek dalam
informasi/dokumen elektronik untuk tujuan seksual, dipidana karena
melakukan kekerasan seksual berbasis elektronik, dengan pidana
penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
1
https://www.jogloabang.com/pustaka/uu-12-2022-tpks
2. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
maksud:
a. untuk melakukan pemerasan atau pengancaman, memaksa; atau
b. menyesatkan dan/atau memperdaya, seseorang supaya melakukan,
membiarkan dilakukan, atau tidak melakukan sesuatu, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
PENUTUP
2
https://advokatkonstitusi.com/pengaturan-kekerasan-seksual-berbasis-elektronik-dalam-uu-tpks/
3
https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/29/4015/uu-tpks-wujud-kehadiran-negara-
lindungi-korban-kekerasan-seksual
DAFTAR PUSTAKA
https://www.detik.com/bali/nusra/d-6381307/polisi-ancam-pidana-warga-yang-sebar-
vcs-mahasiswi-lombok
https://www.detik.com/jabar/berita/d-6375612/penyebab-banyak-korban-kekerasan-
seksual-belum-berani-melapor
https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-6375135/ternyata-ini-alasan-banyak-
korban-kekerasan-seksual-takut-melapor
https://advokatkonstitusi.com/darurat-kekerasan-seksual-penanganan-aparat-penegak-
hukum-perlu-diperkuat/
https://advokatkonstitusi.com/pengaturan-kekerasan-seksual-berbasis-elektronik-
dalam-uu-tpks/
https://www.jogloabang.com/pustaka/uu-12-2022-tpks
https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/29/4015/uu-tpks-wujud-
kehadiran-negara-lindungi-korban-kekerasan-seksual