Anda di halaman 1dari 9

Sudah Terwujudkah Media Sosial Bebas dari Kekerasan Berbasis Gender

Online?
Ditulis oleh: Bidang Pemberdayaan Perempuan BEM FH UNDIP 2020

Di tengah pandemi COVID-19, disaat banyak kegiatan dilakukan secara


daring, ternyata risiko kekerasan berbasis gender di dunia maya meningkat. Hal ini
terlihat dari kenaikan angka aduan kasus-kasus kekerasan berbasis
gender online (KBGO), yang diterima oleh Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap
Perempuan (Komnas Perempuan) dan Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi
Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK). Salah satu contoh kasus dari
KBGO adalah seseorang yang mengaku terpaksa menuruti permintaan pacarnya
untuk melakukan video call seks (VCS) lantaran diancam foto-foto telanjangnya
akan disebar jika permintaannya tidak dituruti.1

Meningkatnya kesadaran masyarakat tentang isu-isu kekerasan yang terjadi,


mulai dari kekerasan langsung maupun kekerasan online melalui sosial media
menghadirkan sebuah istilah baru yaitu KBGO. Kekerasan berbasis gender
didefinisikan oleh United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR)
sebagai kekerasan langsung pada seseorang yang didasarkan pada seks atau gender.
Di mana kekerasan yang dilakukan termasuk tindakan yang menimbulkan
penderitaan fisik, mental atau seksual, ancaman dan pemaksaan. Sedangkan
kekerasan berbasis gender online difasilitasi teknologi namun mengandung unsur
kekerasan berbasis gender yang sama seperti di dunia nyata.

Terdapat beberapa bentuk KBGO yang sering ditemui, di antaranya


adalah Revenge Porn (ancaman/penyebaran konten seksual yang menampilkan
korban), Morphing (merekayasa foto bernuansa seksual untuk mempermalukan

1
Kisah Muram Korban Kekerasan dan Pelecehan Online KBGO, Ada yang Mau Bunuh Diri,
https://cyberthreat.id/read/6722/Kisah-Muram-Korban-Kekerasan-dan-Pelecehan-Online-KBGO-Ada-
yang-Mau-Bunuh-Diri, Diakses pada 9 Juli 2020.
korban), Sextortion (pemerasan dengan ancaman penyalahgunaan konten seksual
korban untuk keuntungan uang), Outing (penyebutkan identitas gender/ orientasi
seksual tanpa persetujuan untuk mempermalukan korban), Online
Shaming (mempermalukan korban dengan konten yang berisi hinaan hingga
hoax), Honey Trapping (kekerasan fisik disertai ancaman ataupun pemerasan saat
bertemu langsung pada korban yang berkenalan di situs kencan online), Hate
Speech (ujaran kebencian yang menyasar identitas korban disertai hasutan untuk
kekerasan), Impersonating (pemalsuan akun dengan mengatasnamakan korban
untuk pencemaran nama baik), Deadnaming (perilaku melecehkan nama),
Doxing (mengambil data pribadi korban tanpa izin yang biasanya dilakukan
melalui hacking dan mempublikasikan data tersebut), Defamation (membanjiri
sosial media korban dengan komentar buruk hingga hoaks untuk mencemarkan
nama baik seseorang), dan Flamming (Penyerangan secara personal melalui private
message yang berisi ancaman, pelecahan, hingga konten porno).2

Tercatat sejak tahun 2015 pada catatan tahunan (CATAHU) tingkat


Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) yang dibagikan Komisi Nasional Anti
Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) hingga saat ini terus
meningkat dengan pola kasus yang semakin rumit. Pada 2018 tercatat adanya 97
kasus yang terjadi di dunia maya sedangkan pada tahun 2020 ini tercatat 281
laporan yang masuk, artinya terjadi kenaikan sebanyak 300% kasus. Siber
terbanyak berbentuk ancaman dan intimidasi penyebaran foto dan video porno
korban. Komnas Perempuan sendiri mengklasifikasikan laporan-laporan tersebut
pada beberapa tipe KBGO, yakni Revenge Porn, Malicious Distribution, Cyber
Harrasment, Impersonation, Cyber Stalking, Cyber Recruitment, Sexting, Cyber
Hacking, dan Morphing.

2
Rian Kusuma Dewi, “Ketahui 5 hal tentang KBGO, isu kekerasan yang kini menjadi sorotan”,
https://www.brilio.net/creator/ketahui-5-hal-tentang-kbgo-isu-kekerasan-yang-kini-menjadi-sorotan-
6eb3eb.html, Diakses pada 9 Juli 2020.
Walaupun KBGO ini terjadinya pada dunia maya, tidak dipungkiri juga KBGO
memiliki dampak yang besar bagi pihak korban atau penyintas. Beberapa hal yang
mungkin dapat terjadi dan dialami para korban atau penyintas antara lain :

1. Kerugian psikologis, berupa depresi, kecemasan, dan ketakutan. Ada juga pada
titik tertentu para korban/penyinas menyatakan pikiran bunuh diri sebagai
akibat dari bahaya yang mereka hadapi.
2. Keterasingan sosial, dengan menarik diri dari kehidupan publik termasuk
keluarga dan teman-teman. Hal ini terutama berlaku untuk perempuan yang foto
atau videonya didistribusikan tanpa persetujuan dan membuat mereka merasa
dipermalukan dan diejek di tempat umum.
3. Kerugian ekonomi karena kehilangan penghasilan, banyak korban atau penyintas
yang harus kehilangan pekerjaan karena dianggap aib atau karena tidak mampu
melanjutkan pekerjaan dengan kondisi psikologis dan fisik yang memburuk.
4. Mobilitas terbatas karena kehilangan kemampuan untuk bergerak bebas dan
berpartisipasi dalam ruang online dan offline.
5. Sensor diri terjadi karena hilangnya kepercayaan diri terhadap keamanan dalam
menggunakan teknologi digital, hingga putusnya akses ke informasi, layanan
elektronik, dan komunikasi sosial atau profesional.
Dalam beberapa kasus KBGO yang terjadi, vonis hukuman pelaku hanya
berdasarkan pada UU ITE Pasal 27 ayat (1) mengenai penyebaran konten yang
melanggar kesusilaan. Berdasarkan pernyataan Shaleh Al Ghifari, Pengacara Publik
LBH Jakarta, hal tersebut tidak sejalan dengan semangat perlindungan korban KBGO.
Seharusnya, penegak hukum juga berpihak kepada pengalaman korban, baik dalam
proses pelaporan, penyelidikan, penyidikan, penuntutan hingga ke tahapan
persidangan.
Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual sendiri dibuat
berdasarkan nilai yang terdapat di dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia tahun 1945. Alasan utamanya adalah demi rasa aman
dari segala tindak kekerasan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia. Ada
sembilan tindak kekerasan seksual yang akan dipidana, yang sebagiannya tidak
diatur dalam KUHP atau peraturan lain. Komnas Perempuan sendiri juga akan
memasukkan Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) ke dalam naskah
akademik dan draf.

Payung hukum RUU Penghapusan Kekerasan Seksual ini juga bermula dari
tingginya angka kekerasan seksual sepanjang 2001-2011. Sepanjang dekade
tersebut, 25 persen kasus kekersan terhadap perempuan adalah kekerasan seksual.
Setiap hari setidaknya 35 perempuan jadi korban kekerasan seksual. Artinya, setiap
jam ada perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual hingga Komnas
Perempuan menyebut Indonesia darurat kekerasan seksual. Itu pun hanya yang
melapor.

Bercermin dari banyaknya kasus kekerasan terhadap perempuan tersebut,


maka adanya draft RUU PKS yang dirancang oleh Komnas Perempuan harus didesak
untuk segera dipertimbangkan oleh DPR sebagai lembaga penampung suara rakyat
sekaligus lembaga yang berwenang melalukan penyusunan terhadap undang-
undang dan segera diundangkan. Dalam draft RUU PKS tersebut terdapat payung
hukum bagi perempuan maupun laki-laki untuk mencegah terjadinya kekerasan
seksual.

RUU PKS ini juga melengkapi kekurangan yang ada pada UU No.23 Tahun
2004 tentang PDKRT. Selain itu diatur juga sistem pemidanaan bagi para pelaku
kekerasan seksual, pidana pokok yang bisa dijeratkan bukan hanya kurungan,
namun bisa juga rehabilitasi bagi pelaku yang masih anak-anak, dan restitusi
terhadap korban. Kekerasan seksual juga membutuhkan system pemidanaan dan
penindakan terhadap berbagai jenis kekerasan seksual tersebut. Sebab alasan ini
pula RUU PKS sangat layak untuk disahkan menjadi UU di Negara Indonesia.
Di dalam RUU PKS Komnas Perempuan mengusulkan diperhatikannya
kebutuhan korban pasca mengalami kekerasan seksual secara, baik secara fisik
maupun mentalnya. Rehabilitasi korban tersebut juga harus tetap dipantau demi
masa depan Bangsa dan Negara pula. Korban kekerasan seksual tidak hanya butuh
perhatian dari orang terdekat saja, peran dan perhatian Negara terhadap korban
pun sangat diharapkan dan diperlukan. Penghapusan RUU PKS ini sangatlah tidak
diharapkan, karena sepertinya peningkatan jumlah korban masih dianggap remeh
oleh Negara dengan segala alasan seperti dianggap “sulit”.

Berdasarkan uraian di atas, terdapat beberapa langkah preventif yang dapat


dilakukan guna terhindar dari KBGO. Pertama,tolak keinginan pasangan atau orang
lain meminta foto atau meminta video diri tanpa busana atau melakukan akivitas
seksual. Kedua, sebaiknya membatasi diri untuk tidak terlalu sering posting foto
maupun video di media sosial yang berpotensi disalahgunakan oleh oknum tidak
bertanggung jawab. Ketiga, apabila gadget rusak dan ternyata perbaikannya
membutuhkan waktu sehingga gadget tersebut ditinggal ke tempat reparasi,
sebaiknya lepas kartu memori eksternal.

Selain itu, terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan saat menjadi korban.
Berdasarkan panduan KBGO yang dikeluarkan oleh SAFEnet (2019) terdapat empat
hal yang dapat dilakukan saat menjadi korban, yaitu

1. Dokumentasikan hal-hal yang terjadi pada diri. Bila memungkinkan,


dokumentasikan semua hal secara detail. Dokumen yang dibuat dengan
kronologis dapat membantu proses pelaporan dan pengusutan pada pihak
berwenang.
2. Pantau situasi yang dihadapi. Meski tidak dianjurkan, apakah mungkin untuk
menghadapi pelaku sendiri? Apakah mungkin untuk melakukan dokumentasi
sendiri? Pantau dan nilai situasi yang sedang dihadapi dan putuskan yang paling
baik dan aman untuk dilakukan diri.
3. Menghubungi bantuan. Cari tahu individu, lembaga, organisasi, atau institusi
terpercaya yang dapat memberikan bantuan terdekat dari lokasi tinggal, seperti
pendampingan hukum melalui Lembaga Bantuan Hukum (LBH) dan Layanan
Konseling.
4. Lapor dan blokir pelaku. Korban dapat melaporkan dan memblokir akun pelaku
maupun akun-akun yang dianggap mencurigakan, membuat tidak nyaman, atau
mengintimidasi diri dari platform online yang digunakan.

Apabila kerabat atau teman menjadi korban. Hal yang dapat dilakukan dalam
rangka mendampingi korban ialah memerhatikan dan mementingkan kebutuhan
korban. Semua tindakan yang akan diambil saat pendampingan harus
dikonsultasikan dan atas kesepakatan korban.

Dilansir dari panduan KBGO SAFEnet (2019), adapun tips melindungi data
privasi digital akan diuraikan sebagai berikut:
1. Pisahkan akun pribadi dengan akun publik, menggunakan beberapa akun untuk
memisahkan hal-hal bersifat pribadi dan hal-hal yang bisa dibagi ke publik bisa
menjadi alternatif untuk melindungi diri di dunia maya.
2. Cek dan atur ulang pengaturan privasi, sesuaikan pengaturan privasi dengan
level kenyamanan diri dalam berbagai data pribadi, seperti nama, foto, nomor
ponsel, lokasi (geo-tag atau location sharing), aplikasi yang kamu berikan akses
atas akun media sosial atau aplikasi percakapan yang kamu miliki. Kendalikan
sendiri siapa atau apa saja yang dapat mengakses data pribadimu.
3. Ciptakan password yang kuat dan nyalakan verifikasi login, Hindari peretasan
akun media sosial kamu dengan menciptakan password login yang kuat (panjang
dan mengandung unsur huruf, angka, dan simbol) dan aktifkan verifikasi login.
Dalam beberapa platform media sosial atau aplikasi percakapan verifikasi login
disebut dengan istilah 2-Step Verification atau 2-Factor Authentication.
Berlakukan juga hal ini untuk email pribadi.
4. Jangan sembarang percaya aplikasi pihak ketiga, Aplikasi pihak ketiga, misalnya
yang mengadakan kuis di Facebook, biasanya meminta akses akun media
sosialmu. Aplikasi pihak ketiga yang tidak bertanggung jawab bisa saja
menggunakan informasi atau data pribadi yang mereka dapat dari akses tersebut
secara tidak bertanggung jawab dan bisa jadi berdampak pada kehidupanmu,
baik online maupun offline.
5. Hindari berbagi lokasi pada waktu nyata. Lokasi pada waktu nyata atau lokasi
tempat seseorang sering kali lewati atau kunjungi dapat menjadi informasi yang
berharga bagi orang-orang yang ingin berniat jahat, misalnya penguntit.
6. Berhati-hati dengan URL yang dipendekkan, Ada potensi bahaya ketika mengklik
URL yang dipendekkan. Bila berasal dari akun yang mencurigakan, bisa saja URL
tersebut mengarahkan kita ke situs-situs berbahaya atau jahat yang dapat
mencuri data pribadi kita.
7. Lakukan data detox .Tactical Tech dan Mozilla telah menyusun data detoks untuk
mengecek keberadaan data diri pribadi di internet. Silakan coba data detox agar
dapat menjadi pribadi yang lebih mempunyai kendali atas data diri di ranah
online dengan mengakses https://datadetox.myshadow.org.
8. Jaga kerahasiaan pin atau password pada ponsel atau laptop pribadi. Seringkali,
pelaku kekerasan berbasis gender online dan offline adalah orang-orang
terdekat. Untuk itu, perlu untuk memasang dan menjaga kerahasiaan pin atau
password pada gawai / perangkat elektronik pribadi lainnya, terutama yang
menyimpan data-data pribadi.
Di tengah pandemi COVID-19, banyak kegiatan dilakukan secara daring,
ternyata risiko kekerasan berbasis gender di dunia maya meningkat. Meningkatnya
kekerasan berbasis gender di dunia maya ini terlihat dari kenaikan angka aduan
kasus-kasus KBGO yang diterima oleh Komnas Perempuan dan LBH APIK.
Kekerasan berbasis gender di dunia maya dikenal dengan istilah kekerasan berbasis
gender online atau KBGO. KBGO sendiri memiliki pengertian kekerasan langsung
pada seseorang yang didasarkan pada seks atau gender yang difasilitasi teknologi.
Terdapat beberapa bentuk KBGO, yakni Revenge Porn, Malicious Distribution, Cyber
Harrasment, Impersonation, Cyber Stalking, Cyber Recruitment, Sexting, Cyber
Hacking, dan Morphing. Dampak yang mungkin dapat terjadi dan dialami para
korban atau penyintas antara lain kerugian psikologis, keterasingan sosial, kerugian
ekonomi, mobilitas terbatas, serta terjadinya sensor diri. Vonis hukuman kepada
pelaku KBGO sendiri hanya mengacu pada UU ITE Pasal 27 ayat (1) yang tidak
memerhatikan perlindungan korban. Harapan masyarakat terhadap penegak
hukum untuk memerhatikan perlindungan korban sebenarnya tercantum dalam
RUU PKS sebagaimana RUU ini dibuat untuk menciptakan rasa aman dari segala
tindak kekerasan seksual dan perlindungan terhadap hak asasi manusia. RUU PKS
sendiri mengatur sembilan tindak kekerasan seksual yang didalamnya juga
mengatur KBGO. Penghapusan RUU PKS ini sangatlah tidak diharapkan, karena
sepertinya peningkatan jumlah korban masih dianggap remeh oleh Negara dengan
segala alasan seperti dianggap “sulit”.
Dengan demikian, penting sekali untuk membekali diri dengan pengetahuan
terkait kejahatan di dunia digital, khususnya media sosial yang sering kita gunakan.
Penting juga untuk berhati-hati dalam memberikan identitas pribadi kepada orang
atau situs yang kurang terpercaya. Dalam rangka melindungi diri dari kejahatan
dunia maya, khususnya KBGO, individu-individu harus membatasi diri untuk tidak
berkenalan melalui media sosial. Hal tersebut sangat beresiko apalagi jika identitas
tidak jelas. Selain itu, menyimpan kontak layanan pengaduan juga menjadi salah
satu cara untuk melindungi diri dari KBGO. Hal yang dapat kita lakukan untuk
membantu mencegah terjadinya KBGO serta mendampingi korban KBGO adalah
saling menguatkan, bersolidaritas, menciptakan rasa aman antar sesama pengguna
sosial media, serta mematuhi term and condition komunitas yang berlaku pada
media sosial.
Referensi:
Afifatus, F. (2019). Pelecehan Seksual dan Urgensi Pengesahan RUU PKS.
https://www.goodnewsfromindonesia.id/2019/12/11/urgensi-ruu-pks. 9 Juli 2020
(21:09).

Dewi, R. K. Ketahui 5 Hal Tentang KBGO, Isu Kekerasan yang Kini Menjadi Sorotan.
https://www.brilio.net/creator/ketahui-5-hal-tentang-kbgo-isu-kekerasan-yang-kini-
menjadi-sorotan-6eb3eb.html. 9 Juli 2020 (21:09).

Komnas Perempuan. (2020). Siaran Pers Komnas Perempuan Catatan Tahunan


Kekerasan terhadapp Perempuan 2019 Kekerasan Meningkat: Kebijakan Penghapusan
Kekerasan Seksual untuk Membangun Ruang Aman Bagi Perempuan dan Anak
Perempuan. https://www.komnasperempuan.go.id/read-news-siaran-pers-dan-lembar-
fakta-komnas-perempuan-catatan-tahunan-kekerasan-terhadap-perempuan-2020. 20 Juli
2020 (10:36).

Komnas Perempuan. RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Sebagai UU yang


Mengatur Tindak Pidana Khusus.
https://www.komnasperempuan.go.id/file/pdf_file/Isu%20Prioritas%20Kekerasan%20S
eksual/1.RUU%20KS%20TINDAK%20PIDSUS%20-BAG%201.pdf. 19 Juli 2020
(20:45).

Rafisna, Z. (2020). Kekerasan Gender Berbasis Online pada Perempuan.


http://yayasanpulih.org/2020/06/kekerasan-gender-berbasis-online-pada-perempuan/.
9 Juli 2020 (19:23).

SAFEnet. (2019). Memahami dan Menyikapi Kekerasan Berbasis Gender Online Sebuah
Panduan. SAFEnet. Denpasar.

Suud, Yuswardi A. (2020). Kisah Muram Korban Kekerasan dan Pelecehn Online KBGO,
Ada yang Mau Bunuh Diri. https://cyberthreat.id/read/6722/Kisah-Muram-Korban-
Kekerasan-dan-Pelecehan-Online-KBGO-Ada-yang-Mau-Bunuh-Diri. 9 Juli 2020
(21:09).

Anda mungkin juga menyukai