Anda di halaman 1dari 16

MENUMBUHKAN BUDAYA LITERASI DAN PEMANFAATAN TEKNOLOGI

MEDIA SEBAGAI UPAYA MENETRALISIR BERITA HOAKS DALAM


PRESPEKTIF AL-QUR’AN
ARJI ANDIKA
arji.dika@gmail.com

A. Pendahuluan
Dewasa ini berita hoaks banyak beredar terutama di media sosial. Media sosial
merupakan wadah yang sangat rentan dan sering digunakan sebagai tempat untuk
menyebarkan berita atau informasi yang belum teruji validitasnya oleh beberapa pihak
yang tidak bertanggung jawab. Hoaks atau berita bohong adalah informasi yang berisi hal
hal yang belum jelas atau bahkan bukan merupakan fakta yang terjadi.1 Hoaks juga
diartikan sebagai tindakan menutui informasi yang sebenarnya dengan informasi sah yang
tidak dapat diverifikasi kebenarannya, sehingga membuat masyarakat sulit membedakan
antara informasi faktual2 dan hoaks. Co-founder Provectic, Shafiq Pontoh mengatakan
hoaks ini akan memberikan dampak negatif bagi siapa saja. Kontennya biasanya berisi hal
negatif, yang bersifat hasut atau fitnah. Hoaks akan menyasar emosi masyarakat dan
menimbulkan opini negatif yang memebahayakan bagi yang terjadinya disintegrasi 3
bangsa4.
Situasi semacam ini akan meningkat dan kerap terjadi menjelang pelaksanaan
Pemilu, Pilpres dan Pilkada serentak di beberapa wilayah di indonesia. Hal ini terindikasi
adanya persaingan politik yang tidak sehat dan black campaign5 (kampanye hitam) yang
dilakukan melalui media sosial.6
1
Christiany Judhita, Interaksi komunikasi hoaks di media sosial serta antisipasinya hoaks comunication
Interactivity in social Media and Anticipation, (Jakarta: puslitbang Aplikasi Informatika Komunikasi
Publik Kementrian Komunikasi dan Infromatika RI, 2018), Jurnal pekommas, Vol.3, hal. 31
2
suatu kejadian yang bersifat nyata , benar – benar terjadi tetapi tidak terikat dengan waktu
3
disintegrasi merupakan suatu keadaan tidak bersatu padu yang menghilangnya keutuhan dan persatuan
serta menyebabkan perpecahan.
4
Sahrul Mauludi, Awas Hoax! Cerdas Menghadapi Pencemaran Nama Baik, Ujaran Kebencian dan
Hoax. (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2018), hal. 315
5
Penggunaan metode rayuan yang merusak, sindiran atau rumors yang tersebar mengenai sasaran
kepada para kandidat kepada masyarakat agar menimbulkan persepsi yang dianggap tidak etis terutama
dalam hal kebijakn publik
6
Christiany Juditha,Interaksi Komunikasi hoaks di Media Sosial serta Antisipasinya Hoaks
Comunication Interactivity in Social Media and Anticipation, (Jakarta: Puslitbang Aplikasi Informatika
Komunikasi dan Informatika RI, 2018), Jurnal pekomas, Vol. 3, hal. 32

1
sebagian orang mennggunakan media sosial untuk menyebarkan kebencian dan provoksi.
Keadaan ini bisa menjadi ancaman serta memberikan dampak negatif yang mengarah pada
permusuhan bahkan perpecahan antar umat islam.
Padahal al-Qur’an telah memberikan penjelasan kepada uamat manusia agar selalu
berkata benar, terlebih dalam penyampaian sebuah berita, karna dengan menyampaikan
sebuah berita berarti memberikan sebuah petunjuk atas kebenaran hal tersebut. Hasi sebuah
penelitian yang dilakukan oleh Mastel, mengungkapkan dari 1.146 responden, 44,3%
diantaranya menerIma berita hoaks setiap hari 17,2% menerima lebih dari satu kali dalam
sehari.7 Berdasarkan data yang dan dipaparkan oleh Kementrian Komunikasi dan
Informatika, disebutkan ada sebanyak 800 ribu situs di Indonesia yang terindikasi sebagai
penyebar hoaks dan ujaran kebencian.8 Kasus semacam ini sangat mudah terjadi, terutama
di masyarakat yang tingkat literasiya masih sagat rendah. Mereka akan mudah menerima
informasi begitu saja tanpa melakukan validitas berita.
Disini literasi dan pemanfaatan media hadir, sebagai penetralisir bagi masyarakat
agar kritis terhadap isi media sekaligus menentukan informasi yang bisa diambil serta
dibutuhkan dan dipertanggungjawabkan dari media tersebut. Sebab literasi media sangat
dibutuhkan ditengah tingginya permasalahan penyebaran berita bohong oleh pihak yang
tidak bertanggung jawab melalui media internet. Untuk itu, pada tulisan ini penulis akan
membahas tentang bagaimana konsep literasi media, bagaimana fenomena hoaks di media
sosial dalam al-Qur’an serta bagaimana membangun budaya literasi dan pemanfaatan
media sebagai upaya menetralisir berita hoaks dalam prespektif al-Qur’an?
B. Pembahasan
1. Konsep Literasi Media
Dalam memahami isi pesan media massa, diperlukan sebuah kecakapan yaitu
literasi media. Dengan kata lain, literasi media merupakan payung untuk melindungi
masyarakat dari ‘guyuran’ informasi media massa. Maka literasi media dapat dijadikan
sebagai kunci bagi terbentuknya masyarakat yang cerdas dan kritis sehingga tidak mudah
tergerus arus informasi dari media massa9.
7
Mastel, Hasil Survey Mastel Tentang Wabah Hoaks Nasional, (2017), dikases pada 30 Oktober
2021 dari situs: http://mastel.id/infografis-hasil-survey-mastel-tentang-wabah-hoaks-nasinal/
8
Aulia Bintang Pratama, ada 800 Ribu Situs Penyebar Hoaks di Indonesia. Diakses pada 30 Oktober
2021, http://www.cnnindonesia.com/teknologi/20161229170130-185-182956/ada-800-ribu-situs-penyebar-
hoaks-di-indonesia/
9
Ibid.,

2
Istilah literasi media berasal dari bahasa Inggris yaitu Media Literacy yang terdiri
dari dua suku kata. Yakni media yang merupakan wadah pertukaran pesan dan literacy
berarti melek.10 National Leadership Conference on Media Literacy merumuskan definisi
literasi media sebagai kemampuan seseorang untuk mengakses, menganalisis,
mengevaluasi, serta memproduksi media untuk tujuan tertentu. 11 Deborah Potter,
memandang literasi media sebagai suatu perspektif yang secara aktif dipakai dalam
menafsirkan pesan-pesan yang ditemui dari media.12 Selain itu, Hobbs menambahkan,
literasi media adalah proses dalam menganalisis secara kritis pesan- pesan yang terdapat
dalam media yang kemudian menciptakan pesan menggunakan alat media.13 Literasi
media berhubungan dengan bagaimana khalayak dapat mengambil kontrol atas media.
Meskipun pada awalnya literasi media ditujukan kepada semua sumber rujukan informasi
seperti buku, majalah, artikel jurnal, televisi, dan radio. Namun, pada saat ini literasi
media yang menjadi fokus perhatian ialah media internet, karena kemudahan dalam
mengakses dengan gawai14 yang praktis dan dapat dibawa ke mana saja.15
Dari uraian diatas dapat dipahami dalam artian sederhana, literasi merupakan
sebuah kemampuan membaca, menulis, dan menganalisa secara kritis serta mencari
kebenaran pesan - pesan yang diterima. Namun, budaya literasi ini belum menjadi budaya
di negara Indonesia. Minat baca masyarakat Indonesia masih sangat rendah dan
memprihatinkan.16 Central Connecticut State University pada Maret 2016 lalu
menyebutkan, minat membaca di Indonesia menempati peringkat ke 60 dari 61 negara 17.
Menurut data UNESCO, Indonesia menempati urutan kedua dari bawah soal literasi
dunia, hanya 0,001 persen, artinya dari 1000 orang cuma satu orang yang memiliki rajin
membaca.18
10
Sri Hadijah Arnus, Literasi Media: Cerdas dan Bijak Menikmati Konten Media Baru,
(Kendari: 2017), Institut Agama Islam Negeri Kendari, hal. 10
11
Dyna Herlina Suwarto, Gerakan Literasi Media, (Yogyakarta: Universitas Negri Yogyakarta,
2018), Rumah Sinema, hal. 17
12
Deborah Potter, Buku Pegangan Jurnalisme Independen. (Jakarta: Biro Program Informasi
Internasional Deplu AS, 2006), hal. 60
13
Hobbs, Media Literacy, Media activism, Telemedium. The Journal of Media Literacy. (1996)
Vol. 2, hal. 42
14
Kata gawai merupakan padanan kata dari gadget. Menurut KBBI, kata gawai berarti alat atau
perkakas penunjang pekerjaan dan komunikasi.
15
Vibriza Juliswara, Mengembangkan Model Literasi Media yang berkebhinnekaan dalam
Menganalisis Informasi Berita Palsu (Hoaks) di Media Sosial, (Jakarta: 2017), Jurnal Pemikiran Sosiologi,
Vol. 4, hal 14
16
Sahrul Mauludi, Awas Hoax! Cerdas Menghadapi Pencemaran Nama Baik, Ujaran Kebencian
dan Hoax. (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2018), hal. 332
17
Ibid.,
18
Nur ainiyah, Membangun Penguatan Budaya Literasi Media dan Informasi dalam Dunia
Pendidikan, (Situbondo: Institut Agama Islam Ibrahimy, 2017), JPII, Vol. 2, hal. 72
3
Sebagian besar orang Indonesia lebih terbiasa mendengar dan berbicara daripada
berliterasi. Hal ini disebabkan kurangnya motivasi untuk membaca dan sikap malas untuk
mengembangkan gagasan.19
Selanjutnya, ada beberapa komponen dalam literasi media yaitu: produksi, bahasa,
penyajian dan audiens. Empat komponen ini menjadi dasar dalam penerimaan informasi
atau berita20. Dalam menerima atau menafsirkan berita yang diperoleh tentunya
diharapkan setiap individu memiliki kecakapan dalam menganalisa berita tersebut,
kecakapan itu meliputi: menganalisa, mengevaluasi, mengelompokan informasi. 21
Dengan kecakapan tersebut, maka masyarakat dituntut untuk “melek media”.22

2. Fenomena hoaks di Media Sosial


Hoaks dalam Oxford Dictionary ialah deceive somebody with a hoaks, berarti
memperdaya seseorang dengan sebuah berita bohong23. Hoaks juga didefinisikan to
deceive someone by making them believe something which has been maliciously or
mischievously fabricated, memperdaya beberapa orang dengan membuat mereka percaya
sesuatu yang telah dipalsukan24. Sedangkan hoaks dalam Bahasa Indonesia adalah berita
bohong, informasi palsu, atau kabar dusta 25. Dengan demikian, hoaks dapat diartikan
sebagai berita palsu yang dibuat untuk memperdaya seseorang.
Timbulnya hoaks ini tidak lepas dari perkembangan teknologi media yang telah
mengubah alat-alat komunikasi menjadi lebih cepat dan membentuk global village26
(kampung global)27.
19
Ibid., hal. 73
20
Muhajir Effendi, Gerakan Literasi untuk Tumbuhkan Budaya Literasi, (Jakarta: Jendela
Pendidikan dan Kebudayaan, 2016), hal. 4
21
Ibid., hal 5
22
Melek media: menjadi pribadi yang paham, berpengetahuan luas , mampu menganalisis, menilai,
dan mampu untuk berpendapat secara kritis atas informasi atau pesan media yang kita dapat. Sehingga kita
dapat senantiasa mengambil sikap atas sebuah isu atau permasalahan tertentu secara bijak dan tidak mudah
terbawa arus dan tergiring opininya menuju hal yang bersifat negatif.
23
Oxford University, Oxford Learner’s Pocket Dictionary, (New York, Oxford University Press,
2017), Cet.4, hal. 211
24
Ibid., hal 211
25
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 2013), Cet. III, hal 45
26
Global Village berarti dengan perantaraan media komunikasi modern, memungkinkan berjuta-
juta orang di seluruh dunia merasakan kedekatan antara satu dan yang lain dalam sebuah lingkaran, lihat
Little John, Theories of Human Communication, Fifth (New York: Wadsworth Publishing Company,
1996), hal. 324
27
Jay W. Jensen Rivers and Theodore Peterson, dalam Luthfi Maulana, Kitab Suci dan Hoaks:
Pandangan Alquran dalam Menyikapi Berita Bohong, (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2017), Jurnal
Ilmiah Agama dan Sosial Budaya, Vol. 2, hal. 211
4
Kecepatan alat-alat komunikasi berpengaruh pada tumbuhnya media sosial. Ia telah
mengubah cara komunikasi antara masyarakat dan individu. Sebuah komunikasi dan
informasi dapat tersebar secara cepat, bahkan tidak ada batasan tertentu, sehingga semua
masyarakat bebas mengeluarkan pendapat. Semua menjadi lebih mudah dalam menerima,
berbagi, dan memberi komentar melalui media sosial seperti whatsapp, facebook, twitter,
instagram, youtube, dan media lainnya. Informasi kemudian saling bertumpuk, karena
direproduksi melalui opsi bagi (share) dan salin (copy) dalam sistem media sosial28.
Kebebasan mengeluarkan berita ini secara tidak langsung menyebabkan merebaknya
berita hoaks dalam rangka membentuk opini publik. Demi kepentingan tertentu, berita
hoaks bisa digunakan untuk saling menyerang, menuduh, bahkan mengklaim sebuah
kelompok atau pun agama tertentu yang paling unggul dibandingkan yang lainnya 29.
Ketua Dewan Pers, Yosep Adi Prasetyo, menyebutkan beberapa ciri hoaks atau
berita bohong diantaranya:30
1. Ketidakjelasan sumber beritanya, berasal dari situs yang tidak dapat
dipercayai dan keterangan tentang siapa penulisnya tidak jelas.
2. Isi pemberitaan tidak berimbang dan cenderung menyudutkan pihak
tertentu.
3. Sering bermuatan fanatisme atas nama ideologi. Dimana judul dan
pengantarnya provokatif, memberikan penghakiman bahkan penghukuman
tetapi menyembunyikan fakta dan data, serta penyebarnya meminta apa
yang dibagikannya agar dibagikan kembali. Misalnya: MK Salah dan
Minta Maaf dan Akan Melantik Prabowo- Sandi, Sri Mulyani: Jika
Rakyat Mengizinkan Daerah Bali Kita Jual Untuk Bayar Hutang,
Laskar Pembela Islam Diberangkatkan Untuk Berjihad di Wamena. 31

Sebanyak 92,4 responden menyatakan mendapatkan konten hoaks melalui media


sosial seperti Facebook, Twitter, dan Instagram. Angka ini cukup jauh jika dibandingkan
dengan situs web, televisi, media cetak, email, dan radio. 32 Adapun jenis hoax yang paling
banyak diterima adalah masalah sosial politik, yaitu sekitar 91, 8 persen, dan masalah
SARA sebanyak 88, 6 persen.33
28
Ratna Istriyani and Nur Huda Widiana, Etika Komunikasi Islam Dalam Membendung Informasi
Hoaks Di Ranah Publik May, (2016), Jurnal Ilmu Dakwah, Vol. 36, hal. 296
29
Ibid,.
30
Berita Dewan Pers, Etika Menjaga dan Melindungi Kemerdekaan Pers, (2017), Dewan Pers,
hal. 2
31
Https://m.detik.com/news/berita/d-4368351/62-hoax-pemilu-2019-teridentifikasi- kominfo-ini-
daftarnya
32
Mastel, Hasil Survey Mastel Tentang Wabah Hoaks Nasional, (2017), Diakses pada 14 maret
2019 dari situs: http://mastel.id/infografis-hasil-survey-mastel-tentang- wabah-hoax-nasional/
33
Sahrul Mauludi, Awas Hoax! Cerdas Menghadapi Pencemaran Nama Baik, Ujaran Kebencian
dan Hoax. (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2018), hal. 315

5
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Ruri Rosmalinda, penyebab munculnya
hoaks dikarenakan oleh beberapa faktor diantaranya 34: Pertama,kemudahan bagi
masayarakat dalam memiliki alat komunikasi yang modern dan murah, dalam hal ini
adalah penggunaan smartphone sebagai media pencarian informasi. Kedua, masyarakat
mudah terpengaruh oleh isu-isu yang belum jelas tanpa memverifikasi atau
mengkonfirmasi kebenaran informasi/ berita tersebut, sehingga langsung melakukan
tindakan share informasi yang belum jelas kebenarannya. Ketiga, kurangnya minat
membaca, sehingga ada kecenderungan membahas berita dengan tidak berdasarkan data
yang akurat, hanya mengandalkan daya ingat atau sumber yang tidak jelas.
Kemudian, merebaknya peredaran hoaks di media sosial telah memberikan
dampak negatif yang sangat signifikan. Berbagai dampak yang dihasilkan ialah
sebagaimana berikut35:
a. Merugikan masyarakat, karena berita-berita hoaks berisi kebohongan besar
dan fitnah.
b. Memecah belah publik, baik mengatasnamakan kepentingan politik maupun
organisasi agama tertentu.
c. Mempengaruhi opini publik, karena hoaks menjadi provokator36 untuk
memundurkan masyarakat.
d. Berita-berita hoaks sengaja dibuat untuk kepentingan mendiskreditkan 37 salah
satu pihak, sehingga bisa mengakibatkan adu domba terhadap sesama umat
Islam.
Dampak negatif yang ditimbulkan akibat adanya hoaks tersebut akan sangat
merugikan masyarakat. Maka upaya untuk menetralisir hal tersebut dapat dimulai dengan
kepedulian untuk mencari kebenaran akan informasi yang diterima serta tetap berhati-hati
dalam mengakses informasi yang dibutuhkan.

3. Fenomena berita hoaks dalam Alquran


Menurut Tafsir Al- Maragi, istilah berita bohong (hoaks) dalam Alquran bisa
diidentifikasi dari kata (‫ ) اإلفك‬al- Ifku yang berarti mengada-
34
Ruri Rosmalinda, Fenomena penyesatan Berita di Media Sosial dalam artikel ilmiah.
(2017), diakses dari situs:
Http://www.seskoad.mil.id/admin/file/artikel/Artikel_Rury3.pdf
35
Luthfi Maulana, Kitab Suci dan Hoaks: Pandangan Alquran dalam Menyikapi Berita Bohong,
(Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2017), Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya, Vol. 2, hal. 213
36
Provokator memiliki makna orang yang memprovokasi sesuatu agar melakukan sesuatu yang
sesuai dengan apa yang diinginkan oleh orang tersebut.
37
(Berusaha untuk) menjelekkan atau memperlemah kewibawaan seseorang.

6
ada dan kebohongan yang paling berat38. Sama halnya dalam Kamus Al- Bisri, kata (‫)اإلفك‬
al- Ifku berarti kebohongan atau dusta.39 Sedangkan munculnya hoaks (sebuah
kebohongan) ini disebabkan oleh orang-orang pembangkang.40 Selanjutnya, Quraish
Shihab mengungkapkan, kata (‫ ) اإلفك‬al- Ifku ialah keterbalikan baik material seperti akibat
gempa yang menjungkirbalikkan negeri, maupun immaterial41 seperti keindahan bila
dilukiskan dalam bentuk keburukan atau sebaliknya. Yang dimaksud di sini adalah
kebohongan besar, yaitu pemutarbalikan fakta.42
Fenomena mengenai berita bohong sendiri sebenarnya sudah dijelaskan dalam
Alquran, sebagaimana terdapat dalam QS. An- Nur ayat 11. Menurut sebuah riwayat,
Asbabun Nuzul ayat ini ialah ketika Aisyah dituduh berzina oleh orang- orang munafik,
yaitu pada masa peperangan Bani Musthaliq. Ketika itu Aisyah tertinggal dari pasukan
karena sedang mencari kalungnya yang hilang. Maka dari itu, turunlah ayat ini. 43
Kisah tentang berita bohong yang ditujukan kepada Aisyah ketika ia akan pulang
menuju Madinah bersama pasukan Muslimin44. Ketika itu di sebuah perjalanan, Aisyah
merasa kehilangan kalungnya. Namun, saat Aisyah mencari kalung yang hilang tersebut,
pasukan Muslim malah meninggalkannya dan mengira Asiyah sudah bersama mereka.
Pada saat itulah Aisyah merasa tertinggal dan ia kebingungan. Aisyah pun tertidur akibat
rasa kantuknya. Setelah beberapa lama, seorang sahabat bernama Safwan bin al-Mu’attal
As- Sulami melihatnya. Lalu Safwan pun mengajak Aisyah pulang ketika dia
merundukkan kendaraannya dan mengantarkan Aisyah hingga sampai kepada rombongan
kaum Muslim.

38
Ahmad Mustafa Al-Maragi, Terjemah Tafsir Al- Maragi Juz 18, (Semarang: Pt. Karya Toha
Putra, 2012), Cet. II, hal. 112
39
Adib Bisri dan Munawwir A. Fatah, Al- Bisri Kamus Indonesia- Arab Arab- Indonesia,
(Surabaya: Pustaka Progresif, 1999), Cet. I, hal. 12
40
Luthfi Maulana, Kitab Suci dan Hoaks: Pandangan Alquran dalam Menyikapi Berita Bohong,
(Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2017), Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya, Vol. 2, hal. 214
41
Nilai yang menggunakan nurani dan juga indera, akal, perasaan, kehendak, dan keyakinan.
42
M. Quraish Shihab, Tafsir Al- Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al- Qur’an, (Jakarta:
Lentera Hati, 2002), Cet. II, hal. 296
43
Departemen Agama RI, Alquran dan Terjemah, (Bekasi: Mulia Abadi, 2015), hal.
351
44
Ahmad Mustafa Al-Maragi, Terjemah Tafsir Al- Maragi Juz 18, (Semarang: Pt.
Karya Toha Putra, 2012), Cet. II, hal. 110

7
Tetapi, setelah terjadinya peristiwa ini, beberapa dari umat Islam malah ramai-
ramai membicarakan dan menyebarkan berita bohong tentang Aisyah. Hingga selama
sebulan Aisyah merasakan ada yang beda dari Rasulullah SAW dalam menyikapinya,
bahkan hendak mendiskusikan untuk menceraikan Aisyah atas hal ini. Aisyah terus
mengeluh dan mengadu kepada Allah tentang apa yang telah terjadi, hingga turunlah QS.
An- Nur ayat 11 yang menjawab kegelisahannya45. Lalu pada ayat 12 berikutnya, Alquran
menjelaskan kembali ancaman dan bahaya terhadap orang-orang yang terlibat dalam
penyebaran berita bohong tersebut46.

‫ب‬ َ َ‫ئ ِم ْن ُه ْم َّما ا ْكت‬


َ ‫س‬ ْ ‫سب ُْوهُ شَرا لَّ ُك ْۗ ْم بَ ْل ُه َو َخي ٌْر لَّ ُك ْۗ ْم ِل ُك ِل‬
ٍ ‫ام ِر‬ َ ْ‫صبَةٌ ِم ْن ُك ْۗ ْم َْل تَح‬
ْ ‫ع‬ ِ ْ ِ‫ا َِّن الَّ ِذيْنَ َج ۤا ُء ْو ب‬
ُ ‫اْل ْف ِك‬
‫ع ِظ ْي ٌم‬
َ ‫اب‬ٌ َ‫عذ‬ ْ ‫ِمنَ ْاْلِثْ ِِۚم َوالَّذ‬
َ ٗ‫ِي ت ََولّٰى ِكب َْر ٗه ِم ْن ُه ْم لَه‬

Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari
golongan kamu (juga), Janganlah kamu mengira berita itu buruk bagi kamu, bahkan itu
baik bagi kamu. Setiap orang dari mereka akan mendpat balasan dari dosa yang
diperbuatnya. Dan barang siapa di antara mereka yang mengambil bagian terbesar (dari
dosa yang diperbuatnya), dia mendapat azab yang besar (pula) yang besar. Mengapa
orang-orang mukmin dan mukminat tidak berbai sangka terhadap diri mereka sendiri,
ketika kamu mendengar berita bohong itu dan berkata, “Ini adalah (suatu berita) bohong
yang nyata”. (QS, an-Nur 24: 11-12)47
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diambil sebuah pelajaran bahwa sebenarnya
kasus hoaks yang melanda di Indonesia akhir- akhir ini bukanlah sesuatu yang baru. Jauh
sebelumnya, pada masa Nabi Muhammad SAW pun sudah beredar berita hoaks. Bahkan
fenomena ini terjadi pada keluarga Nabi Muhammad SAW sendiri. Menanggapi hal itu,
Allah memberikan sebuah jawaban kepada umat Islam untuk tidak berbuat dalam
kerugian (menyebarkan berita bohong).48
45
Luthfi Maulana, Kitab Suci dan Hoaks: Pandangan Alquran dalam Menyikapi Berita Bohong,
(Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2017), Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya, Vol. 2, hal. 216
46
Ahmad Mustafa Al-Maragi, Terjemah Tafsir Al- Maragi Juz 18, (Semarang: Pt. Karya Toha
Putra, 2012), Cet. II, hal. 113
47
Departemen Agama RI, Alquran dan Terjemah, (Bekasi: Mulia Abadi, 2015), hal.351
48
M. Quraish Shihab, Tafsir Al- Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al- Qur’an, (Jakarta:
Lentera Hati, 2002), Cet. II, hal. 297

8
Selanjutnya, pada ayat 12 dijelaskan bahwa ketika berita hoaks itu tersebar, ada di
antara kaum Muslimin yang terdiam, tidak membenarkan dan tidak pula membantah. Ada
juga yang sambil bentanya-tanya, dan ada pula yang tidak memercayainya dan
menyatakan kepercayaan tentang kesucian Aisyah. Sehingga ayat ini diturunkan untuk
memberikan peringatan kecaman terhadap orang-orang yang diam seakan membenarkan,
apalagi yang membicarakan sambil bertanya- tanya tentang kebenaran isu itu. Ayat ini
menganjurkan mereka untuk melakukan langkah positif, mengapa di waktu kamu
mendengarnya (berita bohong), kamu selaku orang-orang mukminin dan mukminat tidak
berprasangka baik terhadap saudara-saudara mereka yang dicemarkan namanya. Padahal
yang dicemarkan itu adalah bagian dari diri mereka sendiri, bahkan menyangkut Nabi
SAW dan keluarga beliau. Dan mengapa mereka tidak berkata, bahwa ini adalah suatu
kebohongan yang nyata, karena mereka mengenal siapa Aisyah ra.49

4. Literasi dan Pemanfaatan Media dalam Menetralisir Hoaks

Bicara mengenai literasi, Allah pertama kali menurunkan surah al- ‘Alaq ayat 1- 5
kepada Nabi Muhammad SAW. Surah ini merupakan perintah pertama yang Allah SWT
turunkan dengan kalimat “Iqra” (bacalah). Allah SWT memberikan perintah kepada Nabi
Muhammad SAW untuk membaca, karena tanpa membaca tidak akan ada yang diketahui.
Artinya, Allah SWT mengajar dengan perantaraan membaca dan menulis apa yang tidak
diketahui oleh umat manusia. Maksud dari membaca di sana ialah meneliti, mengamati,
memperhatikan, memikirkan, mengambil pelajaran, membaca akan tanda- tanda zaman,
sejarah, maupun diri sendiri, yang tertulis atau tidak tertulis. 50

Seperti yang sudah dipaparkan sebelumnya, literasi media yang awalnya ditujukan
kepada semua sumber rujukan informasi seperti buku, majalah, artikel, jurnal, televisi,
dan radio, akan tetapi saat ini yang menjadi fokus perhatian ialah media internet. Karena
khalayak saat ini cenderung menggunakan internet yang mudah diakses, maka hoaks
paling banyak menyebar melalui media internet, seperti pada akun WhatsApp, Facebook,
Instagram, Twitter, Youtube, dan akun- akun media sosial lainnya.
49
Ahmad Mustafa Al-Maragi, Terjemah Tafsir Al- Maragi Juz 18, (Semarang: Pt. Karya Toha
Putra, 2012), Cet. II, hal. 113
50
Asep Saeful Muhtadi, Alquran Kitab Kesalehan Sosial, (Jawa Barat: Kumpulan Karangan
Musabaqah Menulis Kandungan Alquran MTQ XXVI, 2004), Pesantren Kaligrafi Alquran Lemka, hal. 40

9
Satu sisi media sosial dapat meningkatkan hubungan pertemanan yang lebih erat,
namun disisi lainnya, media sosial sering menjadi pemicu beragam masalah seperti
maraknya penyebaran hoaks, ujaran kebencian, hasutan, caci maki, adu domba dan
sebagainya yang bisa mengakibatkan perpecahan umat. Maka dari itu, upaya yang dapat
dilakukan untuk menetralisir hoaks melalui literasi dan pemanfaatan media khususnya
media internet ini diantaranya:
Pertama, bertabayyun terlebih dahulu setiap menerima informasi 51. Tabayyun
dilakukan agar dapat memilah- milah informasi yang diterima melalui media, memeriksa
dan membandingkan sumber satu dengan sumber yang lain, agar tidak terprovokasi oleh
berita-berita yang tidak bertanggung jawab yang akan memecah belah persatuan dan
kesatuan bangsa serta keharmonisan antar umat beragama. Khalayak harus berpikir kritis
dan cerdas memfilter (menyaring) pesan-pesan yang menerpanya. Sebagaimana terdapat
dalam QS. Al- Hujurat ayat 6, yang mengatur agar selalu melakukan klarifikasi saat
menerima berita, mewajibkan umat Islam untuk melakukan tabayyun.52
‫ع ٰلى‬ ِ ُ ‫ٰيٰٓاَيُّ َها الَّ ِذيْنَ ٰا َمنُ ْٰٓوا ا ِْن َج ۤا َء ُك ْم فَا ِس ٌۢق بِنَبَ ٍا فَتَبَيَّنُ ْٰٓوا ا َ ْن ت‬
ْ ُ ‫ص ْيب ُْوا قَ ْو ًم ٌۢا بِ َج َهالَ ٍة فَت‬
َ ‫صبِ ُح ْوا‬
َ‫َما فَعَ ْلت ُ ْم ٰند ِِميْن‬
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik53 datang
kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak
mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu
menyesali perbuatanmu itu. (QS. Al-Hujurat 49: 6)54
Dalam Tafsir Jalalain dikatakan, jika kalian mendapat berita penting dari orang
fasik, maka jangan tergesa- gesa untuk percaya. Namun carilah penjelasan sebenarnya
dan pastikanlah kebenaran berita itu sebelum terpengaruh olehnya. 55 Ayat ini
menganjurkan kepada umat Islam yang beriman, agar berhati-hati dalam menerima berita
yang datangnya dari orang fasik.56
51
Sri Hadijah Arnus, Literasi Media: Cerdas Dan Bijak Menikmati Konten Media Baru, (Kendari:
2017), Institut Agama Islam Negeri Kendari, hal. 13
52
Luthfi Maulana, Kitab Suci dan Hoaks: Pandangan Alquran dalam Menyikapi Berita Bohong,
(Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2017), Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya, Vol. 2, hal. 217
53
Fasik menurut Tafsir Al- Mukhtashar adalah orang yang banyak berbuat dosa. Sebab mereka
tidak mempedulikan lagi kebohongan yang mereka lakukan.
54
Departemen Agama RI, Alquran dan Terjemah, (Bekasi: Mulia Abadi, 2015), hal.
516
55
Imam Jalaluddin Al-Mahalli, Imam Jalaluddin As-Suyuti, Tafsir Jalalain,
(Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2011), Cet. IX, hal. 1158
56
Aidh Al-Qarni, Tafsir Al-Muyassar, (Jakarta: Qisthi Press, 2008), 153

10
Kedua, perlu dilakukan beberapa pemahaman kepada khalayak agar memiliki
kepekaan dan kecerdasan dalam bermedia.57 Seperti keahlian dalam menafsirkan makna
pesan media massa, dan menggali lapisan-lapisan makna di dalam pesan yang tersaji di
media. Disamping itu, Alquran juga telah mengatur agar selalu berhati- hati dalam
menggunakan pendengaran, penglihatan, dan hati, karena manusia akan dimintai
pertanggungjawaban atas itu semua. Sebagaimana yang terdapat dalam QS. Al- Isra’ ayat
36.58
Ketiga, memperhatikan judul- judul berita yang provokatif.59 Mencari referensi
berupa berita serupa dari situs online resmi, dan membandingkan isinya. Dengan
demikian, pembaca bisa memperoleh kesimpulan yang lebih berimbang. Kemudian
mencermati alamat situs yang dimaksud, apabila berasal dari situs yang belum
terverifikasi sebagai institusi pers resmi, maka informasinya masih meragukan.
Memperhatikan fakta, dari mana berita itu berasal dan siapa sumbernya. 60 Pengguna bisa
melakukan screen capture disertai url link, kemudian mengirimkan data ke
aduankonten@mail.kominfo.go.id. Kiriman aduan segera diproses setelah melalui
verifikasi, dan dapat dilihat pada laman web trustpositif.kominfo.go.id.61
Keempat, mengikuti grup diskusi anti hoaks, seperti Forum Anti Fitnah, Hasut,
dan Hoaks (FAFHH), Fanpage dan Group Indonesian Hoaks Buster, dan Fanpage
Indonesian Hoakses. Pada grup- grup diskusi ini, para pengguna media sosial bisa ikut
bertanya apakah suatu informasi itu merupakan hoaks atau bukan, sekaligus melihat
klarifikasi yang sudah diberikan oleh orang lain. 62 Sebagaimana terdapat dalam Q.S. At-
Taubah ayat 119, yang mengindikasikan agar orang- orang mukmin menjadi orang yang
bersih dan jujur, serta selalu berada bersama orang- orang yang jujur dan benar. Dimana
perkumpulan dengan orang- orang jujur akan membawa dampak positif kepada orang lain
dan terjauhkan dari jalan yang menyimpang dan sesat.
57
Poerwaningtias, Intania, dkk. Model-Model Gerakan Literasi Media dan Pemantauan Media di
Indonesia. (Yogyakarta: 2013), hal. 16
58
Terjemahan ayat: “Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena
pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, semua itu akan dimintai pertanggungjawabannya.”
59
Sahrul Mauludi, Awas Hoax! Cerdas Menghadapi Pencemaran Nama Baik, Ujaran Kebencian
dan Hoax. (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2018), hal. 353
60
Sahrul Mauludi, Awas Hoax! Cerdas Menghadapi Pencemaran Nama Baik, Ujaran Kebencian
dan Hoax. (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2018), hal. 355
61
Ibid., hal. 354
62
Kominfo, diakses dari situs: https://kominfo.go.id/content/detail/8949/ini-cara- mengatasi-
berita-hoaks-di-dunia-maya/0/sorotan_media

11
Upaya diatas merupakan cara agar penyebaran dari berita hoaks dapat dinetralisir.
Sehingga masyarakat lebih cerdas dalam menerima dan menyebarkan berita, dengan
literasi dan pemanfatan media tersebut masyarakat lebih paham batas antara dunia nyata
dan dunia yang dibangun oleh media yang berisi info dan pemberitaan bohong, sehingga
membawa masyarakat untuk lebih bijak dalam mengunakan media sosial.
Lebih jauh, setiap orang perlu mempunyai kemauan untuk memahami isi berita,
penyampian berita dan konteks berita yang ada. 63 Hal tersebut menjadi keniscayaan
karena gambaran mengenai sesuatu tidak ahir tiba-tiba, melinkan lahir dan dibentuk oleh
interaksi sosial.64 Kesadaran untuk tidak menyebarkan sembarang berita, apalagi berita
bohong, semakin mendesak untuk di tumbuhkan. Dengan menumbuhkembangkannya,
kesimpangsiuran akibat berita berita bohong dapat ditekan

63
F. Budiman. Seni Memahami: Hermeneutik dari Schleier sampai Derrida. 2015. Yogyakarta:
Penerbit Kanisius, hal. 22-23
64
Goenawan Mohamad. 2017. Pada Masa Intoleraansi. Yogyakarta: Ircisod, hal. 197

12
C. Penutup
1. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, maka dari itu dapat ditarik beberapa
kesimpulan:
a) Literasi media merupakan kemampuan membaca dan menulis serta menganalisis
secara kritis pesan-pesan yang terdapat dalam media yang kemudian menciptakan
pesan menggunakan alat media.
b) Timbulnya hoaks tidak lepas dari perkembangan teknologi media yang telah
mengubah alat-alat komunikasi menjadi lebih cepat membentuk kampung global.
Cirinya yaitu ketidakjelasan sumber berita, menyudutkan pihak tertentu, bermuatan
fanatisme dan judul yang provokatif. Penyebabnya dikarenakan oleh beberapa faktor
seperti kemudahan bagi masayarakat dalam memiliki alat komunikasi, mudah
terpengaruh oleh isu-isu yang belum jelas, dan kurangnya minat membaca. Akibatnya,
hoaks tersebut memberikan dampak negatif yang sangat signifikan, seperti membuat
opini publik dalam kebohongan, membuat adu domba umat Islam, membuat
provokatif, serta merugikan umat Islam.
c) Fenomena Berita Hoaks dalam Alquran sudah pernah terjadi pada masa Nabi yang
terdapat dalam QS. An- Nur ayat 11 berkaitan dengan peristiwa yang menimpa ‘Aisyah
r.a. yaitu saat orang- orang munafiqin, komunitas manusia pembohong dan pendusta,
melontarkan tuduhan-tuduhan yang tidak benar dan ucapan- ucapan nista tentang
pribadi ‘Aisyah r.a.
d) Upaya yang dapat dilakukan dalam menetralisir penyebaran berita hoaks yang
berkaitan dengan literasi media, yaitu dengan bertabayyun, memeriksa dan
membandingkan sumber satu dengan sumber yang lain, peka dan cerdas dalam
pemanfaatan media, memperhatikan judul yang provokatif, serta mengikuti grup
diskusi anti hoaks

13
Daftar Pustaka

Anonim. 2015. Alquran dan Terjemahannya. Bekasi: Mulia Abadi


Anonim. 2017. Etika Menjaga dan Melindungi Kemerdekaan Pers. Dewan Pers Anonim.
2013. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama
Ainiyah, Nur. 2017. Membangun Penguatan Budaya Literasi Media dan Informasi dalam
Duinia Pendidikan. Situbondo: JPII.
Al- Mahalli, Imam, J., dan As-Suyuti, Imam, J. 2011. Tafsir Jalalain. Bandung: Sinar
Baru Algesindo
Al- Maragi, Ahmad, M. 2012. Terjemah Tafsir Al- Maragi Juz 18. Semarang: Pt. Karya
Toha Putra Al- Qarni, Aidh. 2008. Tafsir Al-Muyassar. Jakarta: Qisthi Press
Arnus, Khadijah, S. 2017. Literasi Media: Cerdas Dan Bijak Menikmati Konten Media
Baru. Kendari: Institut Agama Islam Negeri Kendari
Bisri, Adib, dan Fatah, M, A. 1999. Al- Bisri Kamus Indonesia- Arab Arab- Indonesia.
Surabaya: Pustaka Progresif
Bull, Victoria. 2008. Oxford Learner’s Pocket Dictionary. New York: Oxford University
Press Effendi, Muhajir. 2016. Gerakan Literasi untuk Tumbuhkan Budaya
Literasi. Jakarta: Jendela Pendidikan dan Kebudayaan
Hobbs. 1996. Media Literacy, Media activism, Telemedium. The Journal of Media
Literacy.
Istriyani, Ratna, dan Nur Huda Widiana. 2016. Etika Komunikasi Islam Dalam
Membendung Informasi Hoaks Di Ranah Publik Maya, Jurnal Ilmu Dakwah,
Jensen, Jay W., Rivers, and Peterson, Theodore dalam Luthfi Maulana. 2017.
Kitab Suci dan Hoaks: Pandangan Alquran dalam Menyikapi Berita Bohong.
Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga. Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya
Juditha, Christiany. 2018. Interaksi Komunikasi Hoaks di Media Sosial serta
Antisipasinya Hoaks Communication Interactivity in Social Media and
Anticipation. Medan: Jurnal Pekommas.
Juliswara, Vibriza. 2017. Mengembangkan Model Literasi Media yang Berkebhinnekaan
dalam Menganalisis Informasi Berita Palsu (Hoaks) di Media Sosial. Yogyakarta:
Jurnal Pemikiran Sosiologi.

14
Kominfo, diakses dari situs: https://kominfo.go.id/content/detail/8949/ini-cara- mengatasi-
berita-hoaks-di-dunia-maya/0/sorotan_media
Mastel, Hasil Survey Mastel Tentang Wabah Hoaks Nasional, (2017), Diakses pada 30
oktober 2021 dari situs: http://mastel.id/infografis-hasil-survey- mastel-tentang-
wabah-hoax-nasional/
Muhtadi, Asep, S. dan Safei, Agus, A. 2004. Alquran Kitab Kesalehan Sosial, Jawa Barat:
Pesantren Kaligrafi Alquran Lemka
Maulana, Luthfi. 2017. Kitab Suci Dan Hoaks: Pandangan Alquran dalam Menyikapi
Berita Bohong. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga
Mauludi, Sahrul. 2018. Awas Hoax! Cerdas Menghadapi Pencemaran Nama Baik,
Ujaran Kebencian dan Hoax. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo
Poerwaningtias, Intania, dkk. 2013. Model-Model Gerakan Literasi Media dan
Pemantauan Media di Indonesia. PKBP Yogyakarta
Potter, Deborah. 2006. Buku Pegangan Jurnalisme Independen. Jakarta: Biro Program
Informasi Internasional Deplu AS
Pratama, Aulia Bintang. 2016. Ada 800 Ribu Situs Penyebar Hoaks di Indonesia.
https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20161229170130-185- 182956/ada-
800-ribu-situs-penyebar-hoaks-di-indonesia/
Rosmalinda, Ruri (2017). Fenomena penyesatan Berita di Media Sosial dalam artikel
ilmiah. Diakses dari situs:
http://www.seskoad.mil.id/admin/file/artikel/Artikel_Rury3.pdf tanggal 30
oktober 2021
Shihab, Quraish, M. 2002. Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al- Quran.
Vol. 9. Jakarta: Lentera Hati.
Suwarto, Dyna. 2018. Gerakan Literasi Media. Yogyakarta: Rumah Sinema
Https://m.detik.com/news/berita/d-4368351/62-hoax-pemilu-2019-teridentifikasi-
kominfo-ini-daftarnya. Diakses pada 30 Oktober 2021
F. Budiman. Seni Memahami: Hermeneutik dari Schleier sampai Derrida. 2015. Yogyakarta:
Penerbit Kanisius, hal. 22-23 Goenawan Mohamad. 2017. Pada Masa Intoleraansi.
Yogyakarta: Ircisod, hal. 197

15
16

Anda mungkin juga menyukai