Anda di halaman 1dari 4

Cyberbullying Ancaman Bagi Generasi Z

Aulia Fatimah Azzahra


Auliafatimah135@gmail.com
SMA Darul Ulum 2 Unggulan BPPT

Indonesia merupakan salah satu negara dengan penduduk terbanyak ke-4 di dunia.
Tentunya pendidikan adalah hal yang diperhatikan guna perkembangan generasi berkualitas.
Namun beberapa kasus terjadi dalam bidang pendidikan membuat pendidikan Indonesia
diambang darurat, diantaranya adalah kasus intoleransi, perundungan bahkan kekerasan seksual.
Berdasarkan data KPAI sepanjang tahun 2020 terdapat 6.519 kasus pengaduan anak.
Menurut Coloroso (2007), perundungan merupakan tindakan intimidasi yang dilakukan
pihak yang lebih kuat terhadap pihak yang lebih lemah. Dalam sebuah study disebutkan faktor
peyebab yang memengaruhi terjadinya perundungan adalah faktor lingkungan sekolah, hubungan
orang tua dengan sekolah, dan hubungan siswa dengan guru. Faktor lingkungan dapat
dipengaruhi oleh tekanan kelompok sebaya sehingga menyababkan masalah-masalah dalam
kehidupan seperti perilaku bullying, pencurian, penggunaan obat-obatan terlarang, bolos sekolah,
dan rasisme (Chairani D., 2005).
Namun pada dasarnya sikap-sikap itu berawal dari sikap intoleransi. Dalam salah satu
jurnal yang ditulis oleh Zuly Qodir (2016) para psikologi sosial dan ilmuwan sosial setidaknya
terdapat empat faktor yang menyebabkan sikap intoleransi, salah satunya adalah kesiapan mental
yang belum matang. Hal ini menyebabkan seseorang dapat dengan mudah dipengaruhi oleh
orang lain atau kelompok yang dirasa lebih pintar, lebih tua, lebih dewasa, atau lebih memiliki
kekuasaan sehingga timbullah rasa tidak saling menghargai dan menghormati antar seseorang
atau kelompok.
Salah satu bentuk perundungan adalah cyberbullying yang merupakan perundungan
online atau perundungan yang terjadi di media social seiring dengan perkembangan teknologi
yang melaju cepat. Sesuai yang tercapat dalam data KPAI 2020 terdapat 46 anak korban bullying
di media social dan 103 anak korban kejahatan seksual online (Komisi Perlindungan Anak
Indonesia, 2021).
Tidak dapat dipungkiri penggunaan social media semakin hari semakin meningkat.
Pertumbuhan generasi saat ini pun sudah lebih akrab dengan keberadaan teknologi, internet, dan
social media. Generasi yang dikenal dengan sebutan Generasi Z merupakan suatu generasi
dengan kelahiran antara tahun 1995 – 2010 yang tumbuh berkembang bersamaan dengan
perkembangan teknologi. Mereka terbiasa menggunakan teknologi sejak dini. Banyak hal yang
memengaruhi perkembangan generasi ini membuatnya memiliki pandangan yang lebih terbuka
dalam banyak hal. Diantaranya adalah pandangan yang terbuka terhadap masalah kesehatan
mental yang masih menjadi issu hangat untuk dibahas. Dalam salah satu situs dituliskan bahwa
Generasi Z menganggap pengobatan atau perawatan yang berhubungan dengan kesehatan
psikologis adalah hal normal dan wajar selayaknya pengobatan atau perawaratan masalah
kesehatan lainnya dan mendapatkan bantuan untuk kesehatan mental bukanlah kelemahan yang
harus ditutupi (Susilowati R. L., 2022).
Generasi Z memang lebih mudah bersosialisasi melalui media social sehingga membuat
generasi ini menjadi lebih terbuka untuk berkomunikasi dan mengomentari suatu hal. Namun
sering kali komentar itu tidak berada dalam pengawasan hingga berubah menjadi komentar
negatif. Komentar – komentar negatif inilah yang termasuk dalam kasus cyberbullying dan dapat
menyebabkan gangguan psikologis. Berdasarkan penelitian Hani D. R. dan Suwarti (2019)
dalam salah satu jurnal yang ditulis oleh keduanya, menyatakan bahwa korban cyberbullying
memiliki dampak psikologis (dampak afeksi) seperti merasa sedih, marah, malu, dendam,
hilangnya kepercayaan, tidak nyaman, dan takut karena menerima pesan dari media social
dengan motif pelecehan seksual.
Mengutip berita dari BolaStylo.com, salah satu kasus cyberbullying yang terjadi pada
tahun 2020 adalah kematian dari pegulat asal Jepang yang memiliki darah Indonesia, Hana
Kimura. Hana Kimura ditemukan tewas di dalam apartemennya di Tokyo pada tanggal 29 Mei
2020. Kematian Kimura disebabkan komentar negatif yang tertuju padanya. Tim investigasi
mengatakan sekitar 300 pesan ujaran kebencian dari kurang lebih 200 akun setiap harinya.
Ujaran kebencian itu diawali dari Kimura yang membintangi salah satu peran antagonis dalam
salah satu acara tv di Jepang. Dalam salah satu episode, tokoh yang Kimura lakoni bertengkar
dengan salah satu tokoh pria. Hal ini menyebabkan kesalahpahaman sehingga Kimura
mendapatkan cyberbullying dari warga net (BolaStylo.com, 21 Desember 2020).
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, dampak cyberbullying dapat mengarah pada
pelecehan seksual. Kemajuan teknologi tidak menutup kemungkinan terjadinya pelecehan
seksual online. Menurut Komnas Perempuan (2020), pelecehan seksual merupakan tindakan
seksual lewat sentuhan fisik maupun non-fisik dengan sasaran organ seksual atau seksualitas
korban. Pelecehan seksual dalam bentuk verbal atau non-fisik sangat mudah dilakukan oleh
pelaku kejahatan di sosial media. Kemudahan-kemudahan mengakses internet menjadikannya
ladang dari kasus pelecehan seksual online. Namun dibalik kemudahan itu, jejak yang
ditinggalkan pelaku tidak akan pernah menghilang. Hal inilah yang memudahkan pihak berwajib
untuk mengusut suatu kasus digital hingga akarnya.
Pelecehan seksual merupakan salah satu bentuk dari kekerasan seksual. Mengutio dari
Tempo.co (2022), menurut Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO, kekerasan seksual
didefinisikan sebagai segala perilaku yang dilakukan dengan menyasar seksualitas atau organ
seksual seseorang dengan unsur memaksa, mengancam, dan tanpa persetujuan korban, termasuk
perdagangan perempuan dengan tujuan seksual dan pemaksaan prostitusi.
Banyaknya macam kasus kekerasan seksual telah diatur dalam Undang-Undang Tindak
Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) dimana berisi penggolongan dan sanksi untuk pelaku.
Dalam pasal 4 ayat 1 berisi 9 macam kekerasan seksual dan perlindungan terhadap korban
sedangkan dalam pasal 4 ayat 2 berisi 10 macam kekerasan lainnya (Tempo.co, 2022). Dalam
undang-undang ini juga diatur beberapa hal lainnya seperti memberikan denda (pasal 6) dan
pidana penjara agar tidak terjadi pemaksaan pernikahan (pasal 10), pidana tambahan (pasal 11),
ancaman dan pidana kepada koporasi yang terlibat (pasal 13), keterangan saksi atau korban,
korban berhak atas restisusi, layanan pemulihan, dan pendampingan serta pelarangan
menggunakan pendekatan restorative justice (Katadata.co.id, 2022).
Selain itu UUTPKS juga mengatur kekerasan seksual berbasis elektronik atau daring.
Dalam pasal 14 ayat 1 disebutkan tiga perilaku yang termasuk dalam perbuatan kekerasan
seksual berbasis elektronik yaitu melakukan perekaman dan atau mengambil gambar atau
tangkapan layer yang bermuatan seksual diluar kehendak atau tanpa persetujuan orang yang
menjadi obyek perekeman atau gambar atau tangkapan layar, mentransmisikan informasi
elektronik atau dokumen elektronik yang bermuatan seksual diluar kehendak penerima yang
ditujukan terhadap keinginan seksual, dan melakukan penguntitan atau pelacakan menggunakan
sistme elektronik terhadap orang yang menjadi obyek dalam informasi atau dokumen elektronik
untuk tujuan seksual (Kompas.com, 2022).
Kemajuan teknologi seharusnya tidak menjadikan seseorang lebih leluasa untuk
melakukan tindak kejahatan. Walaupun banyak yang melakukannya tanpa disadarin, namun kita
harus tetap menjaga anak-anak di bawah umur dari kejahatan cyberbullying dengan mengawasi
dan memantau saat mereka menggunakan media sosial. Generasi Z memang lebih terbuka untuk
beropini di media sosial namun generasi ini harus juga menyadari jika kelebihan itu dapat
menjadi ‘senjata makan tuan’ jika tidak menyaring apa yang akan ditinggalkan di media sosial.

Daftar Pustaka
Aeni, S. N. (2022). 10 Poin UU TPKS yang Penting untuk Diketahui. Diakses 30 Juni 2022, dari
https://katadata.co.id/agung/berita/6257c2bb3c3bd/10-poin-uu-tpks-yang-penting-
untuk-diketahui
Coloroso, B. (2007). The Bully, The Bullied, and The Not-So-Innocent Bystander. New York :
Harper Collins. Tersedia dari
http://www.ahisd.net/UserFiles/Servers/Server_8062/File/Departments/Counseling
%20&%20Guidance/Barbara%20Colorosa_Handouts_Complete_Revised.pdf
Chairani, D. (2005). Gambaran proses kelompok pada sebuah peer group pelaku bullying di
SMA “Z”. Skripsi. Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Tersedia dari
https://adoc.pub/hubungan-antara-konformitas-terhadap-teman-sebaya-dengan-
pere4e9702c57dc6376999cc28680b8715715352.html
Fauzia, M. (2022). UU TPKS Atur Kekerasan Seksual Berbasis Elektronik, Ancaman Hukuman
4 – 6 Tahun Penjara. Diakses 30 Juni 2022, dari
https://nasional.kompas.com/read/2022/04/12/14522271/uu-tpks-atur-kekerasan-
seksual-berbasis-elektronik-ancaman-hukuman-4-6-tahun
Hani, D. R. & Suwarti. (2019). Dampak Psikologis Peserta Didik yang Menjadi Korban Cyber
Bullying. PSISULA : Prosiding Berkala Psikologi. 1. 27. Diakses 30 Juni 2022, dari
file:///D:/all%20about%20tanos%202022/jurnal%20cyberbullying/7685-16762-1-
PB.pdf
Komisi Nasional Perempuan. (2021). 15 Bentuk Kekerasan Seksual. Diakses 30 Juni 2022, dari
https://drive.google.com/file/d/1jtyyAgVsjO0O7bRUqE00zWM_pzADMEs8/view?
usp=drivesdk
Komisi Perlindungan Anak Indonesia. (2021). Data Kasus Pengaduan Anak 2016 – 2020.
Diakses 5 Juni 2022, dari https://bankdata.kpai.go.id/tabulasi-data/data-kasus-
pengaduan-anak-2016-2020
Nurtita, D. (2022). UU TPKS Disahkan, Berikut Jenis Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang
Diatur. Diakses 30 Juni 2022, dari https://nasional.tempo.co/read/1581603/uu-tpks-
disahkan-berikut-jenis-tindak-pidana-kekerasan-seksual-yang-diatur
Qodir, Z. (2016). Kaum Muda, Intoleransi, dan Radikalisme Agama. Jurnal Studi Pemuda. 5 (1).
436-437. Diakses 18 Juni 2022, dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Susilowati, R. L. (2022). 5 Alasan Mengapa Gen Z Lebih Terbuka tentang Kesehatan
Mentalnya. Diakses 30 Juni 2022, dari https://www.popmama.com/life/health/rahayu-
susilo/alasan-mengapa-gen-z-lebih-terbuka-tentang-kesehatan-mentalnya/5
Tempo.co. (2022). Ini Beda Kekerasan Seksual dengan Pelecehan Seksual. Diakses 30 Juni
2022, dari https://nasional.tempo.co/read/1557395/ini-beda-kekerasan-seksual-dengan-
pelecehan-seksual
Widyamukti, A. G. (2020). Akhirnya Penyebab Kematian Pegulat MMA Berdarah Indonesia
Hana Kimura Terungkap. Diakses 30 Juni 2022, dari
https://bolastylo.bolasport.com/read/172478029/akhirnya-penyebab-kematian-pegulat-
mma-berdarah-indonesia-hana-kimura-terungkap?page=all

Anda mungkin juga menyukai