Berkembangnya teknologi tak hanya berdampak positif terhadap keberlangsungan hidup individu dan masyarakat, tetapi juga berdampak negatif jika pengguna teknologi tersebut tidak memperhatikan nilai guna yang sesungguhnya dengan baik. Tidak jarang teknologi justru menjadi bumerang bagi individu sebagai penggunanya. Salah satu dampak dari perkembangan teknologi informasi secara digital adalah munculnya beragam konten yang tidak bermutu serta berpotensi merusak akhlak dan moral individu. Tidak hanya itu, banyaknya arus informasi juga menjadi salah satu ancaman terganggunya stabilitas di sosial secara daring karena semakin banyak informasi maka setiap pengguna konten digital harus memiliki sikap kritis terhadap informasi yang disajikan. Hal tersebut bukan tanpa alasan, melainkan karena ada beberapa informasi yang tidak sesuai dengan fakta alias hoaks serta bersifat penggiringan opini. Berdasarkan hasil riset dari agensi marketing We Are Social dengan judul laporan “Digital 2021: The Latest Insights Into The State of Digital”, menunjukkan bahwa terdapat sekitar 61,8% dari 274,9 juta penduduk Indonesia menggunakan media sosial. Angka tersebut merepresentasikan sekitar 170 juta penduduk Indonesia telah menggunakan media sosial (Stephani 2021). Namun bukan berarti angka tersebut sebanding dengan kualitas SDM (Sumber Daya Manusia) masyarakat Indonesia. Sayangnya, kemajuan teknologi khususnya di bidang informasi digital tidak selamanya berbanding lurus dengan sikap bijak dari para penggunanya. Hal ini dibuktikan dengan maraknya konten negatif yang tersebar luar di berbagai media sosial. Berdasarkan hasil riset Kominfo pada tahun 2023, terdapat sebanyak 3.761.730 konten negatif yang diatasi oleh pihak Kominfo terhitung dari tahun 2018 hingga 2023. Jumlah tersebut merupakan gabungan dari konten pornografi, fintech ilegal, dan judi online (Rahman, 2023). Secara umum, definisi konten negatif adalah konten yang memuat unsur pelanggaran kesusilaan, penghinaan atau ujaran kebencian, perjudian, penipuan, ancaman, penyebaran informasi hoaks, serta mengakibatkan kerugian pada pengguna (Dwinata & Hidayatullah, 2021). Konten negatif menjadi semakin merajalela saat disandingkan dengan para pengguna yang minim literasi. Masyarakat Indonesia memiliki karakteristik yang mudah terprovokasi atau tergiring oleh konten di media sosial. Salah satu faktor yang melatarbelakangi hal tersebut adalah minimnya literasi yang dimiliki masyarakat Indonesia. Hal ini pun dibuktikan dengan hasil riset PISA yang dirilis oleh Organization for Economic Co- operation and Development (OECD) pada tahun 2019 bahwa tingkat literasi Indonesia menempati peringkat 62 dari 70 negara. Fakta tersebut menjadi bahan perhatian seluruh masyarakat Indonesia agar lebih menyadari akan pentingnya literasi. Minimnya literasi merupakan akar dari munculnya ketidakbijaksanaan dalam menggunakan media digital. Kurangnya kemampuan dalam memilah dan mengelola informasi berpotensi meningkatkan kasus konten negatif di dunia digital. Kasus konten negatif kerap kali terjadi pada kalangan generasi milenial dan gen z. Kaum milenial secara umum kurang mampu dalam memilah informasi serta cenderung mengesampingkan moral dan etika dalam menggunakan media digital khususnya di media sosial (Syahputra, 2020). 1. Hoaks (Penyebaran Berita Palsu/Bohong) Selain dari konten negatif yang telah disinggung di paragraf sebelumnya, terdapat kasus yang sampai saat ini masih meresahkan di dunia maya, yaitu kasus hoaks. Hoaks atau berita bohong masih banyak terjadi di dunia digital dan hal ini perlu untuk diselesaikan karena dapat merusak integrasi dalam masyarakat. Kepercayaan yang telah dibangun pun perlahan akan hilang jika kasus ini tidak benar-benar diatasi. Menurut Dewan Pers, terdapat beberapa karakteristik hoaks yang dapat dikenali di media sosial, yaitu sebagai berikut : 1. Memicu kecemasan dan kekhawatiran. 2. Sumber berita yang tidak jelas. Berita hoaks biasanya disebarluaskan tanpa mencantumkan sumber yang jelas atau kredibel serta konten informasi relatif tidak masuk akal dan simpang siur. 3. Bermuatan fanatisme yang mengatasnamakan ideologi tertentu dengan tujuan untuk memprovokasi publik. Selain dari beberapa karaktertistik dari hoaks, Vibriza (2017) dalam (Simarmata et al., 2019) mengungkapkan bahwa terdapat beberapa jenis hoaks yang seringkali ditemukan di media digital, yaitu (1) berita bohong; (2) tautan jebakan (clickbait) yang bersifat provokatif atau penggiringan opini guna pembaca atau pengunjung tautan tersebut tertarik untuk menyaksikan atau menyelami informasi hoaks tersebut; (3) bias informasi, menyandingkan peristiwa atau kejadian yang baru saja terjadi sebagai bukti dari pernyataan yang disebarkan; (4) misinformasi; (5) satire atau sindiran; (6) pasca kebenaran yang digambarkan dengan emosi yang lebih mendominasi daripada fakta untuk menggiring opini publik; (7) propaganda. Tasya Hagata Sitepu 2. Hate Speech (Ujaran Kebencian) Hate speech di media sosial adalah pengungkapan yang mengambil bentuk dari ujuarn kebencian yang disebarkan melalui hate speech sosial. Ini dapat berupa ujaran yang lngsuung mengancam individu atau kelompok mengenai ras, agama, suku, dan antarlogan (SARA). Hate speech dapat berupa tulisan, gambar, atau video yang diterbitkan di media sosial, dan dapat menyebabkan pengaruh negatif bagi pengguna hate speech tersebut. Menurut buku "Agama dan Ujaran Kebencian: Kritik Muatan Ujaran Kebencian dalam Media Online," ujaran jahat atau permusuhan yang ditujukan untuk seseorang atau kelompok masyarakat tertentu disebut hate speech. hate speech sendiri bertujuan untuk melukai, melecehkan, mengganggu, mengintimidasi, merendahkan, memfitnah, atau menghina seseorang atau kelompok yang bertentangan dengan pelaku hate speech. Berikut ciri-ciri dari hate speech yaitu: 1. Adanya Komentar Kasar Adanya komentar bernada kasar pada unggahan seseorang yang ingin diserang oleh pelaku hate speech biasanya merupakan tanda-tanda hate speech. Pelaku akan menulis komentar dengan kata-kata kasar, seperti menghina, memfitnah, mencaci maki, atau merendahkannya. Perbuatan seperti ini juga dapat dikategorikan sebagai perundungan di dunia maya atau cyberbullying. 2. Adanya Penggunaan Akun Palsu Dalam melaksanakan "perang" di media sosial, pelaku biasanya memakai akun palsu. Hal ini dilakukan agar mereka bisa bebas melakukan ujaran kebencian tanpa diketahui identitas aslinya. 3. Adanya Konten Hoaks Penyebaran konten hoaks atau berita bohong secara sengaja di media sosial adalah ciri hate speech di media sosial lainnya. Karena telah menyebarkan informasi yang salah, tindakan ini juga dapat dianggap sebagai pencemaran nama baik. 4. Menghasut Komentar tertentu dibuat dengan tujuan menghasut individu atau kelompok tertentu. Menghasut adalah ketika seseorang dimotivasi untuk melakukan suatu tindakan melalui tindakan yang dia lakukan. Salsa Bila Az Zahra (2207578) Hate speech atau ujaran kebencian adalah serangkaian perkataan, perilaku, atau tulisan yang dilarang karena memicu terjadinya konflik baik terhdap pihak yang dituju maupun terhadap lingkungan sosial yang lebih luas (Karo, 2023). hate speech kerap kali ditemukan di media sosial yang memuat kebencian, bentuk ketidaksetujuan yang diekspresikan secara tidak tepat, diskriminatif, mengintimidasi, atau prasangka terhadap pihak tertentu (Azhar & Soponyono, 2020). Fenomena hate speech khususnya di media sosial menunjukan bahwa masih rendahnya pengelolaan emosional para pengguna serta sikap kurang bijak dalam menggunakan media digital. Fenomena hate speech di media online merupakan persoalan yang sangat krusial. Hate speech ini termasuk ke dalam pelanggaran Undang-Undang ITE, sehingga terdapat pasal pidana bagi siapapun yang melakukan aksi ujaran kebencian di media sosial. Pelaku yang terbukti telah melakukan platform tentu akan dikenakan pasal pidana UU ITE pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik yang sekarang sudah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 yang selanjutnya disebut sebagai UU ITE. Terkait dengan kasus tersebut akan ditindaklanjuti dengan pasal 45 ayat (2) UU ITE. Pada hakikatnya Indonesia merupakan negara demokratis yang memberikan kebebasan bagi para penduduknya baik kebebasan dalam memilih pilihan hidup secara pribadi dan bernegara, maupun kebebasan dalam berpendapat. Hal tersebut nyatanya dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk melontarkan ujaran kebencian dan berlindung di balik kalimat “kebebasan berpendapat”. Namun, hal tersebut merupakan kekeliruan yang mestinya dipahami oleh seluruh masyarakat, khususnya bagi para pengguna media digital. Walaupun sebagai warga negara diberikan kebebasan dalam berpendapat, hal tersebut tidak membenarkan adanya ujaran kebencian karena dapat memicu konflik dan merusak integrasi baik dalam dunia nyata maupun dunia maya, sehingga peran hukum sangat penting dalam menyikapi fenomena hate speech khususnya di media digital. Tasya Hagata Sitepu 3. Perjudian (Judi Online) Perjudian di era modernisasi saat ini tidak lagi dilakukan secara konvensional, melainkan telah marak terjadi secara digital atau online dan kebebasan akses yang ditawarkan menjadi suatu ancaman dalam merusak moral dan karakter khususnya pada generasi muda. Fenomena judi online banyak sekali ditemukan di beberapa platform digital dengan menyantumkan iklan bahkan kepada pengguna internet yang sama sekali tidak berminat terhadap aksi judi online tersebut. Terdapat istilah yang lebih familiar digunakan untuk menyebut judi online, yaitu slot. Iklan judi slot sangat mudah ditemukan di situs-situs online secara terbuka dengan menyisipkan gambar-gambar yang menarik peminat khususnya bagi individu yang mudah tergiur dengan tawaran yang sebetulnya belum pasti. Ciri-Ciri Judi Online 1. Fasilitas untuk mengeluarkan mata uang digital dalam game Judi online menggunakan mata uang digital seperti koin atau diamond, yang dapat menjadi mata uang asli seperti rupiah atau dolar. 2. Penyediaan uang atau barang senilai uang Suatu game merupakan judi online jika ada uang atau barang senilai uang yang dapat dimiliki dan dimainkan. 3. Kecanduan Judi Judi online dapat merugikan kehidupan manusia dan membawa gangguan kesehatan otak dan mental. Ciri-ciri kecanduan judi antara lain keasyikan berjudi, toleransi kekurangan, kekurangan kesehatan, kekurangan keuangan, kekurangan hukum, dan kekurangan kerja. 4. Situs judi online terpercaya Untuk memilih situs judi online terpercaya, kamu bisa bertanya dan melihat rating situs, menggunakan surat keaslian situs betting online, dan mengumpulkan informasi seperti keterangan pembayaran dan testimoni dari member yang sudah pernah bermain. 5. Ciri-ciri kecanduan judi online Ciri-ciri kecanduan judi online antara lain keasyikan berjudi, toleransi kekurangan, kekurangan kesehatan, kekurangan keuangan, kekurangan hukum, dan kekurangan kerja. Salsa Bila Az Zahra Berdasarkan hasil kutipan BBC Indonesia (2022) dari Kementerian Komunikasi dan Informatika menyebutkan terdapat 499.645 konten perjudian di berbagai platform digital terhitung sejak tahun 2018 hingga 2022. Informasi terbaru yang dipublikasikan oleh Kominfo, sampai September 2023 telah menangani kasus judi online ilegal sebanyak 971.285 kasus. Maraknya penggunaan judi online ini dilatarbelakangi oleh beberap afaktor. Terdapat beberapa faktor menurut Tasya Jadidah et al. (2023) yang melatarbelakangi timbulnya motivasi individu dalam melakukan judi online, yaitu (1) faktor sosial dan ekonomi. Individu yang terpengaruhi oleh lingkungan sosial yang memiliki habit atau kebiasaan buruk yang mengarah pada perjudian akan mendorong seseorang untuk mengikutinya; (2) faktor situasional, individu yang merasa bahwa dengan perjudian akan membuatnya menjadi lebih cepat dalam mendapatkan uang sebanyak-banyaknya; (3) faktor percobaan dan rasa penasaran; (4) persepsi tentang probabilitas kemenangan; (5) faktor keyakinan diri dalam menguasai strategi secara digital. Secara umum, individu yang kecanduan melakukan perjudian adalah karena adanya efek ketidakpuasan saat diberikan kemenangan di awal permainan, dan efek penasaran saat tidak diberikan kemenangan, sehingga memiliki perasaan bahwa akan menang jika ia mencoba beberapa kali lagi (Aprilia et al., 2023). Secara hukum dan Undang-Undang, terdapat 2 jenis perjudian, yaitu perjudian legal dan ilegal. Perjudian legal merupakan perjudian yang telah mengantongi izin dari pemerintah atas dasar-dasar, syarat, dan prosedur tertentu, sehingga eksistensinya mendapatkan perlindungan dari pemerintah. Namun, perjudian ilegal justru merajalela dan memberikan dampak negatif bagi para penggunanya. Diliput berdasarkan laman berita Tirto.id, beberapa pengguna judi online di kalangan remaja gen z, kerapkali harus melakukan pinjaman online bahkan melakukan aksi pencurian hanya untuk deposit di situs judi online. Atas tindakannya tersebut, beberapa kelompok gen z harus mendekam di penjara karena terbukti telah melakukan tindakan kriminal pencurian dan pinjaman online yang diakibatkan oleh perjudian tersebut. 4. Pornografi Salah satu dampak dari adanya kebebasan dalam menggunakan teknologi adalah maraknya penyebaran konten pornografi. Walaupun terdapat hukum yang bertanggung jawab dalam menindaklanjuti kasus ini, tetap saja belum 100% menghilangkan konten pornografi di platform digital. Berdasarkan hasil riset Menkominfo (2023) mengungkapkan bahwa terdapat sebanyak 1.950.794 konten pornograf di berbagai platform digital. Sebanyak 1.211.573 merupakan konten yang tersebar melalui website, sebanyak 737.146 konten di media sosial, dan sebanyak 2.075 konten di media sharing online. Konten pornografi yang tersebar di platform digital tentu saja sangat meresahkan karena aksesnya yang relatif mudah untuk ditemukan. Hal ini memberikan dampak negatif khususnya bagi kondisi mental dan karakter anak di bawah umur. KPAI mencatat bahwa pada tahun 2017 terdapat sebanyak 679 kasus anak yang terdampak dari cybercrime pornografi (Susanti, 2019). Selain karena adanya kemudahan dalam mengakses situs porno, faktor ketidakbijakan pengguna internet juga menjadi faktor krusial. Dalam hal ini, peran orang tua dipertanyakan terkait akses para anak di bawah umur dalam mengakses internet. Hal ini menjadi persoalan yang patut diperhatikan oleh seluruh pihak, mengingat dampak negatif yang ditimbulkan dari konten pornigrafi sangat berbahaya. Tidak hanya berdampak pada anak di bawah umur, orang dewasa yang terpapar konten pornografi pun akan ikut terkena dampaknya. Terdapat beberapa dampak yang ditimbulkan dari konten pornografi menurut (Ramdhani & Asfari, 2023), yaitu sebagai berikut : 1. Merusak kognitif. Paparan konten pornografi dapat merusak prefrontal cortex pada otak yang berperan dalam mengaktifkan fungsi berpikir dan konsentrasi. 2. Merusak kestabilan emosi. Selain berdampak pada fungsi berpikir dan konsentrasi, kerusakan prefrontal cortex juga mengakibatkan individu kurang mampu mengendalikan emosi. Efek dopamin yang berlebihan dari paparan pornografi tersebut mengakibatkan individu akan merasa jenuh dan bersikap agresif jika tidak mendapatkan asupan dopamin dari pornografi. 3. Merusak sikap sosial dengan merefleksikan sikap withdrawl. 4. Perilaku seksual yang beresiko, seperti melakukan aktivitas seksual di luar pernikahan. Beberapa kasus penyimpangan seksual dan penyakit seksual diakibatkan karena individu tersebut terpapar oleh konten pornografi. Untuk menghindari paparan konten pornografi, perlu adanya kebijakan dalam menyikapi hal ini. Tidak hanya menjadi tanggungjawab pemerintah saja dalam mengentaskan permasalahan pornografi di media sosial, melainkan perlu adanya peran dan kesadaran dari seluruh pihak. Salsa Bila Az Zahra (2207578) 5. Cyberbullying Kemajuan teknologi informasi jika tidak dilandasi dengan pemahaman akan nilai norma dan etika akan menciptakan persoalan-persoalan baru berbasis digital, salah satunya adalah cyberbullying. Secara umum, cyberbullying adalah aktivitas perkataan negatif berisi cacian, makian, intimidasi, penyerangan yang dilakukan melalui media komunikasi secara daring denga target kepada seseorang tertentu dengan akibat target tersebut tidak memiliki kuasa untuk melawan atau membela diri (Dwipana et al., 2020). Dalam konteks hukum positif di Indonesia, kasus cyberbullying termasuk tindak pidana dalam kategori kasus pencemaran nama baik dan pasal penghinaan. Definisi tersebut memang kurang begitu mewakili kasus cyberbullying secara lengkap, sehingga kasus cyberbullying menjadi salah satu persoalan yang sangat krusial, mengingat dampak yang ditimbulkan tidaklah sepele. Salah satu contoh kasus dari dahsyatnya dampak cyberbullying adalah seperti yang diberitakan oleh Pratama (2016), “Bulan april 2016 yang lalu, seorang ayah meninggal akibat serangan jantung karena tak tahan menerima cacian pengguna internet (netizen) terhadap anaknya Sonya Depari. Kejadian tersebut ditengarai oleh video Sonya Depari yang menolak ditangkap polisi ketika merayakan kelulusan SMA dengan ricuh dan mencatut nama Deputi Penindakan Badan Narkotika Nasional (BNN), Arman Depari”. Hal tersebut membuktikan bahwa Indonesia masih darurat akan kesadaran pentingnya menerapkan etika yang luhur dalam bermedia sosial. Selain itu, U-Report pada tahun 2019 mengungkapkan data bahwa terdapat sebanyak 45% dari 2.777 anak muda Indonesia merupakan korban cyberbullying. Hal ini menjadi alasan bahwa kasus cyberbullying tidak bisa dibiarkan dan harus segera ditangani oleh seluruh pihak yang terkait. Berdasarkan penjelasan terkait beberapa contoh konten negatif di platform digital, kasus konten negatif di media digital bukanlah kasus yang sederhana. Perlu adanya peran serta dari masyarakat dalam mendukung program pemerintah dalam mengatasi kasus tersebut. Perlu adanya pengawasan serta pembiasaan yang sehat terhadap para pengguna internet, khususnya bagi diri sendiri sebagai pengguna aktif platform digital. Kehadiran internet memang membawa banyak perubahan dan mengantarkan pada kemudahan akses terhadap kebutuhan manusia, namun tidak dapat dipungkiri bahwa jika tidak adanya kebijaksanaan dalam menggunakannya akan mendatangkan dampak negatif yang berefek domino (Darmawan et al., 2019). Walaupun media sosial sebagai media digital tidak menuntut pertemuan secara langsung, namun tetap memiliki etika yang harus diperhatikan selama menggunakannya. Etika dalam bermedia online saat ini sangat penting untuk dimiliki oleh para pengguna agar tetap terciptanya kondisi dan situasi yang stabil walaupun secara daring. Sejatinya, kehadiran media digital adalah untuk mempermudah aktivitas dan memenuhi kebutuhan secara efektif dan efisien. Tujuan hadirnya media komunikasi secara online adalah untuk menambah wawasan, meningkatkan pengetahuan, serta mempererat silaturahmi terkhusus bagi ornag-orang dengan jarak jauh. Namun, tanpa etika yang baik, maka justru akan mengundang konflik, mengancam keamanan dan kenyamanan dalam bermedia online. Etika dalam bermedia online akan membantu para pengguna untuk mendapatkan pengalaman yang baik selama berada di dunia maya. Terdapat beberapa etika dalam bermedia online menurut Rajab et al. (2017) yang dapat dijadikan sebagai salah satu solusi mengatasi maraknya konten negatif di media online. 1. Tidak mengumbar informasi pribadi. Tidak jarang ditemukan adanya pengguna media sosial yang mengunggah informasi pribadi baik itu cerita pengalaman buruknya, curhat di media sosial namun adanya unsur penggiringan opini, atau bahkan mengumbar data-data pribadi yang bersifat sensitif. Hal ini perlu dihindari karena beresiko mengundang orang lain untuk memanfaatkan informasi pribadi kita untuk tujuan kejahatan. 2. Menghargai karya orang lain. Faktor ini kerap kali disepelekan oleh sebagian orang. Tidak jarang ditemukan adanya pengguna yang mengambil hasil karya orang lain baik secara disengaja maupun tidak. Salah satu contoh kecil yang seringkali terjadi adalah tindakan plagiarisme. Plagiarisme yang dilakukan secara tidak sadar adalah dengan mengunggah konten milik orang lain tanpa mencantumkan sumber pemilik karya aslinya. Tentu saja hal tersebut adalah tindakan yang keliru dan bisa dipidanakan apabila pemilik karya asli mengajukan laporan gugatan. 3. Hindari penyebaran konten SARA dan pornografi. Menyebarkan konten SARA dan pornografi dapat dijerat kasus pidana sesuai dengan Undang-Undang ITE yang berlaku. 4. Jangan mudah menilai suatu konten hanya berdasarkan judulnya. Pentingnya memiliki literasi yang baik adalah untuk membantu kita dalam menyaring informasi. Tidak semua informasi yang tersebar di media online layak untuk dibagikan, sehingga dengan literasi akan membantu meminimalisir terjadinya penyebaran hoaks. Selain dari etika berkomunikasi secara online, terdapat beberapa solusi lain yang dapat mengatasi kasus konten negatif di media online. Solusi tersebut dikategorikan sebagai solusi internal dan eksternal. Solusi internal adalah solusi yang dapat digunakan oleh para pengguna media online secara pribadi, sedangkan solusi eksternal adalah solusi yang dilakukan oleh instansi yang bertanggung jawab atas keamanan media online. 1. Solusi Internal a. Meningkatkan kemampuan literasi digital Pengetahuan dan wawasan individu berpengaruh terhadap pergerakan digitalisasi dan arus informasi saat ini (Habib et al., 2022). Melalui literasi, dapat membantu seseorang dalam memahami serta menganalisis suatu informasi, dalam kaitannya dengan konten negatif di media online, secara perlahan akan meminimalisir penyebaran konten negatif jika sebagai pengguna atau penikmat konten mampu memilah dan memiliki literasi yang baik. Literasi dapat membantu seseorang agar tidak menjadi korban dari penyebaran konten negatif di media online. Literasi membantu seseorang dalam mengembangkan pemikiran yang kritis, analitis, dan meningkatkan kemampuan sceara verbal (Parwitasari et al., 2022). b. Memiliki kesadaran akan norma dan etika. Sebagai pengguna media online, sudah sepatutnya memerhatikan norma dan etika ketika menggunakannya. Walaupun tidak melakukan interaksi secara langsung, namun pada hakikatnya setiap orang tetap terhubung dan melakukan aktivitas sosial secara daring. Sebagai pengguna wajib memiliki kesadaran dalam menjunjung tinggi nilai dan etika dalam berinteraksi guna menjaga keamanan dan kenyamanan dalam media online. Walaupun setiap orang memiliki hak dan kebebasan dalam berinteraksi di media sosial, namun hak tersebut tidak boleh melewati batas-batas yang telah disepakati baik secara tertulis maupun tidak tertulis. Pasal 28J ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 dinyatakan bahwa “Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai- nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis”. Dengan demikian, kebebasan dalam bermedia sosial bukan berarti tanpa batasan, melainkan batasan perlu untuk dipahami agar menciptakan ruang kenyamanan antar satu individu dengan individu lain (Parwitasari et al., 2022). c. Menghindari kebiasaan buruk “mengonsumsi” konten negatif. Berdasarkan penelitian Vallet (2015) mengungkapkan bahwa viralitas atau populeritas konten di media sosial dipengaruhi oleh seberapa besar viewers dalam konten tersebut. Faktor lainnya adalah dengan adanya mention dan juga pencarian konten terakit yang dilakukan oleh user (Agustina, 2020). Dengan demikian, sebagai dukungan dalam meminimalisir konten negatif di media online adalah dengan memilah konten-konten yang bermutu. Hindari penayangan atau pencarian konten negatif karena hal tersebut akan membantu proses viralisasi dari konten tersebut. 2. Solusi Eksternal a. Peran penyelenggara cyber security Pemerintah tentu menjadi penanggungjawab utama dalam mengatasi persoalan penyebaran konten negatif di media digital. Konten tidak hanya terkait konten viral yang tidak bermutu atau tidak mendidik, namun penyebaran scam seperti penyebaran tautan penipuan, peratasan data, dan tindakan ilegal lainnya. Dalam hal ini, salah satu elemen dari cyber securityadalah Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) berperan sebagai lembaga yang mengatur ketertiban dan pengembangan dalam bermedia digital. Cyber securitybertugas dalam melindungi informasi dan data sistem dari gangguan atau serangan, seperti peretasan, pelanggaran hak cipta, penipuan, dan lain-lain. Cyber securitymemiliki 3 komponen dalam menjalankan perannya, yaitu (1) confidentially (kerahasiaan); (2) integrity (integritas); (3) availability (ketersediaan). b. Ketajaman dan ketegasan hukum terkait Undang-Undang ITE Indonesia merupakan negara hukum yang berlandaskan pada nilai, norma, dan etika, sehingga segala bentuk komponen sipil dan kenegaraan diatur dalam Undang-Undang, salah satunya hukum yang mengatur berjalannya arus komunikasi dalam bermedia digital. Negara telah mengatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik. Dalam Undang-Undang tersebut telah diatur dalam beberapa pasal terkait penggunaan media digital, sehingga diharapkan akan memberikan kontrol sosial bagi pada pengguna media digital agar tetap berpegang teguh pada aturan, etika, dan norma yang berlaku secara hukum. Menanggapi Tindakan Tidak Etis di Lingkungan Digital Fikry Saat ini, kemajuan teknologi terus berlangsung dengan cepat, salah satunya yang paling besar adalah dalam bidang komunikasi. Tak dapat kita pungkiri bahwa, ribuan orang bahkan jutaan manusia dari di dunia ini telah menggunakan internet sebagai ajang untuk saling interaksi secara digital. Menurut data yang dirilis oleh We Are Social dan Hootsuite pada tahun 2023, terdapat 5,16 miliar pengguna internet di seluruh dunia, Salah satu diantaranya sebanyak 4,76 miliar pengguna media sosial, jumlah ini setara dengan 63,2 persen dari total populasi dunia. Di Indonesia sendiri, pada tahun 2024, ada sekitar 221.563.479 jiwa pengguna internet. Angka tersebut juga secara tidak langsung menyatakan bahwa sekitar 79,5% dari total populasi penduduk Indonesia sudah menggunakan internet sebagsi kebutuhan sehari-hari. Berdasarkan gender, kontribusi penetrasi internet di Indonesia banyak bersumber dari laki-laki 50,7% dan perempuan 49,1%. Dari segi umur, mayoritas pengguna adalah Gen Z (kelahiran 1997-2012) sebanyak 34,40%, diikuti oleh generasi milenial (kelahiran 1981-1996) sebanyak 30,62%. Tentunya semua bermula dari sedikit tetapi lama kelamaan menjadi banyak kemudian membentuk komunitas-komunitas untuk saling berbagi informasi, baik dalam bentuk video, e-book, gambar, dan lain-lain. Pemanfaatannya, bukan hanya untuk berkomunikasi saja, tetapi juga membeli barang, memesan transportasi, hingga berbsnis dan berkarya. Dari pernyataan tersebut dapat kita lihat bahwa saat ini media sosial sudah memiliki kemampuan untuk melewati batasan dimensi kehidupan, ruang, dan waktu, sehingga memungkinkan siapa saja, kapan saja, dan di mana saja untuk menggunakannya. Dengan kata lain, media sosial telah mengubah cara kita berinteraksi dan berkomunikasi secara mendasar. Namun, dengan kemajuan teknologi, penggunaan internet juga membawa dampak negatif dan bahkan beberapa diantaranya tidak lah etis jika dilakuka. Beberapa diantaranya seperti penyebaran berita bohong (hoax), perundungan daring (cyberbullying atau platform), tindakan kejahatan daring (cybercrime) seperti penipuan, peretasan privasi dan keamanan data pribadi, dan pelanggaran hak cipta. Beberapa kasus hoax yang menjadi viral di Indonesia termasuk kabar palsu tentang kehilangan seseorang, rumor babi ngepet, dan kasus perundungan yang ternyata tidak benar. Fenomena ini menimbulkan keraguan terhadap informasi yang diterima dan membingungkan masyarakat. Selain itu, motif politik juga sangat kental dalam kasus hoax, dengan tujuan menjatuhkan suatu susunan pemerintahan. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) sendiri saat ini telah menangani sebanyak 12.547 konten hoax hingga tahun 2023, dengan isu kesehatan menjadi topik hoax yang paling banyak. Dan masih ada ribuan berita hoax lainnya yang belum tertangani. Dampak dari kasus hoax ini cukup meluas, menyebabkan kebingungan dan ketidakpercayaan di kalangan masyarakat, memecah belah publik, dan menciptakan ketakutan serta keresahan sosial. Perundungan di media sosial memang menjadi masalah serius yang tidak hanya menimbulkan ketakutan dan keresahan bagi korban, tetapi juga dapat berdampak jangka panjang pada kesehatan mental mereka. Media sosial, yang seharusnya menjadi platform untuk berbagi dan berinteraksi secara positif, terkadang malah menjadi alat bagi para pelaku untuk menyebarkan kata-kata yang tidak menyenangkan, merendahkan, dan bahkan mengancam. Menurut data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), ada 361 anak-anak yang dilaporkan menjadi korban perundungan di media sosial selama periode 2016-2020. Sementara itu, penelitian oleh Center for Digital Society (CfDS) menyebutkan bahwa 1.895 siswa (45,35%) mengaku pernah menjadi korban perundungan secara siber, dengan 1.182 siswa (38,41%) lainnya menjadi pelaku. Platform yang sering digunakan untuk kasus perundungan secara siber antara lain WhatsApp, Instagram, dan Facebook. Penipuan online telah menjadi salah satu kejahatan siber yang paling umum di era digital ini. Kemudahan dalam membagikan informasi pribadi dan gaya hidup di media sosial seringkali dimanfaatkan oleh penipu untuk memalsukan identitas dan melakukan penipuan. Modus penipuan ini sangat beragam, mulai dari memalsukan kegiatan galang dana, menjual barang palsu, hingga menciptakan skema penipuan yang lebih kompleks. Menurut data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), tercatat ada 1.730 kasus penipuan online selama periode Agustus 2018 - 16 Februari 2023. Kerugian akibat penipuan online di Indonesia mencapai Rp 18,7 triliun selama tahun 2017 - 2021. Studi dari Center for Digital Society (CfDS) Universitas Gadjah Mada (UGM) menunjukkan bahwa sebanyak 66,6% responden pernah menjadi korban penipuan online. Modus penipuan yang paling umum meliputi: 1) 36,9% berkedok hadiah, 2) 33,8% mengirim tautan (link), 3) 29,4% penipuan jual beli seperti di Instagram dan lainnya, 4) 27,4% melalui situs web atau aplikasi palsu, dan 5) 26,5% penipuan berkedok krisis keluarga. Sarana yang paling banyak digunakan untuk penipuan online adalah WhatsApp, Instagram, dan Facebook, yang menguasai 71,35% dari total pelaporan. Selain itu, hal-hal yang berbau pornografi juga semakin sulit untuk dibatasi. Karena itulah anggapan yang mengatakan bahwa internet identik dengan pornografi, memang tidak salah, karena nyatanya dengan adanya internet pornografi merajalela. Banyak sekali situs yang dibuat hanya untuk menyebarkan hal-hal yang berbau pornografi, baik dalam bentuk web ataupun dalam aplikasi media sosial seperti X, Instagram, Facebook, dan lain sebagainya. Bahkan iklan- iklan juga mulai menamakan unsur pornografi. Dhiyaa Menanggapi hal tersebut, diperlukan perbaikan pada setiap pengguna interner. Dan Untuk mengurangi tindakan tidak etis tersebut, maka diperlukan pendalaman serta pembelajaran mengenai etika untuk menggunakan media sosial ataupun lingkungan digital lainnya. Etika sendiri merupakan suatu ilmu yang membahas masalah perbuatan atau tingkah laku manusia yang baik dan yang jahat (Alinurdin, 2019). Etika juga bermakna tanggung jawab sebab tidak mungkin etika itu tumbuh tanpa dilandasi sikap tanggung jwab. Etika merupakan suatu suatu rancangan atau perencanaan menyeluruh yang mengintegrasikan kekuatan alam dan masyarakat dengan bidang tanggung jwab manusiawi. Tanggung jawab hanya dapat dituntut apabila ada kebebasan untuk memilih. Oleh karena itu yang diharapkan dari setiap individu masyarakat adalah kebebasan yang bertanggung jawab. Selain itu, menurut Harris Zubair (dalam Alinurdin, 2019), seseorang dapat dikatakan beretika dan memiliki 4 poin, yaitu : 1) kamampuan untuk menentukan dirinya, (2) kemampuan untuk bertanggung jawab, (3) kedewasaan manusia, (4) keseluruhan kondisi yang memungkinkan manusia untuk melaksanakan tujuan hidupnya. Dalam pandangan hukum, indonesia sudah memiliki peraturan mengenai ber media sosial. Menurut Ulum dan Kusumo (2015, dalam Larasati dkk : 2023) Hukum di Indonesia merupakan fondasi regulasi yang penting dalam menghadapi perubahan masyarakat yang didorong oleh perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Hukum harus memberi perlindungan kepada semua warga negara tanpa pandang bulu, tidak hanya terbatas pada sejumlah kelompok tertentu, dan jangan disalahgunakan. Adapun beberapa undang-undang dan regulasi yang relevan, antara lain : 1. UU ITE: Merupakan undang-undang yang memberikan kerangka hukum untuk aktivitas digital di Indonesia, termasuk transaksi elektronik dan keamanan siber. UU ini juga menetapkan aturan terkait pelanggaran di ruang online dan sanksi yang sesuai. 2. UU PDP: Mengatur tentang cara pengumpulan, pemrosesan, dan perlindungan data pribadi warga, yang sangat penting untuk menjaga privasi di era digital. 3. UU Hak Cipta: Bertujuan untuk melindungi hak cipta dan properti intelektual di internet, yang memfasilitasi distribusi dan akses konten digital dengan mudah. 4. Kebebasan Berbicara Online: UU ITE juga mencakup regulasi tentang kebebasan berbicara di internet dan pembatasan yang relevan untuk menjaga keseimbangan antara ekspresi dan tanggung jawab. Adanya pembuatan dasar hukum ini tentu saja bukan tanpa tujuan dan juga dasar. Hukum sendiri memiliki arti sebagai suatau serangkaian peraturan dan standar yang diciptakan oleh pemerintah atau badan berwenang untuk mengendalikan perilaku warga negara. Fungsi utama dari hukum adalah untuk memastikan perdamaian dan keadilan dalam masyarakat dengan cara memberlakukan aturan yang jelas dan dapat diterapkan secara konsisten. Menciptakan etika dan aturan media yang detail dan dirancang untuk masa depan merupakan tugas yang kompleks. Ini dikarenakan evolusi teknologi komunikasi seringkali lebih cepat daripada pembuatan regulasinya. Regulasi cenderung tertinggal karena kemajuan teknologi yang sangat cepat. Dan ketika regulasi atau kebijakan akhirnya diberlakukan, teknologi baru yang tidak tercakup oleh regulasi tersebut mungkin sudah berkembang. Dalam era internet, regulasi memainkan peran penting dalam menentukan etika di dunia digital. Regulasi yang perlu diperhatikan dalam bermedia sosial memiliki kesamaan dalam regulasi lainnya secara dasar, namun beberapa regulasi khusus yang perlu diperhatikan antara lain : 1. Perlindungan Privasi: Regulasi seperti GDPR di Eropa menuntut perusahaan untuk secara serius menjaga kerahasiaan data pengguna. 2. Kebijakan Anti-Cyberbullying: Regulasi ini bertujuan untuk meningkatkan etika komunikasi online dan mengurangi insiden perilaku berbahaya di ruang digital. 3. Penyebaran Berita Palsu: Regulasi yang ketat terhadap hoaks dan disinformasi sangat penting untuk memastikan kebenaran informasi yang disebarkan. 4. Tanggung Jawab Platform Online: Regulasi ini mendorong platform online untuk mengambil tanggung jawab yang lebih besar dalam mengatur konten yang diposting oleh pengguna, yang mendukung etika dalam berbagi konten. 5. Kebebasan Berbicara: Regulasi terkait kebebasan berbicara di internet harus diterapkan dengan bijak untuk memastikan etika berbicara tetap dihormati, sambil tetap memelihara hak asasi manusia untuk berekspresi. Kemudian Kolaborasi intensif antara pemerintah, industri teknologi, dan masyarakat sipil adalah kunci untuk mengatasi tantangan yang kompleks. Pemerintah memiliki tugas strategis untuk membuat regulasi yang melindungi kepentingan masyarakat, sementara perusahaan teknologi harus bertanggung jawab atas pengembangan teknologi yang aman dan etis. Masyarakat sipil juga berperan vital sebagai pengawas yang independen, memantau penerapan regulasi dan menyoroti pelanggaran etika. Sinergi yang erat antara ketiga elemen ini memungkinkan penyesuaian yang dinamis dengan kemajuan teknologi, memastikan bahwa inovasi teknologi selaras dengan prinsip-prinsip etika. Dengan komitmen untuk mempertahankan etika di dunia digital yang dinamis, kita dapat membentuk masa depan internet yang menguntungkan semua orang, sambil menjaga prinsip-prinsip keadilan, privasi, dan martabat. Hubungan yang harmonis antara hukum dan etika menjadi dasar yang solid untuk menyongsong era digital yang adil dan bertanggung jawab. Rafa Bilva Mempertahankan Lingkungan Online yang Aman dan Positif A. Pengertian Lingkungan Online Lingkungan online merupakan ruang interaksi daring global yang terbentuk berkat kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Ruang ini terdiri dari berbagai platform digital seperti media sosial, forum online, situs web, dan aplikasi berbasis internet. Melalui lingkungan ini, komunikasi dan pertukaran informasi antar manusia dapat terjadi secara online atau daring. Pengguna internet dapat saling berhubungan, berinteraksi, berkolaborasi, dan membangun jaringan secara digital di lingkungan online. Berbagai kegiatan sosial, ekonomi, pendidikan pun kini sering dilakukan secara online tanpa dibatasi jarak lokasi fisik. Ruang interaksi ini pun telah memudahkan pertukaran ide dan gagasan secara real-time secara global. Lingkungan online yang aman dan positif merupakan lingkungan dimana pengguna merasa nyaman dan aman untuk berinteraksi tanpa adanya gangguan dan ancaman. Lingkungan seperti ini bebas dari konten negatif seperti ujaran kebencian, ancaman, pelecehan, berita bohong, dan lainnya. Semua pengguna dapat berkontribusi secara kreatif dan konstruktif. Interaksi antar pengguna pun berlangsung secara sehat didasari rasa saling menghormati. Dengan demikian, lingkungan online dapat digunakan secara optimal untuk berbagi informasi dan pengetahuan. Walaupun memberikan banyak kemudahan, lingkungan online juga rentan terhadap berbagai ancaman siber. Oleh karena itu diperlukan kerja sama dari berbagai pihak untuk menjamin tetap terlindunginya privasi dan keamanan para penggunanya. Dengan demikian, potensi positif dari ruang daring ini dapat dioptimalkan untuk mendukung peradaban manusia di era digital. B. Strategi Mempertahankan Lingkungan Online Aman dan Positif Mempertahankan lingkungan online yang aman dan positif merupakan tujuan penting dalam era digital yang sangat pesat. Lingkungan online yang tidak aman dan positif dapat menyebabkan berbagai masalah, seperti cyberbullying, cyberstalking, dan pengumpulan data pribadi, yang dapat mengakibatkan konflik dan kekerasan. Untuk mempertahankan lingkungan online yang aman dan positif, ada beberapa strategi yang dapat dilakukan: 1. Pengawasan dan pengendalian konten: Platform lingkungan online harus memiliki sistem pengawasan dan pengendalian konten yang efektif untuk menghindari konten yang tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan. 2. Pengaturan privasi: Pengguna harus memiliki kontrol yang efektif terhadap pengumpulan dan penggunaan data pribadi. Platform lingkungan online harus memiliki sistem pengaturan privasi yang transparan dan efektif. 3. Edukasi dan pengembangan: Pengguna harus diberikan edukasi tentang cara menggunakan lingkungan online secara aman dan positif. Platform lingkungan online harus memiliki fitur pengembangan yang membantu pengguna memahami cara menggunakan lingkungan online yang aman dan positif. 4. Pengawasan dan pengendalian pengguna: Platform lingkungan online harus memiliki sistem pengawasan dan pengendalian pengguna yang efektif untuk menghindari pengguna yang tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan. 5. Pengembangan teknologi: Platform lingkungan online harus memiliki teknologi yang efektif untuk mendeteksi dan mengatasi masalah yang terjadi di lingkungan online. 6. Pengawasan dan pengendalian keluhan: Platform lingkungan online harus memiliki sistem pengawasan dan pengendalian keluhan yang efektif untuk menanggapi keluhan pengguna yang berhubungan dengan lingkungan online. 7. Pengembangan komunitas: Platform lingkungan online harus memiliki komunitas yang aktif dan berkolaborasi untuk membantu mempertahankan lingkungan online yang aman dan positif. 8. Pengembangan sosial: Platform lingkungan online harus memiliki fitur sosial yang membantu pengguna membentuk hubungan dan interaksi yang positif dalam lingkungan online. 9. Pengawasan dan pengendalian keamanan: Platform lingkungan online harus memiliki sistem pengawasan dan pengendalian keamanan yang efektif untuk menghindari kekerasan dan kekerasan dalam lingkungan online. 10. Pengembangan pengguna: Platform lingkungan online harus memiliki fitur pengembangan pengguna yang membantu pengguna membentuk kompetensi dan kemampuan yang diperlukan untuk menggunakan lingkungan online yang aman dan positif. Menerapkan strategi ini secara holistik dan berkelanjutan dapat membantu membangun lingkungan online yang lebih aman, positif, dan bermanfaat bagi semua pengguna. Diperlukan kolaborasi dan komitmen dari berbagai pihak termasuk pengguna, pembuat platform, pemerintah, dan organisasi masyarakat sipil untuk mencapai tujuan ini. C. Peran Pengguna dan Pengembangan Lingkungan Online Pengguna harus memiliki peran penting dalam mempertahankan lingkungan online yang aman dan positif. Sebagai pengguna, individu dapat membantu mempertahankan lingkungan online dengan cara berinteraksi dan berbagi informasi dengan seseorang lain secara positif dan bermanfaat. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menggunakan lingkungan online secara efektif dan memahami aturan-aturan yang berlaku di lingkungan tersebut. Pengembang lingkungan online juga memiliki peran penting dalam mempertahankan lingkungan online yang aman dan positif. Sebagai pengembang, individu dapat membantu mempertahankan lingkungan online dengan cara membangun platform lingkungan online yang efektif, membantu pengguna dalam menggunakan lingkungan online secara aman dan positif, dan membantu mengatasi masalah yang terjadi di lingkungan online. Sebagai contoh, pengembang lingkungan online dapat membangun sistem pengawasan dan pengendalian konten yang efektif untuk menghindari konten yang tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan. Selain itu, pengembang lingkungan online juga dapat membantu pengguna dalam mengatur privasi dan mengawasi jenis foto atau konten yang dapat dibagikan. Dalam hal ini, pengembang lingkungan online dapat membantu mempertahankan lingkungan online yang aman dan positif dengan cara mengembangkan teknologi yang efektif untuk mendeteksi dan mengatasi masalah yang terjadi di lingkungan online. Selain itu, pengembang lingkungan online juga dapat membantu pengguna dalam mengembangkan komunitas belajar yang aktif, di mana individu dapat saling mendukung dan berbagi pengetahuan. Dengan peran yang tepat dari pengguna dan pengembang lingkungan online, dapat diperoleh lingkungan online yang baik untuk semua pengguna. D. Langkah-Langkah mempertahankan lingkungan online yang aman dan positif Untuk mempertahankan lingkungan online yang aman dan positif, terdapat beberapa langkah yang dapat diambil . 1. Mempraktikkan Etika Digital: Ini melibatkan perilaku online yang bertanggung jawab, termasuk tidak menyebarkan informasi palsu atau merugikan. Hal ini penting untuk mencegah penyebaran disinformasi dan mengurangi risiko memperburuk situasi online. 2. Memperlakukan Orang Lain dengan Hormat dan Toleransi: Saat berinteraksi online, penting untuk menghormati pendapat dan keberagaman orang lain. Ini mencakup menghindari komentar yang merendahkan atau menyerang. 3. Menghindari Cyberbullying: Cyberbullying merupakan tindakan agresif yang dapat menyakiti orang lain secara emosional atau mental. Penting untuk menghindari dan mengutuk tindakan ini, serta memberikan dukungan kepada korban. 4. Menggunakan Kata-kata yang Membangun: Saat berkomunikasi online, kata- kata yang membangun dapat memperkuat hubungan dan menciptakan lingkungan yang positif. Ini melibatkan memilih kata dengan bijak dan menghindari penggunaan bahasa yang merendahkan. 5. Berpartisipasi dalam Kampanye Kesadaran Cyber: Meningkatkan kesadaran tentang keamanan online adalah kunci untuk melindungi diri sendiri dan orang lain dari ancaman di internet. Ini bisa dilakukan dengan berpartisipasi dalam kampanye kesadaran cyber dan menyebarkan informasi tentang praktik yang aman. 6. Melindungi Data Pribadi: Data pribadi yang tidak terlindungi dapat dieksploitasi oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Penting untuk menggunakan sandi yang kuat dan melindungi informasi pribadi dengan baik. 7. Mendukung Platform dan Inisiatif yang Memprioritaskan Keamanan: Memilih platform online yang menerapkan kebijakan yang ketat terhadap perilaku merugikan dan memiliki fitur keamanan yang kuat dapat membantu menciptakan lingkungan online yang lebih aman dan positif. Penting untuk meningkatkan literasi digital, yaitu kemampuan untuk memilah informasi secara kritis dan bertanggung jawab dalam berinteraksi online. Hal ini dapat membantu individu mengenali informasi yang valid dan menghindari penyebaran informasi palsu yang dapat merugikan. Selain itu, membangun perilaku online yang positif seperti menghormati orang lain, tidak menyebarkan konten negatif, dan menghindari perilaku cyberbullying juga sangat penting. Dengan berperilaku secara etis dan sopan dalam berinteraksi online, lingkungan online dapat menjadi lebih aman dan menyenangkan bagi semua pengguna. Menyediakan sistem penghargaan dan apresiasi bagi kontributor konten positif juga dapat mendorong individu untuk terlibat dalam aktivitas yang membangun dan mendukung. Penghargaan ini dapat memotivasi individu untuk terus berkontribusi secara positif dalam lingkungan online. DAFTAR PUSTAKA Agustina, L. (2020). Viralitas konten di media sosial. Majalah Semi Ilmiah Populer Komunikasi Massa, 1(2). Aprilia, N., Pratikto, H., Aristawati, A. R., & Psikologi, F. (2023). Kecenderungan adiksi judi online pada penjudi online: Bagaimana peran self-control? INNER: Journal of Psychological Research, 2(4), 888–895. Azhar, A. F., & Soponyono, E. (2020). Kebijakan Hukum Pidana dalam Pengaturan dan Penanggulangan Ujaran Kebencian (Hate Speech) di Media Sosial. Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia, 2(2), 275–290. https://doi.org/10.14710/jphi.v2i2.275-290 Conney Stephani, O. Y. (2021). Riset Ungkap Lebih dari Separuh Penduduk Indonesia “Melek” Media Sosial. Kompas.com. https://tekno.kompas.com/read/2021/02/24/08050027/riset-ungkap-lebih- dari-separuh-penduduk-indonesia-melek-media-sosial Darmawan, A., Lestari, M., & Wibawati, Y. (2019). Sosialisasi Penggunaan Internet Sehat bagi Remaja Karang Taruna. Jurnal PkM Pengabdian kepada Masyarakat, 2(02), 71. https://doi.org/10.30998/jurnalpkm.v2i02.3011 Dwinata, A. C., & Hidayatullah, A. F. (2021). Kajian Literatur: Identifikasi Konten Negatif Pada Twitter Dengan Deep Learning. Automata, 2(1), 146–150. Habib, A., Fikry, A., Hukum, F., & Semarang, U. N. (2022). Edukasi Anti-Hoax Untuk Remaja Desa : Perspektif Literasi Digital dan Hukum. Jurnal Dedikasi Hukum : Jurnal Pengabdian Hukum Kepada Masyarakat, 2(3), 329–338. Indonesia, B. (2022). Judi online marak di Indonesia, sejumlah orang kecanduan - “Uang tabungan habis, mobil saya jual.” BBC Indonesia. https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-61404363 Menkominfo. (2023). Menkominfo: Kominfo Putus Akses 1,9 Juta Konten Pornografi. Kominfo : Indonesia Terkoneksi. https://aptika.kominfo.go.id/2023/09/menteri-budi-arie-kominfo-putus-akses- 19-juta-konten-pornografi/ Ni Luh Ayu Mondrisa Dwipana, Setiyono, H. P. (2020). CYBERBULLYING DI MEDIA SOSIAL. Bhiwara Law Journal, 1(2), 63–70. Parwitasari, T. A., Budyatmojo, W., Hukum, F., Maret, U. S., & Hukum, K. (2022). Kesadaran hukum dan etika dalam menggunakan media sosial. Jurnal Gema Keadilan, 9(1). Rahman, R. A. (2023). Kominfo Tangani 3,7 Juta Konten Negatif Hingga 17 September 2023. Kominfo. Kominfo Tangani 3,7 Juta Konten Negatif Hingga 17 September 2023 Rajab, A., Rohmana, N. Y., Djanggih, H., Hipan, N., Dunn, A. M., Hofmann, O. S., Waters, B., Witchel, E., Politik, P., Di, L., Dalam, A., Pemilu, S., & Sujamawardi, L. H. (2017). Urgensi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik Sebagai Solusi Guna Membangun Etika Bagi Pengguna Media. Dialogia Iuridica: Jurnal Hukum Bisnis dan Investasi, 9(October), 463–472. Ramdhani, M. S., & Asfari, N. A. B. (2023). Pornografi pada Remaja: Faktor Penyebab dan Dampaknya. Flourishing Journal, 2(8), 553–558. https://doi.org/10.17977/um070v2i82022p553-558 Rizky Pratama Putra Karo Karo. (2023). Hate Speech: Penyimpangan terhadap UU ITE, Kebebasan Berpendapat dan Nilai-Nilai Keadilan Bermartabat. Jurnal Lemhannas RI, 10(4), 52–65. https://doi.org/10.55960/jlri.v10i4.370 Simarmata, J., Iqbal, M., Hasibuan, M. S., Limbong, T., & Albra, W. (2019). Hoaks dan Media Sosial: Saring Sebelum Sharing. In Serial Buku Saku (Nomor October). https://www.researchgate.net/profile/Ms_Hasibuan/publication/336320022_ Hoaks_dan_Media_Sosial_Saring_sebelum_Sharing/links/5d9c7600299bf1c 363ff46c8/Hoaks-dan-Media-Sosial-Saring-sebelum-Sharing.pdf Susanti, V. S. (2019). Pornografi Dunia Maya Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-Undang Pornografi Dan Undang-Undang Informasi Elektronik. Jurnal Gagasan Hukum, 1(01), 109–129. https://doi.org/10.31849/jgh.v1i01.2894 Syahputra, M. C. (2020). Jihad Santri Millennial Melawan Radikalisme Di Era Digital : Studi Gerakan Arus Informasi Santri Nusantara Di Media Sosial. Jurnal Islam Nusantara, 04(01), 69–80. https://doi.org/10.33852/jurnalin.v4i1.187 Tasya Jadidah, I., Milyarta Lestari, U., Alea Amanah Fatiha, K., Riyani, R., Ariesty Wulandari, C., Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, P., Islam Negeri Raden Fatah Palembang, U., & H Zainal Abidin Fikri, J. K. (2023). Analisis maraknya judi online di Masyarakat. JISBI: Jurnal Ilmu Sosial dan Budaya Indonesia, 1(1), 20–27. Alinurdin, A. (2019). Etika penggunaan internet (digital etiquette) di lingkungan mahasiswa. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan, 6(2), 123. Larasati, A. K., Widyaningsih, A., & Aryanto, C. A. Keterlibatan Hukum dan Etika di Era Internet. Indigenous Knowledge, 2(2), 158-164. https://jurnal.kominfo.go.id/index.php/pekommas/article/download/2030104 /pdf https://inet.detik.com/security/d-7054249/statistik-kejahatan-siber-di- indonesia-selama-2023
[The Dos and Don'ts of Digital
Citizenship](https://www.commonsense.org/education/digital-citizenship) [The Power of Positivity: Why Language Matters](https://www.psychologytoday.com/us/blog/what-mentally-strong-people- dont-do/201708/the-power-positivity-why-language-matters) [The Power of Positive Online Communication](https://www.verywellfamily.com/communicating-positively-online- 460502) [How to Prevent Cyberbullying](https://www.stopbullying.gov/cyberbullying/prevention) [Protecting Your Privacy Online](https://www.consumer.ftc.gov/articles/0272-how- keep-your-personal-information-secure) [Stay Safe Online](https://www.staysafeonline.org/) [Internet Safety and Security Tips for Everyone](https://www.us-cert.gov/ncas/tips) Fimela.com, "Bersama Membangun Internet Menjadi Lebih Baik: Langkah-langkah Instagram untuk Menciptakan Lingkungan Media Sosial yang Aman dan Positif"