Anda di halaman 1dari 5

LITERASI DIGITAL DALAM MENGHADAPI HOAKS DI MEDIA SOSIAL

MENJELANG PEMILU 2024

Avtah Ainaya
Pia Khoirotun Nisa, M.I.Kom

Program Studi Ilmu Komunikasi dan Penyiaran Islam


Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Email: aavtah@gmail.com

Abstrak
Literasi digital adalah sebuah bentuk dari kemampuan seorang individu dalam mendapatkan
infprmasi serta memahaminya dan juga menggunakan informasi yang berasal dari berbagai sumber
dalam bentuk digital. Literasi digital sangat diperlukan dalam mengatasi masalah ledakan
informasi yang terus meningkat dan bertambah di dalam media sosial. Dengan paparan dari
berbagai macam informasi dari media mengakibatkan tidak sedikit masyarakat yang menjadi ragu
akan informasi yang ada itu benar atau tidak, valid atau tidak. Apalagi saat menjelang pemilu
seperti saat ini, banyaknya berita hoaks yang bertebaran membuat kesalahan informasi yang
dipahami oleh amasyarakat. Maka dari itu lierasi digital harus ditingkatnkan dalam menghadapi
hoaks menjelang pemilu 2024 ini.

Kata kunci: Literasi Digital, Hoaks, Pemilihan Umum

Pendahuluan
Literasi digital sangat diperlukan pada saat menjelang pemilu seperti Sekarang ini, hal itu
dikarenakan hoaks yang merajalela di media sosial. Dengan majunya teknologi seperti sekrang ini
masyarakat dapat mengakses informasi dengan sangat mudah, dan dengan majunya teknologi
membuat masyarakat kebajiran akan informasi yang begitu besar, hal itu mnegakibatkan sulitnya
bagi masyarakat untuk mencerna dan juga memverivikasi beragam berita yang diterima. Hal itulah
yang mengakibatkam banyaknya masyarakat yang masih percaya akan hoaks-hokas yang
bertebaran di media sosial.
Saat ini hoaks juga merupakan bagian dari politik dan tidak bisa untuk dipisahkan. Dimana
orang-orang yang tidak bertanggung jawab menggunakan hoaks secara sengaja untuk
memprovokasi masyarakat. Di Indonesia sendiri hoaks digunkana juga untuk mempengaruhi suara
dalam pemilu mendatang. Dan media sosial merupakan sarana paling ampuh dalam penyebaran
berbagai informasi bohong atau hoaks, hal itu dikarenakan masyarakat Indonesia dari semua
kalangan menggunakan media sosial, hingga banyak orang yang tidak memiliki kemampuan
literasi digital menalan segala informasi secara mentah.
Maka dari itu pada masa menjelang pemilu 2024 saat ini literasi digital sangat diperlukan
agar masyarakat lebih pintar dan dapat mencerna informasi yang di terima dengan baik. Dengan
meningkatkan literasi digital akan membuat masyarakat dapat mengawasi, mediskusikan, bahkan
sampai melaporkan hal-hal terkait penyelenggaraan persiapan pemilu 2024 mendatang, dan
dengan adanya literasi digital yang baik masyarakat juga dapat menangkal setiap berita hoaks yang
merajalela di media sosial.
Metode Penelitian
Metode penulisan ini mengambil metode studi pustaka, yaitu metode dalam bentuk
pengkajian konseptual berdasarkan data yang dikumpulkan serta karya tulis ilmiah sebelumnya
yang berkaitan dan relevan dengan permasalahan penelitian. Studi Pustaka itu sendiri merupakan
sebuah teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaah terhadap buku-buku,
literatur-lieratur, catatan-catatan, dam laporam-laporam yang ada hubungannya dengan masalah
yang dipecahkan (Nizar, 2013). Digunakannya teknik ini adalah bertujuan untuk bisa mendapatkan
dasar-dasar dan juga pendapat secara tertulis dan dilakukan dengan cara mempelajari berbagai
lieratur yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

Hasil dan Pembahasan


Literasi digital itu sendiri merupakan sebuah kemampuan yang dimiliki oleh seorang
individu dalam menggunakan alat digital secara tepat tepat sehingga individu tersebut dapat
terfasilitasi untuk mengakses, lalu mengelola, menngeintegrasikan, mengevaluasi serta
menganalisis sumber daya digital untuk membangun pengetahuan baru, membuat media
berekpspresi, berkomunikasi dengan individu lain dalam situasi kehidupan tertentu agar
mewujudkan pembangunan sosial, dari beberapa bentuk literasi, yakni: computer, informasi
teknologi, visual, media dan komunikasi (Martiin, Swarbrick, & Cammarta, 2008). Literasi digital
tidak hanya mengenai kemampuan indivudu dalam membaca saja, melainkan lebih dari itu, literasi
digital juga mencangkup penguasaan ide-ide dan juga membaca dengan makna serta mengerti.
Jadi literasi digial menitik beratkan pada sebuah proses berpikir kritis apabila seorang individu
berhadapan dengan media digital (Naufal, 2018). Definisi litersi digital lainnya adalah kemampuan
seprang indivudu dalam menerapkan perangakat digital cara fungsional yang lalu individu tersebut
dapat menemukan informasi serta memeilihnya dengan baik dan juga dapat berpikir secara kritis,
berkereativitas, berkomunikasi secara efekif serta tetap mengiraukan keamanan elektronik serta
kontek sosial-bidaya yang berkembang. (Hague & Payton, 2010). Lalu terdapat beberapa aspek
yang mnyangkut literasi digital, antara lain:
a. Perakitan pengetahuan yakni sebuah kemampuan dalam membangun informasi dari
berbagai macam sumber yang terpecaya
b. Kemamouan dalam nyajikan informasi termasuk kedalam berpikir kritus dalam memahami
informais dengan kewaspadaan terhadap validitas serta kelengkapan sumber dari internet.
c. Kekmapuan dalam membaca serta mamhami materi informasi yang tidak berurutan dan
juga dinamis.
d. Kesadaran akan arti penting medua konvensional dan juga menghubungkannya dengan
internet.
e. Kesadaran terhadap terhadap suatu akses jaringan orang yang daoat digunakan sebagai
sumber rujuan serta pertolingan.
f. Merasa nyaman serta memiliki akses untuk mengkomunikasikan serta mempublikasikan
sebah informasi.
Sedangkan hoaks merupakan suatu bentuk peniuan yang memiliki tujuan untuk membuat
sebuah sesuatu yang lucu atau membawa bahaya. Apabila dalam Bahasa Indonesia hoaks
merupakan berita yang bohong, informasi yang palsu, atau hoaks merupakan kabar yang berisikan
dusta. Hoaks juga merupakan suatu kata yang digunakan untuk menunjkan senuah pemberitaan
palsu atapu hoaks juga merupakan usaha untu menipu atau mengakali pembaca untuk
mempercayai sesuatu. Biasanya berita palsu diuanggah dngan tujuan untuk skedar lelucon, iseng
hingga untu membentuk opini public. Maka dari itu hoaks meruapak sesuatu yang menyesatkan,
apalagi jika sang pengguna internet tidak kritis dan tidak mempunayai kemampuan literasi digital
(Juditha, 2018). Lalu terdapat beberapa ciri-ciri dari berita paslu, anatara lain (Batoebara, Suyani,
& Nuraflah, 2020):
a. Berita palsu atau hoaks dapat mengakibatkan kebencian, kecemasan serta permusuhan
pada masyarakat yang terpapar. Hoaks biasa beredar di media soisla, biasnay tersebar dari
akun sat uke akun lainnya, lalu berpindah dari satu aplikasi media sosila ke aplikasi media
sosial lainnya, dan dalam waktu bebrapa jam tidak diketahui siapa yang pertama kali
menyebarkan berita tersebut telah mengundah sebuah amarah atau rasa takut pengguna
lainnya. Hal itu mengakibatkan terpancingnya sebuah perdebatan sehingga menimbulkan
sikap saling membenci anatar satu individu sengan individu lainnya.
b. Tidak ada kejelasan sumber beritanya. Berita hoaks yang sudah tersebar di media sosial
sudah pasti terverifikasi, tidak berimbang serta cenderung menyudutkan pihak tertentu.
c. Berita hoaks berisi biasanya fanatisme atas nama suatu ideologi, judul serta pengantarnya
provokatif, memberikan penghakiman bahkan sampai penghukuman, selain itu berita
hoaks jyga menyembunyikan fakta serta data, bahkan mencatut tokoj tertentu.
Lalu pemilu itu sendiri apabila kita melihat dai Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 tentang
Pemilu (Pemilihan Umum), pada pasal 1 tertulis bahwa pemilu yang selanjutnya disebut pemilu
ada sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota Dewan Perwakilah Rakyat, anggota Dewan
Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 (Salim, 2023). Pemilihan umum atau Pemilu juga merupakan
sebuah perwujudan dari kedaulatan bagi para rakyat dan juga demokrasi yang mana pemilu
murapakan penentu para wakil rakyat yang nantinya akan duduk di Lembaga perwakilan rakyat
selain itu pemilu juga dosaat rakyat dapat memilih presiden beserta wakilnya yang nantinya akan
memimpin pemerintahan Republik Indonesia (Erwin, 2012). Sedangkan pemilihan umum menurut
Ali Moertopo merupakan sebuah sarana yang tersedia bagi rakyat untuk menjalankan
kedaulatannya serta merupakan sebiah Lembaga demokrasi (Handoyo, 2009). Terdapat beberapa
fungsi dari pemiliha umum, antara lain:
a. Legistimasi atau pengabsahan sistem politik serta pemerintaha suatu parta atau aprta
koalisi.
b. Pelimpahan kepercayaan kepada seorang atau sebuah partai
c. Rekruitas elit partai politik.
d. Sebuah representase pendapat serta kepentingan para pemilih.
e. Untuk memobilisasi massa pemilih agar nilai-nilai masyarakat, segala tujuan dan [rogram
politik, kepentingan parpol peserta pemilu.
f. Sebagai pengontro;an kesadaran politik masyarakat lewat sebuah penggambaram yang
masalah jelas semua masalah poltik yang dihadapu dan juga alternatif penanggunlangan.
g. Menundang suatau persaingan untuk perebutan kekuasaan berdasarkan penewaran
program-peogram tandingan.
h. Untuk membangun ksiagaan untuk perubahan kekuasaan.
Apabila kita lihat realitasnya pada saat ini, banyaknya hoaks yang beredar di segala platform
media sosial menjelang pemilu, dan tidak sedikit juga masyarakat yang mempercayai hoaks-hoaks
tersebut. Saat ini hampir seluruh kalangan di masyarakat pasti mempunyai dan menggunakan
media sosial, mulai dari anak kecil, anak muda, orang dewasa bahkan sampai orang tua, mereka
menggunakan media sosial secara aktif. Dan dari beberapa kalangan tersebut masih banyak yang
kemampuan literasi digitalnya kurang, hal itu mengakibatkan mereka menerima segala informasi
yang didapat secara mentah-mentah.
Saat ini banyak kita lihat di kolom komentar TikTok, Twitter, WhatsApp yang menyebarkan
berita palsu menegnai pemilu mendatang. Beberapa waktu lalu beredar sebuah gambar dari kartu
pemilihan umum 2024 dalam bentuk digital tersebar di media sisoal. Kita bisa lohat dari gambar
yang telah tersebar luas di dunia maya terdapat kartu pemilih dan terdapat logo Komisi Pemilihan
Umum dan kartu tersebut juga berisi data serta identitas diri, lengakp Mukai dari nama, gender,
bahkan hingga kode TPS yang terletak disebelah kanan. Tetapi fakanya KPU telah membantah
akan kartu yang tersebar di dunia maa tersebut. ketua dari KPU sudah menegaskan bahwasannya
pihak KPU tidak membuat serta menerbitkan kartu pemilih. Dan sekali lagi KPU menegaskan
kepada masyarakat luas akan berita hoaks tersebut bahwa apabila dilihat dari Undang-undang
Peimu, KPU tidak memeiliki wewenanguntuk membuat serta menerbitkan kartu pemilih.
Lalu bekangan ini juga sempat ramai di masyarakat bahkan beberapa dari mereka
mempercayai berita bohong tersebut, berita hoaks tersbut berbentuk video, dan didalam video
tersebut mengakatakan bahwasnaya hasil Pemilu sudah di tetapkan oleh KPU. Faktanya video
yang beredar di dunia maya itu adalah berita palsu. Lagi-lagi ketua dari KPU menegaskan kepada
masyarakat bahwa video yang tersebar di dunia maya tersbut tentu saja mengada-ngada dan tidak
masuk akal. Berhubung peilu masih dadakan 2024 mendatang, maka KPU saat ini fokus utuk
melakukan sejumlah tahapan menuju Pemilu 2024.
Dari sini dapat kita ambil kesimpulan bahwasanya masyarakat Indonesia masih sangat perlu
meningkatkan literasi digital dalam menghadapi hoaks menjalang pemilu 2024. Hal itu
dikarenakan masih banyaknya masyarakat yang masih mempercayai akan hoaks yang bertebaran
di media sosial. Kesadaran kritis, diskusi piliham kritus serta aksi sosial merupakan hal yang
terpenting dalam literasi digital, akan tetapi masyarakt Indonesia mesih belum memahami semua
hal itu. Hal yang paling kecil yang bisa dilakukan kita sebagai orang yang paham akan ciri berita
hoaks dan literasi digital adalah memberi tahu orang terdekat mengenai literasi digital serta ciri-
ciri berita hoaks agar mereka tidak mudah mempercai berita palsu yang bertebaran. Dan juga kita
sebagai pengguna media sosial yang aktif harus pintar dalam memilih informasi agar tidak terkena
berita hoaks.

Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, dapat dismpulkan beberapa hal berikut ini: Literasi digital tidak
hanya mengenai kemampuan indivudu dalam membaca saja, melainkan lebih dari itu, literasi
digital juga mencangkup penguasaan ide-ide dan juga membaca dengan makna serta mengerti.
Jadi literasi digial menitik beratkan pada sebuah proses berpikir kritis apabila seorang individu
berhadapan dengan media digital Hoaks juga merupakan suatu kata yang digunakan untuk
menunjkan senuah pemberitaan palsu atapu hoaks juga merupakan usaha untu menipu atau
mengakali pembaca untuk mempercayai sesuatu. Biasanya berita palsu diuanggah dngan tujuan
untuk skedar lelucon, iseng hingga untu membentuk opini public. Maka dari itu hoaks meruapak
sesuatu yang menyesatkan, apalagi jika sang pengguna internet tidak kritis dan tidak mempunayai
kemampuan literasi digital.
Pemilihan umum juga merupakan sebuah perwujudan atas sebuag kedualatan rakyat serta
demokrasi dimana sebagai penentu wakil-wakil rakyat yang akan duduk pada suatu Lembaga
perwakilan rakyat yang juga memilih presiden serta wakilnya termasuk juga memilih pemimpin
yang nantinya akan memimpin pemerintahan.
Masyarakat Indonesia masih sangat perlu meningkatkan literasi digital dalam menghadapi
hoaks menjalang pemilu 2024. Hal itu dikarenakan masih banyaknya masyarakat yang masih
mempercayai akan hoaks yang bertebaran di media sosial. Kesadaran kritis, diskusi piliham kritus
serta aksi sosial merupakan hal yang terpenting dalam literasi digital, akan tetapi masyarakt
Indonesia mesih belum memahami semua hal itu.

Daftar Pustaka
Batoebara, M. U., Suyani, E., & Nuraflah, C. A. (2020). LITERASI MEDIA DALAM
MENAGGULANGI BERITA HOAKS. Jurnal Warta, 35-36.
Erwin, M. (2012). Pendidikan Kewarganegaraan Republik indonesia. Bandung: PT Refika
Aditama.
Hague, & Payton. (2010). Digital literacy across the curriculum a Futurelab handbook.
Handoyo, B. H. (2009). Hukum Tata Negara, Menuju Konsolidasi Sistem Demokrasi. Yogyakarta:
Universitas Atmajaya.
Juditha, C. (2018). Interaksi Komunikasi Hoax di Media Sosial serta Antisipasinya Hoax
Communication Interactivity in Social Media and Anticipation. Jurnal Pekommas, 33.
Naufal, H. A. (2018). Literasi Digital. Perspektif, 197.
Nizar, M. (2013). Metode Peneltian. Bogor: Ghalia Indonesia.
Martiin, A., Swarbrick, J., & Cammarta, A. (2008). Farmasi Fisik. Jakarta: Penerbit UI Press.
Salim, H. J. (2023, may 05). Apa Sih Pengertian Pemilu, Asas, Prinsip, dan Tujuannya? Simak
Faktanya. Retrieved from Liputan 6: https://www.liputan6.com/cek-
fakta/read/5194577/apa-sih-pengertian-pemilu-asas-prinsip-dan-tujuannya-simak-
faktanya

Anda mungkin juga menyukai