Anda di halaman 1dari 8

Social Media Sebagai Sarana Propaganda

Faris Rifqi Fakhrudin


Politeknik Negeri Bandung
E-mail : faris.rifqi.tec416@polban.ac.id
Abstrak. Di zaman modern ini, informasi dapat begitu mudah diakses oleh masyarakat.
Perkembangan teknologi telekomunikasi yang pesat lahirnya internet menjadi salah satu
kunci yang membuat hal ini terjadi. Bahkan kini, segala jenis informasi bisa tersebar luas di
internet. Social media pun seakan tak mau kalah dalam menyebarkan informasi. Masyarakat
social media menyebarkan informasi kepada kerabatnya, sehinggga informasi tersebar
dengan cepat. Namun, masifnya pengguna teknologi internet dan sosial media di Indonesia
membuat segala arus informasi dan komunikasi masuk begitu saja tanpa filter. Hal ini
menjadi salah satu penyebab juga mengapa sebuah propaganda di Indonesia masih sangat
rentan. Kini, telah banyak berita, isu, atau informasi apapun yang tidak benar terpasang di
media-media, namun dipercaya oleh masyarakat. Propaganda juga kini telah tersebar luas di
internet dan social media untuk mempengaruhi perilaku dan pemikiran masyarakat, maupun
menggiring suatu opini kepada masyarakat. Dalam tulisan ini, akan dibahas lebih dalam
mengenai pengertian,teknik-teknik, dan pelaku serta tujuan dari propaganda.
Kata Kunci—Propaganda, social media

1. Pendahuluan
Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi melaju dengan begitu pesat. Salah satu hasil
perkembangan teknologi ini adalah lahirnya social media. Sosial media adalah sebuah media online
(daring) yang dimanfaatkan sebagai sarana pergaulan sosial secara online di internet. Di media
sosial, para penggunanya dapat saling berkomunikasi, berinteraksi, berbagi, networking, dan
berbagai kegiatan lainnya. Kini, Penggunaannya pun beragam, tidak hanya untuk berbagi
pengalaman pribadi, social media pun mulai digunakan untuk bisnis, advertising, reporting dan
lainnya.

Masyarakat modern kini seakan tidak bisa lepas dari social media. Berbagai social media dapat
dengan mudah diakses baik melalui computer maupun telepon pintar (smartphone). Pengguna social
juga bervariasi, mulai dari anak-anak , orang dewasa, hingga orangtua. Masyarakat modern seakan
tidak mau lepas dari social media. Berdasarkan hasil riset Wearesosial Hootsuite yang dirilis Januari
2019 pengguna media sosial di Indonesia mencapai 150 juta atau sebesar 56% dari total
populasi. Jumlah tersebut naik 20% dari survei sebelumnya. Sementara pengguna media sosial
mobile (gadget) mencapai 130 juta atau sekitar 48% dari populasi.

Dengan masifnya penggunaan media social, kini setiap orang dapat menjadi jurnalis dan
komentator amatiran, Walaupun belum tentu orang tersebut memiliki dasar ilmu di bidang tersebut.
Setiap orang juga dapat merespon informasi yang tersebar dengan cepat. Bahkan menjadi seorang
jurnalis fotografi yang mampu menyebarkan informasi ataupun berita yang diperkuat dengan
dokumentasi gambar. Namun disamping itu, ada pihak-pihak yang justru menggunakan keuntungan
ini untuk menyebarkan propaganda demi keuntungannya pribadi. Pada tulisan ini, akan dibahas lebih
dalam mengenai propaganda, teknik, serta tujuan pelaksanaannya.

2. Pengertian Propaganda
Propaganda berasal dari bahasa latin modern, Propagare, yang artinya adalah mengembangkan
atau memekarkan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), propaganda adalah penjelasan
mengenai suatu paham atau pendapat yang benar atau salah yang dikembangkan dengan tujuan
meyakinkan orang lain agar menganut suatu aliran, sikap, atau arah tindakan tertentu. berdasarkan
sumbernya, propaganda dibagi menjadi tiga, yaitu popaganda terbuka (White Propaganda) dan
propaganda terselubung (Black Propaganda).

a) Propaganda terbuka atau sering disebut sebagai White Propaganda adalah propaganda yang
mengungkapkan sumber, kegiatan, dan tujuannya secara terbuka. Propaganda ini sering
digunakan untuk menyebarkan informasi atau ideologi dengan menyebutkan sumber dan
dilakukan secara terang-terangan sehingga bisa dengan mudah diketahui sumbernya.

b) Propaganda terselubung adalah propaganda yang menyembunyikan sumber kegiatan dan


tujuannya. Propaganda ini dilakukan secara licik sebagai senjata taktis untuk menipu, penuh
kepalsuan, tidak jujur, tidak mengenal etika dan cenderung berpikir sepihak. Propaganda ini
tidak memberikan sumber sebenarnya, bahkan sering menuduh sumber lain yang melakukan
hal tersebut. Propaganda ini juga sering disebut sebagai Black Propaganda.

Beberapa ahli juga mendefinisikan propaganda. Garth S Jowett dan Victoria O’Donnell dalam
bukunya Propaganda and Persuasion, mendefinisikan propaganda sebagai usaha sengaja dan
sistematis untuk membentuk persepsi, memanipulasi pikiran, dan mengarahkan kelakukan untuk
mendapatkan reaksi yang diinginkan oleh propagandis (penyebar propaganda). Sedangkan Jacques
Ellul mendefinisikan propaganda sebagai bentuk komunikasi yang digunakan oleh suatu
kemlompom yang terorganisasi yang ingin menciptakan partisipasi aktif atau pasif dalam tindakan-
tindakan suatu massa yang terdiri atas individu-individu, dipersatukan secara psikologis dan
tergabung dalam suatu komunitas atau organisasi. Menurut Leonard W Dobb., propaganda
merupakan usaha yang dilakukan oleh orang-orang yang memunyai kepentingan untuk mengontrol
sikap kelompok.
Propaganda kadang berisi pesan yang benar. Namun mayoritas pesan propaganda seringkali
hanya menyampaikan fakta-fakta pilihan yang menciptakan suatu opini tertentu sehingga
menyesatkan apabila masyarakat tidak mengetahuinya secara keseluruhan. Tujuannya adalah untuk
mengubah pikiran kognitif suatu masyarakat terkait suatu isu untuk kepentingan tertentu. Dalam
pelaksanaannya, terdapat beberapa metode yang digunakan dalam propaganda, yaitu:
a) Metode koersif
Propaganda dilakukan dengan cara menimbulkan rasa takut bagi orang-orang yang menjadi
sasaran propaganda agar bertindak sesuai dengan harapan propagandis

b) Metode persuasif
Propaganda dengan metode persuasif dilakukan dengan cara menimbulkan rasa sukarela
orang-orang yang menjadi sasaran propaganda untuk melakukan hal yang diinginkan
propagandis tanpa adanya paksaan. Propaganda dengan metode persuasif menggunakan cara
halus tanpa adanya paksaan untuk mengajak orang lain melakukan sesuatu.

c) Metode pervasif
Propaganda yang dilakukan dengan cara menyebarluaskan pesan secara terus menerus atau
berulang sehingga orang-orang yang menjadi sasaran propaganda melakukan imitasi atau
melakukan hal-hal yang diinginkan.

3. Pelaku dan Tujuan Propaganda


Tanpa kita sadari, propaganda bahkan sebenarnya sudah sering kita temui dalam kehidupan
sehari-hari, seperti Dalam iklan, jingle yang menarik, atau propaganda poster motivasi secara diam-
diam memengaruhi pendapat orang, terkadang tanpa mereka sadari . Propaganda digunakan oleh
sebagian besar organisasi, termasuk militer dan pemerintah, untuk mempengaruhi pikiran jutaan
orang ketika mereka menjalani kehidupan sehari-hari dengan menggunakan berbagai mode
komunikasi. Organisasi-organisasi ini belajar dari waktu ke waktu bahwa dengan memanipulasi
pesan mereka, mereka bisa lebih berpengaruh. Adolf hitler melakukan propaganda melalui bukunya
yang berjudul “Mein Kampf” untuk mempengaruhi pikiran orang jerman, hingga akhirnya dapat
terbentuk sebuah partai Nazi yang kuat. Peristiwa seperti Perang Dunia dan kebangkitan kapitalisme
juga, mendorong penelitian propaganda.
Tujuan propagandis adalah untuk meyakinkan konsumen bahwa propagandis dan organisasi
tempat mereka bekerja baik sedangkan oposisinya buruk. Hal ini sering dilakukan melalui ide-ide
penganiayaan yang berlebihan, seperti halnya kasus Nazi Jerman. Propaganda sangat dihormati dan
ditakuti karena dapat memengaruhi pendapat seseorang dengan efisiensi tinggi dan dapat
dimanipulasi oleh siapa pun. Namun, ini tidak menghentikan banyak organisasi untuk
menggunakannya.

Tujuan propaganda berubah karena digunakan dalam konteks yang berbeda. Ketika digunakan oleh
pemerintah, tujuannya adalah untuk mendapatkan dukungan dari warga negara dan untuk
membentuk opini, emosi, sikap, dan perilaku mereka untuk memberi manfaat bagi bangsa Ketika
digunakan oleh orang kebanyakan, itu hanya untuk mempengaruhi pola pemikiran dan pendapat
yang lebih besar. Dalam pemasaran, menurut Goebells, propaganda memiliki banyak alat berbeda
yang digunakan untuk meyakinkan konsumen bahwa mereka membutuhkan barang tertentu .Namun,
jika diberi tahu bahwa mereka dihadapkan pada propaganda, kebanyakan orang akan bereaksi
dengan ngeri dan jijik, karena konotasi negatifnya (O'Hughnessy, 1996). Propaganda sering dilukis
sebagai alat yang tidak etis dan tidak bermoral untuk digunakan, tetapi juga bisa bersifat mendidik
dan informative.

3.1 Agama (Religion)


Propaganda berakar pada para filsuf awal, yang merupakan orang pertama yang berteori tentang
hal itu. Aristoteles percaya bahwa emosi adalah pusat dan vital untuk memengaruhi pendapat
sekelompok orang. Di sisi lain, mentornya Plato percaya bahwa menyuarakan pendapat hanya boleh
dilakukan oleh orang yang bijaksana, yang tercermin dalam sistem demokrasi Athena . Dia percaya,
dan kemudian para peneliti terbukti benar, bahwa emosi memang memainkan peran penting dalam
mempengaruhi opini publik dan bahwa orang yang tidak bijak lebih mudah dipengaruhi oleh emosi.
Plato juga yang pertama mendefinisikan perbedaan antara persuasi baik dan persuasi buruk, yang
disebutnya propaganda. Dia mengatakan bahwa jika ada logika dan alasan di balik pendapat orang
tersebut, maka itu bagus. Jika didasarkan pada emosi,
maka itu buruk dan melihatnya sebagai manipulasi.

Propaganda tidak digunakan secara formal sampai Gereja Katolik Roma, kembali ke 1622 dan
Paus Gregorius XV. Dia mulai mendistribusikan dan menciptakan propaganda untuk mendukung
Gereja Katolik setelah Kontra Reformasi. Ini adalah salah satu contoh pertama yang terdokumentasi
di mana persuasi digunakan untuk mempromosikan kepentingan pribadi seseorang. Paus menyadari
bahwa agama-agama non-Katolik lainnya menggunakan teknik yang menarik bagi individu,
daripada teknik takut ketakutan mereka sendiri. Agama-agama Protestan sering berfokus pada
individu pada tingkat pribadi dan memberi mereka lebih banyak kontrol dalam agama mereka
sendiri. Gereja Katolik harus melawan kekuatan pengaruh ikutan pada orang-orang yang
meninggalkan Gereja untuk agama yang baru dan menarik. Meskipun konsep ini tidak diketahui, itu
dapat diidentifikasi, dan Gereja melakukan yang terbaik untuk melawannya dengan membingkai
ulang pesan mereka kepada orang-orang.

3.2 Pemerintah dan Politik


Pemerintahan akan selalu memiliki andil dalam propaganda, meskipun baik atau buruk.
Beberapa kritikus mengklaim bahwa propaganda itu tidak boleh ada dalam masyarakat demokratis,
karena mengubah pendapat orang dan mencegah mereka menyuarakan apa yang mereka pikirkan
tanpa pengaruh luar.
Dalam pemilihan politik, kritikus propaganda mengklaim bahwa propagandis hanya membakar
uang untuk mengekspos orang ke informasi yang mereka tahu hanya untuk mengulanginya untuk
membuatnya mudah diingat . Para peneliti telah membuktikan bahwa hanya dengan mengekspos
orang ke sesuatu yang sering, apakah itu pengalaman positif atau negatif, mereka lebih cenderung
mengingatnya di masa depan.
Peneliti dari cina mempelajari penggunaan propaganda di Cina, Suriah, dan Korea. Dia
menemukan bahwa warga Tiongkok yang terpapar oleh banyak laporan media yang disponsori
negara, kurang percaya pada pemerintah mereka karena laporan itu tidak konsisten dengan apa yang
terjadi. Selain itu, warga Tiongkok memiliki akses ke beberapa outlet media gratis, seperti kabel dan
majalah, tetapi diskusi politik masih sangat terbatas, yang selanjutnya menurunkan opini pemerintah.
Presiden Suriah Hafiz Al-Assad tidak dipandang seperti penguasa yang kuat dan mahatahu yang
digambarkan oleh media. Warga Suriah sama sekali tidak percaya kualitas berlebihan. Pemerintah
Korea telah menekankan pendidikan ideologis dan politik di sekolah-sekolah.
Studinya mengarah pada apa yang disebutnya teori pensinyalan, yang menyatakan bahwa
pemerintah dapat melepaskan gundukan propaganda yang sebagian besar tidak efektif, meskipun
warga negara itu sendiri mungkin tidak mempercayainya, tetapi tetap membuat mereka loyal kepada
pemerintah. Kemampuan pemerintah untuk mendanai sejumlah besar propaganda menunjukkan
bahwa mereka kuat dan punya uang, yang dapat menyebabkan warganya mengikutinya karena takut
keselamatan mereka sendiri. Dengan kata lain, mereka percaya bahwa pemerintahan mereka kuat,
dan fakta ini saja yang menjaga ketertiban politik. Warga tidak mempercayai pemerintah mereka,
tetapi mereka takut akan hal itu.

3.3 Marketing dan Periklanan


Propaganda telah digunakan oleh bisnis dalam bentuk pemasaran dan iklan. Seringkali, tujuannya
adalah sekadar membujuk konsumen untuk membeli barang atau jasa alih-alih menghadirkan
argumen rasional mengapa mereka harus membelinya (McGarry, 1958). Namun, untuk bisnis yang
secara efisien meyakinkan konsumen untuk membeli produk mereka, bisnis harus terlebih dahulu
mencari tahu apa yang diinginkan konsumen, yang disebut propaganda social. Beberapa iklan yang
bersaing satu sama lain disebut sebagai counterpropaganda.

Pada tahun 1949, sebuah penelitian menemukan bahwa semakin banyak orang terkena pada
sumber-sumber propaganda yang saling bertentangan, semakin besar kemungkinan mereka memiliki
pendapat yang moderat tentang suatu topik. Pada saat yang sama, Jewett sedang mempelajari
mengapa orang dapat dipengaruhi dengan cara ini. Disebut efek ikut-ikutan, peneliti menemukan
bahwa orang akan mengubah perilaku dan pikiran mereka menjadi seperti orang lain (Jowett &
O'Donnell, 2015) Jika orang merasa seperti banyak orang percaya pada satu hal atau akan melakukan
satu hal, mereka tidak akan mau percaya jika tidak, karena setiap orang takut diabaikan, manusia
adalah makhluk sosial (Jewett, 1940). Selain itu, dengan studi Bandura tentang kekuatan pemodelan,
psikolog menemukan bahwa orang sangat dipengaruhi oleh orang lain di sekitar mereka (Jowett &
O'Donnell, 2015).
Kemudian, ketika penelitian lebih lanjut dilakukan, Davison mempelajari efek orang ketiga pada
propaganda, yang merupakan kecenderungan untuk melebih-lebihkan pengaruh propaganda orang
lain pada pendapat orang lain (Davison, 1983). Para peneliti juga percaya bahwa orang lain yang
terpapar pada bentuk propaganda yang sama akan lebih terpengaruh daripada mereka (Davison,
1983).

4. Teknik-Teknik Propaganda
Lasswell Cangara dalam bukunya mengartikan Propaganda sebagai proses diseminasi informasi
untuk mempengaruhi sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok masyarakat dengan notif
indoktrinasi ideologi. (who says what to whom in which channel with what effect). (Cangara, 2014).
Propaganda tidak menyampaikan informasi secara objektif, akan tetapi memberikan informasi yang
diranang untuk mempengaruhi pihak yang mendengar atau melihatnya. Adapun dalam konteks
hubungan internasional, propaganda dimulai sebagai usaha sisematis untuk mempengaruhi pikiran,
emosi, dan tindakan suatu kelompok demi kepentingan masyarakat umum dari pihak-pihak pembuat
propaganda. Cangara mengungkapkan dalam bukunya bahwa propaganda rawan terhadap praktik-
praktik penipuan. Cara-cara atau teknik yang biasa digunakan dalam melakukan propaganda, yaitu :

1. Memberi julukan (name calling)


Cara ini digunakan untik menjelek-jelekan seseorang dengan memberi gelaran yang lucu atau
sinis sehingga orang yang dipengaruhi benar-benar yakin.

2. Gemerlap (glittering generalities)


Propaganda yang menggunakan kata-kata bombastis sehingga orang tanpa sadar
mengikutinya.

3. Pengalihan (transfer)
Teknik propaganda yang dilakukan dengan cara pengalihan pada objek lain.

4. Pengakuan (testimonial)
Teknik pengakuan dengan menggunakan nama-nama orang terkenal seperti bintang film dan
olahragawan, meskipun sebenarnya yang bersangkutan tidak memakainya.

5. Flain Folks
Teknik yang sering dipakai politisi untuk mempengaruhi orang banyak. Contohnya seperti,
walaupun tokoh tersebut sudah menjadi orang penting, namun tetap bermasyarakat seperti
orang-orang pada umumnya.

6. Bandwagon
Teknik ini ditujukan kepada orang-orang yang berpengaruh seperti kepala kantor, pemimpin
partai, kepala desa, dan lain sebagainya.

7. Card stacking
Digunakan untuk mencoba mengemukakan fakta untuk meyakinkan orang lain.

8. Kecurigaan yang penuh emosi (emotional stereotype)


Teknik propaganda untuk menumbuhkan rasa curiga yang penuh emosi.

9. Retorika
Teknik yang dibunakan dengan memilih kata-kata yang bisa menarik seseorang sehingga
orang itu bisa menuriti kehendaknya.

5. Propaganda di Media Sosial


Propaganda telah ada dan banyak dilakukan oleh berbagai pihak sejak jaman dulu. Hanya saja
propaganda ini dilakukan dengan cara penyampaian dan penyebaran berbeda dengan propaganda
yang ada saat ini. Pada saat ini Kehadiran internet telah membawa dampak yang begitu besar
terhadap cara kita berkomunikasi. Di mana hambatan jarak, ruang dan waktu dalam berkomunikasi
berhasil diatasi. Demikian pula dengan perubahan dalam pola komunikasi massa. Melalui media
berbasis internet (cybermedia), komunikasi yang terjalin tidak hanya bersifat massa, tetapi juga
berlangsung secara interaktif. Situasi yang tidak dijumpai pada komunikasi melalui media.
Karena sifat komunikasinya yang interaktif, media sosial memiliki kekuatan dalam
membangun opini. Media sosial dianggap memiliki kekuatan sosial yang sangat memengaruhi opini
publik yang berkembang di masyarakat. Namun demikian, karena ketiadaan gatekeeper sebagaimana
terdapat di media massa mainstream, komunikasi yang terjalin antarpengguna atau netizen di media
sosial menjadi cenderung bebas tanpa batas. Netizen dapat dengan bebas memposting pesan apa saja
baik dalam bentuk teks, gambar, foto, ataupun video, atau menyisipkan tautan pesan/informasi dari
situs tertentu dan membagikannya tanpa mempedulikan kebenarannya. Begitu pun netizen yang lain,
bebas merespon dan mengomentari status pesan dan informasi yang muncul. Karena ketiadaan
gatekeeper inilah belakangan media sosial cenderung menjadi bebas nilai dan pemanfaatannya
didominasi untuk kepentingan melakukan agitasi dan propaganda berbagai pihak untuk kepentingan
dan tujuan tertentu. salah satu propaganda yang dilakukan di social media adalah dengan
menyebarkan berita bohong (hoax)
Secara bahasa hoax dapat berarti lelucon, cerita bohong, kenakalan, olokan, membohongi,
menipu, mempermainkan, memperdaya, dan memperdayakan. Dalam Kamus Bahasa Indonesia
(KBBI), hoax diterjemahkan menjadi hoaks yang diartikan dengan “berita bohong”.
Berbeda dari media tradisional yang memiliki editor sebagai "Information Gatekeeper" , pada
penggunaan media social, siapa pun yang menerima informasi tersebutlah yang menjadi gatekeeper
sekaligus penyebar informasi ini baru meskipun informasi apa yang diberikan itu tidak diketahui
benar atau salah.
Masalahnya adalah bagaimana jika berita yang diberikan ini salah, atau berita yang
didistribusikan tidak dapat diklarifikasi, hal ini dapat menjadi berbahaya ketika informasi yang salah
di media sosial seperti tipuan dan desas-desus diyakini sebagai kebenaran tunggal dan tidak diteliti
secara memadai. Tentunya hal ini dapat menimbulkan kekeliruan di masyarakat, pada kasus yang
lebih ekstrim hoaks dapat menimbulkan konflik social di masyarakat. Selain hoaks, penyebaran
propaganda dilakukan melalui Framing atau pembingkaian suatu berita atau kejadian untuk
menekankan suatu gagasan atau informasi tertentu dalam suatu peristiwa. Pada saat ini juga banyak
penggiringan opini yang dilakukan melalui meme atau gambar bertulisan di media social. Gambar-
gambar ini beberapa mngkin hanya sebagai lelucon, namun meme mengenai suatu hal yang berulang
dapat mempengaruhi pemikiran atau opini masyarakat secara tidak langsung.

6. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dan keseluruhan isi dari tulisan ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa:

 keberadaan social , besarnya populasi masyarakat social media , dan tidak adanya
keberadaan “Information Gatekeeper” di social media menjadi salah satu alasan mengapa
social menjadi sarana propaganda.
 Terdapat beberapa teknik yang biasa digunakan dalam propaganda yaitu, name calling,
glittering generalities, transfer, testimonial, Flain Folks, Bandwagon, Card stacking,
Emotional Stereotype, Retorika.
 Propoganda di social media dapat dilakukan dengan melalui hoax, Framing atau
pembingkaian suatu peristiwa, dan melalui meme.

Referensi
[1] Maulidah. Propaganda Politik Di Media Massa Elektronik. Universitas Sebelas maret.
2015
[2] Pelajaran.Co.Id.2017.”Propaganda – Pengertian Menurut Ahli, Macam Jenis Bentuk dan
Contoh Propaganda Lengkap”, https://www.pelajaran.co.id/2017/04/pengertian-menurut-
ahli-macam-jenis-bentuk-dan-contoh-propaganda.html, diakses tanggal 19 Oktober 2019.
[3] Palupi,Rety. 2019. Penyalahgunaan Media Sosial Sebagai Alat Propaganda.Journal
BSI,10(1).
[4] Hamilton, Mindy. 2018. “Uses of Propaganda”, https://owlcation.com/social-sciences/Uses-
of-Propaganda , diakses tanggal 21 Oktober 2019.
[5] Wahjuwibowo, Indiwan Seto. Hoax In Social Media Propaganda .Universitas Multimedia
Nusantara.2016.

Anda mungkin juga menyukai