Anda di halaman 1dari 25

BAB 9

PENANGANAN KONTEN NEGATIF


Mengenali dan Mengatasi Konten Negatif

Salsa Bila Az Zahra


Berkembangnya teknologi tak hanya berdampak positif terhadap
keberlangsungan hidup individu dan masyarakat, tetapi juga berdampak negatif jika
pengguna teknologi tersebut tidak memperhatikan nilai guna yang sesungguhnya
dengan baik. Tidak jarang teknologi justru menjadi bumerang bagi individu sebagai
penggunanya. Salah satu dampak dari perkembangan teknologi informasi secara
digital adalah munculnya beragam konten yang tidak bermutu serta berpotensi
merusak akhlak dan moral individu. Tidak hanya itu, banyaknya arus informasi juga
menjadi salah satu ancaman terganggunya stabilitas di sosial secara daring karena
semakin banyak informasi maka setiap pengguna konten digital harus memiliki
sikap kritis terhadap informasi yang disajikan. Hal tersebut bukan tanpa alasan,
melainkan karena ada beberapa informasi yang tidak sesuai dengan fakta alias
hoaks serta bersifat penggiringan opini.
Berdasarkan hasil riset dari agensi marketing We Are Social dengan judul
laporan “Digital 2021: The Latest Insights Into The State of Digital”, menunjukkan
bahwa terdapat sekitar 61,8% dari 274,9 juta penduduk Indonesia menggunakan
media sosial. Angka tersebut merepresentasikan sekitar 170 juta penduduk
Indonesia telah menggunakan media sosial (Stephani 2021). Namun bukan berarti
angka tersebut sebanding dengan kualitas SDM (Sumber Daya Manusia)
masyarakat Indonesia. Sayangnya, kemajuan teknologi khususnya di bidang
informasi digital tidak selamanya berbanding lurus dengan sikap bijak dari para
penggunanya. Hal ini dibuktikan dengan maraknya konten negatif yang tersebar
luar di berbagai media sosial. Berdasarkan hasil riset Kominfo pada tahun 2023,
terdapat sebanyak 3.761.730 konten negatif yang diatasi oleh pihak Kominfo
terhitung dari tahun 2018 hingga 2023. Jumlah tersebut merupakan gabungan dari
konten pornografi, fintech ilegal, dan judi online (Rahman, 2023).
Secara umum, definisi konten negatif adalah konten yang memuat unsur
pelanggaran kesusilaan, penghinaan atau ujaran kebencian, perjudian, penipuan,
ancaman, penyebaran informasi hoaks, serta mengakibatkan kerugian pada
pengguna (Dwinata & Hidayatullah, 2021). Konten negatif menjadi semakin
merajalela saat disandingkan dengan para pengguna yang minim literasi.
Masyarakat Indonesia memiliki karakteristik yang mudah terprovokasi atau
tergiring oleh konten di media sosial. Salah satu faktor yang melatarbelakangi hal
tersebut adalah minimnya literasi yang dimiliki masyarakat Indonesia. Hal ini pun
dibuktikan dengan hasil riset PISA yang dirilis oleh Organization for Economic Co-
operation and Development (OECD) pada tahun 2019 bahwa tingkat literasi
Indonesia menempati peringkat 62 dari 70 negara. Fakta tersebut menjadi bahan
perhatian seluruh masyarakat Indonesia agar lebih menyadari akan pentingnya
literasi. Minimnya literasi merupakan akar dari munculnya ketidakbijaksanaan
dalam menggunakan media digital. Kurangnya kemampuan dalam memilah dan
mengelola informasi berpotensi meningkatkan kasus konten negatif di dunia digital.
Kasus konten negatif kerap kali terjadi pada kalangan generasi milenial dan gen z.
Kaum milenial secara umum kurang mampu dalam memilah informasi serta
cenderung mengesampingkan moral dan etika dalam menggunakan media digital
khususnya di media sosial (Syahputra, 2020).
1. Hoaks (Penyebaran Berita Palsu/Bohong)
Selain dari konten negatif yang telah disinggung di paragraf sebelumnya,
terdapat kasus yang sampai saat ini masih meresahkan di dunia maya, yaitu kasus
hoaks. Hoaks atau berita bohong masih banyak terjadi di dunia digital dan hal ini
perlu untuk diselesaikan karena dapat merusak integrasi dalam masyarakat.
Kepercayaan yang telah dibangun pun perlahan akan hilang jika kasus ini tidak
benar-benar diatasi. Menurut Dewan Pers, terdapat beberapa karakteristik hoaks
yang dapat dikenali di media sosial, yaitu sebagai berikut :
1. Memicu kecemasan dan kekhawatiran.
2. Sumber berita yang tidak jelas. Berita hoaks biasanya disebarluaskan tanpa
mencantumkan sumber yang jelas atau kredibel serta konten informasi relatif
tidak masuk akal dan simpang siur.
3. Bermuatan fanatisme yang mengatasnamakan ideologi tertentu dengan tujuan
untuk memprovokasi publik.
Selain dari beberapa karaktertistik dari hoaks, Vibriza (2017) dalam
(Simarmata et al., 2019) mengungkapkan bahwa terdapat beberapa jenis hoaks yang
seringkali ditemukan di media digital, yaitu (1) berita bohong; (2) tautan jebakan
(clickbait) yang bersifat provokatif atau penggiringan opini guna pembaca atau
pengunjung tautan tersebut tertarik untuk menyaksikan atau menyelami informasi
hoaks tersebut; (3) bias informasi, menyandingkan peristiwa atau kejadian yang
baru saja terjadi sebagai bukti dari pernyataan yang disebarkan; (4) misinformasi;
(5) satire atau sindiran; (6) pasca kebenaran yang digambarkan dengan emosi yang
lebih mendominasi daripada fakta untuk menggiring opini publik; (7) propaganda.
Tasya Hagata Sitepu
2. Hate Speech (Ujaran Kebencian)
Hate speech di media sosial adalah pengungkapan yang mengambil bentuk
dari ujuarn kebencian yang disebarkan melalui hate speech sosial. Ini dapat berupa
ujaran yang lngsuung mengancam individu atau kelompok mengenai ras, agama,
suku, dan antarlogan (SARA). Hate speech dapat berupa tulisan, gambar, atau video
yang diterbitkan di media sosial, dan dapat menyebabkan pengaruh negatif bagi
pengguna hate speech tersebut. Menurut buku "Agama dan Ujaran Kebencian:
Kritik Muatan Ujaran Kebencian dalam Media Online," ujaran jahat atau
permusuhan yang ditujukan untuk seseorang atau kelompok masyarakat tertentu
disebut hate speech. hate speech sendiri bertujuan untuk melukai, melecehkan,
mengganggu, mengintimidasi, merendahkan, memfitnah, atau menghina seseorang
atau kelompok yang bertentangan dengan pelaku hate speech. Berikut ciri-ciri dari
hate speech yaitu:
1. Adanya Komentar Kasar
Adanya komentar bernada kasar pada unggahan seseorang yang ingin
diserang oleh pelaku hate speech biasanya merupakan tanda-tanda hate speech.
Pelaku akan menulis komentar dengan kata-kata kasar, seperti menghina,
memfitnah, mencaci maki, atau merendahkannya. Perbuatan seperti ini juga dapat
dikategorikan sebagai perundungan di dunia maya atau cyberbullying.
2. Adanya Penggunaan Akun Palsu
Dalam melaksanakan "perang" di media sosial, pelaku biasanya memakai
akun palsu. Hal ini dilakukan agar mereka bisa bebas melakukan ujaran kebencian
tanpa diketahui identitas aslinya.
3. Adanya Konten Hoaks
Penyebaran konten hoaks atau berita bohong secara sengaja di media sosial
adalah ciri hate speech di media sosial lainnya. Karena telah menyebarkan
informasi yang salah, tindakan ini juga dapat dianggap sebagai pencemaran nama
baik.
4. Menghasut
Komentar tertentu dibuat dengan tujuan menghasut individu atau kelompok
tertentu. Menghasut adalah ketika seseorang dimotivasi untuk melakukan suatu
tindakan melalui tindakan yang dia lakukan.
Salsa Bila Az Zahra (2207578)
Hate speech atau ujaran kebencian adalah serangkaian perkataan, perilaku,
atau tulisan yang dilarang karena memicu terjadinya konflik baik terhdap pihak
yang dituju maupun terhadap lingkungan sosial yang lebih luas (Karo, 2023). hate
speech kerap kali ditemukan di media sosial yang memuat kebencian, bentuk
ketidaksetujuan yang diekspresikan secara tidak tepat, diskriminatif,
mengintimidasi, atau prasangka terhadap pihak tertentu (Azhar & Soponyono,
2020). Fenomena hate speech khususnya di media sosial menunjukan bahwa masih
rendahnya pengelolaan emosional para pengguna serta sikap kurang bijak dalam
menggunakan media digital.
Fenomena hate speech di media online merupakan persoalan yang sangat
krusial. Hate speech ini termasuk ke dalam pelanggaran Undang-Undang ITE,
sehingga terdapat pasal pidana bagi siapapun yang melakukan aksi ujaran
kebencian di media sosial. Pelaku yang terbukti telah melakukan platform tentu
akan dikenakan pasal pidana UU ITE pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik yang sekarang sudah diubah
menjadi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 yang selanjutnya disebut sebagai
UU ITE. Terkait dengan kasus tersebut akan ditindaklanjuti dengan pasal 45 ayat
(2) UU ITE.
Pada hakikatnya Indonesia merupakan negara demokratis yang memberikan
kebebasan bagi para penduduknya baik kebebasan dalam memilih pilihan hidup
secara pribadi dan bernegara, maupun kebebasan dalam berpendapat. Hal tersebut
nyatanya dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk
melontarkan ujaran kebencian dan berlindung di balik kalimat “kebebasan
berpendapat”. Namun, hal tersebut merupakan kekeliruan yang mestinya dipahami
oleh seluruh masyarakat, khususnya bagi para pengguna media digital. Walaupun
sebagai warga negara diberikan kebebasan dalam berpendapat, hal tersebut tidak
membenarkan adanya ujaran kebencian karena dapat memicu konflik dan merusak
integrasi baik dalam dunia nyata maupun dunia maya, sehingga peran hukum sangat
penting dalam menyikapi fenomena hate speech khususnya di media digital.
Tasya Hagata Sitepu
3. Perjudian (Judi Online)
Perjudian di era modernisasi saat ini tidak lagi dilakukan secara
konvensional, melainkan telah marak terjadi secara digital atau online dan
kebebasan akses yang ditawarkan menjadi suatu ancaman dalam merusak moral
dan karakter khususnya pada generasi muda. Fenomena judi online banyak sekali
ditemukan di beberapa platform digital dengan menyantumkan iklan bahkan kepada
pengguna internet yang sama sekali tidak berminat terhadap aksi judi online
tersebut. Terdapat istilah yang lebih familiar digunakan untuk menyebut judi
online, yaitu slot. Iklan judi slot sangat mudah ditemukan di situs-situs online secara
terbuka dengan menyisipkan gambar-gambar yang menarik peminat khususnya
bagi individu yang mudah tergiur dengan tawaran yang sebetulnya belum pasti.
Ciri-Ciri Judi Online
1. Fasilitas untuk mengeluarkan mata uang digital dalam game
Judi online menggunakan mata uang digital seperti koin atau diamond, yang
dapat menjadi mata uang asli seperti rupiah atau dolar.
2. Penyediaan uang atau barang senilai uang
Suatu game merupakan judi online jika ada uang atau barang senilai uang
yang dapat dimiliki dan dimainkan.
3. Kecanduan Judi
Judi online dapat merugikan kehidupan manusia dan membawa gangguan
kesehatan otak dan mental. Ciri-ciri kecanduan judi antara lain keasyikan berjudi,
toleransi kekurangan, kekurangan kesehatan, kekurangan keuangan, kekurangan
hukum, dan kekurangan kerja.
4. Situs judi online terpercaya
Untuk memilih situs judi online terpercaya, kamu bisa bertanya dan melihat
rating situs, menggunakan surat keaslian situs betting online, dan mengumpulkan
informasi seperti keterangan pembayaran dan testimoni dari member yang sudah
pernah bermain.
5. Ciri-ciri kecanduan judi online
Ciri-ciri kecanduan judi online antara lain keasyikan berjudi, toleransi
kekurangan, kekurangan kesehatan, kekurangan keuangan, kekurangan hukum, dan
kekurangan kerja.
Salsa Bila Az Zahra
Berdasarkan hasil kutipan BBC Indonesia (2022) dari Kementerian
Komunikasi dan Informatika menyebutkan terdapat 499.645 konten perjudian di
berbagai platform digital terhitung sejak tahun 2018 hingga 2022. Informasi terbaru
yang dipublikasikan oleh Kominfo, sampai September 2023 telah menangani kasus
judi online ilegal sebanyak 971.285 kasus. Maraknya penggunaan judi online ini
dilatarbelakangi oleh beberap afaktor. Terdapat beberapa faktor menurut Tasya
Jadidah et al. (2023) yang melatarbelakangi timbulnya motivasi individu dalam
melakukan judi online, yaitu (1) faktor sosial dan ekonomi. Individu yang
terpengaruhi oleh lingkungan sosial yang memiliki habit atau kebiasaan buruk yang
mengarah pada perjudian akan mendorong seseorang untuk mengikutinya; (2)
faktor situasional, individu yang merasa bahwa dengan perjudian akan membuatnya
menjadi lebih cepat dalam mendapatkan uang sebanyak-banyaknya; (3) faktor
percobaan dan rasa penasaran; (4) persepsi tentang probabilitas kemenangan; (5)
faktor keyakinan diri dalam menguasai strategi secara digital. Secara umum,
individu yang kecanduan melakukan perjudian adalah karena adanya efek
ketidakpuasan saat diberikan kemenangan di awal permainan, dan efek penasaran
saat tidak diberikan kemenangan, sehingga memiliki perasaan bahwa akan menang
jika ia mencoba beberapa kali lagi (Aprilia et al., 2023).
Secara hukum dan Undang-Undang, terdapat 2 jenis perjudian, yaitu
perjudian legal dan ilegal. Perjudian legal merupakan perjudian yang telah
mengantongi izin dari pemerintah atas dasar-dasar, syarat, dan prosedur tertentu,
sehingga eksistensinya mendapatkan perlindungan dari pemerintah. Namun,
perjudian ilegal justru merajalela dan memberikan dampak negatif bagi para
penggunanya. Diliput berdasarkan laman berita Tirto.id, beberapa pengguna judi
online di kalangan remaja gen z, kerapkali harus melakukan pinjaman online
bahkan melakukan aksi pencurian hanya untuk deposit di situs judi online. Atas
tindakannya tersebut, beberapa kelompok gen z harus mendekam di penjara karena
terbukti telah melakukan tindakan kriminal pencurian dan pinjaman online yang
diakibatkan oleh perjudian tersebut.
4. Pornografi
Salah satu dampak dari adanya kebebasan dalam menggunakan teknologi
adalah maraknya penyebaran konten pornografi. Walaupun terdapat hukum yang
bertanggung jawab dalam menindaklanjuti kasus ini, tetap saja belum 100%
menghilangkan konten pornografi di platform digital. Berdasarkan hasil riset
Menkominfo (2023) mengungkapkan bahwa terdapat sebanyak 1.950.794 konten
pornograf di berbagai platform digital. Sebanyak 1.211.573 merupakan konten
yang tersebar melalui website, sebanyak 737.146 konten di media sosial, dan
sebanyak 2.075 konten di media sharing online.
Konten pornografi yang tersebar di platform digital tentu saja sangat
meresahkan karena aksesnya yang relatif mudah untuk ditemukan. Hal ini
memberikan dampak negatif khususnya bagi kondisi mental dan karakter anak di
bawah umur. KPAI mencatat bahwa pada tahun 2017 terdapat sebanyak 679 kasus
anak yang terdampak dari cybercrime pornografi (Susanti, 2019). Selain karena
adanya kemudahan dalam mengakses situs porno, faktor ketidakbijakan pengguna
internet juga menjadi faktor krusial. Dalam hal ini, peran orang tua dipertanyakan
terkait akses para anak di bawah umur dalam mengakses internet. Hal ini menjadi
persoalan yang patut diperhatikan oleh seluruh pihak, mengingat dampak negatif
yang ditimbulkan dari konten pornigrafi sangat berbahaya. Tidak hanya berdampak
pada anak di bawah umur, orang dewasa yang terpapar konten pornografi pun akan
ikut terkena dampaknya.
Terdapat beberapa dampak yang ditimbulkan dari konten pornografi
menurut (Ramdhani & Asfari, 2023), yaitu sebagai berikut :
1. Merusak kognitif. Paparan konten pornografi dapat merusak prefrontal cortex
pada otak yang berperan dalam mengaktifkan fungsi berpikir dan konsentrasi.
2. Merusak kestabilan emosi. Selain berdampak pada fungsi berpikir dan
konsentrasi, kerusakan prefrontal cortex juga mengakibatkan individu kurang
mampu mengendalikan emosi. Efek dopamin yang berlebihan dari paparan
pornografi tersebut mengakibatkan individu akan merasa jenuh dan bersikap
agresif jika tidak mendapatkan asupan dopamin dari pornografi.
3. Merusak sikap sosial dengan merefleksikan sikap withdrawl.
4. Perilaku seksual yang beresiko, seperti melakukan aktivitas seksual di luar
pernikahan. Beberapa kasus penyimpangan seksual dan penyakit seksual
diakibatkan karena individu tersebut terpapar oleh konten pornografi.
Untuk menghindari paparan konten pornografi, perlu adanya kebijakan
dalam menyikapi hal ini. Tidak hanya menjadi tanggungjawab pemerintah saja
dalam mengentaskan permasalahan pornografi di media sosial, melainkan perlu
adanya peran dan kesadaran dari seluruh pihak.
Salsa Bila Az Zahra (2207578)
5. Cyberbullying
Kemajuan teknologi informasi jika tidak dilandasi dengan pemahaman akan
nilai norma dan etika akan menciptakan persoalan-persoalan baru berbasis digital,
salah satunya adalah cyberbullying. Secara umum, cyberbullying adalah aktivitas
perkataan negatif berisi cacian, makian, intimidasi, penyerangan yang dilakukan
melalui media komunikasi secara daring denga target kepada seseorang tertentu
dengan akibat target tersebut tidak memiliki kuasa untuk melawan atau membela
diri (Dwipana et al., 2020). Dalam konteks hukum positif di Indonesia, kasus
cyberbullying termasuk tindak pidana dalam kategori kasus pencemaran nama baik
dan pasal penghinaan. Definisi tersebut memang kurang begitu mewakili kasus
cyberbullying secara lengkap, sehingga kasus cyberbullying menjadi salah satu
persoalan yang sangat krusial, mengingat dampak yang ditimbulkan tidaklah
sepele.
Salah satu contoh kasus dari dahsyatnya dampak cyberbullying adalah
seperti yang diberitakan oleh Pratama (2016), “Bulan april 2016 yang lalu, seorang
ayah meninggal akibat serangan jantung karena tak tahan menerima cacian
pengguna internet (netizen) terhadap anaknya Sonya Depari. Kejadian tersebut
ditengarai oleh video Sonya Depari yang menolak ditangkap polisi ketika
merayakan kelulusan SMA dengan ricuh dan mencatut nama Deputi Penindakan
Badan Narkotika Nasional (BNN), Arman Depari”. Hal tersebut membuktikan
bahwa Indonesia masih darurat akan kesadaran pentingnya menerapkan etika yang
luhur dalam bermedia sosial. Selain itu, U-Report pada tahun 2019 mengungkapkan
data bahwa terdapat sebanyak 45% dari 2.777 anak muda Indonesia merupakan
korban cyberbullying. Hal ini menjadi alasan bahwa kasus cyberbullying tidak bisa
dibiarkan dan harus segera ditangani oleh seluruh pihak yang terkait.
Berdasarkan penjelasan terkait beberapa contoh konten negatif di platform
digital, kasus konten negatif di media digital bukanlah kasus yang sederhana. Perlu
adanya peran serta dari masyarakat dalam mendukung program pemerintah dalam
mengatasi kasus tersebut. Perlu adanya pengawasan serta pembiasaan yang sehat
terhadap para pengguna internet, khususnya bagi diri sendiri sebagai pengguna aktif
platform digital. Kehadiran internet memang membawa banyak perubahan dan
mengantarkan pada kemudahan akses terhadap kebutuhan manusia, namun tidak
dapat dipungkiri bahwa jika tidak adanya kebijaksanaan dalam menggunakannya
akan mendatangkan dampak negatif yang berefek domino (Darmawan et al., 2019).
Walaupun media sosial sebagai media digital tidak menuntut pertemuan
secara langsung, namun tetap memiliki etika yang harus diperhatikan selama
menggunakannya. Etika dalam bermedia online saat ini sangat penting untuk
dimiliki oleh para pengguna agar tetap terciptanya kondisi dan situasi yang stabil
walaupun secara daring. Sejatinya, kehadiran media digital adalah untuk
mempermudah aktivitas dan memenuhi kebutuhan secara efektif dan efisien.
Tujuan hadirnya media komunikasi secara online adalah untuk menambah
wawasan, meningkatkan pengetahuan, serta mempererat silaturahmi terkhusus bagi
ornag-orang dengan jarak jauh. Namun, tanpa etika yang baik, maka justru akan
mengundang konflik, mengancam keamanan dan kenyamanan dalam bermedia
online.
Etika dalam bermedia online akan membantu para pengguna untuk
mendapatkan pengalaman yang baik selama berada di dunia maya. Terdapat
beberapa etika dalam bermedia online menurut Rajab et al. (2017) yang dapat
dijadikan sebagai salah satu solusi mengatasi maraknya konten negatif di media
online.
1. Tidak mengumbar informasi pribadi.
Tidak jarang ditemukan adanya pengguna media sosial yang mengunggah
informasi pribadi baik itu cerita pengalaman buruknya, curhat di media sosial
namun adanya unsur penggiringan opini, atau bahkan mengumbar data-data
pribadi yang bersifat sensitif. Hal ini perlu dihindari karena beresiko
mengundang orang lain untuk memanfaatkan informasi pribadi kita untuk
tujuan kejahatan.
2. Menghargai karya orang lain.
Faktor ini kerap kali disepelekan oleh sebagian orang. Tidak jarang
ditemukan adanya pengguna yang mengambil hasil karya orang lain baik
secara disengaja maupun tidak. Salah satu contoh kecil yang seringkali terjadi
adalah tindakan plagiarisme. Plagiarisme yang dilakukan secara tidak sadar
adalah dengan mengunggah konten milik orang lain tanpa mencantumkan
sumber pemilik karya aslinya. Tentu saja hal tersebut adalah tindakan yang
keliru dan bisa dipidanakan apabila pemilik karya asli mengajukan laporan
gugatan.
3. Hindari penyebaran konten SARA dan pornografi.
Menyebarkan konten SARA dan pornografi dapat dijerat kasus pidana
sesuai dengan Undang-Undang ITE yang berlaku.
4. Jangan mudah menilai suatu konten hanya berdasarkan judulnya.
Pentingnya memiliki literasi yang baik adalah untuk membantu kita dalam
menyaring informasi. Tidak semua informasi yang tersebar di media online
layak untuk dibagikan, sehingga dengan literasi akan membantu meminimalisir
terjadinya penyebaran hoaks.
Selain dari etika berkomunikasi secara online, terdapat beberapa solusi lain
yang dapat mengatasi kasus konten negatif di media online. Solusi tersebut
dikategorikan sebagai solusi internal dan eksternal. Solusi internal adalah solusi
yang dapat digunakan oleh para pengguna media online secara pribadi, sedangkan
solusi eksternal adalah solusi yang dilakukan oleh instansi yang bertanggung jawab
atas keamanan media online.
1. Solusi Internal
a. Meningkatkan kemampuan literasi digital
Pengetahuan dan wawasan individu berpengaruh terhadap pergerakan
digitalisasi dan arus informasi saat ini (Habib et al., 2022). Melalui literasi, dapat
membantu seseorang dalam memahami serta menganalisis suatu informasi, dalam
kaitannya dengan konten negatif di media online, secara perlahan akan
meminimalisir penyebaran konten negatif jika sebagai pengguna atau penikmat
konten mampu memilah dan memiliki literasi yang baik. Literasi dapat membantu
seseorang agar tidak menjadi korban dari penyebaran konten negatif di media
online. Literasi membantu seseorang dalam mengembangkan pemikiran yang kritis,
analitis, dan meningkatkan kemampuan sceara verbal (Parwitasari et al., 2022).
b. Memiliki kesadaran akan norma dan etika.
Sebagai pengguna media online, sudah sepatutnya memerhatikan norma
dan etika ketika menggunakannya. Walaupun tidak melakukan interaksi secara
langsung, namun pada hakikatnya setiap orang tetap terhubung dan melakukan
aktivitas sosial secara daring. Sebagai pengguna wajib memiliki kesadaran dalam
menjunjung tinggi nilai dan etika dalam berinteraksi guna menjaga keamanan dan
kenyamanan dalam media online. Walaupun setiap orang memiliki hak dan
kebebasan dalam berinteraksi di media sosial, namun hak tersebut tidak boleh
melewati batas-batas yang telah disepakati baik secara tertulis maupun tidak
tertulis. Pasal 28J ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 dinyatakan bahwa “Dalam
menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada
pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata
untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain
dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-
nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat
demokratis”. Dengan demikian, kebebasan dalam bermedia sosial bukan berarti
tanpa batasan, melainkan batasan perlu untuk dipahami agar menciptakan ruang
kenyamanan antar satu individu dengan individu lain (Parwitasari et al., 2022).
c. Menghindari kebiasaan buruk “mengonsumsi” konten negatif.
Berdasarkan penelitian Vallet (2015) mengungkapkan bahwa viralitas atau
populeritas konten di media sosial dipengaruhi oleh seberapa besar viewers dalam
konten tersebut. Faktor lainnya adalah dengan adanya mention dan juga pencarian
konten terakit yang dilakukan oleh user (Agustina, 2020). Dengan demikian,
sebagai dukungan dalam meminimalisir konten negatif di media online adalah
dengan memilah konten-konten yang bermutu. Hindari penayangan atau pencarian
konten negatif karena hal tersebut akan membantu proses viralisasi dari konten
tersebut.
2. Solusi Eksternal
a. Peran penyelenggara cyber security
Pemerintah tentu menjadi penanggungjawab utama dalam mengatasi
persoalan penyebaran konten negatif di media digital. Konten tidak hanya terkait
konten viral yang tidak bermutu atau tidak mendidik, namun penyebaran scam
seperti penyebaran tautan penipuan, peratasan data, dan tindakan ilegal lainnya.
Dalam hal ini, salah satu elemen dari cyber securityadalah Kementerian
Komunikasi dan Informatika (Kominfo) berperan sebagai lembaga yang mengatur
ketertiban dan pengembangan dalam bermedia digital. Cyber securitybertugas
dalam melindungi informasi dan data sistem dari gangguan atau serangan, seperti
peretasan, pelanggaran hak cipta, penipuan, dan lain-lain. Cyber securitymemiliki
3 komponen dalam menjalankan perannya, yaitu (1) confidentially (kerahasiaan);
(2) integrity (integritas); (3) availability (ketersediaan).
b. Ketajaman dan ketegasan hukum terkait Undang-Undang ITE
Indonesia merupakan negara hukum yang berlandaskan pada nilai, norma,
dan etika, sehingga segala bentuk komponen sipil dan kenegaraan diatur dalam
Undang-Undang, salah satunya hukum yang mengatur berjalannya arus komunikasi
dalam bermedia digital. Negara telah mengatur dalam Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik. Dalam Undang-Undang tersebut
telah diatur dalam beberapa pasal terkait penggunaan media digital, sehingga
diharapkan akan memberikan kontrol sosial bagi pada pengguna media digital agar
tetap berpegang teguh pada aturan, etika, dan norma yang berlaku secara hukum.
Menanggapi Tindakan Tidak Etis di Lingkungan Digital
Fikry
Saat ini, kemajuan teknologi terus berlangsung dengan cepat, salah satunya
yang paling besar adalah dalam bidang komunikasi. Tak dapat kita pungkiri bahwa,
ribuan orang bahkan jutaan manusia dari di dunia ini telah menggunakan
internet sebagai ajang untuk saling interaksi secara digital. Menurut data yang
dirilis oleh We Are Social dan Hootsuite pada tahun 2023, terdapat 5,16 miliar
pengguna internet di seluruh dunia, Salah satu diantaranya sebanyak 4,76 miliar
pengguna media sosial, jumlah ini setara dengan 63,2 persen dari total populasi
dunia. Di Indonesia sendiri, pada tahun 2024, ada sekitar 221.563.479 jiwa
pengguna internet. Angka tersebut juga secara tidak langsung menyatakan bahwa
sekitar 79,5% dari total populasi penduduk Indonesia sudah menggunakan internet
sebagsi kebutuhan sehari-hari. Berdasarkan gender, kontribusi penetrasi internet di
Indonesia banyak bersumber dari laki-laki 50,7% dan perempuan 49,1%. Dari segi
umur, mayoritas pengguna adalah Gen Z (kelahiran 1997-2012) sebanyak 34,40%,
diikuti oleh generasi milenial (kelahiran 1981-1996) sebanyak 30,62%.
Tentunya semua bermula dari sedikit tetapi lama kelamaan menjadi banyak
kemudian membentuk komunitas-komunitas untuk saling berbagi informasi, baik
dalam bentuk video, e-book, gambar, dan lain-lain. Pemanfaatannya, bukan
hanya untuk berkomunikasi saja, tetapi juga membeli barang, memesan
transportasi, hingga berbsnis dan berkarya. Dari pernyataan tersebut dapat kita
lihat bahwa saat ini media sosial sudah memiliki kemampuan untuk melewati
batasan dimensi kehidupan, ruang, dan waktu, sehingga memungkinkan siapa saja,
kapan saja, dan di mana saja untuk menggunakannya. Dengan kata lain, media
sosial telah mengubah cara kita berinteraksi dan berkomunikasi secara mendasar.
Namun, dengan kemajuan teknologi, penggunaan internet juga membawa
dampak negatif dan bahkan beberapa diantaranya tidak lah etis jika dilakuka.
Beberapa diantaranya seperti penyebaran berita bohong (hoax), perundungan
daring (cyberbullying atau platform), tindakan kejahatan daring (cybercrime)
seperti penipuan, peretasan privasi dan keamanan data pribadi, dan pelanggaran hak
cipta.
Beberapa kasus hoax yang menjadi viral di Indonesia termasuk kabar palsu
tentang kehilangan seseorang, rumor babi ngepet, dan kasus perundungan yang
ternyata tidak benar. Fenomena ini menimbulkan keraguan terhadap informasi yang
diterima dan membingungkan masyarakat. Selain itu, motif politik juga sangat
kental dalam kasus hoax, dengan tujuan menjatuhkan suatu susunan pemerintahan.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) sendiri saat ini telah
menangani sebanyak 12.547 konten hoax hingga tahun 2023, dengan isu kesehatan
menjadi topik hoax yang paling banyak. Dan masih ada ribuan berita hoax lainnya
yang belum tertangani. Dampak dari kasus hoax ini cukup meluas, menyebabkan
kebingungan dan ketidakpercayaan di kalangan masyarakat, memecah belah
publik, dan menciptakan ketakutan serta keresahan sosial.
Perundungan di media sosial memang menjadi masalah serius yang tidak
hanya menimbulkan ketakutan dan keresahan bagi korban, tetapi juga dapat
berdampak jangka panjang pada kesehatan mental mereka. Media sosial, yang
seharusnya menjadi platform untuk berbagi dan berinteraksi secara positif,
terkadang malah menjadi alat bagi para pelaku untuk menyebarkan kata-kata yang
tidak menyenangkan, merendahkan, dan bahkan mengancam. Menurut data dari
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), ada 361 anak-anak yang dilaporkan
menjadi korban perundungan di media sosial selama periode 2016-2020. Sementara
itu, penelitian oleh Center for Digital Society (CfDS) menyebutkan bahwa 1.895
siswa (45,35%) mengaku pernah menjadi korban perundungan secara siber, dengan
1.182 siswa (38,41%) lainnya menjadi pelaku. Platform yang sering digunakan
untuk kasus perundungan secara siber antara lain WhatsApp, Instagram, dan
Facebook.
Penipuan online telah menjadi salah satu kejahatan siber yang paling umum
di era digital ini. Kemudahan dalam membagikan informasi pribadi dan gaya hidup
di media sosial seringkali dimanfaatkan oleh penipu untuk memalsukan identitas
dan melakukan penipuan. Modus penipuan ini sangat beragam, mulai dari
memalsukan kegiatan galang dana, menjual barang palsu, hingga menciptakan
skema penipuan yang lebih kompleks.
Menurut data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo),
tercatat ada 1.730 kasus penipuan online selama periode Agustus 2018 - 16 Februari
2023. Kerugian akibat penipuan online di Indonesia mencapai Rp 18,7 triliun
selama tahun 2017 - 2021. Studi dari Center for Digital Society (CfDS) Universitas
Gadjah Mada (UGM) menunjukkan bahwa sebanyak 66,6% responden pernah
menjadi korban penipuan online. Modus penipuan yang paling umum meliputi: 1)
36,9% berkedok hadiah, 2) 33,8% mengirim tautan (link), 3) 29,4% penipuan jual
beli seperti di Instagram dan lainnya, 4) 27,4% melalui situs web atau aplikasi palsu,
dan 5) 26,5% penipuan berkedok krisis keluarga. Sarana yang paling banyak
digunakan untuk penipuan online adalah WhatsApp, Instagram, dan Facebook,
yang menguasai 71,35% dari total pelaporan.
Selain itu, hal-hal yang berbau pornografi juga semakin sulit untuk dibatasi.
Karena itulah anggapan yang mengatakan bahwa internet identik dengan
pornografi, memang tidak salah, karena nyatanya dengan adanya internet
pornografi merajalela. Banyak sekali situs yang dibuat hanya untuk menyebarkan
hal-hal yang berbau pornografi, baik dalam bentuk web ataupun dalam aplikasi
media sosial seperti X, Instagram, Facebook, dan lain sebagainya. Bahkan iklan-
iklan juga mulai menamakan unsur pornografi.
Dhiyaa
Menanggapi hal tersebut, diperlukan perbaikan pada setiap pengguna
interner. Dan Untuk mengurangi tindakan tidak etis tersebut, maka diperlukan
pendalaman serta pembelajaran mengenai etika untuk menggunakan media sosial
ataupun lingkungan digital lainnya. Etika sendiri merupakan suatu ilmu yang
membahas masalah perbuatan atau tingkah laku manusia yang baik dan yang jahat
(Alinurdin, 2019). Etika juga bermakna tanggung jawab sebab tidak mungkin
etika itu tumbuh tanpa dilandasi sikap tanggung jwab. Etika merupakan suatu
suatu rancangan atau perencanaan menyeluruh yang mengintegrasikan kekuatan
alam dan masyarakat dengan bidang tanggung jwab manusiawi. Tanggung jawab
hanya dapat dituntut apabila ada kebebasan untuk memilih. Oleh karena itu yang
diharapkan dari setiap individu masyarakat adalah kebebasan yang bertanggung
jawab.
Selain itu, menurut Harris Zubair (dalam Alinurdin, 2019), seseorang dapat
dikatakan beretika dan memiliki 4 poin, yaitu : 1) kamampuan untuk menentukan
dirinya, (2) kemampuan untuk bertanggung jawab, (3) kedewasaan manusia,
(4) keseluruhan kondisi yang memungkinkan manusia untuk melaksanakan
tujuan hidupnya.
Dalam pandangan hukum, indonesia sudah memiliki peraturan mengenai ber
media sosial. Menurut Ulum dan Kusumo (2015, dalam Larasati dkk : 2023)
Hukum di Indonesia merupakan fondasi regulasi yang penting dalam menghadapi
perubahan masyarakat yang didorong oleh perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi. Hukum harus memberi perlindungan kepada semua warga negara
tanpa pandang bulu, tidak hanya terbatas pada sejumlah kelompok tertentu, dan
jangan disalahgunakan.
Adapun beberapa undang-undang dan regulasi yang relevan, antara lain :
1. UU ITE: Merupakan undang-undang yang memberikan kerangka hukum untuk
aktivitas digital di Indonesia, termasuk transaksi elektronik dan keamanan
siber. UU ini juga menetapkan aturan terkait pelanggaran di ruang online dan
sanksi yang sesuai.
2. UU PDP: Mengatur tentang cara pengumpulan, pemrosesan, dan perlindungan
data pribadi warga, yang sangat penting untuk menjaga privasi di era digital.
3. UU Hak Cipta: Bertujuan untuk melindungi hak cipta dan properti intelektual
di internet, yang memfasilitasi distribusi dan akses konten digital dengan
mudah.
4. Kebebasan Berbicara Online: UU ITE juga mencakup regulasi tentang
kebebasan berbicara di internet dan pembatasan yang relevan untuk menjaga
keseimbangan antara ekspresi dan tanggung jawab.
Adanya pembuatan dasar hukum ini tentu saja bukan tanpa tujuan dan juga
dasar. Hukum sendiri memiliki arti sebagai suatau serangkaian peraturan dan
standar yang diciptakan oleh pemerintah atau badan berwenang untuk
mengendalikan perilaku warga negara. Fungsi utama dari hukum adalah untuk
memastikan perdamaian dan keadilan dalam masyarakat dengan cara
memberlakukan aturan yang jelas dan dapat diterapkan secara konsisten.
Menciptakan etika dan aturan media yang detail dan dirancang untuk masa
depan merupakan tugas yang kompleks. Ini dikarenakan evolusi teknologi
komunikasi seringkali lebih cepat daripada pembuatan regulasinya. Regulasi
cenderung tertinggal karena kemajuan teknologi yang sangat cepat. Dan ketika
regulasi atau kebijakan akhirnya diberlakukan, teknologi baru yang tidak tercakup
oleh regulasi tersebut mungkin sudah berkembang. Dalam era internet, regulasi
memainkan peran penting dalam menentukan etika di dunia digital. Regulasi yang
perlu diperhatikan dalam bermedia sosial memiliki kesamaan dalam regulasi
lainnya secara dasar, namun beberapa regulasi khusus yang perlu diperhatikan
antara lain :
1. Perlindungan Privasi: Regulasi seperti GDPR di Eropa menuntut perusahaan
untuk secara serius menjaga kerahasiaan data pengguna.
2. Kebijakan Anti-Cyberbullying: Regulasi ini bertujuan untuk meningkatkan
etika komunikasi online dan mengurangi insiden perilaku berbahaya di ruang
digital.
3. Penyebaran Berita Palsu: Regulasi yang ketat terhadap hoaks dan disinformasi
sangat penting untuk memastikan kebenaran informasi yang disebarkan.
4. Tanggung Jawab Platform Online: Regulasi ini mendorong platform online
untuk mengambil tanggung jawab yang lebih besar dalam mengatur konten
yang diposting oleh pengguna, yang mendukung etika dalam berbagi konten.
5. Kebebasan Berbicara: Regulasi terkait kebebasan berbicara di internet harus
diterapkan dengan bijak untuk memastikan etika berbicara tetap dihormati,
sambil tetap memelihara hak asasi manusia untuk berekspresi.
Kemudian Kolaborasi intensif antara pemerintah, industri teknologi, dan
masyarakat sipil adalah kunci untuk mengatasi tantangan yang kompleks.
Pemerintah memiliki tugas strategis untuk membuat regulasi yang melindungi
kepentingan masyarakat, sementara perusahaan teknologi harus bertanggung jawab
atas pengembangan teknologi yang aman dan etis. Masyarakat sipil juga berperan
vital sebagai pengawas yang independen, memantau penerapan regulasi dan
menyoroti pelanggaran etika. Sinergi yang erat antara ketiga elemen ini
memungkinkan penyesuaian yang dinamis dengan kemajuan teknologi,
memastikan bahwa inovasi teknologi selaras dengan prinsip-prinsip etika.
Dengan komitmen untuk mempertahankan etika di dunia digital yang
dinamis, kita dapat membentuk masa depan internet yang menguntungkan semua
orang, sambil menjaga prinsip-prinsip keadilan, privasi, dan martabat. Hubungan
yang harmonis antara hukum dan etika menjadi dasar yang solid untuk
menyongsong era digital yang adil dan bertanggung jawab.
Rafa
Bilva
Mempertahankan Lingkungan Online yang Aman dan Positif
A. Pengertian Lingkungan Online
Lingkungan online merupakan ruang interaksi daring global yang terbentuk
berkat kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Ruang ini terdiri dari
berbagai platform digital seperti media sosial, forum online, situs web, dan aplikasi
berbasis internet. Melalui lingkungan ini, komunikasi dan pertukaran informasi
antar manusia dapat terjadi secara online atau daring. Pengguna internet dapat
saling berhubungan, berinteraksi, berkolaborasi, dan membangun jaringan secara
digital di lingkungan online. Berbagai kegiatan sosial, ekonomi, pendidikan pun
kini sering dilakukan secara online tanpa dibatasi jarak lokasi fisik. Ruang interaksi
ini pun telah memudahkan pertukaran ide dan gagasan secara real-time secara
global.
Lingkungan online yang aman dan positif merupakan lingkungan dimana
pengguna merasa nyaman dan aman untuk berinteraksi tanpa adanya gangguan dan
ancaman. Lingkungan seperti ini bebas dari konten negatif seperti ujaran kebencian,
ancaman, pelecehan, berita bohong, dan lainnya. Semua pengguna dapat
berkontribusi secara kreatif dan konstruktif. Interaksi antar pengguna pun
berlangsung secara sehat didasari rasa saling menghormati. Dengan demikian,
lingkungan online dapat digunakan secara optimal untuk berbagi informasi dan
pengetahuan.
Walaupun memberikan banyak kemudahan, lingkungan online juga rentan
terhadap berbagai ancaman siber. Oleh karena itu diperlukan kerja sama dari
berbagai pihak untuk menjamin tetap terlindunginya privasi dan keamanan para
penggunanya. Dengan demikian, potensi positif dari ruang daring ini dapat
dioptimalkan untuk mendukung peradaban manusia di era digital.
B. Strategi Mempertahankan Lingkungan Online Aman dan Positif
Mempertahankan lingkungan online yang aman dan positif merupakan
tujuan penting dalam era digital yang sangat pesat. Lingkungan online yang tidak
aman dan positif dapat menyebabkan berbagai masalah, seperti cyberbullying,
cyberstalking, dan pengumpulan data pribadi, yang dapat mengakibatkan konflik
dan kekerasan. Untuk mempertahankan lingkungan online yang aman dan positif,
ada beberapa strategi yang dapat dilakukan:
1. Pengawasan dan pengendalian konten: Platform lingkungan online harus
memiliki sistem pengawasan dan pengendalian konten yang efektif untuk
menghindari konten yang tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan.
2. Pengaturan privasi: Pengguna harus memiliki kontrol yang efektif terhadap
pengumpulan dan penggunaan data pribadi. Platform lingkungan online harus
memiliki sistem pengaturan privasi yang transparan dan efektif.
3. Edukasi dan pengembangan: Pengguna harus diberikan edukasi tentang cara
menggunakan lingkungan online secara aman dan positif. Platform lingkungan
online harus memiliki fitur pengembangan yang membantu pengguna
memahami cara menggunakan lingkungan online yang aman dan positif.
4. Pengawasan dan pengendalian pengguna: Platform lingkungan online harus
memiliki sistem pengawasan dan pengendalian pengguna yang efektif untuk
menghindari pengguna yang tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan.
5. Pengembangan teknologi: Platform lingkungan online harus memiliki
teknologi yang efektif untuk mendeteksi dan mengatasi masalah yang terjadi
di lingkungan online.
6. Pengawasan dan pengendalian keluhan: Platform lingkungan online harus
memiliki sistem pengawasan dan pengendalian keluhan yang efektif untuk
menanggapi keluhan pengguna yang berhubungan dengan lingkungan online.
7. Pengembangan komunitas: Platform lingkungan online harus memiliki
komunitas yang aktif dan berkolaborasi untuk membantu mempertahankan
lingkungan online yang aman dan positif.
8. Pengembangan sosial: Platform lingkungan online harus memiliki fitur sosial
yang membantu pengguna membentuk hubungan dan interaksi yang positif
dalam lingkungan online.
9. Pengawasan dan pengendalian keamanan: Platform lingkungan online harus
memiliki sistem pengawasan dan pengendalian keamanan yang efektif untuk
menghindari kekerasan dan kekerasan dalam lingkungan online.
10. Pengembangan pengguna: Platform lingkungan online harus memiliki fitur
pengembangan pengguna yang membantu pengguna membentuk kompetensi
dan kemampuan yang diperlukan untuk menggunakan lingkungan online yang
aman dan positif.
Menerapkan strategi ini secara holistik dan berkelanjutan dapat membantu
membangun lingkungan online yang lebih aman, positif, dan bermanfaat bagi
semua pengguna. Diperlukan kolaborasi dan komitmen dari berbagai pihak
termasuk pengguna, pembuat platform, pemerintah, dan organisasi masyarakat sipil
untuk mencapai tujuan ini.
C. Peran Pengguna dan Pengembangan Lingkungan Online
Pengguna harus memiliki peran penting dalam mempertahankan
lingkungan online yang aman dan positif. Sebagai pengguna, individu dapat
membantu mempertahankan lingkungan online dengan cara berinteraksi dan
berbagi informasi dengan seseorang lain secara positif dan bermanfaat. Hal ini
dapat dilakukan dengan cara menggunakan lingkungan online secara efektif dan
memahami aturan-aturan yang berlaku di lingkungan tersebut.
Pengembang lingkungan online juga memiliki peran penting dalam
mempertahankan lingkungan online yang aman dan positif. Sebagai pengembang,
individu dapat membantu mempertahankan lingkungan online dengan cara
membangun platform lingkungan online yang efektif, membantu pengguna dalam
menggunakan lingkungan online secara aman dan positif, dan membantu mengatasi
masalah yang terjadi di lingkungan online.
Sebagai contoh, pengembang lingkungan online dapat membangun sistem
pengawasan dan pengendalian konten yang efektif untuk menghindari konten yang
tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan. Selain itu, pengembang lingkungan
online juga dapat membantu pengguna dalam mengatur privasi dan mengawasi
jenis foto atau konten yang dapat dibagikan.
Dalam hal ini, pengembang lingkungan online dapat membantu
mempertahankan lingkungan online yang aman dan positif dengan cara
mengembangkan teknologi yang efektif untuk mendeteksi dan mengatasi masalah
yang terjadi di lingkungan online. Selain itu, pengembang lingkungan online juga
dapat membantu pengguna dalam mengembangkan komunitas belajar yang aktif,
di mana individu dapat saling mendukung dan berbagi pengetahuan. Dengan peran
yang tepat dari pengguna dan pengembang lingkungan online, dapat diperoleh
lingkungan online yang baik untuk semua pengguna.
D. Langkah-Langkah mempertahankan lingkungan online yang aman dan
positif
Untuk mempertahankan lingkungan online yang aman dan positif, terdapat
beberapa langkah yang dapat diambil .
1. Mempraktikkan Etika Digital: Ini melibatkan perilaku online yang
bertanggung jawab, termasuk tidak menyebarkan informasi palsu atau
merugikan. Hal ini penting untuk mencegah penyebaran disinformasi dan
mengurangi risiko memperburuk situasi online.
2. Memperlakukan Orang Lain dengan Hormat dan Toleransi: Saat berinteraksi
online, penting untuk menghormati pendapat dan keberagaman orang lain. Ini
mencakup menghindari komentar yang merendahkan atau menyerang.
3. Menghindari Cyberbullying: Cyberbullying merupakan tindakan agresif yang
dapat menyakiti orang lain secara emosional atau mental. Penting untuk
menghindari dan mengutuk tindakan ini, serta memberikan dukungan kepada
korban.
4. Menggunakan Kata-kata yang Membangun: Saat berkomunikasi online, kata-
kata yang membangun dapat memperkuat hubungan dan menciptakan
lingkungan yang positif. Ini melibatkan memilih kata dengan bijak dan
menghindari penggunaan bahasa yang merendahkan.
5. Berpartisipasi dalam Kampanye Kesadaran Cyber: Meningkatkan kesadaran
tentang keamanan online adalah kunci untuk melindungi diri sendiri dan orang
lain dari ancaman di internet. Ini bisa dilakukan dengan berpartisipasi dalam
kampanye kesadaran cyber dan menyebarkan informasi tentang praktik yang
aman.
6. Melindungi Data Pribadi: Data pribadi yang tidak terlindungi dapat
dieksploitasi oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Penting untuk
menggunakan sandi yang kuat dan melindungi informasi pribadi dengan baik.
7. Mendukung Platform dan Inisiatif yang Memprioritaskan Keamanan: Memilih
platform online yang menerapkan kebijakan yang ketat terhadap perilaku
merugikan dan memiliki fitur keamanan yang kuat dapat membantu
menciptakan lingkungan online yang lebih aman dan positif.
Penting untuk meningkatkan literasi digital, yaitu kemampuan untuk
memilah informasi secara kritis dan bertanggung jawab dalam berinteraksi online.
Hal ini dapat membantu individu mengenali informasi yang valid dan menghindari
penyebaran informasi palsu yang dapat merugikan.
Selain itu, membangun perilaku online yang positif seperti menghormati
orang lain, tidak menyebarkan konten negatif, dan menghindari perilaku
cyberbullying juga sangat penting. Dengan berperilaku secara etis dan sopan dalam
berinteraksi online, lingkungan online dapat menjadi lebih aman dan
menyenangkan bagi semua pengguna.
Menyediakan sistem penghargaan dan apresiasi bagi kontributor konten
positif juga dapat mendorong individu untuk terlibat dalam aktivitas yang
membangun dan mendukung. Penghargaan ini dapat memotivasi individu untuk
terus berkontribusi secara positif dalam lingkungan online.
DAFTAR PUSTAKA
Agustina, L. (2020). Viralitas konten di media sosial. Majalah Semi Ilmiah Populer
Komunikasi Massa, 1(2).
Aprilia, N., Pratikto, H., Aristawati, A. R., & Psikologi, F. (2023). Kecenderungan
adiksi judi online pada penjudi online: Bagaimana peran self-control? INNER:
Journal of Psychological Research, 2(4), 888–895.
Azhar, A. F., & Soponyono, E. (2020). Kebijakan Hukum Pidana dalam Pengaturan
dan Penanggulangan Ujaran Kebencian (Hate Speech) di Media Sosial. Jurnal
Pembangunan Hukum Indonesia, 2(2), 275–290.
https://doi.org/10.14710/jphi.v2i2.275-290
Conney Stephani, O. Y. (2021). Riset Ungkap Lebih dari Separuh Penduduk
Indonesia “Melek” Media Sosial. Kompas.com.
https://tekno.kompas.com/read/2021/02/24/08050027/riset-ungkap-lebih-
dari-separuh-penduduk-indonesia-melek-media-sosial
Darmawan, A., Lestari, M., & Wibawati, Y. (2019). Sosialisasi Penggunaan
Internet Sehat bagi Remaja Karang Taruna. Jurnal PkM Pengabdian kepada
Masyarakat, 2(02), 71. https://doi.org/10.30998/jurnalpkm.v2i02.3011
Dwinata, A. C., & Hidayatullah, A. F. (2021). Kajian Literatur: Identifikasi Konten
Negatif Pada Twitter Dengan Deep Learning. Automata, 2(1), 146–150.
Habib, A., Fikry, A., Hukum, F., & Semarang, U. N. (2022). Edukasi Anti-Hoax
Untuk Remaja Desa : Perspektif Literasi Digital dan Hukum. Jurnal Dedikasi
Hukum : Jurnal Pengabdian Hukum Kepada Masyarakat, 2(3), 329–338.
Indonesia, B. (2022). Judi online marak di Indonesia, sejumlah orang kecanduan -
“Uang tabungan habis, mobil saya jual.” BBC Indonesia.
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-61404363
Menkominfo. (2023). Menkominfo: Kominfo Putus Akses 1,9 Juta Konten
Pornografi. Kominfo : Indonesia Terkoneksi.
https://aptika.kominfo.go.id/2023/09/menteri-budi-arie-kominfo-putus-akses-
19-juta-konten-pornografi/
Ni Luh Ayu Mondrisa Dwipana, Setiyono, H. P. (2020). CYBERBULLYING DI
MEDIA SOSIAL. Bhiwara Law Journal, 1(2), 63–70.
Parwitasari, T. A., Budyatmojo, W., Hukum, F., Maret, U. S., & Hukum, K. (2022).
Kesadaran hukum dan etika dalam menggunakan media sosial. Jurnal Gema
Keadilan, 9(1).
Rahman, R. A. (2023). Kominfo Tangani 3,7 Juta Konten Negatif Hingga 17
September 2023. Kominfo. Kominfo Tangani 3,7 Juta Konten Negatif Hingga
17 September 2023
Rajab, A., Rohmana, N. Y., Djanggih, H., Hipan, N., Dunn, A. M., Hofmann, O.
S., Waters, B., Witchel, E., Politik, P., Di, L., Dalam, A., Pemilu, S., &
Sujamawardi, L. H. (2017). Urgensi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi Dan Transaksi Elektronik Sebagai Solusi Guna Membangun Etika
Bagi Pengguna Media. Dialogia Iuridica: Jurnal Hukum Bisnis dan Investasi,
9(October), 463–472.
Ramdhani, M. S., & Asfari, N. A. B. (2023). Pornografi pada Remaja: Faktor
Penyebab dan Dampaknya. Flourishing Journal, 2(8), 553–558.
https://doi.org/10.17977/um070v2i82022p553-558
Rizky Pratama Putra Karo Karo. (2023). Hate Speech: Penyimpangan terhadap UU
ITE, Kebebasan Berpendapat dan Nilai-Nilai Keadilan Bermartabat. Jurnal
Lemhannas RI, 10(4), 52–65. https://doi.org/10.55960/jlri.v10i4.370
Simarmata, J., Iqbal, M., Hasibuan, M. S., Limbong, T., & Albra, W. (2019). Hoaks
dan Media Sosial: Saring Sebelum Sharing. In Serial Buku Saku (Nomor
October).
https://www.researchgate.net/profile/Ms_Hasibuan/publication/336320022_
Hoaks_dan_Media_Sosial_Saring_sebelum_Sharing/links/5d9c7600299bf1c
363ff46c8/Hoaks-dan-Media-Sosial-Saring-sebelum-Sharing.pdf
Susanti, V. S. (2019). Pornografi Dunia Maya Menurut Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana, Undang-Undang Pornografi Dan Undang-Undang Informasi
Elektronik. Jurnal Gagasan Hukum, 1(01), 109–129.
https://doi.org/10.31849/jgh.v1i01.2894
Syahputra, M. C. (2020). Jihad Santri Millennial Melawan Radikalisme Di Era
Digital : Studi Gerakan Arus Informasi Santri Nusantara Di Media Sosial.
Jurnal Islam Nusantara, 04(01), 69–80.
https://doi.org/10.33852/jurnalin.v4i1.187
Tasya Jadidah, I., Milyarta Lestari, U., Alea Amanah Fatiha, K., Riyani, R., Ariesty
Wulandari, C., Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, P., Islam Negeri
Raden Fatah Palembang, U., & H Zainal Abidin Fikri, J. K. (2023). Analisis
maraknya judi online di Masyarakat. JISBI: Jurnal Ilmu Sosial dan Budaya
Indonesia, 1(1), 20–27.
Alinurdin, A. (2019). Etika penggunaan internet (digital etiquette) di
lingkungan mahasiswa. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan, 6(2), 123.
Larasati, A. K., Widyaningsih, A., & Aryanto, C. A. Keterlibatan Hukum dan
Etika di Era Internet. Indigenous Knowledge, 2(2), 158-164.
https://jurnal.kominfo.go.id/index.php/pekommas/article/download/2030104
/pdf
https://inet.detik.com/security/d-7054249/statistik-kejahatan-siber-di-
indonesia-selama-2023

[The Dos and Don'ts of Digital


Citizenship](https://www.commonsense.org/education/digital-citizenship)
[The Power of Positivity: Why Language
Matters](https://www.psychologytoday.com/us/blog/what-mentally-strong-people-
dont-do/201708/the-power-positivity-why-language-matters)
[The Power of Positive Online
Communication](https://www.verywellfamily.com/communicating-positively-online-
460502)
[How to Prevent
Cyberbullying](https://www.stopbullying.gov/cyberbullying/prevention)
[Protecting Your Privacy Online](https://www.consumer.ftc.gov/articles/0272-how-
keep-your-personal-information-secure)
[Stay Safe Online](https://www.staysafeonline.org/)
[Internet Safety and Security Tips for Everyone](https://www.us-cert.gov/ncas/tips)
Fimela.com, "Bersama Membangun Internet Menjadi Lebih Baik: Langkah-langkah
Instagram untuk Menciptakan Lingkungan Media Sosial yang Aman dan Positif"

Anda mungkin juga menyukai