Oleh :
Rudi Artana
1. PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Saat ini, kehidupan di dunia maya internet sudah tidak asing lagi pada kehidupan
kita. Dengan fasilitas yang semakin terjangkau dan jaringan internet yang semakin luas,
hampir semua lapisan masyarakat saat ini sudah dapat menikmati kehidupan dengan
internet, baik di daerah perkotaan, maupun di daerah pedesaan. Hal yang paling luas
dinikmati oleh masyarakat saat ini berupa Media Sosial.
Media sosial adalah media online yang mendukung interaksi sosial. Media sosial
pada saat ini berteknologi tinggi, praktis dan mudah diakses. Perkembangan aplikasi
media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, dan sebagainya, mengalami
popularitas yang baik di kalangan orang dewasa, remaja maupun anak-anak. Pengguna
media sosial dapat mudah berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi melewati jejaring
sosial dan dunia virtual.
Media sosial dapat dipakai untuk membuat grup atau komunitas untuk bertukar
informasi, memperluas pertemanan dengan masyarakat luas. Selain itu, media sosial
merupakan alat promosi bisnis yang efektif dan dapat diakses oleh siapa saja, sehingga
jaringan promosi lebih luas. Media sosial menjadi salah satu bagian yang diperlukan oleh
pemasaran bagi perusahaan dan merupakan salah satu cara terbaik untuk menjangkau
pelanggan. Media sosial juga memiliki manfaat bagi perusahaan karena promosi bisnis
lebih cepat tersebar daripada iklan televisi, brosur, majalah dan koran. Media sosial juga
bisa menjadi alat bantu penyebaran informasi yang sangat efektif. Melalui media sosial,
informasi tertentu dapat menyebar dengan sangat cepat dalam masyarakat. Ini
mempunyai tentunya mempunyai dampak positif dimana penerangan kepada masyarakat
terhadap suatu hal dapat dilaksanakan dengan lebih mudah.
Akan tetapi, efektivitas penyebaran informasi dalam media sosial ini juga
mempunyai sisi buruk, yaitu mudahnya tersebar informasi palsu, disinformasi, atau
provokasi dalam masyarakat. Saat ini, istilah yang sering kita pakai untuk menyebut
informasi palsu, disinformasi, fitnah dan provokasi ini adalah hoax.
Pada kemajuan teknologi informasi komunikasi saat ini tidak hanya memberikan
dampak yang positif tetapi juga memberikan dampak yang buruk. Penyampaian akan
informasi begitu cepat dimana setiap orang telah dengan mudah memproduksi informasi,
dan informasi yang begitu cepat yang tidak dapat difilter dengan baik.
Informasi yang dikeluarkan baik orang perorang maupun badan usaha melalui
media sosial dan elektronik ketika telah terkirim dan dibaca oleh banyak orang dapat
mempengaruhi emosi, perasaan, pikiran bahkan tindakan seseorang atau kelompok.
Sangat disayangkan apabila informasi yang disampaikan tersebut adalah informasi yang
tidak akurat terlebih informasi tersebut adalah informasi bohong (hoax) dengan judul
yang sangat provokatif mengiring pembaca dan penerima kepada opini yang negatif.
Opini negatif, fitnah, penyebar kebencian yang diterima dan menyerang pihak ataupun
membuat orang menjadi takut, terancam dan dapat merugikan pihak yang diberitakan
sehingga dapat merusak reputasi dan menimbulkan kerugian materi.
CNN Indonesia menyebutkan bahwa dalam data yang dipaparkan oleh
Kementerian Komunikasi dan Informatika menyebutkan ada sebanyak 800 ribu situs di
Indonesia yang terindikasi sebagai penyebar berita palsu dan ujaran kebencian (hate
speech)(Pratama, 2016). Kemkominfo juga selama tahun 2016 sudah memblokir 773
ribu situs berdasar pada 10 kelompok. Kesepuluh kelompok tersebut di antaranya
mengandung unsur pornografi, SARA, penipuan/dagang ilegal, narkoba, perjudian,
radikalisme, kekerasan, anak, keamanan internet, dan Hak Kekayaan Intelektual (HKI).
Dari jumlah itu, paling banyak yaitu unsur pornografi (Jamaludin, 2016).
b. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah yang akan dibahas pada makalah ini
adalah:
1. Apa itu hoax?
2. Bagaimana bahaya dari hoax?
3. Apa ciri-ciri berita hoax?
4. Bagaimana cara mengantisipasi tersebarnya hoax?
2. PEMBAHASAN
A. Apa itu hoax?
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ‘hoaks’ adalah ‘berita bohong.’ Dalam
Oxford English dictionary, ‘hoax’ didefinisikan sebagai ‘kebohongan yang dibuat dengan
tujuan jahat’. Hoax dalam definisi termurninya adalah kabar bohong yang dibuat secara
sengaja. Pembuatnya tahu bahwa kabar itu bohong dan bermaksud untuk menipu orang
dengan beritanya.
Pada perkembangannya di Indonesia, istilah hoaks juga digunakan untuk meliputi
(1) fitnah, yaitu berita bohong yang digunakan untuk membunuh karakter seseorang dan
menguntungkan orang lain; (2) disinformasi, yaitu informasi yang dengan sengaja dimuat
dengan keterangan yang tidak lengkap, tidak benar dan menyesatkan; dan (3) provokasi,
yaitu informasi yang sengaja dibuat dengan mengambil sebuah fakta yang mungkin benar
dan dibesar-besarkan dengan pendapat pribadi yang menyesatkan, dengan tujuan untuk
membangkitkan amarah pembaca.
Ada dua faktor yang dapat menyebabkan seseorang cenderung mudah percaya
pada hoax. Yang pertama, orang lebih cenderung percaya hoax jika informasinya sesuai
dengan opini atau sikap yang dimiliki. Yang kedua, adalah jika orang yang membaca
hoax tersebut memiliki pengetahuan yang kurang dalam memanfaatkan internet guna
mencari informasi lebih dalam atau sekadar untuk cek dan ricek fakta. Hal ini disebabkan
oleh minat baca yang rendah. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Central Connecticut
State Univesity, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal
minat membaca. Hal ini tergolong berbahaya karena dipadukan dengan fakta bahwa
Indonesia merupakan negara dengan aktifitas jejaring sosial tertinggi di Asia, yang berarti
sangat mudah bagi orang Indonesia untuk menyebarkan informasi hoax tanpa menelaah
lebih dalam informasi yang disebarkannya.
Presiden Direktur VIVA Media Group, Anindya Novyan Bakrie saat hadir dalam
Konvensi Nasional Media Massa bertajuk Iklim Bermedia dan Seimbang:
Mempertahankan Eksistensi Media Massa Nasional dalam Lanskap Informasi Global di
Padang, Sumatera Barat dalam rangka Hari Pers Nasional (HPN) mengungkapkan hasil
survey yang melibatkan 1.116 responden, dimana saluran terbanyak penyebar berita
bohong atau hoax dijumpai di media sosial. Persentasenya mencapai 92,40%, disusul
aplikasi percakapan (chating) 62,80%, lalu situs web 34,90%. Sementara pada televisi
hanya 8,70%, media cetak 5%, email 3,10%, dan radio 1,20%.