Skripsi
Pendidikan Strata I
Universitas Diponegoro
Penyusun:
NIM: 14030115120051
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2020
BAB I PENDAHULUAN
Teknologi saat ini semakin maju dan sangat berpengaruh pada kehidupan manusia.
Kemajuan teknologi ini telah menjalar dalam berbagai aspek kehidupan., termasuk aspek
komunikasi dan informasi. Internet merupakan salah satu contoh perkembangan teknologi
yang paling banyak digunakan oleh manusia saat ini. Kemunculan internet telah membawa
perubahan besar dalam proses komunikasi. Tidak hanya sebagai sumber informasi saja,
internet juga menjadi sarana komunikasi untuk membagikan informasi. Berbagai jenis
informasi dari yang umum hingga privasi dapat diakses dan disebarkan melalui internet.
Seperti yang dikatakan McQuail (2011:118), bahwa internet merupakan pintu yang dapat
meningkat. Menurut data statistik digital dan pengguna internet di dunia yang dirilis
Hootsuite (We Are Social) pada 24 April 2019, jumlah pengguna internet global mencapai
4,437 miliar orang dari total populasi penduduk 7,697 miliar. Dengan kata lain sebesar 58
persen dari keseluruhan populasi dunia menggunakan internet. Dari jumlah pengguna
internet tersebut, banyak yang menggunakan internet untuk mengakses media sosial.
Tercatat pengguna aktif media sosial mencapai angka yang sangat tinggi yaitu 3,499 miliar
orang. Jumlah tersebut meningkat sebanyak 202 miliar orang (6,1%) dibandingkan dengan
Di Indonesia sendiri, jumlah pengguna internet pada tahun 2019 mencapai 150 juta
orang dari total 268,2 juta penduduk. Dari jumlah tersebut, sejumlah 150 juta orang juga
merupakan pengguna aktif media sosial baik yang berbasis messenger maupun jejaring
sosial. Artinya, dapat dikatakan bahwa hampir semua pengguna internet di Indonesia juga
merupakan pengguna aktif media sosial. Penetrasi usia pengguna media sosial tertinggi di
Indonesia diduduki oleh rentang usia 18-24 tahun (33%) dan 25-34 tahun (33%), kemudian
diikuti oleh usia 13-17 tahun (15%), 35-44 (12%), 45-54 tahun (4,4%), lebih dari 65 tahun
Gambar 1.1
Ada banyak pendapat mengenai pengertian media sosial. Menurut Philip Kotler dan
Kevin Keller (2016), media sosial adalah sarana bagi konsumen untuk berbagi informasi
teks, gambar, video, dan audio dengan satu sama lain dan dengan perusahaan dan
sebaliknya. Menurut Chris Brogan (2010:11), media sosial adalah seperangkat alat
komunikasi dan kolaborasi baru yang memungkinkan terjadinya berbagai jenis interaksi
yang sebelumnya tidak tersedia bagi orang awam. Sedangkan menurut Tracy L. Tulen dan
Michael R. Solomon (2014) media sosial adalah sarana untuk komunikasi, kolaborasi, serta
penanaman secara daring di antara jaringan orang-orang, masyarakat, dan organisasi yang
saling terkait dan saling tergantung dan diperkuat oleh kemampuan dan mobilitas teknologi.
Media sosial sendiri merupakan medium di internet untuk merepresentasikan diri,
berinteraksi, bekerja sama, berbagi, berkomunikasi dengan pengguna lainnya, dan untuk
Komunikasi 2.0: Teoritisasi dan Implikasi (2011:xii) mengatakan bahwa media sosial
disebut jejaring sosial online, bukan media massa online karena media sosial memiliki
kekuatan sosial yang sangat mempengaruhi opini publik yang berkembang di masyarakat.
Penggalangan dukungan dan gerakan massa dapat terbentuk karena kekuatan media online.
Sebab apa yang ada di media sosial terbukti mampu membentuk opini, sikap dan perilaku
publik atau masyarakat. Seiring perkembangan zaman, media sosial tidak hanya menjadi
saluran komunikasi berbagi pesan pribadi saja. Saat ini, media sosial menjadi platform
andalan untuk berbagai kegiatan komunikasi seperti iklan, promosi, public relations,
Namun, selain beragam manfaat positif seperti di atas, internet dan media sosial juga
dapat memberikan dampak negatif. Model komunikasi dalam media sosial yang tidak secara
termasuk juga menyampaikan opini mengenai orang lain. Terkadang, hal ini sampai
membuat orang lain merasa terintimidasi atau terbully akibat ungkapan-ungkapan kasar atau
mengganggu yang diarahkan kepadanya. Bullying yang terjadi di internet atau media sosial
verbal yang dilakukan seseorang melalui media eletronik ataupun media internet.
pesan elektronik dengan amarah dan bahasa yang kasar dan vulgar (berapi-api), (2)
gangguan dan bahkan ancaman, (3) Denigration, mengirim atau mengunggah gosip atau
rumor mengenai seseorang untuk merusak reputasinya, (4) Impersonation, membajak akun
seseorang dan mengirimkan atau mengunggah pesan-pesan yang tidak senonoh, (5) Outing
& Trickery, menjalin hubungan baik dengan seseorang danmembujuknya untuk
secara sengaja mengeluarkan seseorang dari grup online (Willard dalam Feinberg dan
Robey, 2010).
Tindakan cyberbullying terjadi di berbagai belahan dunia. Dari hasil survei yang
dirilis UNICEF pada September 2019, menunjukkan bahwa sebanyak 1 dari 3 orang-orang
usia muda di 30 negara menyatakan bahwa mereka pernah mengalami cyberbullying. Survei
ini dilakukan dengan 170.000 responden berusia 13-24 tahun yang berasal dari berbagai
WIB).
Elektronik. Pasal 28 ayat 1 mengatur tentang orang yang dengan sengaja menyebarkan
berita bohong dan menyesatkan serta merugikan orang lain. Ancaman pidananya yaitu
penjara maksimal 6 tahun dan/atau denda maksimal 1 miliar rupiah. Sedangkan pasal 28
ayat 2 yang mengatur tentang orang yang dengan sengaja menyebarkan informasi yang
tujuannya untuk menimbulkan rasa kebencian dan permusuhan berdasarkan SARA antar
individu atau kelompok, dengan ancaman pidana penjara maksimal 6 tahun dan/atau denda
Indonesia 2018 yang dirilis oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII),
49% pengguna internet mengaku pernah mengalami bully dalam bentuk diejek atau
WIB).
Mengutip dari www.akurat.co, Komisi Perlindungan Anak Indonesia menyatakan
bahwa kasus cyberbullying di Indonesia saat ini meningkat pesat. Pada tahun 2018, kasus
yang tercatat mencapai 209 kasus. Jumlah ini sangat berbeda jauh dengan tahun 2015 yang
melalui pemberitaan yang ada di berbagai media massa. Bentuk cyberbullying yang
diberitakan cukup beragam, mulai dari komentar negatif atau kasar kepada seseorang di
media sosial, teror melalui pesan-pesan pribadi, pembajakan akun berujung pemerasan, dan
lain sebagainya. Korbannya pun beragam, mulai masyarakat biasa, selebritis, hingga
Beberapa contoh kasus cyberbullying yang sempat ramai diberitakan media adalah
kasus Bowo Alpenliebe, remaja berusia 13 tahun yang namanya tenar berkat aplikasi
TikTok yang dihujat dengan kata-kata kasar hingga ancaman di media sosial karena diduga
menggelar acara meet and greet dengan biaya yang mahal. Permasalahan ini bahkan sampai
melibatkan KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) dan manajemen TikTok. Kasus
ini mengakibatkan aplikasi TikTok diblokir untuk sementara waktu oleh Kementerian
Komunikasi dan Informatika karena dianggap menimbulkan dampak negatif terutama bagi
remaja (https://m.detik.com/news/berita/d-4106505/disesalkan-bowo-alpenliebe-tik-tok-
Ada juga kasus saling serang di media sosial antara Lucinta Luna dengan
sekumpulan selebgram (selebriti Instagram) di media sosial yang baru-baru ini terjadi.
Mereka saling mengejek dan mengancam satu sama lain dengan kata-kata yang sangat
kasar. Kata-kata kasar tersebut disampaikan secara langsung dan juga melalui tulisan. Mulai
dari mencela fisik, memanggil dengan sebutan goblok, lonte (wanita murahan), tengkorak
hidup, bajingan, bangsat, hingga menyamakan seseorang sebagai anjing atau babi. Kasus ini
Contoh lainnya adalah pembullyan beberapa artis di media sosial yang dilakukan
oleh para penggemar artis lain. Seperti Boy William, Cinta Kuya, Cinta Laura, dan artis
lainnya yang diserang ARMY (sebutan untuk penggemar idol gorup Korea BTS) karena
Seperti kasus seorang anak di Bandung yang menyerang temannya setelah berseteru secara
verbal di media sosial, atau Audrey yang mengalami kekerasan fisik oleh sekelompok
remaja setelah saling cekcok dan ejek di media sosial. Kasus Audrey menjadi sorotan besar
media massa setelah #JusticeforAudrey bermunculan di media sosial. Bowo TikTok juga
terpaksa harus keluar dari sekolah menengah pertamanya dan beralih ke homeschooling
Menurut Kowalski, Limber, dan Agatston (2008), beberapa alasan yang mendorong
3. Adanya rasa iri kepada orang lain yang akan dijadikan target cyberbullying
4. Pelaku memiliki kepribadian tertentu yang merasa senang untuk menyakiti orang
lain
Sedangkan menurut Kirk R. Williams dan Nancy G. Guerra, ada tiga hal yang bisa
3. Perceived peer support. Dukungan teman sebaya yang dirasakan seseorang, seperti
eksternal. Salah satu faktor lingkungan dalam pembentukan perilaku adalah media massa.
sebagai alat ideologi dan dapat mepengaruhi sikap dan perilaku seseorang serta membuat
khalayak dapat mendefinisikan realitasnya sendiri. Sebuah pemberitaan dapat dicerna dan
dipahami secara positif dan khalayak dapat memberikan sikap atau melakukan tindakan-
tindakan positif terhadap objek pemberitaan tersebut. Seperti yang dikatakan Donald F.
Robert, terpaan media yang mengakibatkan kehadiran sosial yang dimiliki media yang
kemudian menyebabkan perubahan pengetahuan, sikap dan tingkah laku manusia (Schramm
& Roberts, 1990). Sayangnya, bukan hanya sikap dan perilaku positif saja yang dapat
ditimbulkan melainkan juga sikap-sikap serta tindakan negatif yang berpotensi muncul
Selain peran media massa, faktor eksternal lain yang mempengaruhi sikap atau
perilaku sesorang adalah lingkungan sekitarnya. Jika kita perhatikan dari contoh-contoh
kasus cuberbullying Bowo TikTok, Audrey, ataupun Lucinta Luna, terdapat peran dari
kelompok atau peer group di dalamnya. Sebagaimana dikatakan oleh Bandura, peer group
menentukan seseorang dalam bertindak (Bryant, Jennings & Oliver, 2009:94). Peer group
merupakan suatu bentuk kelompok sosial untuk memenuhi kebutuhan manusia akan hidup
dan saling membutuhkan serta memiliki kesamaan satu sama lain. Hal itu berupa keyakinan,
nilai-nilai, norma dan lain-lain. Peer group bisa saja datang dari orang yang kita anggap
penting keberadaannya seperti orang yang status sosialnya lebih tinggi, orang tua, teman
Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini berusaha untuk melihat pengaruh terpaan
cyberbullying masyarakat.
berinteraksi, bekerja sama, berbagi, berkomunikasi dengan pengguna lainnya, dan untuk
membentuk ikatan secara virtual. Media sosial dapat memberikan beragam manfaat positif
Namun seiring berjalannya waktu, media sosial tidak hanya digunakan untuk
kegiatan yang positif saja. Kasus cyberbullying terus bermunculan. Cyberbullying yang
terjadi bisa saja merupakan dampak ataupun penyebab dari bullying tradisional. Angka
cyberbullying yang terus naik tiap tahunnya menunjukkan bahwa banyak orang yang tidak
Ada banyak faktor yang dapat membuat seseorang melakukan cyberbullying. Salah
satunya adalah faktor eksternal yaitu media dan orang-orang sekitar. Media menyuguhkan
nilai-nilai dan penilaian normatif yang dibaurkan dengan berita dan hiburan. Pentingnya
media massa baik surat kabar, televisi, radio, maupun media baru, membuat peranannya
begitu kuat dan hebat dalam mempengaruhi manusia. Efek pesan-pesan mengenai
sebaya (peer group) juga memiliki andil dalam menentukan bagaimana kita memandang
dan bertindak akan sesuatu. Sehingga dari uraian di atas, didapat rumusan masalah seperti
apakah ada pengaruh terpaan informasi cyberbullying dan konformitas kelompok teman
Dari rumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan
Penelitian ini diaharapkan dapat menambah referensi terhadap kajian dalam ilmu
mengenai persepsi dan sikap dalam mengaplikasikan pesan media oleh khalayak. Serta
sebagai bahan acuan dan referensi untuk penelitian sejenis yang akan dilakukan di masa
mendatang.
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan referensi bagi seluruh mahasiswa Ilmu
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan pengetahuan dan pemahaman baru
1.5.1.1 Risk Factors for Involvement in Cyberbullying: Victims, Bullies and Bully–
victims
Penelitian ini disusun oleh Faye Mishna, Mona Khoury-Kassabri, Tahany Gadalla, Joanne
Daciuk pada tahun 2012. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji frekuensi
dalam cyberbullying, yaitu korban, pelaku bully, dan korban bully. Melalui tiga kategori
Penelitian ini menggunakan sampel besar dan beragam, yaitu sebanyak 2.186 siswa
sekolah menengah pertama dan menengah atas. Para siswa mengisis kuesioner laporan diri
selama waktu kelas. Peneliti menggunalan Regresi Logistik Multinomial untuk menguji
hubungan antara kategori cyberbullying dan variabel independennya (jenis kelamin, usia,
Lebih dari 30% siswa dalam penelitian ini diidentifikasi pernah terlibat dalam
cyberbullying, baik sebagai korban ataupun pelaku. 1 dari 4 siswa (25,7%) melaporkan
bahwa mereka terlibat dalam cyberbullying sebagai pelaku intimidasi dan korban dalam
waktu tiga bulan terakhir. Hasil penelitian juga menunjukkan bila siswa yang terlibat dalam
kekerasan terhadap teman sebaya dibandingkan yang lain. Kebanyakan siswa menggunakan
komputer selama lebih dari satu jam sehari, dan memberikan kata sandi mereka kepada
teman-teman..
Beberapa keunikan muncul mengenai frekuensi dan faktor risiko keterlibatan siswa dalam
cyber bullying. Salah satunya, dalam bully tradisional, kategori pelaku bully diisi kelompok
anak-anak yang paling kecil dan paling rentan. Selain itu, perempuan lebih mungkin
menjadi korban cyberbully daripada laki-laki, berbeda dengan bully tradisional yang mana
Tujuan dari penelitian disusun oleh Kirk R. Williams dan Nancy G. Guerra pada tahun 2017
ini adalah untuk membandingkan prevalensi cyberbullying dengan bullying fisik dan verbal
di antara anak laki-laki dan perempuan usia sekolah dasar, menengah pertama, dan
menengah atas. Selain itu, juga untuk memeriksa apakah prediktor utama bullying fisik dan
Penelitian ini disusun sebagai bagian dari inisiatif pencegahan penindasan di seluruh
negara bagian. Sebanyak 3.339 remaja di Kelas 5, 8, dan 11 dilibatkan untuk menyelesaikan
kuesioner di 78 lokasi sekolah di Colorado selama musim gugur 2005. Kemudian, sebanyak
2.293 sampel asli berpartisipasi dalam survei tindak lanjut di 65 lokasi sekolah pada musim
semi tahun 2006. Kuisioner mencakup ukuran-ukuran tindakan intimidasi dan viktimisasi,
kepercayaan normatif tentang intimidasi, persepsi dukungan sosial teman sebaya, dan
diikuti oleh fisik, dan kemudian oleh intimidasi internet. Intimidasi fisik dan internet
Penindasan verbal memuncak di sekolah menengah pertama dan tetap relatif tinggi selama
sekolah menengah atas. Laki-laki lebih cenderung untuk melaporkan intimidasi fisik
daripada perempuan, tetapi tidak ada perbedaan gender yang ditemukan untuk internet dan
intimidasi verbal. Ketiga jenis intimidasi secara signifikan terkait dengan kepercayaan
normatif yang menyetujui intimidasi, iklim sekolah yang negatif, dan dukungan sebaya
yang negatif.
Penelitian ini disusun oleh Paul O'connell, Debra Pepler dan Wendy Craig pada tahun 1999.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji proses peer yang terjadi selama episode
intimidasi di sebuah taman bermain sekolah. Proses-proses ini diperiksa dari perspektif
pembelajaran sosial, hal ini memungkinkan peneliti untuk mempertimbangkan efek dari
berbagai jenis penguatan di antara pelaku intimidasi, korban, dan teman sebaya.
Lima puluh tiga segmen rekaman video diperiksa. Setiap segmen berisi kelompok
sebaya (dua atau lebih teman sebaya) yang melihat kejiadian intimidasi di taman bermain
sekolah. Teman sebaya diberi kode untuk secara aktif bergabung atau secara pasif
memperkuat pelaku intimidasi, dan untuk secara aktif melakukan intervensi atas nama
korban. Rata-rata, empat anak lainnya melihat intimidasi di halaman sekolah tersebut,
dengan rentang dari dua hingga 14 anak. Rata-rata di semua episode, satu anak
menghabiskan 54% dari waktu mereka untuk memperkuat pelaku intimidasi dengan
menonton secara pasif, 21% dari waktu mereka secara aktif memodelkan pelaku intimidasi,
dan 25% dari waktu mereka melakukan intervensi atas nama para korban.
Selain ini, ditemukan juga bahwa anak laki-laki yang lebih tua (kelas 4–6) lebih
mungkin untuk secara aktif bergabung dengan pelaku intimidasi daripada anak laki-laki
yang lebih muda (kelas 1-3) dan anak perempuan yang lebih tua. Gadis-gadis yang lebih
muda dan lebih tua lebih mungkin melakukan intervensi atas nama korban daripada anak
laki-laki yang lebih tua. Hasilnya ditafsirkan sebagai mengkonfirmasikan peran sentral
teman sebaya dalam proses yang terjadi selama episode intimidasi taman bermain.
Penelitian ini disusun oleh Elizabeth Whittaker dan Robin M. Kowalski dari Clemson
University, Clemson, South Carolina, USA pada tahun 2014. Dalam penelitian ini,
digunakan tiga studi untuk meneliti tingkat prevalensi cyberbullying di kalangan mahasiswa
usia perguruan tinggi, tempat di mana cyberbullying terjadi, dengan fokus khusus pada
media sosial, dan persepsi cyberbullying sebagai fungsi fitur dari target (misalnya, rekan,
selebriti, grup).
Hasil penelitian dari studi 1 menemukan SMS dan media sosial menjadi tempat yang
paling umum digunakan untuk viktimisasi cyberbullying. Studi 2 menunjukkan bahwa fitur
daring yang diarahkan pada teman sebaya dianggap paling negatif sedangkan komentar
yang ditargetkan untuk orang acak yang hanya dikenal secara online dievaluasi sebagai
yang paling tidak negatif. Kemudian pada studi 3 yang menggunakan metodologi inovatif
Menurut Sugiyono (2009:42), paradigma penelitian adalah pola hubunan antara variabel
yang akan diteliti. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif (povitivistik), dimana
hubungan antar variabel dan hubungannya bersifat kausal (sebab-akibat), maka peneliti
dapat melakukan penelitian dengan memfokuskan kepada beberapa variabel saja. Di dalam
Dalam penelitian ini terdapat satu variabel bebas atau independen, satu variabel
intervening dan satu variabel terikat atau dependen. Variabel bebasnya adalah terpaan
Dalam penelitian ini, teori dasar yang digunakan adalah teori S-O-R atau Stimulus-
Organism-Response. Teori S-O-R dikembangkan oleh Hovland, Janis dan Kelley. Asumsi
dasar teori ini adalah media massa menimbulkan efek yang terarah, segera dan langsung
terhadap komunikan. Model ini menunjukkan bahwa komunikasi merupakan proses aksi-
reaksi. Artinya teori ini mengasumsikan bahwa kata-kata verbal, isyarat non verbal, simbol-
simbol tertentu akan merangsang orang lain memberikan respon dengan cara tertentu. Pola
S-O-R ini dapat berlangsung secara positif atau negatif (Hovland, dkk., 1963).
Menurut Denis McQuail dan Steven Windhal (dalam Vera 2016:120-121), prinsip
dasar teori ini adalah bahwa efek merupakan reaksi tertentu terhadap stimulus (rangsangan)
tertentu, sehingga orang dapat menduga atau memperkirakan adanya hubungan erat antara
isi pernyataan dengan reaksi audiens. Teori ini memiliki 3 elemen utama, yaitu pesan
Hovland, Janis dan Kelley (1963) mengatakan bahwa proses perubahan perilaku
pada hakikatnya sama dengan proses belajar. Proses perubahan perilaku tersebut
Stimulus yang diberikan pada organisme dapat diterima atau ditolak. Apabila
stimulus tersebut tidak diterima atau ditolak berarti stimulus itu tidak efektif
mempengaruhi perhatian individu dan berhenti disini. Tetapi bila stimulus diterima
oleh organisme berarti ada perhatian dari individu dan stimulus tersebut efektif.
2. Pembentukan sikap
Setelah organisme menerima dan mengerti stimulus, kemudian organisme mengolah
stimulus tersebut sehingga terjadi kesediaan untuk bertindak demi stimulus yang
3. Pembentukan perilaku
Akhirnya dengan dukungan fasilitas serta dorongan dari lingkungan maka stimulus
atau masyarakat.
Selanjutnya teori ini mengatakan bahwa perilaku dapat berubah hanya apabila
stimulus (rangsang) yang diberikan benar-benar melebihi dari stimulus semula. Stimulus
yang dapat melebihi stimulus semula ini berarti stimulus yang diberikan harus dapat
Menurut pendapat Shore (Krisyantono, 2010: 208-209), terpaan lebih dari sekedar
mengakses media. Terpaan tidak hanya menyangkut apakah seseorang secara fisik cukup
dekat dengan kehadiran media, akan tetapi apakah seseorang itu benar-benar terbuka
terhadap pesan media tersebut. Terpaan merupakan kegiatan mendengar, melihat dan
membaca pesan-pesan media ataupun pengalaman dan perhatian terhadap pesan tersebut
atau tidak dengan nilai atau standar yang dimilikinva. Seringkali orang mencari informasi
sebagai dasar suatu keputusan dan secara teliti menilai apa yang kita pelajarı agar dapat
mengambil keputusan sebaik mungkin untuk kepentingan kita (Schiffman & Kanuk,
retensi.
(1) Pemaparan adalah tahap dimana audiens menyadari adanya stimulus tersebut
melalui panca inderanya. (2) Perhatian atau attention adalah ketika audiens mengalokasikan
kapasitas pengolahan terhadap stimulus yang masuk. (3) Pemahaman atau comprehension
adalah tahap menginterpretasi makna stimulus. (4) Penerimaan atau acceptance adalah
tahap dimana timbul dampak persuasif dari stimulus pada audiens. Sedangkan (5) retensi
atau retention adalah tahap pengalihan makna stimulus dan persuasi ke ingatan jangka
panjang
Terpaan informasi tidak selalu menimbulkan efek yang sama pada setiap individu.
Efek yang muncul tergantung pada suasana terpaan (setting of exposure) yang dihadapi oleh
individu tersebut. Terdapat satu konsep yang memiliki peran sangat penting dalam terpaan
informasi yaitu selective perception atau persepsi yang selektif. Adanya proses selektif ini
mengindikasikan bahwa orang yang berbeda dapat menampilkan respon yang juga berbeda
terhadap suatu pesan yang sama. Dalam persepsi yang selektif, persepsi orang dipengaruhi
oleh kemginan, kebutuhan, sikap dan factor psikologis lainnya. Tidak ada seorang
komunikator yang dapat mengasumsikan bahwa sebuah pesan akan memberikan arti yang
Konformitas, menurut Rakhmat (2011:149) terjadi ketika sejumlah orang dalam kelompok
mengatakan atau melakukan sesuatu dan ada kecenderungan para anggota lainnya
Menurut Papalia (dalam Nisfiannoor & Kartika, 2004:161), peer group (kelompok
teman sebaya) membantu anak memilih nilai-nilai yang mereka anut dan memberikan rasa
aman secara emosional. Bila anak tidak memiliki peer group, mereka cenderung tidak
dewasa dan keterampilan sosialnya menjadi terbatas. Akibat pergaulan bersama peer group
hubungan dan rasa memiliki, mereka termotivasi untuk berhasil dan mendapat identitas diri.
Karena remaja lebih banyak berada di luar rumah bersama dengan teman-teman sebaya
sebagai kelompok, maka dapat dimengerti bahwa pengaruh teman-teman sebaya pada sikap,
pembicaraan, minat, penampilan, dan perilaku sangat besar (Hurlock, dalam Nisfiannoor &
Kartika, 2004:161).
Menurut Santrock (2002:44), peer group adalah sekumpulan individu yang punya
hubungan erat dan saling tergantung. Peer group merupakan salah satu bentuk dari
kelompok sosial. Pengaruh yang ditukarkan dapat berupa orientasi, nilai-nilai, dan norma
yang disepakati oleh orang yang tergabung di dalam kelompok tersebut. Fungsi utama dari
sebuah peer group adalah untuk menyediakan berbagai informasi mengenai dunia luar.
Orang yang biasanya dianggap penting bagi individu di antaranya adalah orang tua, orang
yang status sosialnya lebih tinggi, teman sebaya, teman dekat, guru, teman bekerja, istri atau
sebaya (peer group) ialah kecenderungan anggota kelompok individu yang memiliki
kesamaan dan saling mempengaruhi baik berupa orientasi, nilai serta norma yang telah
disepakati oleh kelompok tersebut untuk mengubah perilaku atau kepercayaan sesuai
Menurut Usman Efendi (1985:87), perilaku muncul karena adanya faktor pendorong yang
tersebut ada yang berasal dari dalam diri individu yang meliputi keyakinan, motivasi,
tingkat emosional dan jenis kelamin. Kemudian juga terdapat faktor pendorong dari luar diri
sebagainya.
kepada orang lain dan terjadi secara berulang-ulang (Hinduja dan Patchin dalam Budiarti,
2016: 4). Cyberbullying bisa juga disebut sebagai bullying telah berkembang menjadi
identitasnya. Anonimitas tersebut dapat memudahkan pelaku untuk lebih leluasa melakukan
Menurut Santosa, cyberbullying memiliki delapan bentuk (2017: 34), antara lain:
1. Flaming (Perselisihan)
Flaming adalah perselisihan yang awalnya hanya melibatkan dua orang dan
2. Harassment (Pelecehan)
Harassment adalah upaya seseorang untuk melecehkan orang lain dengan mengirim
berbagai bentuk pesan baik tulisan, gambar, maupun video yang bersifat menyakiti,
3. Denigration (Fitnah)
Denigration adalah upaya seseorang menyebarkan kabar bohong yang bertujuan
4. Impersonation (Peniruan)
5. Outing (Penyebaran)
Outing adalah upaya seseorang untuk menyebarkan informasi atau rahasia seseorang
kepada publik.
6. Trickery (Penipuan)
Trickery adalah upaya seseorang melakukan tipu daya demi memperoleh informasi
7. Exclusion
8. Cyberstalking
dan media sosial membuat ruang privat seseorang melebur dengan ruang publik. Fitur
media sosial ini kini banyak dimanfaatkan untuk mengekspresikan diri dan berinteraksi
dengan pengguna lainnya. Media sosial memfasilitasi penggunanya untuk mengunggah apa
saja yang ingin disampaikan kepada orang lain, baik berupa informasi, kegiatan, momen-
momen berupa gambar ataupun video, serta hal-hal lain tergantung pada keinginan si
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa perilaku cyberbullying adalah tindakan
agresif dan memiliki kontrol atas perilakunya yang bersifat merugikan atau menimbulkan
pelecehan kepada orang lain dan terjadi secara berulang-ulang melalui medium internet
kelompok teman sebaya terhadap perilaku cyberbullying maka digunakan Teori S-O-R dari
Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa sikap ataupun perilaku seseorang
merupakan reaksi tertentu terhadap stimulus (rangsangan) tertentu, sehingga orang dapat
menduga atau memperkirakan adanya hubungan erat antara isi pernyataan dengan reaksi
beberapa tahap. Tahap pertama adalah pemberian stimulus (rangsang). Stimulus dalam
penelitian ini datang dari terpaan informasi mengenai cyberbullying. Stimulus yang
diberikan pada organisme dapat diterima atau ditolak. Terpaan sendiri memiliki arti keadaan
seseorang ketika terkena atau tersentuh pesan-pesan media. Maka, ketika seseorang sudah
terterpa informasi cyberbullying artinya stimulus sudah diterima oleh organisme atau
mengerti stimulus ini dan dilanjutkan kepada proses berikutnya yaitu pembentukan sikap.
terjadi kesediaan untuk bertindak demi stimulus yang telah diterimanya (bersikap). Sikap
dalam penelitian ini adalah sikap seseorang yang dipengaruhi konformitas kelompok teman
sebaya (peer group). Konformitas peer group adalah kecenderungan seseorang untuk
mengubah sikap atau kepercayaan sesuai dengan norma kelompok sebagai akibat dari
tekanan kelompok. Konformitas ini terjadi karena anggota kelompok memiliki kesamaan
Sesuai dengan apa yang dikatakan Hovland mengenai Teori S-O-R, bahwa dalam
meyakinkan organisme untuk mengubah sikap maupun perilaku seseorang terdapat peranan
penting dari faktor reinforcement. Konformitas peer group ini merupakan faktor
cyberbullying, maka seseorang akan cenderung mengikuti atau melakukan hal yang sama
seperti yang dilakukan peer groupnya. Akhirnya di proses terkahir, dengan dukungan
fasilitas serta dorongan dari lingkungan (peer group) maka stimulus tersebut mempunyai
1.6 Hipotesis
Terpaan informasi cyberbullying merupakan sebuah sentuhan atau keadaan terkena pada
khalayak oleh pesan-pesan yang disebarkan oleh media massa dan merupakan kemampuan
untuk mengingat cerita dan memahami pesan lainnya. Dalam konteks ini, pesan yang
yang memiliki kesamaan dan saling mempengaruhi baik berupa orientasi, nilai serta norma
yang telah disepakati oleh kelompok tersebut untuk mengubah perilaku atau kepercayaan
Perilaku cyberbullying adalah tindakan agresif dan memiliki kontrol atas perilakunya yang
bersifat merugikan atau menimbulkan pelecehan kepada orang lain melalui medium internet
variabel satu dengan yang lainnya (Effendy, 2003:6). Variabel terdiri dari variabel
Dalam penelitian ini, metode ini digunakan untuk menganalisis seberapa besar pengaruh
cyberbullying.
1.9.2.1 Populasi
Populasi adalah jumlah keseluruhan objek yang akan diteliti. Dalam penelitian ini, populasi
menggunakan media sosial dan pernah terterpa informasi cyberbullying. Hal ini
dikarenakan pelajar SMP dan SMA tersebut termasuk ke dalam rentang masa usia remaja
baik dari sisi umur, pemikiran dan pengambilan tindakan. Pada usia ini, responden dinilai
masih aktif dan mudah dipengaruhi informasi. Sesuai Data Pokok Pendidikan dalam
Lumbung Data Pendidikan Kota Semarang, jumlah keseluruhan siswa SMP di kota
1.9.2.2 Sampel
Sampel merupakan bagian dari populasi yang akan diteliti. Untuk ukuran sampel, peneliti
merujuk pada anjuran Roscoe yang menjelaskan untuk ukuran sampel yang layak dalam
penelitian adalah antara 30-500. Di mana jumlah sampel minimal adalah 30 sudah dianggap
memiliki tingkat stabilitas yang baik (Sugiyono, 2009:90-91). Atas dasar itu, peneliti akan
Metode penarikan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan cara probability sampling.
sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel (Sugiyono.
2009: 82). Sedangkan, untuk sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah
metode simple random sampling terdiri dari beberapa tahap. Tahap pertama yaitu tahap
pemilihan cluster dari unit sampling dan tahap kedua yaitu tahap penarikan unit sampling
dari cluster yang telah ditentukan pada tahap pertama dan seterusnya. Alur tiap tahap
gugus yang homogen. Apabila telah diperoleh gugus yang homogen, pada tahap selanjutnya
yang dilakukan yaitu penarikan unit sampling dari tiap gugus yang homogen tersebut
tersebut meliputi:
Jumlah
Nama Kecamatan
Kelurahan
Mijen 14
Gunungpati 16
Banyumanik 11
Gajah Mungkur 8
Semarang Selatan 10
Candisari 7
Tembalang 12
Pedurungan 12
Genuk 13
Gayamsari 7
Semarang Timur 10
Semarang Utara 9
Semarang Tengah 15
Semarang Selatan 16
Tugu 7
Ngaliyan 10
Dari 16 kecamatan tersebut, terpilih satu kecamatan secara acak yakni Kecamatan
Pedurungan.
Nama Kelurahan
Gemah Penggaron Kidul
Kalicari Plamongan Sari
Muktiharjo Kidul Tlogomulyo
Palebon Tlogosari Kulon
Pedurungan Kidul Tlogosari Wetan
Pedurungan Lor Pedurungan Tengah
Dari 12 kelurahan tersebut, terpilih satu kelurahan secara acak yakni Kelurahan
Palebon.
3. Menentukan satu SMP dan satu SMA yang berada di Kelurahan Palebon
3. SMP Islam Terpadu PAPB Semarang (Jl. Panda Barat No. 44)
Dari seluruh SMP dan SMA/SMK yang ada di Kelurahan Palebon terpilihlah secara
SMK Palebon dan SMP Negeri 12 Semarang memiliki 3 tingkatan kelas sama seperi
SMP dan SMA pada umumnya yaitu 1, 2 , dan 3. Dari tiga tingkatan kelas, terpilihlah kelas
2 (kelas XI SMK Palebon dan kelas VIII SMP Negeri 12) yang akan menjadi sampel dalam
penelitian ini. Diaman yang menjadi sasaran adalah yang aktif menggunakan media sosial.
Data primer adalah data utama yang diperoleh secara langsung dari sumber data pertama di
lokasi penelitian atau objek penelitian (Bungin, 2014). Sumber data primer berupa
responden atau subjek riset dan hasil pengisian kuesioner atau wawancara responden yang
Data sekunder adalah sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada
pengumpul data (Sugiono, 2009:42). Data sekunder ini merupakan data yang sifatnya
mendukung keperluan data primer seperti buku-buku, literatur dan bacaan yang berkaitan
dengan penelitian.
Instrumen pengumpulan data atau disebut sebagai instrumen riset adalah alat bantu yang
dipilih dan digunakan peneliti dalam kegiatan mengumpulkan data agar kegiatan itu
menjadi sistematis dan mudah diperoleh. Penelitian ini menggunakan kuesioner sebagai alat
pengumpulan data. Kuesioner adalah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh responden.
data yang dilakukan adalah menggunakan kuesioner yang disebarkan dan diisi sendiri oleh
responden.
1.9.6.1 Editing
Kegiatan yang dilaksanakan setelah peneliti selesai menghimpun data di lapangan. Kegiatan
ini menjadi penting karena kenyataannya data yang terhimpun kadang kala belum
memenuhi harapan peneliti, ada di antaranya kurang atau terlewatkan, tumpang tindih,
berlebihan, bahkan terlupakan. Oleh karena itu, keadaan tersebut harus diperbaiki melalui
1.9.6.2 Koding
Kegiatan mengklasifikasi data-data. Maksudnya adalah data yang telah diedit tersebut diberi
identitas sehingga memiliki arti tertentu pada saat dianalisis (Bungin, 2014:176).
1.9.6.3 Tabulasi
Kegiatan memasukkan data pada tabel-tabel tertentu dan mengatur angka-angka serta
Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis kuantitatif. Data variabel
ini berupa angka-angka dan metode ini menggunaka analisis data statistik untuk mengukur
besarnya antara variabel yang diteliti. Pengukuran statistik bertujuan untuk mengetahui
Sedangkan analisis dalam pengujian hipotesis menggunakan analisis regresi linear berganda
karena memiliki lebih dari satu prediktor (Hadi, 1983:21). Analisis ini digunakan untuk
menguji variabel bebas terhadap variabel terikat, yakni untuk menguji hipotesis.
Penelitian ini menganalisis hubungan berita tentang cyberbullying (X1) dan interaksi
Menurut Sutrisno Hadi (1983), langkah yang digunakan dalam analisis regresi
Y =a1 X 1+ a2 X 2 + K
Keterangan:
Y = nilai yang diprediksikan/variabel dependen (perilaku cyberbullying)
X1 = variabel independen 1 (terpaan berita tentang cyberbullying)
X2 = variabel independen 2 (interaksi peer group)
K = konstanta, nilai Y jika X : 0
a = koefisien regresi linear
2. Koefisien korelasi
a 1∑ x 1 y +a 2 ∑ x 2 y
R y (1,2 )=
√ ∑ y2
Keterangan:
Ry = koefisien korelasi antara X1 dan X2
a1 = koefisien prediktor X1
a2 = koefisien prediktor X2
∑x1y = jumlah produk antara X1 dan Y
∑x2y = jumlah produk antara X2 dan Y
∑y2 = jumlah kuadrat kriterium Y
Sedangkan untuk uji signifikansi dapat dilakukan dengan menemukan harga F garis
R2 (N −m−1)
F reg =
m(1−R2)
Keterangan:
Freg = harga F garis regresi
N = cacah kasus
m = cacah prediktor
R = koefisien relasi antara kriterium dengan prediktor-prediktor
1.9.8 Uji Validitas
Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner. Hasil
penelitian akan valid bila terdapat kesamaan antara data yang terkumpul dengan data yang
sesungguhnya terjadi pada obyek yang diteliti (Sugiyono, 2009:121). Instrumen yang valid
berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid. Valid
berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur.
Menurut Sugiyono (2009), cara paling sering digunakan untukmengukur biasanya dengan
menghitung korelasi antara setiap skor butir instrumen dengan skor total.
Reliabilitas adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dari
variabel atau konstruk, suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban
seseorang terhadap pernyataan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Instrumen
yang reliabel bila digunakan beberapa kali untuk mengukur objek yang sama akan
Penelitian ini tentu saja masih memiliki kelemahan seperti hanya terdapat dua variabel
sebagai faktor yang memengaruhi motivasi seseorang untuk melakukan suatu tindakan
tertentu. Padahal masih banyak faktor yang memengaruhi motivasi berperilaku seseorang.
Selain itu, penelitian ini hanya mengambil sampel di kota Semarang saja sehingga tidak