Dewasa ini teknologi sangat berkembang pesat serta kemudahan dalam memperoleh
segala jenis informasi. Adanya teknologi yang semakin maju dapat mempermudah untuk
mengetahui kegiatan seseorang, apa yang dilakukan serta keberadaan seseorang yang dapat
menimbulkan kejahatan, salah satunya adalah kekerasan seksual. kekerasan seksual
menimbulkan varian baru yakni kejahatan dan kekerasan seksual berbasis online dengan
menggunakan platform digital. Kasus kejahatan dan kekerasan seksual online mengalami
kenaikan yang signifikan setiap tahunnya, apalagi di masa pandemi COVID-19. Masa
pandemi memaksa semua untuk stay at home, bekerja dari rumah (work from home), sekolah
daring, dan sebagainya. Mobilisasi penggunaan teknologi dan internet dan interaksi secara
online semakin massif (Kalew, Mokalu & Sopacoly, 2022).
Kekerasan pada perempuan mengalami perubahan bentuk dari kekerasan yang terjadi
secara langsung (offline) menjadi kekerasan yang terjadi secara tidak langsung (online)
dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir. Data yang diperoleh Jurnal Perempuan pada
tahun 2021 menunjukkan bahwa terjadi pola baru dari kekerasan terhadap perempuan yaitu
kekerasan berbasis gender online (Islami, 2021). Peningkatan kekerasan berbasis gender
online mencapai 300% dibandingkan dengan tahuntahun sebelumnya, salah satu bentuk
kekerasan tersebut adalah penyebaran foto maupun video yang terkait dengan pornografi dari
pasangan maupun orang terdekat korban kekerasan tersebut.
Akhir-akhir ini, kekerasan seksual mendapat banyak perhatian, baik dalam kehidupan
sesungguhnya ataupun online. Kekerasan seksual umumnya datang dalam tiga bentuk yang
berbeda: verbal, tertulis, dan fisik. Pelecehan seksual secara lisan dapat berupa lelucon,
ucapan tentang wanita sebagai objek seks, frasa seksis yang menyinggung atau menghina
penampilan, bentuk tubuh, atau pakaian seseorang, bahasa cabul atau menjurus ke arah
seksual, atau pertanyaan mengenai kehidupan seks seseorang. Sedangkan pelecehan seksual
diekspresikan secara verbal atau visual, seperti dengan menunjukkan atau menyebarkan foto
perempuan sebagai objek seks, menggunakan emotikon seksual, mengirim email, surat, atau
teks cabul secara fisik atau elektronik, dan lainnya.
1. Faktor keluarga : rata-rata yang mengalami kekerasan seksual yaitu anak-anak broken
home, atau berasal dari keluarga tidak utuh, faktor ekonomi, dan juga faktor
lingkungan yang tidak baik. Keadaan emosional muncul dari sakit hati yang datang
dengan perceraian. Sakit hati yang dialami atau dirasakan oleh korban itulah yang
menjadi pemicu munculnya emosi. Keluarga juga besar pengaruhnya terhadap pemicu
permasalahan dalam kasus pelecehan seksual.
2. Faktor lingkungan : Faktor lingkungan sekitar yang kurang baik juga menjadi
penyebab terjadinya pelecehan seksual. Apalagi sering kita lihat sekarang ini, betapa
banyak anak yang salah pergaulan, sehingga salah jalan dan berani melakukan sesuatu
di luar batas kendalinya. Bisa juga karena dorongan dari teman-teman di sekitarnya.
Oleh karena itu, kita harus berhati-hati dalam bersosialisasi dengan orang lain, kita
harus bisa memilih lingkungan yang baik, memilih teman atau saudara yang baik.
3. Faktor individu : Faktor individu ini terjadi karena kepribadian anak itu sendiri, baik
itu internal maupun eksternal. Bisa terjadi karena kondisi keluarga ataupun
lingkungan masyarakat yang kurang baik. Faktor internal meliputi anak dengan
kebutuhan khusus, anak itu terlalu polos, mudah terpengaruh, anak terlalu bergantung
kepada orang dewasa, dan lain-lain.
Beberapa cara atau metode yang dapat dilakukan agar kita terhindar dari kejahatan
melalui platform digital antara lain :
Selain itu menurut Insani & Supriatun (2020) menjelaskan agar terhindar dari
pelecehan seksual dapat dilakukan dengan Pendidikan seks atau pendidikan kesehatan
reproduksi yang diberikan kepada anak-anak tentu bukan satu-satunya cara untuk mencegah
kejahatan seks terhadap anak. Pencegahan kejahatan seksual terhadap anak-anak harus
mencakup: 1) pencegahan primer, yaitu pencegahan dengan menekankan masyarakat sebagai
pelindung sosial; 2) pencegahan sekunder, yaitu pencegahan yang berfokus pada anak-anak
dari keluarga yang rentan dan berisiko; 3) pencegahan tersier, adalah pencegahan yang
memprioritaskan anak-anak yang mengalami perlakuan buruk.
DAFTAR PUSTAKA
Ahyun, F. Q., Solehati, S., & Prasetiya, B. (2022). Faktor penyebab terjadinya pelecehan
seksual serta dampak psikologis yang dialami korban. Al-ATHFAL: Jurnal
Pendidikan Anak, 3(2), 92-97.
Insani, U., & Supriatun, E. (2020). Pencegahan Kekerasan Seksual Pada Anak Dengan
Tekhnik Audiovisual Di Rumah Yatim Tegal. Aptekmas Jurnal Pengabdian pada
Masyarakat, 3(2).
Kalew, G. M., Mokalu, V. R., & Sopacoly, M. M. (2022). PAK yang Responsif dan
Antisipatif Terhadap Kejahatan Seksual Online Pada Remaja. Jurnal Teologi Berita
Hidup, 5(1), 231-254.